TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Broiler Broiler adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertambahan bobot badan yang cepat, konversi ransum yang baik dan dapat dipotong pada usia yang relatif muda sehingga sirkulasi pemeliharaannya lebih cepat
dan
efisien
serta
menghasilkan
daging
yang
berkualitas
baik
(Murtidjo,1992). Ayam broiler merupakan bagian dari peternakan secara umum dan merupakan benda hidup yang tidak terlepas dari waktu. Kenyataannya ayam broiler dapat di jual setelah mengalami masa pertumbuhan selama 5 minggu bahkan diantaranya beragamnya jenis unggas, hanya ayam broiler yang dapat memperpendek pengaruh waktu dalam produksi (Rasyaf, 1997). Menurut Irawan (1996) ditinjau dari genetis, ayam broiler sengaja diciptakan agar dalam waktu singkat dapat segera dimanfaatkan hasilnya. Jadi istilah broiler adalah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum sangat irit, siap dipotong pada umur muda, serta mampu menghasilkan kualitas daging yang bersih, berserat lunak dengan kandungan protein tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Ciri Ayam Broiler AA CP-707 Data Biologis Bobot hidup umur 6 minggu Konversi pakan Berat bersih Daya hidup Warna kulit Warna bulu
Satuan 1,56 Kg 1,93 70% 98% Kuning Putih
Sumber : Murtidjo (1992).
Kebutuhan Nutrisi Ayam Broiler Untuk keperluan hidupnya dan untuk produksi, ayam membutuhkan sejumlah unsur nutrisi yaitu protein yang mengandung asam amino seimbang dan berkualitas, energi yang berintikan karbohidrat dan lemak, vitamin dan mineral (Rasyaf, 1997) Menurut AAK (1994) konsumsi di daerah tropis dipengaruhi oleh kandungan energi ransumnya.
Kandungan yang rendah dalam ransum
menyebabkan unggas akan meningkatkan konsumsi ransumnya guna memenuhi kebutuhan energi setiap harinya tetapi dibatasi oleh tembolok dalam sistem pencernaan. Maka bila energi ransum terlalu rendah, akan menyebabkan defisiensi energi. Sebaliknya ransum dengan kandungan energi tinggi menyebabkan unggas mengkonsumsi ransum sedemikian rupa sehingga unggas kenyang akan energi tapi lapar protein. Tillman, et al. (1991), bahwa kandungan energi yang rendah dalam ransum mengakibatkan unggas akan meningkatkan konsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan energi setiap hari dan sebaliknya pakan atau ransum yang energinya tinggi akan lebih sedikit dikonsumsi oleh ternak.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Kebutuhan zat makanan ayam broiler fase starter dan finisher Zat Nutrisi Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Kalsium (%) Pospor (%) EM (Kkal/Kg)
Starter 23 4-5 3-5 1 0,45 3200
Finisher 20 3-4 3-5 0,9 0,4 3200
Sumber : NRC (1984).
Sistem Pencernaan Ayam Broiler Pencernaan adalah penguraian pakan ke dalam zat-zat makanan dalam saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh
(Anggorodi, 1985). Ayam merupakan ternak non-ruminansia yang artinya ternak yang
mempunyai lambung sederhana atau monogastrik. Pada umumnya bagian-bagian penting dari alat penceernaan adalah mulut, farinks, esofagus, lambung, usus halus dan usus besar. Makanan yang bergerak dari mulut sepanjang saluran pencernaan oleh gelombang peristaltik yang disebabkan karena adanya kontraksi otot di sekeliling saluran. (Tillman et al., 1991). Di dalam empedal bahan-bahan makanan mendapat proses pencernaan secara mekanis. Partikel-partikel yang besar secara mekanik akan diperkecil dengan tujuan memudahkan proses pencernaan enzimatis di dalam mulut ataupun di dalam saluran pencernaan berikutnya. Untuk memudahkan proses pencernaan mekanis maupun enzimatis dalam mempersiapkan ransum ternak banyak dilakukan dengan menggiling bahan-bahan ransum tersebut (Parakkasi, 1990).
Universitas Sumatera Utara
Mannanoligosakarida (MOS) Mekanisme
Mannanoligosakrida
sebagai
immunomodulator
belum
sepenuhnya diketahui (Swanson et al. 2002). Selanjutnya Shashidara et al. (2003) menjelaskan bahwa sel pertahanan tubuh pada Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) mendeteksi kehadiran mikroba akibat adanya molekul unik yang disebut Patogen-Associated mengaktifkan
Moleculer
sistem
Pattern
kekebalan.
