TINJAUAN PUSTAKA
Survei Tanah Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi utama sebagai dasar dalam proyek-proyek pengembangan wilayah. Makin banyak informasi yang diperoleh dari pelaksanaan survei pada skala yang besar akan memberikan manfaat yang lebih besar, tergantung dengan pelaksanaan survei yang dilakukan (Hakim dkk, 1986). Survei tanah merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik dan biologi di lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan lahan umum maupun khusus.
Survei merupakan sebagian dari proyek, sedangkan
proyek adalah suatu rangkaian kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai sasaran tertentu dan membutuhkan banyak sarana. Oleh karena itu agar survei dapat mencapai sasaran dengan biaya dan waktu seoptimal mungkin, perlu dilakukan perencanaan survei (Abdullah, 1993). Survei dan pemetaan tanah merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi dan saling memberi maanfaat bagi peningkatan kegunaannya. Kegiatan survei dan pemetaan tanah menghasilkan laporan dan peta-peta. Laporan survei berisikan uraian secara terperinci tentang tujaun survei, keadaan fisik dan lingkungan lokasi survei, keadaan tanah, klasifikasi dan interpretasi kemampuan lahan serta saran/rekomendasi.(Sutanto, 2005) Tujuan survei tanah adalah mengklasifikasikan, menganalisis dan memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah-tanah yang sama dan hampir
Universitas Sumatera Utara
sama sifatnya ke dalam satuan peta tanah tertentu dengan mengamati profil tanah atas warna, struktur, tekstur, konsistensi, sifat-sifat kimia dan lain-lain (Hardjowigeno, 1995). Interpretasi terhadap hasil survei tanah bagi pengembang sampai saat ini meliputi : 1. Pendugaan potensi produksi jenis-jenis tanaman utama pada setiap tipe tanah di bawah tingkat pengelolaan tertentu. 2. Kebutuhan masukan (input) bagi setiap jenis tanaman, yakni sebesar input yang perlu bagi setiap level produksi yang diinginkan atau setiap tipe tanah tertentu. 3. Kemungkinan perubahan perilaku setiap tipe tanah akibat irigasi. 4. Kemungkinan pembuatan drainase buatan. 5. Pendugaan respon terhadap penggunaan pupuk dan kapur yang banyak dikonsumsi oleh sifat-sifat tanah yang permanen berdasarkan tingkat kesuburan yang ditunjukkan oleh uji tanah (Hakim dkk, 1986). Tanah harus ditentukan sifat-sifatnya di lapangan dalam keadaan yang sewajar-wajarnya dengan melihat ciri-ciri morfologi yang merupakan hasil genesa tanah yang dipengaruhi oleh : iklim, vegetasi, topografi, bahan induk dan waktu. Jadi jenis tanah sebagai bagian dari permukaan bumi harus diketahui tempat dan penyebarannya (Darmawijaya, 1997). Lahan-lahan yang disurvei dapat digolongkan kedalam kelas-kelas sesuai dengan kemampuannya yang berdasarkan kepada faktor-faktor yang bersifat menunjang dan faktor-faktor yang bersifat menghambat dalam pemanfaatan lahan tersebut terutama untuk bidang pertanian. Berdasakan kemampuan lahan tersebut
Universitas Sumatera Utara
kemudian dihubungkan dengan kesesuaian penggunaan lahan (Sarief, 1986). Evaluasi Kesesuaian Lahan "Kesesuaian lahan" menyatakan keadaan tingkat kecocokan dari sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kelas kesesuaian suatu bidang lahan ini dapat berbeda-beda tergantung pada tataguna lahan yang diinginkan. Metode FAO ini dapat dipakai untuk klasifikasi kuantitatif maupun kualitatif tergantung dari data yang tersedia. Kerangka dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan ini terdiri dari empat kategori, yaitu: 1. Order: keadaan kesesuaian secara global 2. Kelas: keadaan tingkatan kesesuaian dalam order 3. Sub-Kelas: keadaan tingkatan dalam kelas didasarkan pada jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus dijalankan. 