TINJAUAN PUSTAKA
Gas Bio Gas Bio adalah gas yang dapat dihasilkan dari fermentasi feces (kotoran) ternak seperti sapi, kerbau, kambing, babi dan ayam, dan lain-lain dalam suatu ruangan yang disebut digester. Proses fermentasi dilakukan oleh bakteri anaerob, dengan waktu fermentasi 7-10 hari (Prihandana, et,.al. 2007). Menurut Akella et al,. (2009), menyatakan bahwa banyak hal yang menyebabkan gas bio mulai diperhatikan untuk dimanfaatkan. Antara lain berkurangnya cadangan minyak, pencabutan subsidi, kesadaran masyarakat bahwa terjadinya penurunan kualitas lingkungan akibat green house effect dikarenakan penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan. Gas Bio adalah kombinasi dari beberapa macam gas yang mudah terbakar. Gas Bio dihasilkan akibat proses digesti yang dilakukan mikroorganisme antara lain metanogenesis terhadap bahan organik (Demired and Scherer, 2008). Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi gas yang terdapat pada gas bio. Persentase terbesar adalah gas metan sehingga gas bio dapat menyala. Bila persentase gas metan mendekati 80% artinya daya bakar dari gas tersebut semakin tinggi. Tabel 1. Komposisi gas dari gas bio Kandungan CH4 CO2 H2S H2 N2 O2 Sumber : Rajakovic (2006).
Persentase (%) 60-80 20-38 0,05-0,5 0-1 0-7 0-2
Manfaat gas bio antara lain sebagai penerangan; 1 m³ dapat digunakan untuk menyalakan lampu 60 watt selama 7 jam. Hal ini berarti bahwa 1 m³ gas
Universitas Sumatera Utara
bio dapat menghasilkan energi 60 W x 7 jam = 420 Wh = 0,42 KWh, dimana 1 m3 setara dengan 2 ekor sapi dewasa dengan feses 15 kg/hari (Nukulchai et al., 1985). Menurut Almansyah., et.al. (2009) kotoran ternak (ruminansia) sebagai sumber energi panas mempunyai kestabilan suhu panas sehingga dapat dipergunakan dalam berbagai aktifitas manusia. Biogas adalah campuran beberapa gas hasil perombakan bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi tanpa udara (anaerobik), dimana methan (CH4) dan karbon dioksida (CO2) merupakan komponen gas terbanyak. Sebagai sumber energi, biogas dapat dibakar dengan nilai kalor tinggi yaitu pada kisaran 4700-5000 kkal/m3. Nilai kalor biogas ditentukan oleh perbandingan gas methan (CH4), terhadap karbon dioksida (CO2). Semakin tinggi persentase gas methan maka nilai kalor biogas tersebut pun semakin tinggi. Intinnya Biogas memiliki nilai kalor 4700 - 5000 KcaI/m3 dengan komposisi volume 50-60 % Cl dan 40-50 % CO2 Bahan baku gas bio adalah kotoran sapi dan kerbau yang berbentuk padatan, namun padatan tersebut harus berbentuk halus dan butiran kecil. Bila bahan baku berbentuk padatan yang sulit dicerna harus digiling terlebih dahulu sebelum dicampur dengan air agar pembentukan gas bio berlangsung sempurna, misalnya padatan kotoran kambing. Sebaliknya bila berbentuk padatan yang mudah dicerna maka bahan baku tersebut langsung dapat dicampur dengan air secara merata. Kandungan padatan bahan baku ini sebaiknya 7-9 % (Yunus, 1995). Setiap kotoran / bahan baku akan berbeda sifat pengencerannya. Kotoran sapi segar misalnya kandungan bahan keringnya 18%, untuk mencapai bahan
Universitas Sumatera Utara
isian 7-9% bahan bakunya, perlu diencerkan dengan air dengan perbandingan 1 bagian bahan baku dicampur dengan 2 bagian air (Yunus, 1995) Bakteri pembentuk gas bio adalah bakteri anaerob, bakteri anaerob adalah bakteri yang dapat hidup dan berkembang biak tanpa udara dan oksigen, bakteri tersebut memperoleh oksigen dari dekomposisi bahan organik. Bakteri anaerob harus bekerja dalam keadaan gelap dan tidak terkena sinar matahari, bakteri ini akan
membusukkan
kotoran
sehingga
akan
menghasilkan
gas
bio
(Ward et al., 2008).
