TINJAUAN PUSTAKA Coturnix-coturnix japonica Puyuh adalah salah satu jenis unggas yang dapat dimanfaatkan telur dan dagingnya (dwiguna).
Puyuh memiliki daging dengan cita rasa yang khas dan
memiliki kandungan protein hewani yang baik untuk manusia (Peraturan Menteri Pertanian, 2008). Menurut Vali (2008), klasifikasi Coturnix japonica adalah sebagai berikut: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Galilformes
Famili
: Phasianidae
Genus
: Coturnix
Spesies
: Coturnix-coturnix japonica Jenis kelamin puyuh dapat dibedakan berdasarkan warna bulu, suara dan
berat badannya.
Karakteristik dari puyuh (C.
japonica) menurut Nugroho dan
Mayun (1986) yaitu puyuh jantan dewasa memiliki bulu dada berwarna merah sawo matang tanpa adanya belang serta bercak-bercak hitam sedangkan puyuh betina dewasa memiliki bulu dada berwarna sawo matang dengan garis-garis atau belangbelang hitam; Puyuh betina memiliki bentuk tubuh lebih besar, dan berbentuk bulat dengan ekor dan paruh pendek dan kuat; Tiga jari kaki puyuh menghadap ke depan dan satu jari kaki ke arah belakang; Suara puyuh betina lebih kecil dibandingkan dengan jantan; Puyuh betina dapat menghasilkan telur sampai 200-300 butir setiap tahun dengan berat telur sekitar 10 g/butir atau 7%-8% dari berat badan. Puyuh memiliki banyak kegunaan diantaranya adalah sebagai unggas penghasil telur dan daging (dwiguna), selang generasi yang relatif pendek (3 – 4 generasi per tahun), biaya pemeliharaan yang relatif murah, memiliki produksi telur yang tinggi, resisten terhadap penyakit unggas dan ukurannya yang kecil sehingga tidak memerlukan lahan yang luas untuk membudidayakannya (Vali, 2008). C. japonica juga dapat digunakan sebagai ternak percobaan dan memiliki keunggulan diantaranya dewasa tubuh dan kelamin pada saat berumur sekitar enam minggu dan pada umumnya mencapai puncak produksi telur setelah 50 hari bertelur, prolifik
3
(produktif), mudah beradaptasi dengan iklim di lingkungan tropis, pencapaian dewasa kelamin relatif lebih cepat dan puyuh betina dapat menghasilkan
telur
sebanyak 200-300 butir pada tahun pertama bertelur. Lingkungan yang tidak optimal dapat menurunkan produksi, tingkat efisiensi serta dapat mengakibatkan kematian pada ternak (Tuleun et al., 2011). Performa Produksi Bobot Badan Puyuh Bobot badan puyuh jantan dewasa berkisar antara 130-140 g/ekor, sedangkan puyuh betina dewasa berkisar antara 140-160 g/ekor. Bobot badan akhir puyuh pada umur 15 minggu pada kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang yaitu 136,67; 138,10 dan 135,77 g. Puyuh yang telah memasuki dewasa kelamin pertumbuhan badannya relatif konstan (Nugraeni 2012). Konsumsi Pakan Konsumsi pakan dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu umur, palatabilitas ransum, energi ransum, aktivitas, kesehatan ternak, tingkat produksi, serta kualitas dan kuantitas dari ransum yang diberikan kepada puyuh (Wahju, 1982). Apabila terdapat kekurangan salah satu dari zat nutrisi yang dibutuhkan oleh puyuh (protein, vitamin, mineral dan air), maka akan mengakibatkan gangguan kesehatan, produktivitas dan reproduksi pada puyuh (Nugroho dan Mayun, 1986). Pemberian pakan puyuh dibedakan berdasarkan umur, yaitu puyuh berumur 31-51 hari diberi pakan sebanyak 17,5 g/ekor/hari. Puyuh berumur 51-100 hari meningkat menjadi 22,1 g/ekor/hari dan tidak berubah setelah puyuh berumur 100 hari (konstan) (Tiwari dan Panda, 1978). Konsumsi pakan puyuh per hari berkisar antara 20,96 g/ekor/hari sampai 23,82 g/ekor/hari (Triyanto, 2007).
