14
TINJAUAN PUSTAKA Landak Jawa (Hystrix javanica) Klasifikasi Landak Jawa menurut Duff dan Lawson (2004) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Rodentia
Famili
: Hystricidae (Old World Porcupine)
Genus
: Hystryx
Subgenus
: Acanthion
Spesies
: Hystrix javanica
Landak Jawa (Gambar 1) merupakan
rodensia berukuran besar yang
seluruh permukaan tubuhnya ditutupi oleh rambut keras yang disebut duri. Duri-duri tersebut tersebar di seluruh permukaan kulit dengan ukuran yang berbeda. Setengah bagian tubuh Landak Jawa pada daerah punggung hingga ekor memiliki duri yang lebih panjang dibandingkan dengan bagian tubuh yang lain. Landak Jawa memiliki ukuran panjang tubuh 455 mm sampai 644 mm, panjang ekor 92 mm sampai 140 mm, panjang kaki belakang 82 mm sampai 94 mm, panjang telinga 32 mm sampai 57 mm dan bobot badan mencapai 5.900 gram sampai 10.760 gram (Suyanto, 2002). Landak merupakan hewan soliter dan nokturnal. Landak Jawa hidup dalam liang yang dibuat dalam naungan rimbunan semak atau lubang-lubang batu yang dibuat sendiri. Pakan yang biasa dimakan oleh landak ini adalah akar-akaran, ubiubian, kulit kayu, dan buah-buahan yang ada di perkebunan. Hewan ini giat mencari makanan pada malam hari. Indra penglihatannya kurang tajam, tetapi indra pendengaran dan penciumannya sangat tajam. Selain itu, Landak mampu berlari mundur atau ke samping dengan cepat (LIPI, 1980).
15
Gambar 1 Landak Jawa (Hystrix javanica).
Helminthologi Levine (1990) mengemukakan bahwa helminthologi adalah ilmu yang mempelajari parasit berupa cacing.
Berdasarkan taksonomi, helminth terbagi
menjadi 3 kelas, yaitu nemathelminthes, platyhelminthes, dan acantocephala. Nemathelminthes terbagi dalam kelas nematoda yang berbentuk bulat memanjang dan terdiri dari cacing jantan dan cacing betina. Nematoda terdiri dari nematoda usus yang hidup di rongga usus dan nematoda jaringan yang hidup di jaringan berbagai organ tubuh (Gandahusada, 2000). Platyhelminthes mempunyai badan yang pipih, tidak mempunyai rongga badan, dan biasanya bersifat hermaprodit. Platyhelminthes terbagi dalam kelas trematoda dan kelas cestoda. Cacing trematoda mempunyai bentuk seperti daun, badannya tidak bersegmen, dan mempunyai alat pencernaan. Cacing cestoda mempunyai badan yang berbentuk pita dan terdiri dari skoleks, leher, dan badan (strobila) yang bersegmen (proglotid) (Gandahusada, 2000). Acantocephala disebut cacing kepala berduri karena memiliki banyak kait yang mirip dengan duri yang terletak pada probosisnya. Ukuran tubuh cacing ini berkisar 1.5 mm sampai 500 mm, tetapi pada umumnya berukuran kecil. Bentuk tubuhnya silinder dan memiliki dua alat kelamin, yaitu alat kelamin jantan dan alat kelamin betina. Endoparasit ini pada stadium dewasa menyerang saluran pencernaan jenis burung dan ikan (Lyons, 1978).
16
1. Nemathelminthes Nematoda Nematoda mempunyai jumlah spesies terbesar di antara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Cacing-cacing nematoda memiliki ukuran, habitat, daur hidup, dan hubungan hospes parasit yang berbeda.
Panjang nematoda dapat
mencapai beberapa milimeter hingga melebihi satu meter.
Terdapat sekitar
10.000 jenis nematoda yang hidup dalam segala jenis habitat mulai dari tanah, air tawar, dan air asin sampai tanaman dan hewan (Gandahusada, 2000). Secara umum nematoda memiliki bentuk silinder, lonjong pada kedua ujung tubuh, tidak memiliki warna, tembus pandang, dan memiliki lapisan kutikula. Sistem pencernaan nematoda berupa tabung sederhana.
