TINJAUAN PUSTAKA
Taman Margasatwa Pengertian taman margasatwa Taman margasatwa adalah tempat hewan dipelihara dalam lingkungan buatan dan dipertunjukkan kepada publik. Selain sebagai tempat rekreasi, kebun binatang atau taman margasatwa berfungsi sebagai tempat pendidikan, riset dan tempat konservasi untuk satwa terancam punah. Binatang yang dipelihara sebagian besar adalah hewan yang hidup di darat, sedangkan satwa yang hidup air dipelihara di akuarium (Wikipedia, 2009). Dalam Arief (2001), berdasarkan surat keputusan Dirjen Kehutanan No. 20/upts/DJ/1978 tentang pedoman umum kebun binatang, bahwa kebun binatang atau taman margasatwa adalah suatu tempat dimana berbagai macam satwa dikumpulkan, diperagakan, dipelihara untuk umum dalam rangka pengadaan sarana rekreasi alam yang sehat untuk mendidik dan mengembangkan budaya masyarakat dalam memelihara kelestarian lingkungan hidup.
Fungsi taman margasatwa Berdasarkan fungsi taman satwa yang telah dijadikan oleh Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia dirincikan sebagai berikut : 1. Sebagai
sarana untuk
meningkatkan kepedulian
masyarakat
tentang
pentingnya masalah keanekaragaman hayati fauna di dunia dan di Indonesia. 2. Sebagai sarana konservasi ex-situ jenis-jenis satwa yang langka atau terancam punah.
Universitas Sumatera Utara
3. Sebagai sarana tempat penangkaran jenis-jenis satwa koleksi yang ada. 4. Sebagai sarana tempat dan obyek penelitian aspek biologi/ekologi jenis-jenis satwa koleksi dalam rangka melengkapi data. 5. Sebagai sarana untuk membantu penghijauan kota berupa taman karena banyaknya jenis pepohonan yang ditanam sebagai pelindung dan habitat satwa semi alami. 6. Sebagai paru-paru kota oleh karena banyaknya jenis tumbuhan hijau sebagai produsen oksigen serta pencegah erosi dan kekeringan. 7. Sebagai sarana tempat obyek rekreasi yang edukatif. Dengan mengunjungi taman satwa, masyarakat dapat memperoleh informasi tentang kehidupan dan perilaku satwa yang menarik. 8. Sebagai sarana untuk membantu peningkatan kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Tobrani (1997), menyebutkan bahwa kebun binatang atau taman margasatwa merupakan sarana yang vital dari program pelestarian alam disamping fungsi-fungsi yang lain, diantaranya sebagai sarana untuk memberikan kesempatan yang luas dalam bidang pendidikan, penelitian dan rekreasi. Dengan demikian, kebun binatang atau taman margasatwa merupakan sarana penghubung satu-satunya antara masyarakat dan satwa liar, karena itu di tempat ini masyarakat dapat melihat berbagai jenis satwa liar.
Pembinaan taman margasatwa Faktor-faktor yang diperlukan dalam pembinaan taman margasatwa, yaitu bentuk-bentuk tempat satwa (kandang biasa, kandang bentuk gua, dataran, pulau-
Universitas Sumatera Utara
pulauan, unit kandang luar, kolam air dan gedung pameran), keamanan (pagar, kandang pemisah dan pemeriksaan kandang), pelayanan teknis (tenaga ahli, perawatan dan kesehatan satwa), pelayanan masyarakat, pembiayaan, laporan dan kerja sama antara kebun binatang atau taman margasatwa (Dirjen PPA, 1997).
Hutan Kota Pengertian hutan kota Rapat teknis Departemen Kehutanan (1991), hutan kota adalah suatu lahan yang bertumbuhan pohon-pohon di dalam tanah negara maupun tanah milik yang berfungsi sebagai penyangga lingkungan dalam hal pengaturan tata air, udara, habitat, flora dan fauna yang memiliki nilai estetika dan dengan luas yang solid yang merupakan ruang terbuka hijau pohon-pohonan serta area tersebut ditetapkan oleh pejabat yang berwewenang sebagai hutan kota.