Teknologi Pencernaan Anaerobik Proses pencernaan anaerobik, yang merupakan dasar dari reaktor gas bio yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga (Ward et al., 2008). Proses anaerobik dapat berlangsung di bawah kondisi lingkungan yang luas meskipun proses yang optimal hanya terjadi pada kondisi yang terbatas (Tabel 2) . Tabel 2. Kondisi pengoperasian pada proses pencernaan anaerobik Parameter Temperatur Mesofilik Termofilik pH Alkalinitis Waktu retensi Laju Terjenuhkan Hasil gas bio Kandungan Metana Sumber : Engler et al., (2000).
Nilai 35 ºC 54 ºC 7-8 2500 mg/L minimum 10-30 hari 0,15 – 0,35 kg VS/m³/hari 4,5 – 11 m³/kg VS 60-70%
Universitas Sumatera Utara
Pembentukan gas bio meliputi tiga tahap proses yaitu: (a) Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer; (b) Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana ini yaitu asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amonia ; serta (c) Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini, yaitu mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hydrogen sulfida (Bagi et al., 2007). Ginting (2010), untuk mendapatkan gas yang stabil dalam digester maka perlu
dilakukan
pengisian
bahan
baku
(kotoran)
setiap
harinya
dan
mikroorganisme yang ada dalam digester memerlukan makanan untuk hidup dan berkembang biak. Menurut Haryati (2006), biogas dihasilkan oleh proses pemecahan bahan limbah organik yang melibatkan aktivitas bakteri anaerob dalam kondisi anaerobik dalam suatu digester. Pada dasarnya proses pencernaan anaerob berlangsung atas tiga tahap yaitu hidrolisis, pengasaman dan metanogenik. Proses fermentasi memerlukan kondisi tertentu seperti rasio C : N, temperatur, keasaman juga jenis digester yang dipergunakan./ Kondisi optimum yaitu pada temperatur sekitar 32 - 35°C atau 50 - 55°C dan pH antara 6,8 - 8. Pada kondisi ini proses pencernaan mengubah bahan organik dengan adanya air menjadi energi gas. Biogas umumnya mengandung gas metan (CH4 ) sekitar 60 -
Universitas Sumatera Utara
70% yang bila dibakar akan menghasilkan energi panas sekitar 1000 British Thermal Unit/ft3 atau 252 Kkal/0,028 m3 . Kandungan metan dalam gas bio yang dihasilkan tergantung jenis bahan baku yang dipakai, sebagai contoh komposisi gas bio ditampilkan dalam Tabel 3. Tabel 3. Komposisi gas (%) yang berasal dari limbah kotoran ternak dan sisa pertanian. Jenis gas Metana (CH4) Karbondioksida (CO2) Nitrogen (N2) Karbonmonoksida (CO) Oksigen (O2) Propana (C3H8) Hydrogen Sulfida (H2S) Nilai kalor (kkal/m³) Sumber : Harahap et a.l (1978).