Mulut nematoda
dikelilingi oleh dua atau tiga bibir dan selanjutnya menuju esofagus. Sistem ekskretori nematoda sangat primitif, terdiri dari kanal dalam setiap lateral cord bergabung pada lubang ekskretori di bagian esofagus (Taylor et al., 2007). Nematoda terdiri dari nematoda jantan dan nematoda betina. Secara umum ukuran nematoda jantan lebih kecil dibandingkan dengan nematoda betina. Selama perkembangan, nematoda melakukan moulting pada interval tertentu dengan menanggalkan kutikula. Nematoda melakukan lima kali moulting dalam siklus hidupnya, yaitu L-1, L-2, L-3, L-4, dan L-5 sebagai cacing dewasa (Taylor et al., 2007). Siklus hidup nematoda dimulai dari telur, empat stadium larva, dan dewasa. Telur kadang-kadang menetas pada saat larva berkembang di dalamnya. Oleh karena itu, stadium infektif dapat berupa telur infektif atau larva infektif tergantung jenis nematoda. Apabila stadium infektif adalah larva, biasanya larva tersebut dalam stadium ketiga (L-3). Jika stadium infektif adalah telur, larva yang dikandung di dalamnya adalah larva stadium kedua (L-2). Larva yang infektif tidak dapat makan, tetapi hidup dari cadangan makanan di dalam sel-sel ususnya. Larva infektif dapat menginfeksi inang definitif dengan cara termakan atau aktif menembus melalui kulit. Apabila sudah berada di dalam inang definitif, cacing muda akan menetap di dalam habitatnya dan berkembang menjadi dewasa. (Gandahusada, 2000).
17
Telur nematoda sangat berbeda baik ukuran dan bentuknya. Ketebalan kulit telur nematoda bervariasi dan terdiri dari tiga lapisan. Lapisan dari kulit telur nematoda yaitu inner membran yang tipis, memiliki struktur lipid, dan impermeable. Lapisan berikutnya adalah middle layer yang memiliki struktur kuat, mengandung kitin yang kaku, dan memberikan warna kekuningan pada telur. Lapisan ketiga adalah outer membran yang berisi protein yang sangat kental dan lengket (Taylor et al., 2007).
Strongyloides spp. Genus cacing ini berasal dari ordo Rhabditida dan famili Strongylidae yang terdiri dari beberapa spesies dan termasuk parasit pada hewan domestik. Produksi telur cacing sedikit tetapi memiliki ukuran yang besar dan kerabang yang tipis. Bagian esofagus dari cacing infektif tidak berbentuk rhabditiform tetapi berbentuk silinder. Strongyloides dapat berpenetrasi melalui kulit inang kemudian melewati darah ke paru-paru menuju trakea. Selanjutnya dari trakea Strongyloides menuju faring lalu berakhir di usus. Cacing yang bersifat parasit adalah cacing betina dewasa dan dicirikan dengan esofagus yang relatif panjang (Soulsby, 1986). Chitwood
dan
Chitwood
(1977)
mengemukakan
bahwa
larva
Strongyloides memiliki karakteristik tubuh sebagai berikut: 1. Tidak memiliki selubung ekor 2. Ekor larva pendek dan berbentuk kerucut 3. Memiliki tubuh yang kecil dan tipis 4. Kepala berbentuk bulat 5. Memiliki rongga tunggal bagian kranial yang mengelilingi kapsul bukal sementara.
Strongylus spp. Strongylus merupakan nematoda yang berasal dari ordo Strongylida dan famili Strongyloidea. Cacing ini memiliki enam, tiga, atau bahkan tidak memiliki bibir. Ukuran cacing ini relatif besar, yaitu 14 mm sampai 47 mm tergantung spesies.
Sistem reproduksi betina berkembang dengan baik.
Cacing jantan
18
memiliki bursa yang berkembang dengan baik (Soulsby, 1986). Rongga bukal Strongylus spp. berukuran besar dan terletak di bagian kranial tubuh. Mulut dikelilingi oleh satu atau dua baris yang berbentuk seperti daun yang disebut dengan korona radiata (mahkota daun). Mahkota daun tersebut terdapat pada bagian eksternal yang mengelilingi mulut dan bagian internal yang terdapat pada dinding bagian dalam kapsul bukal (Bowman, 2003).