4. Unit: keadaan tingkstan dalam sub kelas didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. (Soemarno, 2006). Ada beberapa metoda yang dapat digunakan untuk pelaksanaan klasifikasi kesesuaian lahan, misalnya metode FAO (1976) yang dikembangkan di Indonesia oleh Puslittanak (1993), metode Plantgro yang digunakan dalam penyusunan Rencana Induk Nasional HTI (Hacket,1991 dan National Masterplan Forest Plantation/NMFP, 1994) dan metode Webb (1984). Masingmasing mempunyai penekanan sendiri dan kriteria yang dipakai juga berlainan. Metoda FAO lebih menekankan pada pemilihan jenis tanaman semusim, sedangkan Plantgro dan Webb lebih pada tanaman keras(Wahyuningrum, dkk, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Daya guna tanah untuk pertanian ditentukan oleh sejumlah faktor, yang terpenting diantaranya adalah kecuraman lereng yang menyangkut bahaya erosi, bahaya banjir, drainase, kelembaban, permeabilitas, kepadatan massa, reaksi kimia, tingkat salinitas, daya tampung air, struktur lapisan permukaan serta kesuburan alamiah tanah tersebut (Toffler, 1986). Berdasarkan sejumlah faktor tersebut suatu proses pendugaan potensi lahan untuk macam-macam penggunaan yang disebut dengan evaluasi lahan (Dent and Young, 1981). Evaluasi lahan ini merupakan alat yang biasa digunakan dalam proyek perencanaan. Alat ini sangat fleksibel, bergantung pada keperluan dan komoditas wilayah yang hendak dievaluasi (Abdullah, 1993). Sementara itu kesesuaian lahan merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan lahan tertentu. Kelas kesesuaian lahan areal dapat berbeda tergantung dari tipe penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan (Sitorus, 1985). Menurut FAO (1976) kegiatan utama dalam mengevaluasi lahan adalah sebagai berikut : 1. Konsultasi pendahuluan meliputi pekerjaan-pekerjaan persiapan antara lain penetapan yang jelas tujuan evaluasi, jenis data yang digunakan, asumsi yang akan digunakan mengevaluasi, daerah penelitian serta intensitas dan skala survei. 2. Deskripsi dari jenis penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan dan persyaratan-persyaratan yang diperlukan. 3. Membandingkan jenis penggunaan lahan dengan tipe-tipe lahan yang ada. Ini merupakan proses penting dalam evaluasi lahan, dimana data
Universitas Sumatera Utara
penggunaan
lahan serta informasi-informasi
ekonomi dan sosial
digabungkan dan dianalisis secara bersama-sama. 4. Hasil dari empat butir tersebut adalah klasifikasi kesesuaian lahan. 5. Penyajian dari hasil-hasil evaluasi. Dalam penelitian kelas kesesuaian lahan menurut Husein (1980), digolongkan atas dasar kelas-kelas kesesuaian lahan sebagai berikut : 1. Kelas S1 : Sangat Sesuai (highly suitable), lahan tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan pengelolaan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti secara nyata terhadap produksinya dan tidak akan menaikkan masukan atas apa yang telah biasa dilakukan. 2. Kelas S2 : Sesuai (moderately suitable), lahan mempunyai pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaannya yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan. 3. Kelas S3 : Kurang Sesuai (marginally suitable), lahan mempunyai pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaannnya yang harus diterapkan.
Pembatas akan mengurangi produksi dan
keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan. 4. Kelas N : Tidak Sesuai (not suitable), lahan yang mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi. Macam faktor pembatas berupa keadaan fisik lingkungan adalah topografi, erosi, iklim, drainase, bahaya banjir, fisik tanah seperti tekstur dan kedalaman efektif.