Kotoran sapi 65,7 27,0 2,3 0,0 0,1 0,7 Tidak terukur 6513
Campuran kotoran ternak dan limbah pertanian 55-70 27-45 0,5-3,0 0,1 6,0 Sedikit sekali 4800-6700
Jutaan meter kubik metan dihasilkan per tahun dalam bentuk gas rawa yaitu hasil dari proses dekomposisi bahan organik yang berasal dari ternak maupun sayuran. Hal ini nyaris sama seperti gas alam yang dipompa dari bumi oleh perusahaan minyak dan digunakan untuk berbagai keperluan manusia seperti penerangan rumah dan memasak. Pada TPA yang mendapat kiriman sampah sebanyak 5.000 meter kubik per hari bisa dihasilkan gas sebanyak 25 .000 meter kubik per hari atau setara dengan 31,25 juta Watt listrik yang bisa mengalirkan listrik bagi sekitar 2.500 rumah tangga (Haryati, 2006). Metan sebagai komponen utama gas bio adalah gas tak berbau dan tak berwarna yang apabila dibakar akan menghasilkan energi panas sekitar 1000 BTU/ft3 atau 252 Kkal/0,028 m3. Gas bio dapat diubah menjadi beberapa
Universitas Sumatera Utara
bentuk energi, yaitu energi panas atau dengan bantuan generator diubah menjadi energi listrik maupun mekanik, sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Konversi energi gas bio dan penggunaannya Penggunaan Penerangan
Energi 1m³ gas bio Sebanding dengan lampu 60-100 Watt selama 6 jam Memasak Untuk memasak 3 jenis makana untuk 5-6 orang Pengganti bahan bakar Sebanding dengan 0,7 kg bensin Tenaga pengangkut Menjalankan motor 1 pk selama 2 jam Listrik Sebanding dengan 1,25 KWH listrik Sumber : Kristoferson dan Bolkaders (1991). Menurut Rajakovic (2006), reaksi pembakaran metan (CH4) : CH4 + 2O2 CO2 + H2O + Energi. Pada pembakaran yang sempurna 1 m³ metan melepas 4700-6000 kkal panas. Dimana 1 m³ CH4 setara dengan 0,48 kg gas LPG, 0,52 liter minyak solar, 0,8 liter bensin, 0,62 liter minyak tanah, 0,62 liter minyak mentah, 1,4 kg batubara, 4,7 kWh listrik dan setara dengan 3,5 kg kayu bakar.
Teknologi Digester Terdapat dua teknologi umum digunakan untuk memperoleh biogas. Pertama, proses yang sangat umum yaitu fermentasi kotoran ternak menggunakan digester yang didesain khusus dalam kondisi anaerob. Kedua, teknologi yang baru ini dikembangkan yaitu menangkap gas metan dari lokasi tumpukan pembuangan sampah tanpa harus membuat digester khusus (Haryati, 2006) Dilihat dari konstruksinya ada tiga desain digester dasar . Masing-masing berbeda biaya pembuatannya, kecocokan dengan iklim dan juga konsentrasi solid kotoran yang akan difermentasi (Haryati, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Covered lagoon digester (digester bak tertutup) : sesuai dengan namanya, merupakan kolam penampung kotoran ternak dengan tutup. Tutup menangkap gas yang dihasilkan selama proses dekomposisi kotoran. Jenis ini merupakan yang termurah biayanya. Menutupi bak yang berisi kotoran ternak merupakan desain yang paling sederhana dari teknologi digester yang digunakan untuk kotoran cair dengan kandungan solid kurang dari 3%. Tutupnya berupa bahan tak tembus (impermeable) dan menutupi seluruh permukaan bak. Bak tersebut terbuat dari cor beton dan ditutupi hingga kedap. Metan yang dihasilkan terperangkap di bawah tutup. Gas yang akan digunakan dikeluarkan melalui pipa. Digester jenis ini memerlukan kolam yang besar dan temperatur yang hangat dan tidak cocok untuk daerah dingin atau daerah yang basah (Haryati, 2006). Complete mix digester terbuat dari baja, cocok untuk volume kotoran ternak yang besar dan mempunyai kandungan solid antara 3 - 10%. Tangki yang dilengkapi pemanas juga pengaduk mekanik dan selama proses fermentasi bahan diaduk secara terus menerus