BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Burung Puyuh Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif lebih besar dari jenis burung-burung puyuh lainnya. Burung puyuh ini memiliki panjang badan ± 19 cm, badannya bulat, ekor pendek, dan kuat, jari kaki empat buah, warna bulu coklat kehitaman, alis betina agak putih sedang panggul dan dada memiliki garis (Nugroho dan Mayun,1986). Klasifikasi burung puyuh menurut Agromedia (2002) sebagai berikut : Kelas
: Aves
Ordo
: Galiformes
Sub Ordo
: Phasianoidae
Family
: Phasianinae
Genus
: Coturnix
Species
: Coturnix – Coturnix Japonica
Produktivitas telur burung puyuh mencapai 250 – 300 butir per tahun dengan berat telur rata-rata 10 gram perbutir. Betina mulai bertelur pada umur 40 hari. Burung puyuh sangat baik untuk diternakan karena dapat menghasilkan lebih dari 4 generasi per tahun. Telur burung puyuh berwarna coklat tua, biru dan putih dengan bintik-bintik hitam, coklat dan biru (Hartono, 2004). Telur burung puyuh mengandung sekitar 13,1 % protein, sedangkan kandungan lemaknya relatif lebih rendah dibandingkan dengan telur ayam ras dan itik. Kandungan lemak telur puyuh sekitar 11,1 %, sedangkan kandungan lemak telur ayam ras dan itik adalah 11,3 % dan 14,5 %. Burung puyuh memiliki kandungan protein dan lemak cukup baik bila dibandingkan dengan telur
unggas lainnya. Kandungan protein tinggi tetapi kadar lemak yang rendah, sehingga baik untuk kesehatan (Murtidjo, 1996).
2.2 Reproduksi Organ Jantan Organ reproduksi hewan jantan dibagi menjadi tiga bagian yaitu, organ kelamin primer dinamakan testes, sekelompok kelenjar kelamin pelengkap berupa kelenjar vesikularis, prostate, cowper dan saluran epididymis dan vas deferens, serta organ kopulatoris yaitu penis. Testes sebagai organ kelamin primer mempunyai dua fungsi yaitu menghasilkan spermatozoa dan mensekresikan hormone testosteron (Toelihere, 1985). Sistem reproduksi unggas jantan terdiri atas sepasang testes dengan epididymis, sepasang ductus deferens atau saluran sperma dan alat kopulatoris yang tidak sama dengan penis mamalia. Testes unggas berbentuk seperti kacang dan bergantung pada kedua sisi columna vertebralis di bawah ujung anterior ginjal. Testes kalkun hampir sama ukurannya dengan testes ayam bangsa berat. Ductus deferens menghubungkan epididymis dengan kloaka. Alat kopulatoris unggas terdiri dari papillae yang mempunyai lumen dimana semen dikeluarkan, pada ayam dan kalkun terdiri dari dua papillae dan organ kopulatoris rudimenter (Toelihere, 1993). Burung puyuh jantan memiliki glandula proktodeum yang unik, berlokasi dibelakang kloaka saat kloaka dibuka. Glandula tersebut mensekresi busa dan bergantung pada stimulasi testosterone. Burung puyuh jantan yang mengalami perkembangan proktodeum yang baik ditandai dengan potensi fertilitas yang tinggi dan adanya produksi busa. Busa tersebut berperan sebagai media transportasi bagi semen dan aktivitas spermatozoa didalam oviduk (Fujihara dan Koga, 1991).
2.3 Penampungan Semen Penampungan semen burung puyuh dilakukan dengan menggunakan teknik masase atau pemijatan dengan modifikasi untuk mencegah kontaminasi busa yang dihasilkan oleh glandula kloaka dan adanya feses (Burrows dan Quinn, 1937). Penampungan semen pada unggas sebaiknya dilakukan oleh dua orang, yaitu seorang memegang pejantan dan seorang melakukan masase dan menampung semen yang keluar. Unggas pejantan distimulir secara ritmik dengan memijat ujung caudal tubuh pejantan tepat dibawah tulang-tulang pubis dengan tujuan menimbulkan reflex ejakulatoris. Pemijatan dilakukan dengan cara cepat dan kontinyu sampai pejantan mengeluarkan papillae dari cloaca. Setelah papillae keluar semen diperah sampai reflex ejakulatoris menghilang (Toelihere, 1993).