Trichuris spp. Trichuris merupakan cacing yang berasal dari ordo Trichinellida dan famili Trichuridae yang pada masa dewasa memiliki bentuk tubuh seperti cambuk. Bagian kaudal cacing Trichuris mirip rambut dan melekat pada dinding usus besar, sedangkan bagian kranial cacing ini gemuk dan berbaring bebas di usus (Bowman, 2003). Chitwood dan Chitwood (1977) mengemukakan bahwa
jenis telur
trichurid memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Mempunyai tiga membran, yaitu: lapisan protein bagian luar (mengandung pigmen yang memberikan warna kecoklatan), kerabang sejati bagian tengah (memiliki warna transparan), dan membran vitelin bagian dalam (memiliki granula). 2. Beberapa spesies memiliki operkulum yang sangat menonjol, baik di luar mantel protein bagian eksternal telur maupun di dalam rongga internal telur (Trichuris ovis). 3. Operkulum pada spesies lain memiliki panjang yang sesuai dengan ketebalan kutub dari amplop telur, sehingga memberi bentuk telur di bagian eksternal dan internal (Trichuris vulvis). 4. Bagian kulit kutikula di sepanjang sisi dari operkulum membentuk kerah. 2. Platyhelminthes a. Trematoda Semua spesies trematoda yang merupakan parasit dalam peternakan adalah berasal dari subkelas digenea. Secara umum, trematoda tersebut berbentuk seperti daun dan pipih dorsoventral. Semua organ berada di dalam jaringan parenkim
19
dan tidak mempunyai rongga tubuh.
Trematoda memiliki sistem pencernaan
sederhana, yaitu batil hisap kranial, pharinx, esofagus, dan sepasang usus buntu yang bercabang. Sistem ekskresi terdiri dari sejumlah besar sel api silia yang mendorong sisa produk metabolik di sepanjang sistem saluran. Sistem ekskresi terdiri dari sebuah kandung kemih bagian kaudal, sebuah sistem percabangan dari saluran pengumpul yang masuk ke dalam kandung kemih, dan sebuah sistem ekskresi yang terbuka ke dalam saluran pengumpul tersebut. Trematoda memiliki sistem syaraf sederhana dan tidak memiliki sistem peredaran darah.
Sistem
reproduksinya hermaprodit, kecuali famili Schistosomatidae (Taylor et al., 2007). Cacing dewasa biasanya ovipar dan meletakkan telurnya pada uterus. Saat perkembangan telur, embrio cacing terdapat dalam suatu pyriform (memiliki bentuk seperti buah pir), bersilia yang disebut mirasidium. Mirasidium didorong oleh silia sampai ke air. Kemudian mirasidium menemukan siput yang cocok dalam waktu beberapa jam untuk melakukan perkembangan selanjutnya. Mirasidium berkembang menjadi sporosit dalam jaringan lunak siput. Sporosit mengandung sejumlah sel germinal. Sel-sel tersebut berkembang menjadi redia dan bermigrasi ke hepato-pankreas siput. Redia berkembang dari sel germinal pada tahap terakhir yaitu serkaria. Serkaria menghasilkan cacing pipih yang muda dengan ekor yang panjang.
Serkaria keluar dari tubuh siput yang mati dan
berenang ke air dalam beberapa waktu. Kemudian serkaria berkembang menjadi metaserkaria dengan melepaskan ekornya dalam waktu satu jam.
Kista
metaserkaria memiliki potensi yang besar untuk memperpanjang kelangsungan hidupnya.
Sewaktu diingesti oleh inang definitif, bagian luar dinding kista
dipecah secara mekanik selama inang mengunyah. Pecahnya kista bagian dalam terjadi di usus dan tergantung pada mekanisme penetasan, reaksi enzimatik, reaksi oksidasi-reduksi yang potensial, dan karbondioksida yang disediakan oleh lingkungan usus. Pecahnya kista menghasilkan larva dan langsung berpenetrasi pada usus dan bermigrasi pada tempat yang disukainya kemudian menjadi dewasa dalam beberapa minggu (Taylor et al., 2007).
20
b. Cestoda Cestoda atau cacing pita merupakan subfilum lain di dalam filum Plathyhelminthes. Cestoda tidak mempunyai rongga badan dan semua organ tersimpan di dalam jaringan parenkim (Levin, 1990). Selain itu, cestoda tidak memiliki saluran pencernaan, sehingga makanannya akan langsung diserap oleh dinding tubuhnya. Cestoda memiliki bentuk tubuh seperti pita dan panjang tubuh mencapai beberapa sentimeter sampai beberapa meter. Tubuhnya bersegmen dan setiap segmen berisi satu dan kadang-kadang dua set organ reproduksi jantan dan betina. Tubuhnya panjang, pipih, dan terdiri dari tiga daerah, yaitu skolex, leher, dan badan yang bersegmen (strobila) (Taylor et al., 2007). Kepala (skoleks) memiliki 2 sampai 4 alat penghisap yang memiliki rostelum. Rostelum merupakan penonjolan yang berada pada kepala dan dilengkapi kait untuk menempel pada dinding usus inang. Tepat di belakang skoleks terdapat leher pendek dari jaringan yang tidak mengalami diferensiasi, kemudian diikuti badan atau strobila yang bersegmen (Levin, 1990).