sehingga solid tetap dalam keadaan tersuspensi. Biogas yang terbentuk terakumulasi di bagian atas digester. Digester bisa diinstalasi di atas atau terkubur di bawah tanah. Digester jenis ini mahal biaya pembuatan, operasional dan pemeliharaannya (Haryati, 2006). Plugflow digester cocok untuk limbah yang berasal dari kotoran ruminansia yang mempunyai kandungan padatan antara 11 sampai 13%. Ciri khas jenis ini memiliki tempat pengumpulan kotoran, tempat pencampuran dan tangki digester. Pada tempat pencampuran, penambahan air diatur sehinggga slurry mempunyai konsistensi yang optimal. Digester biasanya persegi panjang,
Universitas Sumatera Utara
kedap air dan dengan tutup yang dapat dirubah. Bahan baku dimasukkan dari salah satu sisi dan mendorong keluar buangan yang telah terfermentasi pada sisi lainnya. Waktu retensi rata-rata solid tertahan dalam digester yaitu sekitar 20 30 hari. Biogas yang dihasilkan terperangkap di bawah penutup impermeable yang menutupi tangki kemudian gas disalurkan melalui pipa yang berada di bawah penutup menuju generator. Digester jenis ini memerlukan pemeliharaan yang minimal dan panas buangan dari mesin generator digunakan untuk memanasi digester. Di dalam digester, pipa sirkulasi air panas akan memanaskan slurry dan menjaga temperaturnya pada 25 - 40°C, temperatur yang cocok bagi bakteri metanogen. Pada peternakan perorangan, desain plugflow skala kecil atau digester bak tertutup merupakan desain yang sederhana dan dapat memproduksi biogas untuk memenuhi kebutuhan listrik dan pemanas (Haryati, 2006).
Desain digester Kalau dilihat dari cara pengoperasian digester, ada dua desain digester yaitu: Continuous feeding Proses pencernaan anaerobik dari limbah kotoran sapi memakan waktu sekitar 8 jam dalam temperature hangat (35°C). Sepertiga biogas akan dihasilkan pada minggu pertama, seperempatnya pada minggu kedua dan sisanya akan dihasilkan pada minggu ketiga sampai kedelapan (Haryati, 2006). Produksi gas dapat dipercepat dan konsisten dengan sistem pemasukan bahan baku yang kontinyu (continuous feeding) serta sejumlah kecil buangan proses setiap hari. Proses juga akan menyisakan nitrogen pada slurry buangan
Universitas Sumatera Utara
yang kemudian digunakan untuk pupuk. Hal yang perlu diperhatikan dalam sistem kontinyu adalah tangki harus cukup besar untuk menampung semua bahan yang term menerus dimasukkan selama proses pencernaan berlangsung. Kondisi yang ideal untuk sistem ini yaitu menggunakan dua buah tangki digester, konsumsi limbah berlangsung dalam dua tahap, metan diproduksi pada tahap pertama dan tahap kedua dengan laju yang lebih lambat (Haryati, 2006). Batch feeding Umumnya didesain untuk limbah padatan seperti sayuran/hijauan . Desain yang tidak perlu pipa alir, tangki tunggal merupakan desain yang paling baik untuk digunakan. Tangki dapat dibuka dan slurry buangan proses dapat dikeluarkan dan digunakan sebagai pupuk kemudian bahan baku yang baru dimasukkan lagi. Tangki ditutup dan proses fermentasi diawali kembali. Tergantung dari jenis bahan limbah dan temperatur yang dipakai, sistem batch akan mulai berproduksi setelah minggu kedua sampai minggu keempat, laju peningkatan produksi menjadi lambat lalu menurun setelah bulan ketiga atau keempat. Sistem batch biasanya dibuat dalam beberapa set sekaligus sehingga paling tidak ada yang beroperasi dengan baik. Limbah sayuran mempunyai rasio C : N yang tinggi dibandingkan Limbah kotoran ternak sehingga perlu ditambahkan sumber nitrogen (Haryati, 2006). Teknologi
biometanisasi
dimanfaatkan
untuk
menghasilkan
energi.