Menurut
Setiawan (2006), puyuh dalam mengkonsumsi ransum dipengaruhi oleh tingkat palatabilitas serta kandungan energi yang berada di dalam pakan tersebut. Kebutuhan nutrisi puyuh dapat dilihat pada Tabel 1.
4
Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Puyuh Periode Layer Zat Nutrisi
NRC*
SNI*
Min 2900
Min 2700
Protein (%)
20
Min 17
Kalsium (%)
Min 2,5
2,5-3,5
Min 1
0,6-1
Maks 4,40
Maks 7
3,96
Maks 7
Energi Metabolis (kkal/kg)
Fosfor (%) Serat Kasar (%) Lemak (%)
Sumber: National Research Council (1994); Badan Standardisasi Nasional (2006)
Mortalitas Mortalitas puyuh dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan, pakan dan teknik pemberian pakan, sanitasi, temperatur, dan kelembaban lingkungan (Wilson et al., 1978). Mortalitas puyuh terbagi atas tiga kelompok umur, yaitu umur 1-15 hari persentase mortalitasnya adalah 5%-8%, umur 16-35 hari persentase mortalitasnya 1%-4% dan umur 36-360 hari persentase mortalitasnya 8%-12% (Rasyaf, 1993). Menurut Woodard et al. (1973), pada peternak pembibitan, puyuh jantan lebih rendah angka kematiannya bila dibandingkan dengan kematian pada puyuh betina. Puyuh jantan juga memiliki rata-rata hidup yang lebih lama. Menurut Sengul dan Tas (1997), tingkat kematian puyuh meningkat seiring dengan kenaikan kepadatan kandang puyuh. Seker et al. (2009) menyatakan bahwa tingkat kematian puyuh meningkat bersamaan dengan kenaikan ukuran kelompok, namun perbedaan tersebut tidak signifikan. Kepadatan Kandang Kepadatan kandang merupakan lahan yang dibutuhkan untuk setiap ekor atau sejumlah puyuh yang dipelihara pada ruang tertentu tanpa mengganggu aktivitas gerak dari ternak. Kepadatan kandang dipengaruhi oleh ukuran tubuh ternak, sistem kandang, suhu lingkungan dan ventilasi (Creswell dan Hardjosworo, 1979). Wilson et al. (1978) menyatakan bahwa kepadatan kandang berpengaruh terhadap tingkat konsumsi ransum.
Kepadatan kandang yang rendah cenderung menurunkan
konsumsi puyuh dan menghasilkan konversi ransum yang baik. Kepadatan kandang yang tinggi akan menghambat pertumbuhan puyuh dan dapat berakibat kematian.
5
Kematian atau mortalitas yang tinggi pada kandang padat disebabkan oleh faktor stres dan persaingan di dalam kandang. Kandang berukuran 100 cm, lebar 45 cm dan tinggi 27 cm dapat menampung 20-25 ekor puyuh dewasa atau setiap puyuh membutuhkan luasan kandang antara 180-225 cm2 (Peraturan Menteri Pertanian, 2008). Kepadatan kandang yang terlalu tinggi dapat menyebabkan produksi daging yang rendah, kemungkinan besar terjadi cidera pada ternak, tingkat mortalitas yang tinggi serta meningkatkan kanibalisme (Mehmet, 2008). Menurut Woodard et al. (1973), perbandingan yang optimum jantan dan betina untuk pembibit adalah 1:1 atau 1:2.
Perbandingan jantan dan betina yang optimum dapat meningkatkan
fertilitas. Pertumbuhan dan Faktor yang Mempengaruhinya Menurut Esen et al. (2006), karakteristik produksi ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.
