BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Menopause 1. Pengertian Menopause berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata men yang berarti “bulan” dan kata peuseis yang berarti “penghentian sementara”. Sebenarnya, secara linguistik kata yang lebih tepat adalah menocease yang berarti “masa berhentinya menstruasi”. Dalam pandangan medis, menopause didefinisikan sebagai masa penghentian haid untuk selamanya. Istilah ini berkaitan dengan tingkat lanjut usia perempuan. Biasanya menopause terjadi pada wanita mulai usia 45 hingga 55 tahun. Menjelang masa menopause, siklus menstruasi menjadi tidak menentu, terkadang menstruasi akan terjadi setelah beberapa bulan. Darah yang keluarpun mungkin lebih sedikit dari biasanya (Andira, 2010). Smart (2010) mengatakan bahwa menopause adalah sebagai suatu masa ketika secara fisiologis siklus menstruasi berhenti. Hal ini berkaitan dengan tingkat lanjut usia perempuan. Masa ini secara alamiah tidak dapat langsung diketahui, biasanya akan diketahui setelah kurang lebih setahun berlalu. Masa menopause terkadang disebut juga dengan perubahan kehidupan. Pada abad ke-17 dan 18, menopause dianggap sebagai suatu bencana dan malapetaka. Pada saat itu, wanita yang mengalami menopause dianggap tidak berguna dan tidak menarik lagi. Menopause
9
10
juga diartikan sebagai periode berhentinya masa haid secara alamiah yang biasanya terjadi antara usia 45 dan 50 tahun. Menopause merupakan pendarahan rahim terakhir yang masih diatur oleh fungsi hormon indung telur. Syahraini dkk (2007) mengatakan bahwa menopause adalah masa di mana ovarium berangsur-angsur menurun fungsinya yang dapat disebut pula mati haid. Santrock (2002) mengatakan bahwa menopause adalah masa di usia tengah baya, ketika periode haid perempuan dan kemampuan melahirkan anak berhenti secara keseluruhan. Santrock (2002) mengatakan bahwa ada penurunan dramatis dalam produksi estrogen oleh indung telur. Turunnya estrogen menghasilkan beberapa gejala yang tidak menyenangkan seperti panas (hot-flashes), mual, letih, dan cepatnya denyut jantung. Parmitasari dkk (2002) mengatakan bahwa pada masa menopause akan terjadi perubahan fisik karena produksi hormon estrogen yang menurun akibat berkurangnya fungsi ovarium, berhentinya menstruasi, kulit menjadi keriput dan kendor, vagina dan rahim menjadi kering, payudara mengecil, osteoporosis, peningkatan kadar kolesterol, dan sindroma klimakterik.
2. Gejala-gejala fisik menopause Smart (2010) mengemukakan tanda-tanda fisik pada menopause adalah:
11
a. Perdarahan Perdarahan yang terjadi pada saat menopause tidak seperti menstruasi. Di sini siklus perdarahan yang keluar dari vagina tidak teratur. Perdarahan seperti ini terjadi terutama di awal menopause. Perdarahan akan terjadi dalam rentang waktu beberapa bulan yang kemudian akan berhenti sama sekali. Gejala ini disebut sebagai gejala peralihan. b. Rasa panas (hot flash) dan keringat malam Ini adalah gejala klasik yang sekaligus menjadikan para wanita ketika mengalami menopause mendapatkan perawatan. Pada saat memasuki masa menopause wanita akan mengalami rasa panas yang menyebar dari wajah menyebar ke seluruh tubuh. Rasa panas ini terutama terjadi pada dada, wajah, dan kepala. Rasa panas ini sering diikuti dengan timbulnya warna kemerahan pada kulit, dan berkeringat. Rasa ini sering terjadi selama 30 detik sampai dengan beberapa menit. c. Vagina menjadi kering dan kurang elastis Gejala pada vagina muncul akibat perubahan yang terjadi pada lapisan dinding vagina. Vagina menjadi kering dan kurang elastis. Ini disebabkan karena penurunan kadar estrogen. Tidak hanya itu, juga muncul rasa gatal pada vagina, yang lebih parah lagi adalah rasa sakit saat berhubungan seksual.