Gallert and Winter (2002) menyatakan bahwa bakteri flora yang kompleks bekerja dalam proses perombakan biomas menjadi gas bio, gas bio inilah yang dapat digunakan manusia untuk segala aktifitasnya termasuk penetasan. Menurut
Universitas Sumatera Utara
Ginting (2010), bahwasannya 1 kg kotoran sapi akan menghasilkan 40-46 liter gas yang dapat langsung digunakan untuk berbagai kegiatan.
Telur Struktur Telur Telur ayam memiliki struktur khusus yang sebagian besar terdiri dari bahan makanan dan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan embrio, sebagai hasil pembuahan dari sel telur tunggal ayam jantan. Telur ayam terdiri dari kulit telur, selaput putih telur dan kuning telur. Struktur kulit telur ayam keras tetapi porus dan terbentuk dari garam anorganik (terutama Calcium Carbonat). Keporusan
tersebut
berfungsi
untuk
pernafasan
embrio
(Taringan dan Hermanto, 2001). Air menyusun sekitar 45% dari kerabang telur. Sekitar 74% di isi oleh bagian isi telur. Kandungan air pada albumen tinggi, bagian yang padat hamper seluruhnya protein dan sejumlah kecil karbohidrat. Sekitar separuh dari yolk berupa air, tetapi bagian yang padat tersusun dari sebagian besar lemak, protein, vitamin dan mineral (Suprijatna, 2005).
Mesin Tetas Mesin tetas merupakan sebuah peti atau lemari dengan konstruksi yang dibuat sedemikian rupa sehingga panas didalamnya tidak terbuang. Suhu di dalam ruangan mesin tetas dapat diatur sesuai dengan ukuran derajat panas yang dibutuhkan selama periode penetasan (Paimin, 2011). Penetasan telur dengan menngunakan mesin tetas sudah banyak dilakukan oleh peternak. Jenis mesin tetas yang digunakan juga sangat beragam,
Universitas Sumatera Utara
mulai dari mesin tetas yang terbuat dari kotak kayu atau triplek sederhana hingga menggunakan incubator yang dapat dikontrol suhu dan kelembabannya secara otomatis. Sebelum telur dimasukkan kedalam mesin tetas harus dinyalakan minimal 24 jam agar kondisi suhu didalamnya stabil sekitar 37 ºC – 39 ºC. Setelah itu, telur dimasukkan secara berhati-hati agar tidak pecah dan posisi penempatan telur harus benar (Widjaja, 2003). Sebelum telur ditetaskan, baik pada indukan ayam buras maupun mesin penetas, maka terlebih dahulu dibersihkan. Tujuannya agar telur terbebas dari kuman yang mungkin terbawa dari induknya. Selain itu, agar pori –pori cangkang tidak tertutup oleh kotoran. Gunakan air bersih atau kain yang lembut untuk keperluan membersihkan kotoran di permukaan telur. Disarankan agar tidak menggunakan sabun, sebab dikhawatirkan mencemari isi telur ( merembes melalui pori-pori cangkang) (Marhiyanto, 2000). Pemasukan telur dalam mesin tetas sebaiknya dilakukan pada pagi hari agar sepanjang hari itu jalannya mesin tetas dapat diawasi, terutama pengawasan terhadap suhu udara dalam ruangan mesin tetas tersebut. Udara segar banyak mengandung zat pembakar (O2) perlu ditambahkan dan zat asam arang (CO2) perlu dikeluarkan untuk menjamin pertumbuhann embrio dalam telur. Caranya cukup dengan membuka pintu mesin tetas lebar-lebar pada waktu pembalikan telur dan diangin-anginkan (Mufarid, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Bagian-bagian Utama Mesin Tetas Alat pemanas Alat pemanas dapat bersumber dari listrik (kawat yang berpijar), lampu minyak, lampu pijar dan aliran air panas. Yang sering digunakan adalah sumber kawat pijar dari listrik dan atau api. Ruang penetasan Ruang ini merupakan suatu kamar tertutup dengan ventilasi yang teratur, didalamnya terdapat rak-rak telur tetas/ rak anak ayam bila menetas, kipas perata panas, thermometer dan bak air. Baik air dimaksudkan