BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anak Usia Prasekolah Anak adalah individu yang mengalami tumbuh kembang, mempunyai kebutuhan biologis, psikologis dan spiritual yang harus dipenuhi (Suherman, 1995). Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang secara teratur, saling berkaitan, dan berkesinambungan dimulai sejak konsepsi sampai dewasa. Karakteristik tumbuh kembang spesifik terhadap usia anak. Pada anak usia prasekolah, pertumbuhan berlangsung dengan stabil, terjadi perkembangan dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya ketrampilan dan proses berfikir (Narendra, 2002). Anak usia prasekolah adalah anak yang berusia 3-6 tahun (Supartini, 2004). Anak usia prasekolah ini menunjukkan perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara progresif. Pada masa ini adalah meningkatnya antisiasme dan energi untuk belajar dan manggali banyak hal. Perkembangan psikoseksual pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud (1939), yang merupakan proses dalam perkembangan anak dengan pertambahan pematangan fungsi struktur serta kejiwaan yang dapat menimbulkan dorongan untuk mencari rangsangan dan kesenangan secara umum untuk menjadikan diri anak menjadi orang dewasa. Perkembangan psikoseksual anak usia prasekolah berada pada fase phallic. Proses indentifikasi peran seksual dimulai selama usia prasekolah. Biasanya anak
8
lebih dekat dengan orang tua yang berlainan jenis kelamin dengannya orang tua yang berlainan jenis kelamin sama dengannya. Perkembangan psikososial anak usia prasekolah menurut Erickson (1963), berada pada tahap initiative versus guilt (inisiatif versus rasa bersalah) dimana anak menunjukkan imajinasi, meniru orang dewasa, mengetes kenyataan atau fakta yang ada. Tugas utama anak usia prasekolah adalah perkembangan rasa inisiatif. Menurut Piaget (1952), perkembangan kognitif anak usia prasekolah berada pada tahap pemikiran preoperasional. Pada tahap ini anak belajar untuk berfikir dengan menggunakan simbol dan imajinasi. Bermain merupakan metode non verbal untuk menstimulasi proses berfikir egosentrik, seperti dalam penelitian Piaget (1952), anak selalu menunjukkan egosentrik seperti anak akan memilih sesuatu atau ukuran yang besar walaupun isi sedikit. Masa ini sifat pikiran bersifat transduktif menganggap semuanya sama, seperti seorang pria di keluarga adalah ayah, maka semua pria adalah ayah, pikiran kedua adalah animisme selalu memperhatikan adanya benda mati, seperti apabil anak terbentur benda mati maka anak akan memulainya kearah benda tersebut. Menurut Hurlock (1998), ciri-ciri anak usia prasekolah, meliputi : 1. Secara fisik, otot-otot lebih kuat dan pertumbuhan tulang menjadi besar dan keras 2. Secara motorik, anak mampu memanipulasi objek kecil (puzzle) menggunakan balok-balok dalam berbagai ukuran dan bentuk
9
3. Secara intelektual, anak mempunyai rasa ingin tahu, rasa emosi, iri dan cemburu. Hal ini timbul karena anak memiliki hal-hal yang dimiliki oleh teman sebayanya 4. Secara sosial, anak mampu menjalin kontak sosial dengan orang-orang yang ada di luar rumah, sehingga anak mempunyai minat yang lebih untuk bermain pada temannya, orang-orang dewasa, saudara kandung didalam keluarga Tugas perkembangan yang harus dicapai pada anak usia prasekolah (36 tahun) adalah : 1. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan 2. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis 3. Belajar bergaul dengan teman sebaya (sosialisasi) 4. Belajar memainkan peranannya sesuai jenis kelamin 5. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung 6. Belajar mengembangkan konsep-konsep sehari-hari 7. Mengembangkan kata hati 8. Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi 9. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial
B. Kebutuhan Bermain Pada Anak Menurut Soetjiningsih (1995), kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang secara umum digolongkan menjadi 3 kebutuhan dasar, yaitu :
10
1. Kebutuhan dasar fisik biomedis (asuh) Kebutuhan dasar fisik biomedis pada anak meliputi : Pangan / gizi merupakan kebutuhan penting, perawatan kesehatan dasar (imunisasi, pemberian ASI), papan / pemukiman yang layak, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang, kesegaran jasmani dan rekreasi. 2. Kebutuhan dasar emosi / kasih sayang (asih) Pada tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat, mesra selaras antara orang tua dengan anak merupakan syarat untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental maupun psikologis. Kekurangan kasih sayang orang tua pada tahun-tahun pertama kehidupan mempunyai dampak negatif pada tumbuh kembang anak baik fisik, mental maupun sosial emosi, kasih sayang dari orang tuanya akan menciptakan ikatan yang erat dan kepercayaan dasar. 3. Kebutuhan akan stimulasi mental (asah) Stimuli mental merupakan akal bakal dalam proses belajar pada anak. Stimulasi mental ini mengembangkan perkembangan mental psikososial : kecerdasan, ketrampilan, kemandirian, kreativitas, agama kepribadian, moral-etika, produktivitas. Untuk memenuhi kebutuhan akan stimuli mental diperlukan kegiatan bermain pada anak sehingga kebutuhan tersebut dapat terpenuhi sesuai tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.
11
a. Bermain Bermain merupakan istilah yang digunakan secara bebas sehingga arti utamanya mungkin hilang. Arti yang paling tepat ialah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara suka rela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban (Hurlock, 1999). b. Tujuan Bermain Tujuan
bermain anak usia prasekolah antara lain: 1)
Mendorong imajinasi / kreativitas
anak,
2)
Mengoptimalkan
pertumbuhan seluruh organ tubuh, 3) Untuk bersosialisasi dengan orang lain, 4) Mengembangkan kemampuan intelektual (Soetjiningsih, 1995; Hanifah, 1994). c. Fungsi Bermain Fungsi bermain bagi anak terdiri dari : 1) Perkembangan sensori motorik Aktivitas sensori motorik merupakan komponen utama bermain pada semua tingkat usia anak. Bermain aktif menjadi hal yang penting dalam perlambangan sistem otot dan saraf yang bermanfaat dalam melepaskan kelebihan energi (Whaley & Wong, 2003).
12
2) Perkembangan kognitif / intelektual Anak dapat mengeksplorasi dan memanipulasi ukuran, bentuk, tekstur dan warna. Mengenali angka, hubungan yang renggang dan konsep abstrak. Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk mempraktekkan dan memperluas kemampuan bahasa. Memberi kesempatan untuk menghilangkan pengalaman masa lalu untuk memasukkannya ke dalam persepsi dan persahabatan
yang
mengintegrasikan
baru. dunia
Bermain dimana
membantu mereka
anak
tinggal,
untuk untuk
membedakan antara realitas dan fantasi (Whaley & Wong, 2003). 3) Perkembangan moral dan sosial Bermain mengajarkan peran orang dewasa termasuk perilaku peran seks. Bermain memberikan kesempatan untuk menguji persahabatan dan mengembangkan ketrampilan sosial. Anak yang diberi kebebasan bermain dengan teman sebayanya akan mengembangkan ketrampilan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Dalam bermain anak belajar memberi dan menerima, belajar hal-hal benar dari kesalahan yang dilakukan, standar sosial dan tanggung jawab terhadap tindakan mereka (Whaley & Wong, 2003).