(PAMP)
Penggunaan
yang
selanjutnya
bahan
yang
akan
bersifat
immunomodulator sangat penting dilakukan untuk mengatasi banyaknya cekaman yang dapat mengganggu respon kekebalan tubuh ayam. Kemampuan lain dari Manannoligosakarida adalah dapat merangsang sistem kekebalan (Spring, 1997). Mannan merupakan sumber biomasa setelah sellulosa dan xylan yang masih belum banyak dimanfaatkan. Dari degradasi mannan dengan beberapa jenis enzim mannanase dapat diperoleh mannosa atau manno-oligosakarida yang berfungsi sebagai komponen pangan fungsional. Limbah biomasa dari industri perkebunan di Indonesia yang mengandung polisakarida mannan seperti limbah bungkil kelapa sawit, kopra dan kopi dapat dimanfaatkan untuk produksi mannosa dan manno-oligosakarida tersebut. Dari hasil uji aktivitas enzim mannanase dari sekitar 488 mikroba lokal koleksi Biotechnology Culture Collection (BTCC) telah diperoleh sedikitnya 6 isolat yang memiliki aktivitas tinggi dalam degradasi substrat mannan. Metoda mutasi dengan Ultra Violet digunakan untuk meningkatkan
produksi
enzim
oleh
mikroba
yang
memiliki
aktivitas
mendegradasi mannan. Dua pendekatan dilakukan dalam proses produksi, yaitu 1)melakukan preparasi substrat mannan secara kimia kemudian baru mereaksikan dengan enzim kasar yang diproduksi. 2) melakukan fermentasi langsung dengan
Universitas Sumatera Utara
subtrat bungkil tanpa preparasi khusus. Untuk itu telah dilakukan analisa ekstraki mannan dari bungkil secara kimia. Hasil hidrolisis subtrat mannan dengan menggunakan
mikroba
selektif
yaitu
dari
strain
Streptomyces
dan
Saccahropolyspora menunjukkan secara kualitatif senyawa oligosakarida terbentuk. Kedua mikroba tersebut memproduksi enzim mannanase dengan spesifik aktivitas tertinggi setelah 24 jam masa fermentasi. Proses analisa enzim mannanase dan optimasi fermentasi dengan menggunakan bungkil inti kelapa sawit sebagai karbon dan mikroba terpilih di atas sedang dilakukan pada saat ini (http://www.biotek). Manannoligosakarida secara bersamaan dapat memacu perkembangan bakteri yang bermanfaat dan menghambat bakteri patogen dengan membloking fimbriae (polimer protein yang dapat mendeteksi karbohidrat spesifik) pada bakteri sehingga bakteri patogen tidak melekat pada dinding usus. Bakteri-bakteri patogen seperti Salmonella dan e. coli adalah bakteri yang selalu mencari tempat perlekatan pada gula sederhana manosa atau karbohidrat yang memiliki kandungan manosa, seperti mannanoligosakarida (MOS; polimer manosa). Melekatnya bakteri patogen ke Manannoligosakarida yang tidak tercerna akan menyebabkan bakteri patogen ini dibuang dalam bentuk feses. Ini akan berimplikasi pada semakin sedikitnya populasi bakteri patogen dalam saluran pencernaan (http://www.kedokteranhewan.blogspot) Berbagai tanaman menyimpan mannan sebagai cadangan energinya dan karenanya dapat diekstrak menjadi Manannoligosakarida. Tanaman bangsa palma, legum dan yeast cenderung mengandung Mannan dengan segala derivasinya. Akan tetapi, terdapat perbedaan kemampuan Manannoligosakarida dalam
Universitas Sumatera Utara
menyerap
bakteri
patogen.