untuk memberikan suasana lembab yang dikehendaki. Bahan penyekat Badan mesin tetas/ dinding mesin tetas harus dibuat/ terdiri dari bahan yang tidak bersifat sebagai penghantar panas. Bahan yang sering dipakai untuk memenuhi persyaratan itu adalah kayu, tripleks, plastik kertas dan bahan-bahan sejenisnya. Bahan penyekat macam ini sangat penting terutama pada ruang alat penetasan yang serba tertutup sebagai penyejuk (Rasyaf, 1995). Persiapan Sebelum Penetasan Membersihkan mesin tetas Mesin tetas sebelum digunakan terlebih dahulu dibersihkan dengan cara desinfeksi menggunakan desinfektan. Kegiatan ini sangat diperlukan karena kemungkinan didalam mesin tetas terdapat bakteri. Penggunaan desinfektan bertujuan untuk membunuh bakteri-bakteri yang menyebar diseluruh bagian mesin tetas, bila bakteri tersebut dibiarkan kemungkinan anak tetas yang akan
Universitas Sumatera Utara
dihasilkan terkena penyakit. Jenis desinfektan yang digunakan adalah larutan formalin atau larutan soda 4%. Posisi mesin tetas Mesin tetas dalam ruangan penetasan diletakkan ditempat yang tenang dan rata. Diusahakan agar mesin tetas tidak terkena panas matahari secara langsung. Ventilasi ruang penetasan diatur sehingga keadaan udara didalam ruangan sama dengan diluar ruangan penetasan. Selain itu, mesin tetas sebaiknya tidak diletakkan di ruangan yang berbau tidak enak. Posisi mesin tetas sangat berpengaruh pada kesegaran dan keselamatan telur atau anak tetas yang dihasilkan (Paimin, 2004). Daya tetas Daya tetas merupakan persentase telur yang menetas dari sekelompok telur yang fertil. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas yaitu : a.
Berat telur Berat telur yang ditetaskan sangat berpengaruh terhadap anak ayam yang akan dihasilkan. Berat telur yang dianggap baik untuk ayam ras berkisar 55-60g, ayam kampung 45-50g, itik sekitar 65-70g.
b.
Bentuk telur Bentuk telur tetas yang baik adalah bulat telur dengan perbandingan lebar dan panjang 3:4. Telur yang terlalu bundar atau terlalu lonjong biasanya tidak banyak menetas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telur yang berbentuk bulat telur dapat menetas hingga 70-75%, sedangkan yang terlalu bulat atau panjang hanya mencapai 30-35%. Hal ini disebabkan isi bagian-bagian telur tidk seimbang.
Universitas Sumatera Utara
c.
Keadaan kulit telur Keadaan kulit telur yang akan ditataskan hendaknya rata, bersih dan tidak ada yang retak. Telur yang kulitnya tebal, benjol-benjol bintik-bintik, kotor dan terlalu tebal atau tipis biasanya jarang menetas.
d.
Kebersihan telur Telur yang bersih berdaya tetas lebih baik daripada telur yang kotor. Biasanya kotoran yang melekat pada telur mengandung kuman penyakit atau organisme lain yang dapat masuk kedalam telur melalui pori-pori kulit telur. Akibatnya, isi telur akan dirusak oleh bakteri atau mikroorganisme lain
e.
(Paimin, 2004)
Fertilitas telur Fertilitas diartikan sebagai persentase telur-telur yang memperlihatkan adanya perkembangan embrio dari sejumlah telur yang ditetaskan tanpa memperhatikan telur itu menetas atau tidak. Semakin tinggi fertilitas, maka daya tetas cenderung semakin tinggi (Card, 2006). Kartasudjana dan Suprijatna (2002), menyatakan bahwa banyak hal yang mempengaruhi fertilitas telur tetas diantaranya ransum, ransum erat hubungannya dengan produksi ternak tak terkecuali produksi sperma, produksi sperma akan tereduksi akibat kekurangan jumlah makanan atau defisiensi suatu zat makanan. Misalnya jika ransum kekurangan vitamin E maka akan menyebabkan sterilitas pada jantan. Oleh karena itu kualitas dan kuantitas ransum harus baik.