13
4) Perkembangan kreativitas Bermain
memberi
kesempatan
pada
anak
untuk
mengeluarkan ide dan minat kreasi, mengijinkan mereka untuk berfantasi dan berimajinasi serta memberi kesempatan untuk mengembangkan bakat dan minat. Sekali anak merasa puas ketika berhasil melakukan sesuatu yang hal baru maka anak akan memindahkan rasa ketertarikan ini kedalam situasi diluar dunia (Whaley & Wong, 2003). 5) Perkembangan kesadaran diri Dalam bermain anak mengekspresikan emosi. Bermain memfasilitasi
perkembangan
identitas
diri
dan
mendorong
menentukan perilaku pribadi. Dengan bermain anak dapat menemukan
kekuatan
serta
kelemahan,
minat
dan
cara
menyelesaikan tugas dalam bermain (Soetjiningsih, 1995). Bermain memberikan kesempatan untuk membandingkan kemampuan sendiri dengan kemampuan anak lain dan belajar bagaimana pengaruh tingkah laku pribadi terhadap orang lain (Whaley & Wong, 2003). 6) Nilai terapeutik Bermain dapat menghilangkan tekanan dan stres. Bermain dapat mengurangi tekanan yang sering saat anak dalam proses belajar.
14
7) Perkembangan komunikasi Bermain
memfasilitasi
komunikasi
nonverbal
akan
kebutuhan, rasa takut, dan keinginan secara langsung. d. Karakteristik Bermain (Whaley & Wong, 2003) 1) Menurut isi a) Sosial affektif play Permainan yang membuat anak belajar berhubungan dengan orang lain. Contoh : orang tua berbicara, memeluk, bersenandung, anak memberi respon dengan tersenyum, mendengkur, tertawa, beraktivitas, ci luk baa, dll. b) Sense pleasure play (bermain untuk bersenang-senang) Stimulus pengalaman yang non sosial yang berasal dari luar. Objek di lingkungan anak menstimulasi sensori mereka dan kesenangan. Contoh : main air dan pasir, objek seperti cahaya, bau, rasa, benda alam dan gerakan tubuh. c) Skill play Bermain yang bersifat membina ketrampilan. Misalnya berulang kali melakukan dan melatih kemampuan yang baru didapat, menimbulkan nyeri dan frustasi pada anak. Contoh : naik sepeda. d) Dramatic play Di kenal sebagai permainan simbolik atau permainan berpura-pura. permainan drama memberikan kerangka bagi
15
tingkah laku matang yang di uji dan asimulasi.. Contoh : berpura-pura melakukan kegiatan keluarga seperti makan, minum dan tidur, main dokter –dokteran. 2) Menurut karakteristik sosial a) Solitary play Anak bermain sendiri. Menyukai kehadiran orang lain tapi tidak ada usaha untuk mendekat atau berbicara. Hanya berpusat pada aktivitas atau permainannya sendiri. b) Paralel play Bermain yang di lakukan oleh dua atau lebih dengan permainan yang sama tetapi tidak terjadi komunikasi. Ciri bermain anak Toddler. c) Asosiasi play Bermain dan beraktivitas serupa bersama, tetapi tidak ada pembagian kerja, pemimpin / tujuan bersama, anak interaksi dengan saling meminjam alat permainan. Ciri anak prasekolah. Contoh main boneka, masak –masakan. d) Kooperatif play Bermain dalam kelompok, ada perasaan kebersamaan / sebaliknya, terbentuk hubungan pemimpin dan pengikut. Ada tujuan yang ditetapkan dan ingin dicapai. Contoh main sepak bola.