Sebuah
studi
mengindikasikan
bahwa
Manannoligosakarida dari Saccharomyces cerevisiae memiliki kemampuan yang lebih besar berkisar sekitar 80% padahal pada tanaman lain kemampuan tersebut hanya berkisar 30-50%. Produk tersebut juga jauh lebih cepat dan lebih kuat dalam mengikat bakteri patogen. Kemampuan Manannoligosakarida dalam meningkatkan fungsi kekebalan melalui peningkatan immunoglobulin pada level saluran pencernaan, meningkatkan aktifitas makrofag serta kesehatan saluran pencernaan telah dibuktikan oleh beberapa peneliti. Enzim β - mannanase (β 1 - 4 hemisel(l)) Hemisel adalah produk fermentasi yang dihasilkan oleh Bacillus lentus yang terdiri rantai β - mannan yang panjang yang didegradasi oleh enzim β – mannanase menjadi rantai yang lebih sederhana di dalam pakan. β – mannan merupakan polisakarida dengan beberapa mannosa yang membentuk ikatan rantai. Galaktosa
Galaktosa
Galaktosa α ~ 1,6 linkage
( Mannosa
Mannosa
Mannosa
Mannosa
Mannosa )n
β ~ 1,4 hemicell Gambar 1. Rantai β – mannan yang dipecah oleh hemicell (Chemgen Corporation, 2000). Peningkatan Manannoligosakarida
pertumbuhan diakibatkan
Manannoligosakarida dapat
ternak karena
akibat beberapa
dari
supplementasi
mekanisme.
Pertama,
meningkatkan kekebalan tubuh yang sangat
bermanfaat bagi ternak dalam bentuk saving energi untuk mereduksi stres. Saving energi ini akan digunakan untuk pertumbuhan. Kedua, Manannoligosakarida
Universitas Sumatera Utara
dapat meningkatkan panjang vili-vili usus halus yang berguna untuk penyerapan nutrisi (http://Infovet.com)
Gbr. 1. Struktur Mannanoligosakarida
Bio-Mos merupakan struktur unik dari Mananoligosakarida (MOS) yang mengandung mannoprotein spesifik dari dinding sel yeast yang telah dikembangkan Alltech. Teknologi ini dapat diaplikasikan di dalam diet ternak untuk menjaga kesehatan usus dan performa ternak Pengendalian bakteri patogen sangat penting bagi kesehatan hewan dan memaksimalkan pertumbuhan. Bakteri patogen muncul dalam bentuk kolonisasi di dalam usus pada villi dan lapisan usus. Ia akan berkembang biak dan menyebabkan kerusakan pada villi usus sehingga mengurangi penyerapan zat gizi. Bio-Mos
memberikan
pertahanan
tubuh
bentuk
alami.
Mekanismenya,
mannoprotein yang diturunkan oleh sel dinding ragi (yeast) kemudian dilepaskan melalui proses yang dikembangkan oleh Alltech.
Proses ini memberikan
keseimbangan sempurna pada Bio-Mos dalam mengikat bakteri patogen dan memodulasi sistem kekebalan. Di dalam usus Bio-Mos bertindak sebagai “umpan” penarik patogen agar mengikat gula mannosa dibanding permukaan villi. Sehingga permukaan villi menjadi sehat dan dapat menyerap nutrisi secara efisien dan membuat lingkungan usus lebih sehat dan performa lebih baik. Bio-Mos juga dapat berinteraksi dengan
Universitas Sumatera Utara
sistem kekebalan dengan cara membantu sel dalam usus meningkatkan pertahanan tubuh (http://science biotech.net) Bungkil Inti Sawit Bungkil Inti Sawit adalah hasil ikutan proses ekstra inti sawit. Bahan ini diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik (Davendra, 1997). Zat pakan yang terkandung di dalam Bungkil Inti Sawit cukup bervariasi. Tetapi kandungan yang tersebar adalah protein berkisar antara 18 – 19% (Satyawibawa dan Widyastuti, 2000). Bungkil Inti Sawit sebagai hasil ikutan dari industri minyak inti sawit sebagai bahan pakan lokal potensial untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak unggas, hanya permasalahannya bahan pakan lokal mengandung serat kasar yang tinggi karena terdapat sebagian pecahan cangkang (kulit
yang keras)
sementara alat pencernaan unggas tidak memiliki enzim pemecah serat kasar (Sinurat et al., 1996). Bungkil Inti Sawit dikenal sebagai bahan pakan yang kurang disukai ternak karena sifatnya yang kering dan kasar seperti pasir dan mengandung serat kasar yang tinggi (Sudarmadja et al., 1989). Tabel 3. Komposisi zat nutrisi bungkil inti sawit Kandungan Nutrisi Protein kasar Serat kasar Bahan kering GE (Kkal/g)
% 18.15 15.89 91.08 4.8964
Sumber : Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih (2005)
Batas penggunaan Bungkil Inti Sawit dalam ransum unggas berkisar antara 5% sampai 15%. Dalam ransum ayam petelur, penggunaan BIS dapat mencapai 10-15%, karena sistem pencernaannya lebih tahan dibandingkan dengan
Universitas Sumatera Utara