12
d. Saluran uretra mengering, menipis, dan kurang elastis Uretra merupakan saluran yang menyalurkan air seni dari kandung kemih ke luar tubuh. Pada saat menopause saluran uretra juga akan mengering, menipis, dan berkurang keelastisannya akibat penurunan kadar estrogen. e. Perubahan fisik (lebih gemuk) Wanita yang memasuki masa menopause juga terjadi perubahan distribusi lemak tubuh. Lemak tubuh akan menumpuk pada bagian pinggul dan perut. Tidak hanya itu, tekstur kulitpun mengalami perubahan, yaitu menjadi lebih berkerut dan terkadang disertai jerawat. f. Insomnia Mengalami insomnia merupakan hal yang wajar pada saat menopause. Kemungkinan ini sejalan dengan rasa tegang yang dialami wanita akibat berkeringat di malam hari, rasa panas, wajah memerah, dan perubahan lainnya. g. Gangguan punggung dan tulang belulang Rendahnya kadar estrogen menjadi salah satu penyebab proses osteoporosis. Penyakit ini adalah permasalahan yang biasa dihadapi oleh orang yang telah berumur dan paling banyak menyerang wanita yang telah menopause.
13
h. Linu dan nyeri Linu dan nyeri yang dialami wanita menopause berkaitan dengan pembahasan kurangnya penyerapan kalsium yang telah dikemukakan sebelumnya. i. Perubahan pada indra perasa Wanita menopause biasanya akan mengalami penurunan kepekaan pada indra pengecapannya. j. Muncul gangguan vasomotoris yang berupa penyempitan atau pelebaran pembuluh-pembuluh darah k. Pusing dan sakit kepala terus-menerus l. Gangguan sembelit m. Neuralgia, yaitu gangguan atau sakit saray n. Payudara kehilangan bentuknya dan mulai kendur, ini merupakan akibat dari kadar estrogen yang menurun
3. Gejala-gejala psikologis menopause Smart (2010) mengemukakan gejala-gejala psikologis pada menopause adalah: a. Ingatan menurun Setelah
wanita
mengalami
menopause,
kecepatan
mengingatnya menurun. Tidak hanya penuruan dalam kecepatan, tetapi juga kemampuannya mengingat sehingga sering lupa pada hal-hal yang sederhana.
14
b. Perubahan emosional dan kognitif Gejala ini bervariasi pada setiap wanita, di antaranya kelelahan mental, masalah daya ingat, lekas marah, dan perubahaan mood yang berlangsung cepat. Begitu banyaknya perubahan yang terjadi sehingga sangat sulit mengetahui gejala yang mana yang dipengaruhi oleh perubahan hormon. c. Depresi Beberapa wanita yang mengalami masa menopause tidak sekedar mengalami perubahan mood yang sangat drastic bahkan ada yang mengalami depresi. Wanita yang mengalami depresi akan lebih sering merasa sedih karena kehilangan kemampuan reproduksinya. Mereka juga merasa sedih karena kehilangan kesempatan untuk memiliki anak dan juga merasa sedih karena kehilangan daya tarik. Seperti yang telah diketahui, sebagian besar wanita akan merasa tertekan jika kehilangan seluruh perannya sebagai wanita. Ditambah lagi dirinya harus menghadapi masa tua.
4. Persiapan-persiapan untuk menghadapi menopause a. Pasrah dan positive thinking Segala
bentuk
kecemasan
biasanya
berasal
dari
ketidakpasrahan manusia atas apa yang akan atau tengah menimpanya. Ketidakpasrahan ini melahirkan berbagai macamprasangka yang belum jelas kebenarannya. Akhirnya, orang sibuk menduga-duga dan
15
terjebak dalam persangkaan negatifnya. Inilah yang menjadi salah satu penyebab ketidakbahagiaan yang melanda para wanita di usia menopause. Sikap pasrah dan berpikir positif adalah jurus jitu untuk mengatasi permasalahan psikologis pada wanita menopause b. Terapkan pola hidup sehat Lakukan olahraga teratur, misalnya dengan jalan kaki, izinkan tubuh terkena sinar matahari pada jam-jam tertentu untuk menghindari osteoporosis, atur pola makan yang sehat, hindari kolesterol dan garam yang berlebihan, konsumsi makanan yang mengandung fitoestrogen, hindari rokok dan alkohol. c. Batasi konsumsi kafein yang dapat meningkatkan potensi hot flushes. Sebaiknya mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung omega 3 tinggi. d. Lakukan meditasi. Ini berguna untuk relaksasi sehingga mengurangi ketegangan dan mengarahkan pada ketenangan. e. Lakukan istirahat (tidur) yang cukup f. Ikuti berbagai macam aktivitas (organisasi) yang ada (Andira, 2010).