16
e. Karakteristik Bermain (Hurlock, 1999) 1) Bermain dipengaruhi oleh tradisi Anak kecil meniru permainan anak yang lebih besar, yang telah menirunya dari generasi sebelumnya. Dalam setiap kebudayaan, satu generasi menurunkan bentuk permainan yang paling memuaskan ke generasi berikutnya. 2) Bermain mengikuti pola perkembangan yang didapat diramalkan. Beberapa kegiatan permainan tertentu popular pada suatu tingkat usia dan tidak pada usia yang lain tanpa mempersoalkan lingkungan, bahasa, status sosial ekonomi, jenis kelamin ini sangat popular secara universal dan dapat di ramalkan sehingga merupakan hal yang biasa untuk membagi tahun masa kanak-kanak kedalam tahapan bermain yang spesifik. 3) Jumlah teman bermain menurun dengan bertambahnya usia. Anak kecil akan bermain dengan siapa saja yang ada dan mau bermain dengannya. Jika mereka melihat ada anak yang sedang bermain dengan cara yang lebih menarik, mereka dari teman lama ke teman baru. dalam kelompok tetangga atau sekolah anak-anak menganggap semua anggota kelompok sebagai teman bermain. Anak yang lebih besar membatasi jumlah teman bermainnya dan menghabiskan sebagian besar waktu bermainnya dengan mereka.
17
4) Bermain secara fisik kurang aktif dengan bertambahnya usia. Perhatian dalam permainan aktif mencapai titik rendahnya selama masa puber awal. Pada waktu ini, anak tidak hanya menarik diri dari bermain aktif melainkan menghabiskan sedikit waktu untuk membaca, bermain dirumah, atau menonton televisi. Kebanyakan waktu bermainnya di habiskan dengan melamun, suatu bentuk permainan yang membutuhkan tenaga minimum. f. Bentuk-bentuk Bermain 1) Bermain aktif a) Bermain mengamati / menyelidiki (exploratory play) Perhatian pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat permainan tersebut. Anak memperhatikan alat permainan, mengocok-ngocok apakah ada bunyi, mencium, meraba, menekan dan kadang-kadnag membongkar. b) Bermain musik Bermain
musik
dapat
mendorong
anak
untuk
mengembangkan tingkah laku sosialnya, yaitu dengan bekerja sama dengan teman sebaya dalam memproduksi musik, menyanyi atau memainkan alat musik. c) Bermain drama (dramatic play) Dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang di kagumi dalam kehidupan yang
18
nyata. Misalnya main sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan saudara-saudaranya atau dengan teman-temannya. d) Mengumpulkan / mengoleksi sesuatu Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak dari pada temantemannya. Di samping itu mengumpulkan benda – benda dapat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap jujur, bekerja sama dan bersaing. e) Permainan olah raga Dalam
permainan
olah
raga,
anak
banyak
menggunakan energi fisiknya, sehingga sangat membantu perkembangan fisiknya. Kegiatan ini mendorong sosialisasi anak dengan belajar bergaul dan bekerja sama. 2) Bermain pasif Dalam hal ini anak berperan pasif, antara lain dengan melihat, mendengar. Bermain pasif ini adalah ideal, apabila anak sudah lelah bermain aktif dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya. Contohnya : Melihat gambar-gambar dibuku-buku / majalah, mendengarkan cerita atau musik, menonton televisi, dll.
19
g. Faktor-faktor yang mempengaruhi bermain anak 1) Kesehatan Anak – anak yang sehat mempunyai banyak energi untuk bermain dibandingkan dengan anak yang kurang sehat, sehingga anak yang sehat menghabiskan banyak waktu untuk bermain dan membutuhkan banyak energi. 2) Perkembangan motorik Permainan anak pada setiap usia melibatkan koordinasi motorik. Apa saja yang dilakukan dan waktu bermainnya bergantung pada perkembangan motorik anak. 3) Intelegensi Pada setiap anak, anak yang cerdas lebih aktif dari pada anak
yang kurang cerdas. Anak yang pandai menunjukkan
keseimbangan perhatian bermain yang besar, termasuk upaya menyeimbangkan faktor fisik dan intelektual yang nyata. 4) Jenis kelamin Pada masa awal kanak-kanak anak laki-laki menunjukkan perhatian pada berbagai jenis permainan yang lebih banyak ketimbang perempuan. Perbedaan ini bukan berarti bahwa anak perempuan kurang sehat dibanding anak laki – laki, melainkan panangan masyarakat bahwa anak permpuan sebaiknya menjadi anak lembut dan bertingkah laku yang halus.