Universitas Sumatera Utara
f.
Ruang udara dalam telur Telur tetas yang baik adalah yang letak ruang udaranya tetap, yaitu dibagian ujung telur yang tumpul. Ruang udara ini erat hubungannya dengan posisi pertumbuhan embrio dalam telur. Cara melihat ruang udara dalam telur adalah dengan kotak pemeriksa telur yang diberi lampu listrik 40 Watt atau dengan lampu baterai di dalamnya. Sedangkan menurut Greenberg (1981), cara yang lebih akurat dalam menentukandaya tunas telur (fertilitas) adalah membuka telur dan melihat adanya germinal disc dengan mata telanjang ataupun dengan bantuan mikroskop.
g.
Umur telur tetas Tempat penyimpanan tidak terlalu panas, tidak terlalu dingin, lembab, atau terkena banyak angin. Suhu yang paling sesuai untuk penyimpanan telur tetas adalah 10-13ºC. Wyeld dan Wyeld (1999), menyarankan agar telur tetas dikumpulkan sesegera mungkin setelah telur tersebut dikeluarkan oleh induknya, hal ini untuk menghindari kontaminasi mikroorganisme penyakit yang masuk melalui pori-pori kulit telur serta meminumkan evaporasi cairan telur. Rahayu Iman, et,. al (2011), telur sebaiknya tidak disimpan lebih dari satu minggu sebab penyimpanan yang semakin lama akan mengurangi fertilitas daya tetasnya dan menyebabkan bertambahnya waktu yang diperlukan untuk menetas.
h.
Pemutaran telur Menurut North (2006), pemutaran telur bertujuan untuk meratakan panas yang diterima telur selama periode penetasan. Selain itu juga untuk mencegah agar embrio tidak lengket pada salah satu sisi kerabang.
Universitas Sumatera Utara
Pemutaran telur yang tidak teratur dapat mengakibatkan tingkat kematian embrio menjadi tinggi. Dengan pemutaran yang lebih sering akan membuat telur lebih cepat menetas karena kandungan air di dalamnya tidak akan banyak hilang dan dapat membuat bobot badan DOC meningkat sehingga pertumbuhan bobot badan ayam kampung menjadi lebih baik sampai masa dewasa, dan sebaliknya pemutaran yang tidak sering akan tidak membuat telur tidak menetas dengan baik pula, sehingga terjadi penguapan yang berlebihan dan kadar air di dalam telur akan berkurang yang dapat membuat bobot badan DOC akan berkurang. Pemutaran sebaiknya dilaksanakan paling sedikit 2 kali sehari atau lebih baik diputar 6 sampai 8 kali sehari dengan setengah putaran, hal ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh frekuensi pemutaran terhadap daya tetas telur fertil ayam Kampung Frekuensi pemutaran per hari Daya tetas dari telur yang fertil (%) 2 68,2 4 71,3 6 74,6 8 74,8 10 74,7 Sumber : North, dalam kartasudjana dan suprijatna (2010). Pengaruh frekuensi pemutaran telur terhadap mortalitas dapat dilihat bahwa semakin banyak dilakukan pemutaran maka semakin rendah angka mortalitasnya (Tarigan, 2006). Rasyaf (1995) disitasi Tarigan (2006), yang mengemukakan bahwa pemutaran telur sebaiknya dilaksanakan paling sedikit 2x atau lebih baik diputar 6,8 sampai 12x sehari dengan setengah putaran. Faktor lain yang mempengaruhinya adalah pencemaran mikroba dan jamur yang dapat menyebabkan mortalitas tinggi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan
Universitas Sumatera Utara
Tarigan dan Hermanto (2001), bahwa telur yang terkontaminasi mikroba akan menyebabkan timbulnya evaporasi cairan telur sehingga dapat membuat mortalitas menjadi tinggi. Menurut Siregar (1996), yang menyatakan bahwa pemutaran telur mempunyai efek langsung dengan kematian embrio, bila pemutaran dilakukan sedikit sekali selama penetasan akan mengakibatkan kematian embrio yang tinggi dibandingkan dengan pemutaran yang lebih banyak. Mudsan (2000), mengatakan bahwa pemutaran telur berpengaruh sangat besar bagi daya tetas telur tersebut, karena meratanya penerimaan suhu pada permukaan kerabang dan juga untuk mencegah penempelan embrio pada kulit telur dan menyebabkan kematian pada embrio. Pemutaran telur sampai 8 kali sehari dapat meningkatkan daya tetas telur.