Fungsi dan manfaat hutan kota Menurut Irwan (2005), fungsi hutan kota sangat bergantung pada komposisi dan keanekaragaman jenis dari komunitas vegetasi yang menyusunnya dan tujuan perancangannya. Secara garis besar fungsi hutan kita dapat dikelompokkan menjadi tiga fungsi berikut : 1. Fungsi Lansekap, meliputi fungsi fisik, dimana vegetasi sebagai unsur struktural berfungsi untuk perlindungan terhadap kondisi alami sekitarnya seperti angin, sinar matahari, pemandangan yang kurang bagus dan terhadap bau. Meliputi fungsi sosial, penataan vegetasi dalam hutan kota yang baik akan memberikan tempat interaksi sosial yang sangat produktif. Di dalam
Universitas Sumatera Utara
hutan kota orang seperti penyair atau seniman yang dapat merenung dan mengkhayal sehingga dapat menjadi sumber inspirasi dan ilham. Hutan kota dengan aneka vegetasinya mengandung nilai-nilai ilmiah yang dapat menjadi laboratorium hidup untuk sarana pendidikan dan penelitian. 2. Fungsi Pelestarian Lingkungan, antara lain : a. Menyegarkan udara atau sebagai “paru-paru” kota, dengan mengambil CO2 dalam proses fotosintesi dan menghasilkan O2 yang sangat diperlukan bagi makhluk hidup untuk pernapasan. b. Menurunkan suhu kota dan meningkatkan kelembapan. c. Sebagai ruang hidup satwa. Vegetasi atau tumbuhan selain sebagai produsen pertama dalam ekosistem juga dapat menciptakan ruang hidup (habitat) bagi makhluk hidup lainnya. d. Sebagai penyanggah dan perlindungan permukaan tanah dari air hujan dan angin untuk penyediaan air tanah dan pencegahan erosi. e. Pengendalian dan mengurangi polusi udara dan limbah. f. Peredam kebisingan. g. Tempat pelestarian plasma nutfah dan bioindikator dari timbulnya masalah seperti hujan asam, karena tumbuhan tertentu akan memberikan reaksi tertentu terhadap perubahan lingkungan yang terjadi di sekitarnya. h. Menyuburkan tanah. 3. Fungsi Estetika, erat kaitannya dengan rekreasi. Ukuran, bentuk, warna dan tekstur tanaman serta unsur komposisi dan hubungannya dengan lingkungan sekitarnya merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas estetika. Kualitas visual vegetasi sangat penting karena tanggapan
Universitas Sumatera Utara
seseorang merupakan reaksi dari suatu penampakan. Hutan, selain memberikan hasil utama dan sebagai sumber air juga merupakan sarana untuk berekreasi.
Tipe dan bentuk hutan kota Menurut Dahlan (1992), hutan kota dibagi menjadi beberapa tipe yaitu tipe pemukiman, tipe rekreasi dan keindahan, tipe pengamanan, tipe pelestarian plasma nutfah dan tipe kawasan industri, sedangkan untuk bentuk, hutan kota dapat dikelompokkan menjadi bentuk jalur hijau, taman kota, kebun raya, hutan raya dan kebun binatang.
Kriteria pohon ruang terbuka hijau Wibowo (1992), menyatakan bahwa tumbuhan yang dipakai untuk ruang terbuka hijau merupakan habitat satwa, tempat hidup dan makan, bagi burungburung untuk menjamin kehidupan burung di perkotaan. Jenis pohon untuk lansekap kota biasanya dipilih yang tidak memerlukan perawatan intensif dan biaya pemeliharaan yang minim. Berdasarkan Arnold (1980) dan Haeckett (1974), beberapa syarat dalam memilih tanaman untuk lansekap hutan kota adalah : 1. Memenuhi keutuhan khusus seperti jalan, perkantoran dan hutan kota. 2. Mampu beradaptasi dengan lingkungan. 3. Tahan terhadap stress. 4. Tahan terhadap penyakit 5. Memerlukan sedikit semak/ penutup lahan.