B. Kecemasan 1. Pengertian Smart (2010) mengatakan bahwa penampilan bagi seorang wanita menempati posisi yang utama. Perubahan fisik yang terjadi sejalan dengan masa menopause sudah tentu menimbulkan kesan yang lebih mendalam bagi kehidupan wanita. Timbulnya perasaan tidak berharga, tidak berarti,
16
dan semacamnya memunculkan kekhawatiran sendiri. Mereka khawatir akan adanya kemungkinan bahwa orang-orang yang dicintainya akan berpaling dan meninggalkannya. Perasaan inilah yang dirasakan oleh sebagian besar wanita menopause. Dengan demikian, kecemasan menghadapi menopause adalah perasaan gelisah dan khawatir dari adanya perubahan fisik, sosial, maupun seksual. Parmitasari dkk (2002) mengatakan bahwa kecemasan merupakan salah satu reaksi yang terbentuk ketika seseorang dihadapkan pada keadaan yang tidak menyenangkan. Chaplin (1999) mengatakan bahwa kecemasan
adalah
perasaan
campuran
berisikan
ketakutan
dan
keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut.
2. Gejala-gejala Kecemasan Smart (2010) mengemukakan gejala-gejala kecemasan sebagai berikut: a. Gejala fisiologis Gejala fisiologis meliputi gemetar, tegang, nyeri otot, letih, tidak dapat santai, kelopak mata bergetar, kening berkerut, muka tegang, tidak dapat diam, mudah kaget, berkeringat, jantung berdebar cepat, rasa dingin, telapak tangan lembab, mulut kering, pusing, kepala terasa ringan, kesemutan, rasa mual, rasa aliran panas dingin, sering kencing, diare, rasa tak enak di ulu hati, kerongkongan tersumbat,
17
muka merah dan pucat, denyut nadi dan napas yang cepat pada waktu istirahat. b. Gejala psikologis Gejala psikologis meliputi kekhawatiran yang berlebih tentang hal-hal yang akan datang, seperti khawatir, takut, berpikir berulangulang, membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap dirinya maupun orang lain, kewaspadaan yang berlebih, di antaranya adalah mengamati lingkungan secara berlebihan sehingga mengakibatkan perhatian mudah beralih, sulit konsentrasi, merasa nyeri, dan sukar tidur. Sobur (2003) menyebutkan tiga komponen dari reaksi atau gejala kecemasan yang kuat, yaitu: a. Emosional, orang tersebut mempunyai ketakutan yang amat sangat dan secara sadar. b. Kognitif, ketakutan meluas dan sering berpengaruh terhadap kemampuan berpikir jernih, memecahkan masalah, dan menghadapi tuntutan lingkungan. c. Psikologis, tanggapan tubuh terhadap rasa takut berupa pengerasan diri untuk bertindak, baik tindakan itu dikehendaki atau tidak. Pergerakan tersebut merupakan hasil kerja dari sistem saraf otonom yang mengendalikan berbagai otot dan kelenjar tubuh. Pada saat pikiran dijangkiti rasa takut, sistem saraf otonom menyebabkan tubuh bereaksi secara mendalam. Jantung berdetak lebih keras, nadi dan napas
18
bergerak meningkat, biji mata membesar, proses pencernaan dan yang berhubungan dengan usus berhenti, pembuluh darah mengerut, tekanan darah meningkat, kelenjar adrenal melepas adrenalin ke dalam darah. Akhirnya, darah dialirkan ke otot rangka (otot untuk gerakkan yang sadar), sehingga tegang dan siap melakukan gerakan.
3. Pengukuran Kecemasan Hawari (dalam Pamungkas, 2011) mengatakan bahwa untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat dan berat sekali, dapat digunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Alat ukur ini terdiri 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik, sebagai berikut:
1). Perasaan cemas (ansietas), terdiri dari cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung. 2). Ketegangan, yang terdiri dari merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat dengan tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, dan gelisah. 3). Ketakutan, terdiri dari takut pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang besar, pada keramaian lalu lintas, pada kerumunan banyak orang.