Pengoperasian mesin tetas Cara-cara yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan mesin tetas yang baik adalah : 1. Sebelum dibersihkan sebaiknya mesin tetas dibersihkan dan disucihamakan. Penyucihamaan ini bukan hanya dilakukan bila mesin tetas tersebut kotor, melainkan setiap kali akan digunakan. Suci hama mesin tetas diawali dengan pencucian dengan menggunakan air bersih atau air hangat, setelah itu dilap dengan menggunakan 2-3% larutan desinfektan. Setelah kering dilanjutkan dengan fumigasi. Fumigasi dilakukan agar bibit penyakit yang masih hidup dan tersisa dalam mesin tetas menjadi mati. Fumigant yang umum digunakan berupa campuran formalin dan kalium permanganate (KMNo4). Perlakuan fumigasi yang tidak benar seperti terlalu lama atau terlalu keras akan menyebabkan kematian embrio yang sangat dini (Smith, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2. Isilah bak penampung air dengan air bersih, kemudian tutuplah dengan lap bersih pula sampai terendam. Fungsinya untuk menjaga kelembaban dalam mesin tetas ini. 3. Setelah suhu dalam mesin tetas tetap, tidak naik turun, yaitu panasnya antara 3739ºC, telur ayam mulai dimasukkan. Kemudian untuk menjaga agar suhu dalam mesin tetap, maka penempatannya harus dalam ruangan yang tidak mudah dipengaruhi oleh suhu dan angin. Suprijatna (2005), menyatakan bahwa panas dalam inkubator penetasan berpengaruh positif terhadap daya mortalitas, apabila suhu dalam penetasan tidak stabil maka akan meningkatkan angka mortalitas. 4. Telur ayam diletakkan dengan posisi bagian yang lancip dibawah (jangan terbalik). 5. Setelah melampaui 3 hari telur mulai diputar dan untuk selanjutnya setiap hari sampai pada hari ke -18. Jika hari terlalu panas pemutaran telur dapat ditambah satu atau dua kali. 6. Pada hari ke-4 mulai didinginkan sehari sekali, caranya dengan meletakkan telur diluar mesin tetas dalam ruangan penetasan. Jika sudah tidak hangat telur dapat dimasukkan kembali tetapi jangan sampai telur terlalu dingin. Kalau dihitung dengan waktu, lamanya pendinginan telur sekitar 10-15 menit. 7. Pada hari ke-4 telur dapat diperiksa dengan jalan meneropong. Telur yang nampak tetap terang berarti tidak ada bibitnya, sedangkan terdapat gumpalan yang dilingkari darah berarti telur itu sudah mati bibitnya. Telur yang baik yakni ada bibitnya akan tampak seperti ada sarang laba-laba di dalamnya. Setelah 14 hari lamanya ruangan dalam telur akan dipenuhi semua kecuali pada bagian kecil ujungnya.
Universitas Sumatera Utara
8. Pada hari yang ke-19 biasanya telur sudah mulai retak-retak, mesin tetas jangan terlalu sering dibuka karena akan mengakibatkan suhu dalam mesin menjadi dingin dan akan hilang kelembabannya. 9. Pada hari yang ke-21 hampir semua telur menetas menjadi anak ayam dan berumur sekitar 24 jam, bulu anak ayam akan nampak sudah mongering (Mufarid, 2006).
Universitas Sumatera Utara