Universitas Sumatera Utara
6. Mempunyai sifat fisik yang mencakup ukuran tumbuh maksimum, umur, kecepatan tumbuh, trkstur dan bentuk alami, serta dapat mengkoordinasi kebutuhan desain. Penentuan jenis pohon yang sesuai untuk hutan kota tergantung jenis atau struktur hutan kota yang akan dikembangkan. Untuk kawasan hijau pertamanan kota kriterianya antara lain : 1. Harus tidak bergetah/ beracun, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu fondasi, struktur daun setengah rapat sampai rapat. 2. Jenis ketinggian bervariasi. 3. Warna daun hijau dengan variasi seimbang. 4. Jenis tanaman tahunan. 5. Kecepatan tumbuh sedang. Sebagai habitat burung, pohon ruang terbuka hijau berperan sebagai tempat berlindung, bersarang dan terutama sebagai penghasil makanan. Jenis pohon yang dipilih yaitu yang menghasilkan buah, dapat mengundang serangga, menghasilkan bunga, baik tanaman tahunan maupun musiman, sedang untuk burung pemakan biji-bijian, sumber biji didapat dari berbagai jenis varietas rumput-rumputan. Pohon yang bertekstur daun halus ( seperti Peltlophorom pteoarpum Back), berbuah (seperti Ficus benyamina L) banyak mengundang serangga (Miller, 1998). Menurut Rachman (1996) penggunaan tanaman yang menghasilkan bunga akan memberikan daya tarik bagi satwa (burung dan kupu-kupu) serta dapat memberikan suasana yang ceria. Kehadiran satwa tersebut akan menambah suasana alami tapak yang dikelilingi oleh bangunan bertingkat serta hiruk pikuk
Universitas Sumatera Utara
kegiatan transportasi. Kehadiran burung akan menambah keasrian tapak sehingga akan memperindah kawasan tersebut. Penggunaan vegetasi yang memiliki bunga/ buah akan menjadi daya tarik burung tersebut untuk datang dan tinggal di kawasan tersebut. Masyarakat modern kini cenderung kembali ke alam (back to nature). Desiran angin, kicauan burung dan atraksi satwa lainnya di kota diharapkan dapat menghalau kejenuhan dan stres yang banyak dialami oleh penduduk perkotaan. Salah satu satwa liar yang dapat dikembangkan di perkotaan adalah burung. Burung perlu dilestarikan, mengingat mempunyai manfaat yang tidak kecil artinya bagi masyarakat, antara lain (Hernowo dan Prasetyo, 1989) : 1. Membantu mengendalikan serangga hama, 2. Membantu proses penyerbukan bunga, 3. Mempunyai nilai ekonomi yang lumayan tinggi, 4. Burung memiliki suara yang khas yang dapat menimbulkan suasana yang menyenangkan, 5. Burung dapat dipergunakan untuk berbagai atraksi reaksi, 6. Sebagai sumber plasna nutfah, 7. Objek untuk pendidikan dan penelitian. Beberapa jenis burung sangat membutuhkan pohon sebagai tempat mencari makan maupun sebagai tempat bersarang dan bertelur. Pohon kaliandra di antaranya disenangi burung penghisap madu. Pohon jenis lain disenangi oleh burung karena berulat yang dapat dimakan oleh jenis burung lainnya. Menurut Ballen (1989) dalam Ismayadi (2009), beberapa jenis tumbuhan yang banyak didatangi burung antara lain :
Universitas Sumatera Utara
1. Kiara, caringin dan loa (Ficus spp.) F.benjamina, F.variegata, dan F.glaberrima buahnya banyak dimakan oleh burung seperti punai (Treron sp.) 2. Dadap (Erythrina variegata). Bunganya menghasilkan nektar. Beberapa jenis burung yang banyak dijumpai pada tanaman dadap yang tengah berbunga antara lain : betet (Psittacula alexandri), serindit (Loriculus pusillus), jalak (Sturnidae) dan beberapa jenis burung madu. 3. Dangdeur (Gossampinus heptaphylla). Bunganya yang berwarna merah menarik burung ungkut-ungkut dan srigunting. 4. Aren (Arenga pinnata). Ijuk dari batangnya sering dimanfaatkan oleh burung sebagai bahan untuk pembuatan sarangnya. 5. Bambu(Bambusa spp.) Burung blekok (Ardeola speciosa) dan manyar (Ploceus sp.) bersarang di pucuk bambu. Sedangkan jenis burung lainnya seperti : burung cacing (Cynoris banyumas), celepuk (Otus bakkamoena), sikatan (Rhipidura javanica), kepala tebal bakau (Pachysephala cinerea) dan perenjak kuning (Abroscorpus superciliaris) bertelur pada pangkal cabangnya, diantara dedaunan dan di dalam batangnya. Pada studi kasus mengenai persepsi masyarakat terhadap hutan kota di Kota Pematang Siantar, Sanuddin dkk (2003) mengklasifikasikan jenis-jenis pohon yang perlu ditanam dalam pembuatan hutan kota berdasarkan jawaban responden sebagai berikut : 1. Pohon yang efektif mengurangi polusi (menyerap partikel zat pencemaran), yaitu antara lain mahoni daun besar (Swietenia macrophylla), cemara (Casuarina equisetifolia) dan angsana (Ptercarpus indicus).