Genetik terpilih dapat memaksimalkan produksi
suatu ternak karena genetik ini merupakan hasil seleksi dari genetik yang ada. Faktor lingkungan diantaranya adalah manajemen pemeliharaan, kualitas pakan, dan tipe perkandangan. Selain itu, bentuk dan tipe kandang, pencahayaan, dan kepadatan kandang merupakan faktor lingkungan yang penting pada produksi unggas. Lingkungan yang optimal dapat meningkatkan produksi serta efisiensi dalam pemeliharaan suatu ternak.
Lingkungan yang tidak optimal dapat menurunkan
produksi, tingkat efisiensi serta dapat mengakibatkan kematian pada ternak. Pemuasaan Ternak Penyembelihan puyuh yang benar dilakukan untuk memperoleh karkas puyuh yang berkualitas baik. Sebelum proses penyembelihan, puyuh dipuasakan dari pakan selama 3,5-4 jam. Pemuasaan bertujuan untuk mengurangi adanya kemungkinan pakan yang masih tersisa pada saluran pencernaan dan mencegah kehilangan bobot badan puyuh yang berlebihan. Pemuasaan air minum tidak dilakukan karena dapat menurunkan bobot badan ternak yang hendak dipotong secara drastis (Genchev dan Mihaylov, 2008).
Menurut Soeparno (2005), pemuasaan bertujuan untuk
mempermudah proses penyembelihan dan memperoleh bobot tubuh kosong (BTK). Bobot tubuh kosong merupakan bobot tubuh ternak setelah dikurangi isi saluran empedu, isi saluran pencernaan, dan isi kandung kemih ternak.
6
Penyembelihan Puyuh Penyembelihan puyuh dilakukan dengan cara memotong ikatan diantara kepala dan tulang cervical vertebra pertama. Eksanguinasi atau proses pengeluaran darah dilakukan sampai dapat dipastikan bahwa tidak ada lagi darah yang berada di dalam tubuh ternak dan dilanjutkan dengan memotong bagian metatarsal. Tahap terakhir adalah melepaskan bulu dan kulit puyuh yang dapat dilakukan dalam satu tahapan kerja (Genchev dan Mihaylov, 2008). Sebelum penyembelihan dilakukan penimbangan atau disebut bobot potong. Bobot potong puyuh pada kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang berturut-turut adalah 129,44; 132,59 dan 131,73 g (Nugraeni, 2012). Pengeluaran Jeroan Karkas puyuh diletakkan dengan cara bagian punggung (dorsal) berada pada sisi bawah dan bagian dada ada di sisi atas. Proses pengeluaran jeroan dilakukan dengan cara membuat lubang berukuran ± 0,5 cm pada ujung sternum dengan menggunakan
gunting.
Lubang
tersebut
diperbesar
ukurannya
sehingga
memudahkan dalam proses pengeluaran jeroan (eviserasi). Organ hati dikeluarkan dengan cara menariknya dengan jari. Organ-organ lain yang berada di dalam ruang abdominal/perut seperti tembolok, proventiculus, empedal,
usus kecil, usus besar
serta pankreas juga dikeluarkan dengan cara yang sama (Genchev dan Mihaylov, 2008). Karkas Karkas adalah bagian tubuh unggas tanpa bulu, jeroan, kepala, leher, kaki, ginjal dan paru-paru.
Proses pemotongan ternak hidup dilakukan secara halal.
Karkas pada umumnya dapat disajikan dalam bentuk karkas beku, karkas segar, dan karkas dingin (Badan Standardisasi Nasional, 2009). Bobot potong mempengaruhi persentase bobot karkas.