ayam pedaging. Pemberian Bungkil Inti Sawit pada ayam juga berfungsi sebagai kontrol terhadap bakteri patogen Salmonella kedougou dan S. enteritidis. Rasio penggunaannya dalam pakan hanya 2,5% karena oligosakarida dalam Bungkil Inti Sawit mengandung manosa yang dapat digunakan sebagai kontrol Salmonella spp. Penggunaan Bungkil Inti Sawit dalam ransum unggas lebih sedikit dibandingkan pada ternak ruminansia, karena adanya kontaminasi batok dan kadar serat kasar, termasuk hemiselulosa (manan dan galaktomanan). Kecernaan asam amino Bungkil Inti Sawit (59-74%) juga lebih rendah daripada bungkil kedelai (90%). Fermentasi Bungkil Inti Sawit dengan Rhizopus oligosporus, Aspergillus niger atau Eupenicilium javanicum dapat menurunkan kadar serat kasar dan neutral detergent fiber (NDF). Cara ini juga meningkatkan protein kasar dari 14% menjadi 23%, serta protein sejati dari 13% menjadi 20%. Penambahan enzim pemecah serat (manase) pada ransum ayam yang mengandung 30% Bungkil Inti Sawit dapat meningkatkan performan ayam hingga menyamai ayam yang diberi ransum standar (jagung-bungkil kedelai) (http:// :
[email protected]). Fermentasi Fermentasi adalah segala macam proses metabolisme di dalam enzim dari mikroorganisme atau jasad renik melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya sehingga terjadi perubahan kimia pada substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu (Saono, 1974). Makanan yang telah difermentasi mempunyai daya cerna yang lebih tinggi karena proses fermentasi dapat menyebabkan pemecahan oleh enzim tertentu terhadap bahan-bahan yang tidak dicerna oleh unggas misalnya selulose
Universitas Sumatera Utara
hemiselulosa
dan
polimer-polimernya
menjadi
gula
sederhana
(Buckle et al., 1985). Proses fermentasi bahan ransum oleh mikroorganisme menyebabkan perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti memperbaiki mutu bahan ransum baik dari aspek gizi maupun daya cerna serta meningkatkan daya simpannya. Produk fermentasi biasanya mempunyai nilai yang lebih tinggi dari pada bahan aslinya, hal ini tidak hanya disebabkan karena mikroba yang bersifat katabolik atau memecahkan komponen-komponen yang kompleks menjadi zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah di cerna karena adanya enzim yang dihasilkan dari mikroba itu sendiri (Winarno dan Fardias, 1980). Tabel 4. Kandungan nutrisi Bungkil Inti Sawit Zat Nutrisi Protein kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Ca (%) P (%) Energi Metabolis (Kkal/kg)
Kandungan Nutrisi 25,6 6,70 19,75 0,28 0,88 1010
Sumber : Siregar (1995).
Performans Ayam Broiler Konsumsi Ransum Konsumsi ransum adalah jumlah yang dikonsumsi oleh ternak dalam jangka waktu tertentu. Konsumsi ransum terus meningkat seiring dengan pertambahan kebutuhan zat-zat nutrisi oleh kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Menurut Anggorodi (1985) bahwa tingkat energi dalam ransum menentukan banyaknya jumlah ransum yang dikonsumsi. Peningkatan energi metabolisme dalam ransum mengurangi konsumsi ransum pada unggas.
Universitas Sumatera Utara
Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah nutrisi yang ada di dalam kebutuhan ransum tersebut yang telah tersusun dari berbagai jenis bahan ransum untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak tersebut. Secara biologis ayam mengkonsumsi makanan untuk kepentingan hidupnya, kebutuhan energi, untuk fungsi-fungsi tubuh dan memperlancar reaksi-reaksi sintesis dari tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa ternak ayam dapat mengkonsumsi ransumnya teristimewa diperlukan untuk pertumbuhan ternak tersebut (Wahyu, 1992). Bagi ayam pedaging jumlah konsumsi yang banyak bukanlah merupakan jaminan untuk mencapai pertumbuhan puncak. Kualitas dari bahan ransum dan keserasian komposisi gizi sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan merupakan dua hal mutlak yang menentukan tercapainya performans puncak (Wahyu, 1988). Dalam mengkonsumsi ransum ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain; umur, palatabilitas ransum, aktifitas ternak, energi ransum dan tingkat protein. Juga ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari ransum yang diberikan serta pengolahannya. Ransum yang diberikan pada ternak harus disesuaikan dengan umur dan berdasarkan atas kebutuhan, hal ini bertujuan selain untuk mengefisienkan jumlah ransum pada ternak juga untuk mengetahui sejauh mana pertambahan bobot badan yang dicapai (Anggorodi, 1979). Tabel 5. Konsumsi Ransum Standar Ayam Broiler Umur (Minggu) 1 2 3 4 5 6 7
Konsumsi Ransum (Kg) Minggu Komulatif 0,08 0,08 0,24 0,31 0,40 0,71 0,56 1,26 0,68 1,94 0,78 2,22 0,86 3,58
Sumber : Rasyaf (1993).