Universitas Sumatera Utara
2. Pohon yang dapat meneduhkan, seperti flamboyant (Delonix regia) dan beringin (Ficus benjamina) dan pohon yang bernila estetika, seperti bunga tanjung (Mimusops elengii), filicium (Filicium decipiens), pinang merah dan palem raja. 3. Pohon MPTs (Multi Purpose Trees Species). Pilihan terhadap jenis ini untuk mengakomodir keinginan masyarakat untuk memperoleh manfaat nyata dari hutan kota melalui pemanfaatan jenis-jenis MPTs dengan aturan tertentu. Jenis-jenis tanaman ini antara lain : durian (Durio zibethinus), rambutan (Nephelium lappaceum), duku (Lansium domesticum), mangga (Mangifera indica), jambu klutuk (Psidium guajava) dan mengkudu (Morinda brachteata). 4. Koleksi pohon yang bersifat komersial, seperti jati (Tectona grandis), meranti (Shorea sp.), tusam (Pinus merkusii), pulai (Alstonia scholaris), eukaliptus (Eucalyptus sp.), melina (Gmelina arborea) dan pohon-pohon jenis langka, seperti cendana (Santalum album) dan ulin (Eusideroxylon zwagerii). Hal ini dimaksudkan agar hutan kota dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang hutan dan lingkungan.
Silvikultur Silvikultur berkenaan dengan kontrol pembentukan, pertumbuhan, komposisi dan kualitas vegetasi hutan. Hal ini hanya dapat dilakukan pada setiap hutan yang berlokasi tertentu, bila tersedia tujuan pengelolaan yang jelas dan tegas, yang melukiskan apa yang akan dicapai. Kemudian setiap tujuan pengelolaan harus ditafsirkan dalam arti macam struktur tegakan hutan yang
Universitas Sumatera Utara
paling cocok. Tujuan yang bervariasi diantara produksi kayu, air, margasatwa dan rekreasi menghendaki struktur hutan yang berbeda (Baker,1992). Setiap tanaman perlu pemeliharaan. Penanaman tanaman yang bersifat produksi biasanya lebih intesif dilakukan. Untuk mendapatkan hasil yang baik, tentunya semua aspek pemeliharaan harus dilakukan, mulai dari pembumbunan hama, penyakit dan kebakaran (Setiawan,2000). Perlindungan hutan merupakan bagan dari silvikultur. Penyebab kerusakan hutan ada yang berasal dari luar hutan maupun faktor-faktor yang berhubungan dengan perkembangan hutan itu sendiri. Penyebab kerusakan hutan yaitu pathogen, serangan hama dan hewan hama, faktor lingkungan abiotik, tumbuhan pengganggu, kebekaran, satwa liar dan penggembalaan ternak. Untuk menangani hal tersebut, Evans (1982) dalam Sumardi (2004) merumuskan asas strategi perlindungan hutan yang dapat digunakan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari, yaitu : 1. Memahami interaksi hutan dengan agens perusak sehingga dapat mengenali faktor-faktor yang menyebabkan masalah dalam perlindungan hutan dan dapat mengenali penyebab kerusakan primer. 2. Dapat menganalisis dan mengambil keputusan secara menyeluruh dan tidak hanya terbatas pada penyebab kerusakan yang paling serius saja. 3. Selalu melihat bahwa perlindungan hutan sebagai tindakan yang tidak terpisah dari silvikultur. 4. Sadar bahwa perlindungan hutan semakin penting dan pendekatannya tidak hanya terbatas pada bidang tanaman tapi termasuk hasil hutannya.