20
5) Status sosial ekonomi Anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi lebih banyak tersedia alat – alat bermain yang lengkap dibandingkan dengan anak yang di besarkan di keluarga yang status ekonominya rendah. 6) Lingkungan Anak dari lingkungan buruk kurang bermain ketimbang anak lainnya karena kesehatan yang buruk, kurang waktu, peralatan dan ruang. Anak yang berasal dari lingkungan kota. Hal ini kurangnya peralatan dan waktu bebas. 7) Peralatan bermain Peralatan bermain yang dimiliki anak mempengaruhi permainannya. Misalnya, dominasi boneka dan binatang buatan yang mendukung permainan pura-pura. h. Alat Permainan Alat permainan adalah semua alat bermain yang digunakan oleh anak untuk memenuhi naluri bermainnya dan memiliki berbagai macam sifat seperti mengelompokkan, meragakan, membentuk, menyempurnakan suatu desain atau menyusun sesuai dengan bentuk utuhnya (Soetjiningsih, 1995). 1) Ciri alat permainan untuk anak usia 3-5 tahun menurut Padmoro S. dikutip dari Titi S (1993) : a) Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan
21
b) Mengembangkan kemampuan berbahasa c) Mengembangkan kemampuan berhitung, menambah dan mengurangi d) Merangsang daya imajinasi dengan berbagai cara permainan berpura-pura e) Membedakan benda-benda dengan peralatan f) Menumbuhkan sportivitas g) Mengembangkan kepercayaan diri, kreativitas h) Mengembangkan koordinasi motorik (melompat, memanjat, lari, dan lain-lain) i) Memperkenalkan
pengertian
yang
bersifat
pengetahuan
(terapung dan tenggelam) j) Memperkenalkan suasana kompetisi dan gotong royong 2) Alat permainan yang diajukan a) Berbagai benda disekitar rumah, buku bergambar, majalah anak-anak, alat gambar, dan tulis kertas untuk belajar melipat, menggunting, dan lain-lain b) Teman-teman bermain sama anak sebaya, orang tua, dan orang lain diluar rumah
22
C. Persepsi 1. Pengertian Persepsi Terdapat
berbagai
pengertian
mengenai
persepsi
yang
dikemukakan oleh para ahli. Menurut Rokhmat (2000), persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya. Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi atau sensori stimuli. Persepsi
merupakan
suatu
proses
yang
dilakukan
oleh
penginderaan yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui responnya. Stimulus dilanjutkan ke susunan saraf otak dan terjadilah proses kognitif sehingga individu mengalami persepsi (Walgito, 1997). Persepsi adalah suatu proses dimana individu memberikan arti pada lingkungan yang melibatkan pengorganisasian dan interpretasi berbagai stimulus ke dalam pengalaman psikologis (Gibson, 1998). Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses penangkapan stimulus yang kemudian disimpulkan menjadi suatu yang bermakna dan berarti melalui proses seleksi, organisasi, interpretasi. Persepsi juga merupakan suatu proses kognisi yang melibatkan cara-cara dimana individu memproses informasi yang didapatnya, dengan proses kognisi tersebut menimbulkan perbedaan dan keunikan masing-masing individu yang mempersepsikan.
23
2. Syarat untuk mengadakan persepsi a. Adanya objek yang dipersepsi Objek menimbulkan stimulus yag mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian terbesar stimulus datang dari luar individu. b. Alat indera atau reseptor Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Di samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf. c. Perhatian Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek, 3. Proses terjadinya persepsi Untuk dapat memahami persepsi secara lebih jelas, perlu kita ketahui bagaimana proses persepsi itu berlangsung dalam diri manusia, seperti diutarakan oleh Gibson yang diterjemahkan oleh Wahid (1998).
