6
TINJAUAN PUSTAKA Padi Sawah Padi (Oryza sativa L.) berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumput-rumputan (Gramineae) yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak. Bibit yang hanya sebatang saja ditanamkan dalam waktu yang sangat dekat, dimana terdapat 20-30 atau lebih anakan/tunas tunas baru. Padi terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica. Daerah penyebaran padi Indica adalah Asia tropis, padi Japonica lebih terbatas di daerah subtropis dan Javanica ditanam di Indonesia. Kenampakan ketiga golongan tersebut tersebut dapat dicirikan dari morfologi tanaman, daun, batang, gabah, kerontokan dan sebagainya (Ambarwati, 1992). Pada pertanaman padi sawah terdapat tiga fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif (0-60 hari), fase generatif (60-90 hari), dan fase pemasakan (90-120 hari). Kebutuhan air pada ketiga fase tersebut bervariasi yaitu pada fase pembentukan anakan aktif, anakan maksimum, inisiasi pembentukan malai, fase bunting dan fase pembungaan. Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, bobot, dan luas daun. Lama fase ini beragam menyebabkan adanya perbedaan umur tanaman. Fase reproduktif ditandai dengan : (a) memanjangnya beberapa ruas batang tanaman; (b) berkurangnya jumlah anakan (matinya anakan tidak reproduktif); (c) munculnya daun bendera; (d) bunting; dan (e) pembungaan. Inisiasi primordia pembungaan biasanya terjadi sebelum heading dan waktunya bersamaan dengan pemanjangan ruas-ruas batang, yang terus berlanjut sampai berbunga. Oleh sebab
Universitas Sumatera Utara
7
itu
stadia
reproduktif
juga
disebut
stadia
pemanjangan
ruas
(Makarim dkk., 2009). Apabila ketiga stadia dirinci lagi, maka akan diperoleh sembilan stadia. Stadia tersebut adalah : - Stadia 0 :
dari perkecambahan sampai timbulnya daun pertama, dan biasanya memakan waktu 3 hari.
- Stadia 1 :
stadia bibit, stadia ini lepas dari terbentuknya daun pertama sampai terbentuk anakan pertama selama 3 minggu, atau sampai padi berumur 24 hari.
- Stadia 2 :
stadia anakan, ketika jumlah anakan semakin bertambah sampai batas maksimum, lamanya sampai 2 minggu
atau saat padi
berumur 40 hari. - Stadia 3 :
stadia perpanjangan batang, lamanya sekitar 10 hari, yaitu sampai terbentuknya bulir saat padi berumur 52 hari.
- Stadia 4 :
stadia saat mulai terbentuknya bulir, lamanya sekitar 10 hari atau sampai padi berumur 62 hari.
- Stadia 5 : perkembangan bulir, lamanya sekitar 2 minggu, saat padi sampai berumur 72 hari. Bulir tumbuh sempurna sampai terbentuknya biji. - Stadia 6 :
pembungaan, lamanya 10 hari, fase dimana saat mulai munculnya bunga, polinasi, dan fertilisasi.
- Stadia 7 : stadia biji berisi cairan menyerupai susu, bulir kelihatan berwarna hijau, lamanya sekitar 2 minggu, yaitu padi berumur 94 hari. - Stadia 8
: ketika biji yang lembek mulai mengeras dan berwarna kuning,
sehingg
Universitas Sumatera Utara
8
sehingga seluruh pertanaman kelihatan kekuning-kuningan. Lama stadia ini sekitar 2 minggu atau saat tanaman berumur 102 hari. - Stadia 9 :
stadia pemasakan biji, biji berukuran sempurna, keras dan berwarna kuning, bulir mulai merunduk, lama stadia ini sekitar 2 minggu atau sampai padi berumur 116 hari.