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan hutan kota Menurut Dahlan (1992) tahapan-tahapan pembangunan hutan kota yaitu perencanaan, kelembagaan dan organisasi pelaksanaannya, pemilihan jenis, penentuan luas serta komponen pendukung.
Rekreasi Pengertian rekreasi Rekreasi mempengaruhi
adalah sikap
setiap
kegiatan
mentalnya,
individu
Rekreasi
dapat
manusia
yang
dapat
menghidupkan
spirit,
memulihkan vitalitas, inisiatif dan pandangan hidup manusia. Pendapat ini didukung Fandeli (2001), yang menyatakan bahwa rekreasi adalah kegiatan aktif atau pasif, yang dilakukan dengan bebas dan kreatif dalam waktu senggang sebagai selingan pekerjaan sehari-hari sesuai dengan bakat dan kegemarannya.
Permintaan rekreasi Douglas (1978), menyatakan bahwa permintaan rekreasi menunukkan banyaknya kesempatan rekreasi yang diinginkan oleh masyarakat atau gambaran total partisipasi masyarakat dalam kegiatan rekreasi secara umum yang dapat diharapkan bila tersedia fasilitas-fasilitas yang memadai atau memenuhi selera masyarakat. Douglas (1978), menyatakan bahwa permintaan rekreasi menunukkan banyaknya kesempatan rekreasi yang diinginkan oleh masyarakat atau gambaran total partisipasi masyarakat dalam kegiatan rekreasi secara umum yang dapat
Universitas Sumatera Utara
diharapkan bila tersedia fasilitas-fasilitas yang memadai atau memenuhi selera masyarakat. Yoeti
(1978),
mengemukakan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
permintaan rekreasi yaitu pendapatan, harga produk pariwisata, struktur keluarga, kualitas, perubahan cuaca atau faktor iklim dan faktor lain. Clawsaon dan Knetsch (1975) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan rekreasi harian, mingguan dan musiman atau tahunan, sebagai berikut : 1. Faktor individu, yang bepengaruh terhadap potensial rekreasi, dengan unsurunsurnya : a. Sejumlah total areal yang berada di sektor. b. Distribusi geografi areal, berapa banyak kemudahan kesulitan. c. Karakteristik sosial ekonomi, seperti : umur, jenis kelamin, pekerjaan, hubungan keluarga, pendidikan dan suku bangsa. d. Rata-rata pendapatan dan pembagian waktu luang. e. Pendidikan khusus, pengalaman dan pengetahuan masyarakat, individu mengenai rekreasi. 2. Faktor lokasi, dengan unsurnya : a. Keindahan yang menarik dan pembagian penggunaan bagi rekreasi. b. Intensitas dan pengelolaan rekreasi. c. Alternatif pemilihan tempat rekreasi. d. Kapasitas areal untuk akomodasi pemakaian rekreasi. e. Karakteristik iklim dan cuaca daerah rekreasi.
Universitas Sumatera Utara
3. Hubungan antara pemakai potensial dan daerah rekreasi dengan unsurunsurnya : a. Lama perjalanan → tempat rekreasi → rumah. b. Senang atau tidaknya selama perjalanan. c. Keputusan perjalanan ke areal tertentu. d. Banyaknya permintaan rekreasi akibat adanya promosi yang menarik. Douglas (1970) menyatakan permintaan rekreasi dipengaruhi oleh : 1. Unsur dari masyarakat terdiri dari ukuran populasi, tempat tinggal (kota, desa), umur dan tingkat pendidikan. 2. Uang, dengan unsur yang terdiri dari pendapatan dan kesejahteraan. 3. Waktu, dengan unsur yang terdiri dari kesempatan dan mobilitas. 4. Komunitas, dengan unsur yang terdiri dari mass media. 5. Penawaran, yang unsur yang terdiri dari ketersediaan fasilitas dari mudah tidaknya dikunjungi (aksesibilitas).
Universitas Sumatera Utara