2.4 Evaluasi Semen Evaluasi terhadap semen dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemeriksaan secara makroskopis dan mikroskopis. Pemeriksaan semen dengan cara makroskopis meliputi volume, warna, bau, konsistensi dan pH, sedangkan pemeriksaan secara mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi, motilitas dan presentasi hidup atau mati (Hafez and Hafez, 2000). Semen adalah hasil sekresi alat kelamin jantan yang secara normal diejakulasikan ke dalam saluran betina ketika betina dan jantan berkopulasi. Penampungan semen dapat dilakukan untuk keperluan inseminasi buatan (Toelihere,1993). Semen terdiri dari dua bagian, yaitu spermatozoa dan plasma semen. Spermatozoa dibentuk di dalam testes melalui proses spermatogenesis dan mengalami pematangan lebih lanjut di dalam epididymis dimana sperma disimpan sampai ejakulasi. Spermatogenesis adalah suatu proses kompleks yang terdiri dari pembelahan dan diferensiasi sel, sedangkan plasma semen secara
biokimia mengandung persenyawaan organic seperti fruktusa, asam citrate, sorbitol, inositol, glycerylphosphoryl-choline (GPC), ergothioneine dan prostaglandin. Plasma semen memiliki pH sekitar 7 dan memiliki tekanan osmotik sama dengan darah. Fungsi utama plasma semen yaitu sebagai media pembawa sperma dari saluran reproduksi hewan jantan ke dalam saluran reproduksi hewan betina (Toelihere, 1985). Spermatozoa unggas memiliki bentuk yang berbeda dari ternak yang lain, kepala spermatozoa silindris panjang dan akrosomnya runcing (Toelihere, 1985). Spermatozoa unggas memiliki bentuk seperti pedang dan konsentrasinya lebih tinggi dari sperma ruminansia ( Suprijatna et al., 2005). Menurut Hafez and Hafez (2000) spermatozoa pada unggas berbentuk filiformis dan terdiri dari kepala, leher dan ekor dan bagian ujung dengan panjang keseluruhan spermatozoa sekitar 100 µm. Menurut Lake (1996) kepala spermatozoa berbentuk silindris dengan panjang 12 – 13 µm dan diameter sekitar 0,5 µm. Pada kepala spermatozoa terdapat akrosom yang terdiri atas tudung akrosom dan perforatorium. Akrosom tersebut berbentuk kerucut mengandung lipida dan glikoprotein dan juga memiliki enzim yang berfungsi dalam penetrasi kedalam spermatozoa kedalam ovum. Pergerakan spermatozoa dapat cepat atau lambat tergantung dari konsentrasi sperma hidup didalamnya. Pergerakan sperma dapat dilihat dengan jelas di bawah mikroskop menggunakan pembesaran 45 x 10. Beberapa hal yang mempengaruhi kualitas sperma antara lain : 1). Genetik, genetik yang berpengaruh pada pertumbuhan alat reproduksi maupun pertumbuhan organ yang berhubungan dengan reproduksi, misalnya kualitas dan kuantitas spermatozoa seperti kelainan pada testis yang biasa disebut dengan monorchyd dan criptochyd, 2). Bangsa, setiap bangsa ternak mempunyai karakteristik yang spesifik sehingga mudah dibedakan satu bangsa dengan bangsa ternak yang lainnya, 3). Pakan, pemberian pakan yang cukup perlu dilakukan terhadap calon
pejantan untuk menghindari penimbunan lemak yang dapat menghambat produksi spermatozoa sehingga didapatkan pejantan yang berat badannya ringan tetapi kualitas spermatozoanya bagus (Toelihere, 1985).