Universitas Sumatera Utara
Sub kelas kesesuaian lahan menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan didalam suatu kelas kesesuaian. Masing-masing kelas dibagi menjadi satu atau lebih subkelas kesesuaian tergantung pada jenis pembatas yang ada. Jenis pembatas dicerminkan oleh simbol huruf kecil yang diletakkan setelah simbol kelas. Misalnya S2n, artinya lahan tersebut mempunyai kelas kesesuaian S2 (cukup sesuai) degan pembatas n (ketersediaan hara). Untuk kelas S1 tidak ada pembagian subkelas (Rayes, 2006). Dalam kesesuaian lahan dikenal kesesuaian lahan aktual yaitu kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi penggunaan lahan sekarang tanpa masukan perbaikan dan kesesuaian lahan potensial yaitu kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi setelah diberikan masukan perbaikan seperti : penambahan pupuk, pengairan atau terasering; tergantung dari jenis faktor pembatasnya. Penilaian kesesuaian lahan dilakukan dengan mencocokkan (matching) antara kualitas lahan dan karakteristik lahan (sifat fisik dan kimia lahan) sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas pertanian yang dievaluasi (Djaenudin, dkk, 2003). Penilaian kesesuaian lahan bertujuan untuk menduga tingkat kesesuaian suatu lahan untuk berbagai kemungkinan penggunaan lahan. Penilaian ini berdasarkan beberapa sifat-sifat lahan (land characteristic) yang dihubungkan dengan persyaratan tumbuh tanaman yangakan dikembangkan. Penilaian kesesuaian lahan dilakukan pada kondisi aktual (current suitability) dan kondisipotensial (potentially suitability). Kondisi aktual berdasarkan penilaian parameter pada saat survey dilakukan, sedangkan kondisi potensial berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
perkiraan kondisi lahan setelah adanya usaha perbaikan (land improvement) dilakukan. Usaha perbaikan dapat dilakukan oleh petani (Muslihat, 2001). Karakteristik Lahan Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi, penggunaan karakteristik lahan untuk keperluan evaluasi lahan bervariasi. Karakteristik lahan yang digunakan adalah : temperatur udara, curah hujan, lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, pH, H2O, C-organik, salinitas, alkalinitas, kedalaman bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan dan singkapan batua (FAO, 1983). 1. Temperatur udara : merupakan temperatur udara tahunan dan dinyatakan dalam oC. 2. Curah hujan : merupakan curah hujan rerata tahunan yang dinyatakan dalam mm. 3. Lamanya masa kering : merupakan jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun dengan jumlah curah hujan < 60 mm. 4. Kelembaban udara : merupakan kelembaban udara rerata tahunan dan dinyatakan dalam %. 5. Drainase : merupakan laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah. 6. Tekstur : menyatakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan ukuran < 2 mm. 7. Bahan kasar : menyatakan volume dalam persen dan adanya bahan kasar dengan ukuran > 2 mm.
Universitas Sumatera Utara
8. Kedalaman tanah : menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat dipakai dalam perkembangan perakaran dari tanaman yang dievaluasi. 9. KTK liat : menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi liat. 10. Kejenuhan basa : jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g contoh tanah. 11. Reaksi tanah : nilai pH tanah; pada lahan kering yang dinyatakan dengan data laboratorium, sedangkan pada lahan basah diukur di lapangan. 12. C-organik : kandungan karbon organik tanah dinyatakan dalam %. 13. Salinitas : kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan oleh daya hantar listrik, dinyatakan dalam dS/m. 14. Alkalinitas : kandungan natrium dapat ditukar, dinyatakan dalam %. 15. Kedalaman sulfidik : dalamnya bahan sulfidik diukur dari permukaan tanah sampai batas atas lapisan sulfidik, dinyatakan dalam cm. 16. Lereng : menyatakan kemiringan lereng diukur dalam %. 17. Bahaya erosi : bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion), atau dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun. 18. Genangan : jumlah lamanya genangan dalam bulan selama satu tahun. 19. Batuan di permukaan : volume batuan (dalam %) yang ada di permukaan tanah/lapisan olah. 20. Singkapan batuan : volume batuan (dalam %) yang ada dalam solum tanah.