Semakin tinggi bobot potong, maka semakin tinggi
persentase bobot karkas. Bobot karkas dipengaruhi oleh metode pengulitan karena kulit tidak termasuk ke dalam komponen karkas. Karkas terdiri atas tiga jaringan, yaitu daging tulang, dan lemak (Soeparno, 1992). Menurut Jull (1977), persentase karkas dipengaruhi oleh bobot bagian tubuh yang dibuang, seperti leher, kaki, kepala, bulu, dada, dan viscera. Persentase karkas
7
dihitung melalui perbandingan antara bobot karkas terhadap bobot badan akhir dikalikan dengan seratus persen. Bobot karkas puyuh pada kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang berturut-turut adalah 70,16; 72,26 dan 73,33 g. Sedangkan persentase karkas puyuh pada kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang berturut-turut adalah 54,23%; 54,48% dan 55,65% (Nugraeni, 2012).
Menurut penelitian Setiawan
(2006), burung puyuh berbeda dengan unggas jenis lainnya. Puyuh betina memiliki bobot badan yang lebih besar dibandingkan puyuh jantan dan mulai tampak pada umur 7 minggu. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Karkas Karkas dipengaruhi oleh dua hal, yaitu lingkungan dan genetik. Keduanya dapat mempengaruhi komposisi tubuh termasuk distribusi berat yang dihasilkan. Komponen utama karkas seperti tulang, otot, dan lemak dipengaruhi oleh berat hidup, umur serta laju pertumbuhan. Ketiga komponen tersebut memiliki besaran proporsi yang berkebalikan, dimana salah satu bagian tersebut meningkat besaran proporsinya, maka kedua bagian lainnya akan menurun besaran proporsinya (Soeparno, 2005). Parting Parting merupakan suatu proses pemisahan bagian karkas.
Proses ini
dilakukan setelah proses eviserasi atau pengeluaran jeroan. Leher dipotong pada sekitar daerah tulang servikal terakhir dengan tulang thoracic. Karkas tanpa kepala dan organ dalam disebut dengan „grill cut‟ (Genchev dan Mihaylov, 2008). Dada Pemisahan bagian dada pada karkas puyuh dilakukan dengan cara menggunting bagian dada mulai dari cauda sampai akhir carina sterni. Craniolateral dipotong dari bagian samping sepanjang ikatan otot pectoral.
Potongan
tersebut dilanjutkan sampai melewati tulang rawan penghubung tulang rusuk (sternal dan vertebral) yang berhubungan secara langsung sampai ke bagian pundak (Genchev dan Mihaylov, 2008). Bobot bagian dada puyuh pada kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang berturut-turut adalah 31,34; 32,85 dan 33,24 g. Sedangkan
8
persentase dada puyuh pada kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang berturut-turut adalah 44,67%; 45,40% dan 45,27% (Nugraeni, 2012). Paha Genchev dan Mihaylov (2008) menyatakan bahwa pemisahan bagian paha dilakukan dengan cara memotong bagian sisi vertebral pada penghubung tulang pinggul melewati ujung femoral.
Pemisahan dilakukan dengan memotong pada
bagian persendian diantara tulang pinggul dan tulang paha. Pemotongan dilakukan pada bagian persendian bertujuan untuk menghasilkan bagian karkas yaitu paha yang berkualitas
baik.
Pemotongan
pada
bagian
menghitamnya bagian yang terpotong tersebut.
tulang dapat
menyebabkan
Bobot bagian paha puyuh pada
kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang berturut-turut adalah 18,29; 18,83 dan 19,26 g. Sedangkan persentase karkas puyuh pada kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang berturut-turut adalah 26,08%; 26,06% dan 26,11% (Nugraeni, 2012). Sayap Pemisahan bagian sayap dilakukan dengan cara memotong bagian ujung tulang sayap yang bertemu dengan tulang bahu. Pemotongan dilakukan pada bagian sendi diantara kedua tulang tersebut.
Pemotongan dilakukan dengan cara melingkar
di sekitar tulang bahu agar tidak ada bagian daging dada yang terhitung pada bagian sayap.