Universitas Sumatera Utara
Temperatur tinggi berpengaruh besar terhaadap konsumsi ransum harian. Konsumsi rendah apabila temperatur tinggi dan meningkat bila temperatur rendah. Suhu 16-24oC adalah suhu yang ideal bagi burung puyuh untuk berproduksi maksimal (Gellispie,1987) Pertambahan Bobot Badan Kemampuan ternak mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam ransum menjadi daging ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. (Maynard, 1984). Menurut Anggorodi (1981) pertumbuhan murni termasuk pertumbuhan dalam bentuk dan berat dari jaringan-jaringan bangunan seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat tubuh. Dari sudut kimiawi pertumbuhan murni adalah suatu penambahan dalam jumlah protein dan zat-zat mineral yang tertimbun dalam tubuh. Penambahan dalam berat akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni. Pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh jenis dan ransum yang dikonsumsi (Jull, 1982). Wahyu (1997) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah bangsa, tipe ayam, jenis kelamin, energi metabolisme, kandungan protein dan suhu lingkungan. Pertumbuhan dipengaruhi oleh hereditas, hormon dan pakan serta tatalaksana yang mencakup program pemberian ransum yang baik, tempat ransum yang sesuai, air yang cukup, luas kandang yang optimal, ventilasi yang cukup dan
Universitas Sumatera Utara
konsumsi ransum. Selain itu pertumbuhan dipengaruhi oleh galur, jenis kelamin dan umur (Anggorodi, 1991). Konversi Ransum Konversi ransum adalah perbandingan jumlah konsumsi ransum pada satu minggu dengan penambahan bobot badan yang dicapai pada minggu itu, bila rasio kecil berarti pertambahan bobot badan ayam memuaskan atau ayam makan dengan efisien. Hal ini dipengaruhi oleh besar ayam dan bangsa ayam, tahap produksi, kadar energi dalam ransum dan temperatur lingkungan (Rasyaf, 2003). Menurut Sarwono (1996) faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah : 1. Kesehatan ternak Pada ternak yang lebih sehat, maka jumlah pakan yang dikonsumsi untuk dirubah menjadi daging akan lebih baik dengan kata lain ternak yang sehat lebih cepat dan efisien dalam penggunaan pakan dalam menghasilkan daging. 2. Mutu ransum Semakin baik mutu ransum, semakin kecil pula angka konversinya. Mutu ransum sangat ditentukan oleh keseimbangan zat-zat gizi yang dibutuhkan ternak dan rusak tidaknya bahan-bahan yang digunakan untuk ransum. 3. Tata cara pemberian ransum Ransum tidak hanya diletakkan saja ditempat ransum, akan tetapi lebih penting adalah menjaga bagaimana agar ransum itu masuk ke dalam perut
Universitas Sumatera Utara
ternak dengan selamat dan tercerna sempurna sehingga menghasilkan daging mutu yang baik. Semakin baik nilai mutu ransum semakin kecil angka konversi ransumnya, baik tidaknya mutu ransum ditentukan oleh seimbang tidaknya zat-zat gizi pada ransum itu yang diperlukan oleh tubuh ayam. Ransum yang kekurangan salah satu unsur gizi akan mengakibatkan ayam memakan ransumnya secara berlebihan untuk mencukupi kekurangan zat yang akan diperlukan tubuhnya. Energi yang berlebih disimpan dalam bentuk lemak (Sarwono, 1996). Tabel 6. Standar Performans Ayam Broiler AA CP-707 (g/ekor) Umur (minggu) 1 2 3 4 5 6 7 8
Konsumsi Ransum (gr) 135 284 462 653 860 1056 1237 1405
Bobot Badan (gr) 155 385 700 1081 1515 1982 2452 2913
Konversi Ransum 0,81 1.09 1,26 1,42 1,58 1,74 1,91 2,09
Sumber : PT. Charoen Pokphand Jaya Farm (1995) dalam Yustiwira (1996).
Universitas Sumatera Utara