Universitas Sumatera Utara
Setiap satuan peta lahan/tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei dan/atau pemetaan sumber daya lahan, karakteristik lahan dapat dirinci dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanahnya. Data tersebut digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu. Sifat Fisika Tanah 1. Iklim 1.1. Temperatur Temperatur atau suhu merupakan derajat panas atau derajat dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan beberapa tipe termometer. Energi matahari dalam bentuk elektromagnetik hanya kira-kira 20 % yang dapat diserap oleh atmosfer, sisanya diubah dulu oleh bumi menjadi sinar gelombang panjang. Perubahan energi ini terjadi dipermukaan daratan dan permukaan lautan yang dapat menyerap energi dari atmosfer secara jernih. Suhu merupakan energi kinetis rata-rata dari pergerakan molekul (Guslim, 1996). Temperatur sangat berperan penting dalam pembentukan tanah dan pertumbuhan tanaman. Suhu dapat mengendalikan aktivitas jasad hidup, tanaman dan kegiatan biologisnya. Apabila suhu udara rendah maka pertumbuhan tanaman akan lambat dan aktifitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik menjadi unsur hara terganggu. Suhu udara dapat dikendalikan dengan pembuangan air yang berlebih dalam tanah melalui pembuatan parit-parit drainase, perlindungan tanah dengan tanaman. Tanaman di dataran tinggi memiliki suhu udara rendah karena makin tinggi suatu tempat maka suhu udara rata-rata makin rendah yang dihitung dengan rumus Braak (1928) yaitu : 26,3 0 C - (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6oC ) (Guslim, 1996)
Universitas Sumatera Utara
1.2. Curah hujan Daerah tropik dekat ekuator mempunyai sirkulasi udara rendah dan tenaga angin dilautan minim. Berdasarkan curah hujan di Indonesia Oldeman (1975) mengelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering dalam satu tahun. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan >200 mm dan bulan kering mempunyai curah hujan < 100 mm, sedangkan menurut Schmidt dan Fergusson (1954) membuat klasifikasi iklim berdasarkan
curah
hujan yang berbeda yakni bulan basah >100 mm, dan bulan kering < 60 mm dan biasanya iklim ini yang digunakan untuk tanaman tahunan. Berdasarkan kriteria tersebut Schmidt dan Fergusson membagi zona iklim kedalam 5 kelas yaitu : A = sangat basah B = basah C = sedang D = kering E = sangat kering (Guslim, 1996). 2. Tekstur Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah. Berdasarkan atas perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan liat di dalam tanah. Tanah terdiri dari butir-butir tanah dengan berbagai ukuran. Bahan-bahan tanah yang lebih halus dapat dibedakan menjadi : < 0,002 mm (liat), 0,002-0,05 mm (debu) dan 0,05-0,2 mm (pasir) (Hardjowigeno, 1995). Tekstur adalah perbandingan relatif tiga golongan partikel tanah dalam suatu massa tanah, terutama perbandingan fraksi liat, debu, pasir. Tekstur turut
Universitas Sumatera Utara
menentukan tata air dalam tanah, berapa kecepatan infiltrasi, penetrasi, dan kemampuan pengikatan air oleh tanah. Tekstur diklasifikasikan atas : t1 = tanah bertekstur halus meliputi liat berpasir, liat berdebu, dan liat. t2 = tanah bertekstur agak halus meliputi lempung liat berpasir, lempung berliat,dan lempung liat berdebu. t3 = tanah bertekstur sedang meliputi lempung, lempung berdebu, dan debu. t4 = tanah bertekstur agak kasar meliputi lempung berpasir, lempung berpasir halus, dan lempung berpasir sangat halus. t5 = tanah bertekstur kasar meliputi pasir berlempung dan pasir. (Arsyad, 1989). 3. Kedalaman Efektif Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati penyebaran akar tanaman. Banyaknya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar, serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah dan bila tidak dijumpai akar tanaman, maka
kedalaman efektif
ditentukan
berdasarkan