Pemisahan bagian sayap dengan cara memotong tulang sayap tidak
dianjurkan karena dapat mempengaruhi bobot sayap dan dapat menghasilkan potongan sayap yang kurang baik (Genchev dan Mihaylov, 2008). Bobot sayap puyuh pada kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang berturut-turut adalah 5,21; 5,38 dan 5,27 g. Sedangkan persentase sayap puyuh pada kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang berturut-turut adalah 7,42%; 7,44% dan 7,19% (Nugraeni, 2012). Punggung dan Bagian Lain Pemisahan bagian punggung dilakukan dengan cara memotong bagian dada kanan dan dada kiri pada tulang rusuk yang bertemu dengan tulang belakang. Tulang rusuk dipotong satu persatu sehingga diperoleh bagian punggung. Bagian lain terdiri atas tulang pinggul, lumbar dan sacral, tulang thoracic dengan bagian vertebral dari rusuk dan scapula disebut dengan “ribcage” (Genchev dan Mihaylov, 2008).
Bobot bagian punggung pada kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang 9
berturut-turut adalah 14,87; 14,70 dan 15,41 g. Sedangkan persentase punggung pada kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang berturut-turut adalah 21,19%; 20,38% dan 21,06% (Nugraeni, 2012) Deboning Dada Deboning merupakan pelepasan daging dari tulang. Deboning pada bagian dada dilakukan dengan cara memotong otot bagian pectoral dengan pisau pada kedua sisi dari sternum.
Tulang selangka dilepaskan dengan cara memotong otot
disekitarnya sampai bagian akhir. Daging disekitar sternum dan tulang selangka berbentuk “V” dilepaskan secara langsung dengan menggunakan tangan (Genchev dan Mihaylov, 2008). Daging puyuh memiliki kandungan protein sesar 21,10% dan kandungan lemaknya relatif rendah yaitu 7,7% (Listiyowati dan Roospitasari, 1999). Bobot daging dada pada kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang berturut-turut adalah 26,64; 26,77 dan 26,45 g. Sedangkan persentase daging puyuh pada kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang berturut-turut adalah 21,30%; 21,07% dan 21,26% (Nugraeni, 2012) Paha Menurut Genchev dan Mihaylov (2008), deboning bagian paha dilakukan dengan cara memotong secara melingkar pada bagian ujung tulang femur. Otot yang berada pada bagian ini dibelah pada bagian tengah pada femur yang berhubungan langsung dengan penghubung lutut. Otot dipotong kemudian dilepaskan dari tulang. Proses deboning pada otot paha dilakukan pada paha atas dan paha bawah. Bobot daging paha puyuh pada kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang berturut-turut adalah 14,94; 15,22 dan 15,57 g. Sedangkan persentase karkas puyuh pada kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang berturut-turut adalah 21,30%; 21,07% dan 21,26% (Nugraeni, 2012) Komponen Karkas Otot Menurut Muchtadi et al. (2010), otot memiliki fungsi utama bagi tubuh yaitu untuk menggerakkan tubuh, membentuk tulang dan menutupi tulang. Otot pada
10
puyuh warnanya tidak sama di setiap bagian. Otot pada dada puyuh berwarna lebih terang, sedangkan otot pada bagian paha berwarna lebih gelap. Hal ini disebabkan puyuh dalam beraktivitasnya lebih banyak berjalan dari pada terbang, sehingga pigmen mioglobinnya banyak terakumulasi pada bagian paha. Lemak Lemak pada unggas terbagi atas tiga jenis, yakni lemak bawah kulit (subcutan), lemak perut bagian bawah (abdominal), dan lemak dalam otot (intramuscular). Umur mempengaruhi kandungan lemak subkutan. Kadar lemak subkutan puyuh berumur tiga minggu meningkat dari 13,25% menjadi 33,87% pada umur sembilan minggu (Muchatadi et al., 2010). Tulang Sistem pertulangan pada ternak unggas berbeda dengan sistem pertulangan pada mamalia. Karakteristik tulang unggas adalah ringan namun kuat dan kompak karena di dalamnya terkandung garam kalsium yang padat. Tulang pada unggas berfungsi sebagai tempat bertautnya daging, kerangka tubuh, melindungi organ tubuh dan sumsum tulang (Muchtadi et al., 2010).