Tahap 7,8,9 merupakan fase pematangan, fase akhir dari pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi. Periode pemasakan ini memerlukan waktu kira-kira 30 hari dan ditandai dengan penuaan daun. Suhu sangat mempengaruhi periode pemasakan gabah (Vergara, 1980 ; Yoshida, 1981). Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik secara terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya. Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang disawahkan, atau dari tanah-tanah yang dikeringkan melalui sistem drainase. Sawah yang airnya berasal dari irigasi disebut sawah irigasi sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemukan sawah surut sedangkan yang dikembangkan daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak (Hardjowigeno dkk., 2005). Penggenangan pada tanah sawah dan pengolahan lahan kering pada tanah sawah dapat menyebabkan perubahan sifat-sifat tanah sawah baik dari segi morfologi, fisik, kimia, dan biologi. Perubahan-perubahan nyata yang terjadi pada lahan sawah secara garis besar adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
9
1. Tubuh tanah terbagi menjadi dua yaitu bagian atas (lapisan olah) yang berubah dan bagian bawah yang tetap sama seperti keadaan semula. 2. Kedua bagian tanah sawah dibatasi oleh suatu lapisan kedap air yang terbentuk oleh tekanan bajak (plow sole). 3. Struktur bagian atas menjadi rusak akibat pelumpuran dan pengolahan lahan saat tanah masih dalam keaadan jenuh ataupun kelewat jenuh, sehingga agregat-agregat tanah menjadi terdispersi. 4. Lapisan olah tanah bersifat reduktif (anaerob) akibat penggenangan sedangkan pada bagian bawah tanah bersifat oksidatif (aerob). 5. Pada perbatasan bagian anaerob dan aerob sering terbentuk konkresi-konkresi Fe-Mn akibat peningkatan potensial redoks padatanah bagian bawah yang mengendapkan Fe dan Mn yang tereluviasi dari tanah bagian atas yang bersuasana reduktif (potensial rendah) (Notohadiprawiro, 2006). Untuk menciptakan kondisi agar tanaman padi mempunyai pertumbuhan baik dan anakan produktif yang banyak, maka pengolahan tanah memegang peranan penting dalam budidaya padi sawah. Sebelum pengolahan tanah dimulai sebaiknya perlu dilakukan perbaikan pematang/galengan sekeliling petakan untuk perapian petakan dan sekaligus mengendalikan gulma. Kemudian sawah digenangi air (dilumpurkan) seminggu sebelumnya dengan tujuan melunakkan tanah sehingga tanah mudah dipotong, dibalik, tanah tidak lengket di mata bajak, dan meringankan energi yang dikeluarkan. Saat pembajakan kedalaman pengolahan disesuaikan dengan lapisan olah, yaitu sekitar 10-20 cm. Pengolahan tanah yang terlalu dalam dapat menimbulkan bocornya lapisan kedap air maupun terangkatnya akumulasi lapisan mangan (Mn) atau Alumunim (Al). Selanjutnya
Universitas Sumatera Utara
10
adalah proses penghalusan tanah, penggenangan tanah dengan air setinggi 4-5 cm sampai tanaman berumur 35-42 HST
dan di drainase saat panen
(Sukristiyonubowo dkk., 2013). Ciri khas yang membedakannya dengan tanah tergenang lainnya, yaitu adanya lapisan oksidasi di bawah permukaan air akibat difusi O2 setebal 0,8 - 1,0 cm dan selanjutnya lapisan reduksi setebal 25 - 30 cm dan diikuti oleh lapisan tapak bajak yang kedap air. Lapisan tapak bajak ini merupakan lapisan yang terbentuk sebagai akibat dari adanya praktik pengolahan tanah sawah dalam keadaan tergenang. Selama pertumbuhan tanaman padi akan terjadi sekresi O2 oleh akar tanaman padi yang menimbulkan kenampakan yang khas pada tanah di sekitar tanaman (Mukhlis dkk., 2011). Jumlah Bibit per Rumpun Tinggi rendahnya produksi padi sangat di pengaruhi oleh tingkat kerapatan tanaman, yang sangat tergantung dengan jarak tanam dan jumlah bibit per lubang. Pindah tanam bibit dilakukan dengan penanaman satu bibit setiap lubang bertujuan agar tanaman memiliki ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran. Tanaman tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh, cahaya, atau nutrisi dalam tanah sehingga sistem perakaran menjadi sangat baik (Maitulung et al., 2014 ; Agusmiati, 2010). Penanaman bibit dengan jumlah relatif lebih banyak (5-10 batang per rumpun) menyebabkan terjadinya persaingan (kompetisi) sesama tanaman padi (kompetisi inter spesies) yang sangat berat, terutama dalam hal mendapatkan air, unsur hara, CO2, O2, cahaya dan ruang untuk tumbuh, sehingga pertumbuhan akar menjadi tidak normal. menyebabkan tanaman menjadi lemah, mudah rebah dan
Universitas Sumatera Utara
11