kedalaman solum tanah (Hardjowigeno, 1995). Cara praktis penetapan bawah (kedalaman efektif) suatu solum tanah adalah melalui penyidikan pada kedalaman penetrasi perakaran tanaman yang tidak mempunyai lapisan padat yang dapat menghambat penetrasi akar, maka perakaran tanaman akan berpeluang menembus sampai perbatasan mineral tanah dan bahan geologis atau bukan tanah. (Foth, 1994) mengklasifikasikan kedalaman efektif sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Ke1 = > 90 cm (dalam) Ke2 = 50-90 cm (sedang) Ke3 = 25-50 cm (dangkal) Ke4 = < 25 cm (sangat dangkal) 4. Drainase Drainase adalah pengumpulan dan pembuangan air dari tanah. Kelas drainase di lapangan ditentukan dengan melihat adanya gejala-gejala pengaruh air dalam penampang tanah. Gejala-gejala tersebut antara lain : warna pucat, kelabu atau adanya bercak-bercak karatan. Warna pucat atau kelabu kebiru-biruan menunjukkan adanya pengaruh genangan air yang kuat, sehingga menunjukkan bahwa udara masih dapat masuk ke dalam tanah sehingga terjadi oksidasi (Hardjowigeno, 1995). Tujuan utama drainase di lahan pertanian adalah menurunkan muka air untuk meningkatkan kedalaman dan efektifitas perakaran. Hal ini berarti bahwa jumlah hara yang mungkin dapat diserap oleh tanaman dapat dipertahankan pada level yang tinggi dengan hilangnya kelebihan air karena drainase akan mengakibatkan turunnya panas tanah sehingga menurunkan jumlah energi untuk menaikkan suhu tanah (Hakim dkk, 1986). Drainase dapat diklasifikasikan sebagai berikut : d1 = baik (tidak dijumpai karatan besi dan tidak cukup basah) d2 = agak baik (tidak dijumpai karatan besi dan basah di permukaan) d3 = agak terhambat (tidak dijumpai karatan besi dan basah sampai pada kedalaman > 25 cm)
Universitas Sumatera Utara
d4 = terhambat (tanah yang basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan) d5 = sangat terhambat (tanah yang basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan). (Arsyad, 1989) 5. Kemiringan Lereng Kemiringan
lereng
diperhatikan, sejak
dari
penanamannya,
merupakan penyiapan
faktor
yang
lahan
sangat
perlu
pertanian,
untuk usaha
pengambilan produk-produk serta pengawetan lahan, karena
lahan yang mempunyai kemiringan dapat lebih mudah terganggu atau rusak, lebih-lebih bila derajat kemiringannya besar. Tanah yang mempunyai kemiringan akan selalu dipengaruhi curah hujan. Akibatnya terjadi gangguan
kelongsoran
tanah dan terhanyut lapisan-lapisan tanah yang subur (Kartasapoetra,1989). Land slope atau kemiringan lahan merupakan faktor yang sangat perlu di perhatikan sejak dari penyiapan lahan pertanian, karena lahan yang mempunyai kemiringan curam dapat dikatakan lebih mudah terganggu atau rusak. Kemiringan lahan sangat mempengaruhi tingkat erosi, karena semakin tinggi kemiringan lereng maka tingkat erosi sangat besar yang menyebabkan banjir, salah satu upaya untuk mengurangi tingkat bahaya erosi pada kemiringan lahan dengan cara pembuatan teras (Kartasapoetra, 1991) Kemiringan lereng dapat diklasifikasikan sebagai berikut : L1 = < 3% (datar) L2 = 3 sampai 8% (agak landai) L3 = 8 sampai 15% (landai)
Universitas Sumatera Utara
L4 = 15 sampai 30% (bergelombang) L5 = 30 sampai 40% (bergunung/berbukit) L6 = 40 sampai 60% (curam) L7 = > 60% (sangat curam) (Arsyad, 1989) 7. Bahaya Erosi Erosi merupakan pengikisan atau kelongsoran dari proses penghanyutan tanah akibat desakan atau kekuatan angin dan air yang terjadi secara alamiah maupun akibat perbuatan manusia. (Kartasapoetra,dkk, 1991) menyatakan bahwa tahap-tahap erosi yang terjadi di lapangan yaitu : 1. Pemecahan agregat-agregat tanah ke dalam partikel-partikel tanah yang disebut butiran tanah yang kecil. 2. Pemindahan partikel-partikel tanah melalui penghanyutan atau kekuatan angin. 3. Pengendapan partikel-partikel tanah yang terangkut ke tempat yang lebih rendah atau dasar sungai. Kelas erosi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : E0 = < 0,15% (sangat ringan) E1 = 0,15 - 0,9% (ringan) E2 = 0,9 - 1,8% (sedang) E3 = 1,8 - 4,8% (berat) E4 = > 4,8% (sangat berat) (Arsyad, 1989)
Universitas Sumatera Utara
7. Bahaya Banjir Ancaman banjir sangat perlu diperhatikan dalam pengelolaan lahan pertanian
karena
sangat
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan
tanaman.