Bobot tulang dada puyuh pada
kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang berturut-turut adalah 4,70; 6,09 dan 6,79 g. Sedangkan persentase tulang dada puyuh pada kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang berturut-turut adalah 6,00%; 8,42% dan 9,27%. Bobot tulang paha puyuh pada kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang berturut-turut adalah 3,35; 3,61 dan 3,70 g. Sedangkan persentase tulang paha puyuh pada kepadatan 12, 15 dan 18 ekor/kandang berturut-turut adalah 4,31%; 5,03% dan 5,04% (Nugraeni, 2012) Persentase Pemotongan Winarno (2005) menyatakan bahwa pada unggas kecil seperti puyuh, persentase pemotongan selama pertumbuhan relatif sama (konstan). Ayam broiler, kalkun dan unggas besar lainnya persentase pemotongan meningkat selama peningkatan umur, pertumbuhan serta kenaikan bobot tubuh ternak. Karakteristik Sensori Karakteristik sensori diperoleh dari pencitraan indera manusia baik itu melalui indera penglihatan, penciuman, pengecap, pendengar maupun peraba 11
terhadap suatu produk pangan. Karakteristik sensori terdiri atas beberapa parameter, diantaranya adalah warna, aroma, keempukan dan rasa (Kerry et al., 2001). Warna Warna daging identik dengan kandungan mioglobin yang terkandung dalam suatu daging.
Aktivitas urat daging dapat membedakan kandungan mioglobin.
Aktivitas yang tinggi dapat menyebabkan kandungan mioglobin yang lebih banyak. Jenis kelamin, umur, latihan dan jenis urat daging dapat mempengaruhi kandungan mioglobin tersebut. Mioglobin akan terdenaturasi akibat dari proses pemanasan. Mioglobin
yang terkandung pada
miohemikromogen.
daging akan
berubah
menjadi
globin
Globin miohemikromogen coklat merupakan pigmen utama
daging yang telah mengalami pemanasan (Lawrie, 2003). Warna gelap atau krem kecoklatan juga dapat berasal dari hasil reaksi Maillard yang terjadi akibat reaksi antara gugus amina primer pada protein dengan karbohidrat khususnya gula pereduksi. Hemoprotein yang terdenaturasi merupakan suatu kompleks berwarna krem kecoklatan daging yang sudah dimasak (Lawrie, 2003). Warna daging masak dipengaruhi oleh suhu pemasakan. Warna interior daging yang dimasak pada suhu 80 – 85 oC berwarna coklat abu-abu (Soeparno, 2005). Aroma Aroma merupakan salah satu komponen dari flavor. aroma bersifat subjektif.
Penilaian terhadap
Pemilihan panelis dan kondisi pada saat penilaian
merupakan komponen penting dalam menurunkan keragaman individu dalam respon terhadap stimulus tertentu. Aroma pada umumnya berasal dari zat-zat kimia yang berada pada suatu produk pangan yang memiliki sifat reaktif terhadap syaraf olfactory. Aroma memiliki respon 10.000 kali lebih sensitif dari pada rasa (Lawrie, 2003). Menurut Batzer et al. (1960), aroma daging dalam pemanasan merupakan akibat adanya dilisat urat daging dalam air, yang berisi inosinat.
glikoprotein dan asam
Bau juga dapat disebabkan karena pemanasan asam-asam amino dari
glikoprotein dengan inosin dan glucose (Batzer et al., 1962).
Penyebab aroma
daging tidak hanya disebabkan karena asam-asam amino yang bereaksi ketika
12
dipanaskan, tetapi juga lemak, karbohidrat, dan tiamin merupakan prekursor lain yang dapat menyebabkan aroma pada suatu daging (MacLeod dan SeyyedainArdebili, 1981).
13