24
Proses persepsi meliputi 3 tahapan, yaitu : a. Kenyataan dalam kehidupan individu (sebagai stimulus) Misalnya informasi yang diterima baik dari sekolah maupun dari luar sekolah. b. Pengolahan persepsi Stimulus tersebut diolah, diorganisasi dan ditafsirkan dengan perangkat-perangkat yang ada. Terdapat juga tiga bagian dalam tahap pengolahan ini, yaitu : 1) Pengamatan stimulus Tahap ini disebut juga sensasi, yang melibatkan panca indera sebagai pintu-pintu masuk stimulus ke dalam psikis manusia. Jadi sensasi merupakan bagian dari persepsi. 2) Faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap stimuli yang diterimanya Menurut Krech dan Field (1977) yang dikutip oleh Rokhmat (2000), persepsi ditentukan oleh faktor perhatian, fungsional, dan struktural. 3) Evaluasi dan penafsiran kenyataan Dalam hal ini kenyataan-kenyataan (sebagai stimuli) tadi sudah diolah dalam suatu mekanisme psikis yang rumit dan tak selalu bisa dijelaskan.
25
c. Hasil proses persepsi Hasil proses persepsi adalah perilaku tanggapan dan sikap yang terbentuk. Dua bentuk hasil tersebut bisa bersifat positif dan negatif. Selanjutnya dua bentuk hasil persepsi tadi akan memberikan umpan balik
terhadap stimuli, pengamatan stimuli dan faktor-faktor
berpengaruh. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Berikut ini beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi baik dari faktor internal maupun eksternal. Menurut Jallaludin Rachmat (2005), adalah sebagai berikut : a. Faktor Internal 1) Alat Indra Alat indra atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, disamping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris 2) Perhatian Untuk menyadari atau mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.
26
3) Pengalaman Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman tidak selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman bisa bertambah melalui rangkaian peristiwa yang pernah dihadapi. b. Faktor Eksternal 1) Objek yang dipersepsi Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indra atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian besar stimulus datang dari luar individu. 2) Informasi Era teknologi zaman sekarang ini lebih dari kata maju, banyak sekali cara untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari berbagai sumber yang terpercaya. Baik dari media cetak seperti koran, majalah, tabloid, dll. Serta dari media elektronik seperti TV, internet dengan acara yang kita bisa langsung ikut dalam interaktif didalamnya. 3) Budaya / lingkungan Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para anggota suatu masyarakat.
27
D. Kerangka Teori
Faktor Internal - Indra - Perhatian - Pengalaman Faktor Eksternal - Objek - Informasi - Budaya / lingkungan
Persepsi orang tua
Terpenuhinya kebutuhan anak
Kebutuhan fisik biomedis (asuh) : - Pangan - Imunisasi - Papan - Hygiene perseorangan - Sandang dan rekreasi Kebutuhan kasih sayang (asih) : - Menciptakan ikatan yang erat - Kepercayaan dasar
- Fungsi bermain - Karakteristik bermain - Bentuk-bentuk permainan - Faktor-faktor yang mempengaruhi bermain anak - Alat permainan
Kebutuhan stimulasi mental : - Kecerdasan - Ketrampilan - Kemandirian - Kreativitas - Produktivitas
Bermain
Bagan 1 : Kerangka Teori (Soetjiningsih, 1995 ; Narendra, 2002 ; Whaley and Wong, 2001)
28
E. Kerangka Konsep Fungsi bermain Karakteristik bermain Persepsi orang tua terhadap kebutuhan bermain anak
Bentuk-bentuk permainan Faktor-faktor yang mempengaruhi bermain Alat permainan
Bagan 2. Kerangka Konsep
F. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini merupakan variabel tunggal yaitu persepsi orang tua terhadap kebutuhan bermain anak usia pra sekolah di Desa Temuroso Kecamatan Guntur Kabupaten Demak.
29