mudah terserang oleh hama dan penyakit. Lebih lanjut, keadaan tersebut akan mengurangi hasil gabah. Sedangkan Hutasoit (2015) menyatakan bahwa metode SRI dengan prinsip tanam satu bibit per lubang tanam atau per rumpun masih dapat dikembangkan dengan menanam dua sampai tiga bibit per lubang tanam atau per rumpun sehingga dapat memberikan hasil terbaik. Penggunaan jumlah bibit yang lebih sedikit (1-3 batang per rumpun) menyebabkan; (1) lebih ringannya kompetisi inter spesies untuk mendapatkan unsur hara, cahaya dan air, (2) dengan kurangnya jumlah bibit yang digunakan akan berdampak terhadap pengurangan biaya produksi (Burbey dkk., 2014). Pemakaian jumlah bibit yang tepat merupakan salah satu upaya dalam peningkatan efisiensi penggunaan input pada padi sawah. Menurut penelitian Christanto dkk., (2014) penanaman jumlah bibit lebih dari 3 bibit per lubang tanam memberikan hasil gabah per malai, berat gabah kering panen per halen. Sedangkan penggunaan jumlah bibit 1-3 buah memberikan hasil gabah tertinggi dimana dengan penanaman 1-3 bibit per lubang tanam menghasilkan jumlah daun, jumlah anakan, panjang malai, jumlah gabah per malai, berat 1000 biji, hasil gabah, dan berat kering jerami yang lebih tinggi dari pada penanaman lebih dari 3 bibit per lubang tanam. Sistem Tanam Jajar Legowo Sekarang ini telah diperkenalkan berbagai teknologi budidaya padi, antara lain budidaya sistem tanam benih langsung (Tabela), sistem tanam tanpa olah tanah (TOT), dan sistem tanam Jajar Legowo (Jarwo). Sistem tanam jajar legowo (tajarwo) merupakan sistem tanam yang memperhatikan larikan tanaman dan berselang seling antara dua atau lebih baris tanaman padi dan satu baris kosong.
Universitas Sumatera Utara
12
Tujuannya agar populasi tanaman per satuan luas dapat ditingkatkan dan dipertahankan. Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Bapak Legowo, Kepala Dinas Pertanian kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Istilah Legowo di ambil dari bahasa jawa, yaitu berasal dari kata ”lego” berarti luas dan ”dowo” berarti memanjang (Karo-Karo dkk., 2015). Prinsip dari sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi dengan cara mengatur jarak tanam sehingga pertanaman akan memiliki barisan tanaman yang diselingi oleh barisan kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir setengah kali jarak tanam antar barisan. Sistem tanam ini memanipulasi tata letak tanaman, sehingga rumpun tanaman sebagian besar menjadi tanaman pinggir. Tanaman padi yang berada di pinggir akan mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak, sehingga menghasilkan gabah lebih tinggi dengan kualitas yang lebih baik. Misalnya, pada sistem tanam legowo 2:1, setiap dua baris tanaman diselingi satu barisan kosong dengan lebar dua kali jarak barisan, namun jarak tanam dalam barisan dipersempit menjadi setengah jarak tanam aslinya (Ikhwani dkk., 2013). Sistem tanam padi sawah menganjurkan penerapan sistem tanam jajar legowo karena adanya keuntungan dan kelebihan yang lebih dibanding dengan sistem tanam konvensional (tegel) diantaranya adalah adanya efek tanaman pinggir, sampai batas tertentu semakin tinggi populasi tanaman semakin banyak jumlah malai persatuan luas sehingga berpeluang menaikkan hasil panen, terdapat ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpulan keong atau mina padi, pengendalian hama, penyakit dan gulma menjadi lebih mudah. Selain itu dengan areal pertanaman yang lebih terbuka sistem ini dapat menekan hama dan penyakit
Universitas Sumatera Utara
13
dan pemupukan lebih berdaya guna. Hal inilah yang menyebabkan penanaman berpengaruh nyata terhadap produksi petani padi. Selain memiliki beberapa manfaat, sistem tanam jajar legowo juga memiliki beberapa kelemahan yaitu membutuhkan tenaga tanam yang lebih banyak dan waktu tanam yang lebih lama. Dengan semakin banyaknya populasi, benih yang dibutuhkan juga akan semakin banyak. Dan biasanya pada bagian lahan yang kosong di antara barisan tanaman akan lebih banyak ditumbuhi rumput (Siregar, 2013). Jumlah anakan atau rumpun dan jumlah malai adalah komponen yang mendukung peningkatan hasil padi. Hal ini menunjukkan semakin lebar jarak tanam, maka anakan yang dihasilkan akan lebih banyak, pertumbuhan akar yang lebih baik disertai dengan berat kering akar dan tekanan turgor yang tinggi, serta kandungan prolin yang rendah dibandingkan dengan jarak tanam yang lebih sempit. Sistem tanam Legowo 4:1 menghasilkan produksi gabah tertinggi, tetapi untuk mendapat bulir gabah berkualitas benih lebih baik jika digunakan legowo 2:1. Legowo 2:1 mampu mengurangi kehampaan akibat efek tanaman pinggir (Mejaya, 2013).
Universitas Sumatera Utara