19
4). Gangguan tidur, terdiri dari sukar masuk tidur, terbangun malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi- mimpi, mimpi buruk, mimpi menakutkan. 5). Gangguan kecerdasan, terdiri dari sukar konsentrasi, daya ingat menurun, daya ingat buruk. 6). Perasaan depresi (murung), terdiri dari hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, bangun dini hari, perasaan berubah- ubah sepanjang hari. 7). Gejala somatik/ fisik (otot), terdiri dari sakit dan nyeri di otot- otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil. 8). Gejala somatik/ fisik (sensorik), terdiri Dari tinitus (telinga berdengung), penglihatan kabur, muka merah/ pucat, merasa lemas, perasaan di tusuk- tusuk. 9). Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah), terdiri dari takikardia (denyut jantung cepat), berdebar- debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa lesu/ lemas seperti mau pingsan, detak jantung menghilang (berhenti sekejap). 10). Gejala respiratori (pernapasan), terdiri dari rasa tertekan / sempit di dada, rasa tercekik, sering menarik napas, napas pendek / sesak. 11). Gejala gastrointestinal (pencernaan), terdiri dari sulit menelan, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh / kembung, mual, muntah,
20
buang air besar lembek, sukar buang air besar (konstipasi), kehilangan berat badan. 12). Gejala urogenetal (perkemihan dan kelamin), terdiri dari sering buang air kecil, tidak dapat menahan air seni, tidak datang bulan (tidak ada haid), darah haid berlebihan, darah haid amat sedikit, masa haid berkepanjangan, masa haid amat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin (frigid), ejakulasi dini, ereksi melemah, ereksi hilang, impotensi. 13). Gejala autonom, terdiri dari mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit, bulu – bulu berdiri. 14). Tingkah laku (sikap) pada wawancara, terdiri dari gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kerut kening, muka tegang, otot tegang / mengeras, napas pendek dan cepat, muka merah.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Smart (2010) mengatakan bahwa pencetus kecemasan dapat dikelompokkan menjadi dua seperti di bawah ini: a. Ancaman terhadap integritas fisik Ancaman ini meliputi bayangan ketidakmampuan fisiologis yang akan datang. Dapat menurunnya kapasitas untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.
21
b. Ancaman terhadap sistem diri Ancaman
ini
meliputi
bayangan-bayangan
yang
dapat
membahayakan identitas diri, harga diri, dan fungsi integritas sosialnya. Faktor internal dan eksternal dapat mengancam harga diri. Faktor eksternal misalnya kehilangan nilai diri akibat kematian, perubahan jabatan, dan sebagainya. Sementara faktor internal misalnya kesulitan interpersonal di rumah atau di tempat kerja. c. Patofisiologis, yaitu faktor yang berhubungan dengan kebutuhan dasar meliputi pangan, kenyamanan, dan keamanan. d. Situasional (orang dan lingkungan sekitar) yang berhubungan dengan ancaman konsep diri terhadap perubahan status, adanya kegagalan, atau kurangnya penghargaan diri oleh orang-orang sekitar. Berkaitan dengan faktor penghargaan diri dari orang-orang sekitar di atas, Effendi dan Tjahyono (1999) mengatakan bahwa dukungan sosial berperan penting dalam memelihara keadaan psikologis individu yang mengalami tekanan. Melalui dukungan sosial, kesejahteraan psikologis akan meningkat karena adanya perhatian dan pengertian yang akan menimbulkan perasaan memiliki, meningkatkan harga diri serta memiliki perasaan positif mengenai diri sendiri. e. Selain itu, kecemasan juga ditimbulkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan seksual atau frustrasi akibat tidak terpenuhinya apa yang diinginkan entah itu berupa keinginan materi atau sosial. Jadi, kecemasan yang dirasakan wanita menopause dapat disimpulkan
22
karena adanya masalah yang tidak terselesaikan, kekhawatiran pada sesuatu yang belum terjadi, dan adanya motif sosial maupun seksual. Friedman dan Schustack (2006) mengatakan bahwa kecemasan dipicu oleh ancaman terhadap nilai eksistensi dasar manusia. Perasaan tidak berdaya seringkali menjadi penyebab utamanya. Sebagai contoh, kecemasan seorang wanita muda mungkin disebabkan karena ia diabaikan oleh orang tuanya, teralienasi dari agamanya, atau diperlakukan sebagai objek oleh teman sebayanya. Menurut
Thallis
(1992)
terdapat
beberapa
faktor
yang
menimbulkan kecemasan, yaitu: a. Faktor Individu Adanya rasa kurang percaya diri pada diri individu, masa depan tanpa tujuan, dan adanya perasaan ketidakmampuan bekerja. b. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yaitu hubungan individu dengan orang lain. Perasaan cemas muncul karena individu merasa tidak dicintai orang lain, tidak memiliki kasih sayang, tidak mendapat dukungan dan motivasi dari orang lain.