(Hardjowigeno, 1995) mengelompokkan bahaya banjir sebagai berikut : f0 = tidak ada banjir dalam periode satu tahun. f1 = ringan yaitu dalam periode kurang dari satu bulan banjir bisa terjadi dan bisa tidak. f2 = sedang yaitu selama 1 bulan dalam setahun terjadi banjir. f3 = agak berat yaitu selama 2-5 bulan dalam setahun dilanda banjir. f4 = berat yaitu selama 6 bulan lebih dalam setahun dilanda banjir. 8. Penyiapan Lahan 8.1. Batuan Permukaan Terdapatnya batu-batuan baik dipermukaan maupun di dalam tanah dapat mengganggu perakaran tanaman serta mengurangi kemampuan tanah untuk berbagai penggunaan. Oleh karena itu jumlah dan ukuran batuan yang ditemukan perlu dicatat dengan baik (Hardjowigeno, 1995). Batuan permukaan adalah batuan yang tersebar diatas permukaan tanah dan berdiameter lebih besar dari 25 cm berbentuk bulat atau bersumbu memanjang lebih dari 40 cm berbentuk gepeng. (Arsyad, 1989) mengelompokkan penyebaran batuan diatas permukaan tanah sebagai berikut : b0 = < 0,01% luas areal (tidak ada) b1 = 0,01 - 3% (sedikit) b2 = 3 - 15% (sedang)
Universitas Sumatera Utara
b3 = 15 - 90% (banyak) b4 = > 90% (sangat banyak) Batuan singkapan adalah batuan terungkap diatas permukaan tanah yang merupakan bagian dari batuan besar yang terbenam didalam tanah. (Arsyad,1989) mengelompokkan penyebaran batuan singkapan sebagai berikut : b0 = < 2% (tidak ada) b1 = 2 - 10% (sedikit) b2 = 10 - 50% (sedang) b3 = 50 - 90% (banyak) b4 = > 90% (sangat banyak) Sifat Kimia Tanah 1. Kemasaman Tanah Nilai pH tanah sesungguhnya dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah yang kompleks sekali. Namun, yang menonjol antara lain : kejenuhan basa, sifat misel (koloid) dan macam kation yang terjerap (Hakim, dkk, 1986). Kisaran pH tanah dapat dibatasi pada dua ekstrim. Kisaran pH tanah mineral biasanya terdapat antara pH 3,5 – 10 atau lebih. Untuk tanah gambut pH tanah dapat kurang dari 3, sebaliknya tanah alkalis bisa menunjukan pH lebih dari 11. Kemasaman tanah yang sangat rendah dapat ditingkatkan dengan menebarkan kapur pertanian, sedangkan dengan penambahan diketahui
pH
yang
sulfur. Sebelum
terlalu
tinggi
pengapuran,
dapat pH
diturunkan tanah
harus
terlebih dahulu (Novizan, 2002).
Pengaruh pH tanah yang utama bersifat hayati. Dimana pengaruh pH umumnya terbesar pada pertumbuhan tanaman adalah pengaruh pH terhadap
Universitas Sumatera Utara
persediaan hara. Persediaan atau kelarutan beberapa hara tanaman berkurang dengan peningkatan pH tanah (Foth, 1998) Kemasaman tanah (pH) dapat dikelompokkan sebagai berikut : pH < 4,5 (sangat masam)
pH 6,6 - 7,5 (netral)
pH 4,5 - 5,5 (masam)
pH 7,6 - 8,5 (agak alkalis)
pH 5,6 - 6,5 (agak masam)
pH >8,5 (alkalis)
(Arsyad,1989) 2. C - Organik Sisa tanaman atau binatang mula-mula tetap berada di atas (disebut horison O) atau didalam tanah. Setelah sisa-sisa organisme ini tercampur dengan bagian mineral tanah akibat kegiatan organisme hidup, maka awal dari pembentukan horison-horison tanah terjadi. Tanah lapisan atas ini menjadi berwarna lebih gelap dan terbentuk struktur tanah yang lebih stabil sebagai pengaruh dari bahan organik tersebut (Hardjowigeno, 1997). Bahan organik memainkan banyak peran penting dalam tanah. Karena bahan organik tanah berasal dari sisa – sisa tumbuhan, bahan organik tanah pada mulanya mengandung semua hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, bila persediaan hara
tanaman
meningkat
digunakan dalam tanah meningkat, akumulasi bahan organik
yang
dapat
tanah juga
meningkat (Tan, 1998). Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar hanya sekitar 3 – 5%, tetapi pengaruhnya terhadap sifat – sifat tanah besar sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat tanah dan akibatnya juga terhadap pertumbuhan tanaman adalah : -
Sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah
Universitas Sumatera Utara
-
Sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro lainnya
-
Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur – unsur hara (kapasitas tukar kation menjadi tinggi)
-
Sumber energi bagi mikroorganisme
-
Menambah kemampuan tanah
(Hardjowigeno, 1995). 4. Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation tanah didefinisikan sebagai kapasitas tanah untuk menyerap dan mempertukarkan kation. KTK biasanya dinyatakan dalam milliekivalen per 100 gram. Kation-kation yang berbeda dapat mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menukar kation yang dijerap (Tan, 1998). Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah. Karena unsur-unsur hara tersebut tidak mudah hilang tercuci oleh air (Hardjowigeno, 1995). Biasanya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri, antara lain : reaksi tanah atau pH tanah, tekstur atau jumlah liat, jumlah mineral liat, bahan organik, pengapuran dan pemupukkan (Hakim, dkk, 1986).