C. Dukungan Suami 1. Pengertian Setiap
orang
membutuhkan
kehadiran
orang
lain
dalam
kehidupannya. Individu tidak mungkin hidup sendiri meskipun ia orang
23
yang sangat mandiri. Baron dan Byrne (2005) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan secara fisik dan psikologis yang diberikan oleh orang lain (teman atau anggota keluarga). Smet (1994) mendefinisikan dukungan sosial sebagai suatu keadaan yang dapat dipercaya, dari interaksi itu individu akan menjadi tahu bahwa orang lain memperhatikan, menghargai dan mencintai dirinya. Smet (1994) menekankan masalah dukungan sosial ini melalui orientasi subjektifnya yang memperlihatkan bahwa dukungan sosial tersebut terdiri atas informasi yang menuntun seseorang untuk meyakini bahwa ternyata dirinya masih diurus dan disayangi. Taylor dkk (2009) mengatakan bahwa dukungan sosial dapat berasal dari pasangan atau partner, anggota keluarga, kawan, kontak sosial dan masyarakat, teman sekelompok, jemaah gereja atau masjid, dan teman kerja atau atasan di tempat kerja. Baron dan Byrne (2005, h.245) mengatakan bahwa teman-teman dan keluarga mungkin dapat membantu memecahkan masalah. Smet (1994) menyatakan bahwa dukungan ini dapat diperoleh dari bermacam-macam sumber seperti pasangan hidup, keluarga, suami, guru. Dalam penelitian ini dukungan sosial yang diterima subjek berasal dari suami.
24
2. Jenis jenis Dukungan Sosial Menurut Taylor dkk (2009), dukungan sosial bisa diberikan melalui beberapa cara yang dapat dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu: a. Dukungan emosional. Perhatian emosional yang diekspresikan melalui rasa suka, cinta atau empati. b. Dukungan instrumental, seperti penyediaan jasa atau barang selama masa stres. c. Dukungan informatif, seperti pemberian informasi tentang situasi yang menekan. d. Dukungan penghargaan, dukungan yang berupa persetujuan dari orang lain akan gagasan atau perilaku. Smet (1994) membedakan empat jenis dukungan sosial yaitu: a. Dukungan emosional, mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan (misal; umpan balik, penegasan). b. Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang-orang lain, seperti misalnya orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah penghargaan diri).
25
c. Dukungan instrumental, mencakup bantuan langsung, seperti kalau orang-orang
memberikan pinjaman uang kepada orang itu atau
menolong dengan pekerjaan pada waktu mengalami stres. d. Dukungan informatif, mencakup memberi nasihat, petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan balik. Dukungan informatif akan lebih bermanfaat kalau terdapat kekurangan pengetahuan, dan ketrampilan, dan dalam hal yang amat tidak pasti tentang kekurangan pengetahuan dan ketrampilan.
D. Kerangka Teori
Faktor Internal: 1. Faktor individu 2. Ancaman terhadap integritas fisik 3. Ancaman terhadap sistem diri 4. Patofisiologis 5. Tidak terpenuhinya kebutuhan seksual atau frustrasi Kecemasan Menghadapi Menopause Faktor Eksternal: 1. Situasional 2. Faktor lingkungan 3. Dukungan sosial
(Smart, 2010; Friedman dan Schustack, 2006; Thallis, 1992) Gambar 2.1. Kerangka Teori
26
E. Kerangka Konsep
Vaiabel independent
Dukungan suami
Variabel dependent Kecemasan istri menghadapi masa menopause
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
F. Variabel Penelitian 1. Variabel independent Adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain. Dalam penelitian ini variabel independentnya adalah dukungan suami.
2. Variabel dependent Adalah variabel yang nilainya ditentukan variabel lain. Dalam penelitian ini variabel dependentnya adalah kecemasan istri menghadapi masa menopause.
G. Hipotesis Terdapat hubungan antara dukungan suami dengan kecemasan istri dalam menghadapi menopause.