5. Kejenuhan Basa Kejenuhan basa (KB) merupakan suatu sifat yang berhubungan dengan KTK. Ia didefinisikan sebagai berikut : KB = (Basa–basa yang dapat dipertukarkan) x 100 % KTK
Universitas Sumatera Utara
Kejenuhan basa (KB) sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah. Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Pengapuran merupakan cara yang umum untuk meningkatkan kejenuhan basa (Tan, 1998). Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah, kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan basanya > 80%, kesuburan sedang jika kejenuhan basanya antara 50-80 %, dan tidak subur jika kejenuhan basanya < 50%. Suatu tanah dengan kejenuhan basa sebesar 80% akan melepaskan basa-basa yang dapat dipertukarkan lebih mudah dari pada tanah dengan kejenuhan basa 50%. Pengapuran merupakan cara yang umum untuk meningkatkan persen kejenuhan basa (Tan, 1998). Syarat Tumbuh Tanaman Kopi (coffea, sp) Tanaman kopi tumbuh dengan baik pada daerah-daerah yang terletak di antara 20o LU dan 20o LS. Berdasarkan data yang ada, Indonesia terletak di antara 5o LU dan 10o LS. Hal ini sberarti sangat ideal dan potensial bagi pengembangan tanaman kopi.( Anonimous, 2008) A. Iklim. 1. Tinggi Tempat dan Temperatur. Setiap jenis kopi memerlukan tinggi tempat dari permukaan laut dan temperatur yang berbeda-beda. Jenis Arabika dapat hidup pada 1000-1700 m diatas permukaan laut dengan suhu 16 -20ºC. Jenis Robusta dapat hidup pada 500-1000 m diatas permukaan laut tetapi yang baik 800 m diatas permukaan laut dengan suhu 20ºC. Pertanaman kopi arabika yang dekat
Universitas Sumatera Utara
permukaan laut banyak diserang penyakit karat daun, sedang ketinggian lebih dari 2000 m sering diganggu embun upas. Jenis Liberica dapat hidup baik didaratan rendah. 2. Curah Hujan. Curah hujan yang dibutuhkan tanaman kopi minimal dalam 1 tahun 10002000 mm, optimal 2000-3000 mm sedang di Indonesia curah hujan terletak 2000 - 3000 mm. Kopi robusta menghendaki musim kemarau 3-4 bulan, tetapi pada waktu itu harus sering ada hujan yang cukup. Musim kering dikehendaki maximal 1,5 bulan sebelum masa berbunga lebat, sedangkan masa kering sesudah berbunga lebat sedapat mungkin tidak melebihi dua minggu. Pohon kopi tidak tahan terhadap angin yang kencang, lebih-lebih dimusim kemarau, karena angin ini akan mempertinggi penguapan air dipermukaan tanah dan juga dapat mematahkan pohon pelindung, untuk mengurangi hal-hal tersebut ditepi-tepi kebun ditanam pohon penahan angin.(Sentani, 1991) B. Tanah. Syarat tanah yang dikehendaki adalah: - Mempunyai solum yang cukup dalam - Gembur dengan bahan organik yang cukup, karenanya sangat cocok ditanam pada tanah bekas hutan. - Keasaman (pH) tanah 5,5 - 6,5 - Air tanah cukup dalam. (Sentani, 1991)
Universitas Sumatera Utara