TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Survei tanah merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik dan biologi di lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan lahan umum maupun khusus. Survei merupakan sebagian dari proyek, sedangkan proyek adalah suatu rangkaian kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai sasaran tertentu dan membutuhkan banyak sarana. Oleh karena itu agar survei dapat mencapai sasaran dengan biaya dan waktu seoptimal mungkin, perlu dilakukan perencanaan survei (Abdullah, 1993 dalam Cibro, 2012). Tujuan utama survei tanah adalah (1) membuat semua informasi spesifik yang penting tentang tiap – tiap macam tanah terhadap penggunaannya dan sifat – sifat lainnya sehingga dapat di tentukan pengelolaannya, (2) menyajikan uraian satuan peta sedemikian rupa sehingga dapat di interpretasikan oleh orang – orang yang memerlukan fakta–fakta yang mendasar tentang tanah (Rayes, 2007). Dalam melakukan survei tanah, terdapat beberapa prinsip dasar yang harus dipahami yaitu satuan peta tanah dan satuan taksonomi. Satuan peta tanah merupakan satuan yang dibatasi di lapangan berdasarkan pada kenampakan bentang alam (landscape) sedangkan satuan taksonomi (satuan tanah) merupakan satuan yang diperoleh dari menentukan suatu selang sifat (range in characteristic) tertentu dari sifat – sifat tanah yang didefenisikan oleh suatu sisitem klasifikasi tanah. Setiap satuan peta tanah bisa berisi satu atau lebih satuan taksonomi tanah (Rayes, 2007). Beberapa sistem survei tanah yaitu: 1.
Sistem grid dilakukan pada lahan yang datar atau peta dasar kurang lengkap.
Universitas Sumatera Utara
2.
Sistem bebas dilakukan bila peta dasar dan peta penunjang lengkap berdasarkan hasil interpretasi foto udara dan atas dasar land sistem.
3.
Sistem sistematik dilakukan bila serupa dengan grid tetapi jarak pengamatannya tidak sama jauh serta peta dasar dan penunjang lengkap.
4.
Sistem bebas sistematik dilakukan untuk mengatasi kekurangan waktu pengamatan di lapangan, peta dasar dan data penunjang lengkap serta berdasarkan hasil interpretasi foto udara.
(Abdullah, 1993 dalam Toruan, 2005). Dalam pelaksanaan survei tanah, ada 3 tahap kegiatan yang perlu dilakukan agar survei tanah dapat berjalan lancar, sistematis, dan efektif yaitu: (1) Tahap persiapan (2) Tahap survei lapangan, yang dibedakan atas: a. Pra – survei b.
Survei utama
3. Analisis data dan pembuatan peta dan laporan (Rayes, 2006). Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan (Ritung dkk., 2007). Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan
Universitas Sumatera Utara
potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan– masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai (Ritung dkk., 2007). Struktur klasifikasi kesesuaian lahan dikenal 4 kategori yaitu dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah. Terdapat empat kategori, yaitu: 1. Ordo : Mencerminkan macam kesesuaian 2. Kelas : Mencerminkan tingkat kesesuaian dalam ordo 3. Sub kelas : Mencerminkan macam pembatas/macam perbaikan yang perlu 4. Unit : Mencerminkan perbedaan kecil dalam pengelolaan pada sub kelas Ordo : Menggambarkan apakah lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan lahan yang dipilih. Terdapat dua order yaitu: 1. Sesuai (S) : Lahan dapat digunakan secara lestari untuk suatu tujuan penggunaan tertentu tanpa atau dengan sedikit kerusakan terhadap sumberdaya alamnya, keuntungan memuaskan setelah diperhitungkan masukan yang diberikan.
Universitas Sumatera Utara
2. Tidak Sesuai (N) : Lahan memiliki pembatas sedemikian rupa sehingga mencegah penggunaannya untuk tujuan tertentu. Pertimbangan yang dipakai : a. Penggunaan lahan secara teknis tidak memungkinkan (irigasi, lereng) b. Ekonomis, input yang diberikan jauh lebih besar dibanding output. (Siswanto, 2006). Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Untuk kelas kesesuaian lahan dibagi menjadi 4 yaitu: Kelas S1 Sangat sesuai: Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata. Kelas S2 Cukup sesuai : Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini
akan
berpengaruh
terhadap
produktivitasnya,
memerlukan
tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri. Kelas S3 Sesuai marginal : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor
pembatas
ini
akan
sangat
berpengaruh
terhadap
produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta. Kelas N Lahan yang tidak sesuai karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi. (Ritung dkk., 2007).
Universitas Sumatera Utara
Metode Evaluasi Lahan Dalam evaluasi lahan, suatu daerah yang akan dievaluasi, harus dibagi kedalam beberapa satuan peta lahan (SPL) yang merupakan daerah yang dipetakan dengan karakteristik tertentu. Biasanya SPL ini, didasarkan atas satuan peta tanah (SPT) dari hasil survei tanah. Seperti halnya satuan peta tanah, maka satuan peta lahan (SPL) jarang yang benar – benar homogen, oleh karena itu dibedakan atas: -
SPL tunggal: mengandung hanya satu jenis lahan.
-
SPL majemuk: mengandung lebih dari satu jenis lahan.
( Rayes, 2007). Prosedur evaluasi lahan meliputi beberapa tahap yaitu: 1. Konsultasi awal, menjabarkan tujuan evaluasi, data yang tersedia sebagai dasar evaluasi. - Apa tujuan evaluasi - data dan asumsi yang dipakai sebagai dasar evaluasi - luas dan batas daerah yang dievaluasi - macam penggunaan yang direncanakan - pendekatan yang digunakan - jenis klasifikasi yang digunakan - intensitas dan skala penelitian - pentahapan proses evaluasi 2. Pernggunaan lahan (persyaratan dan pembatas), menginventarisir persyaratan penggunaan lahan yang telah ditetapkan dan mengidentifikasi pembatas penggunaan lahan yang ada.
Universitas Sumatera Utara
3. Satuan lahan dan kualitas lahan, pada tahap ini ditentukan satuan lahan yang akan digunakan sebagai batas satuan evaluasi. Satuan lahan ditentukan berdasarkan karakteristik tanah, produksi, penggunaan saat ini dan lain-lain. Setelah itu baru diikuti dengan perincian sifat dan kualitas lahan masingmasing satual evaluasi. Kualitas lahan dan persyaratan penggunaan lahan harus dalam intensitas atau skala yang sama. 4. Pembandingan Penggunaan Lahan dan Kualitas Lahan, evaluasi lahan pada dasarnya adalah penggabungan dan pembandingan berbagai data yang terkumpul dengan persyaratan penggunaan untuk menghasilkan klasifikasi kesesuaian lahan. Data yang digabungkan adalah: - Penggunaan lahan, persyaratan dan pembatasnya, - Satuan lahan dan kualitas lahan - Kondisi sosial dan ekonominya 5. Penutup, dalam prosedur ini yang dilakukan adalah: a. Analisa sosial ekonomi (perhitungan sistem usaha tani/studi kelayakan) b. Klasifikasi kesesuaian lahan c. Penulisan laporan (Siswanto, 2006). Tabel 1. Jenis usaha perbaikan karakteristik lahan aktual (saat ini) untuk menjadi potensial menurut tingkat pengelolaannya Kualitas/ Jenis Usaha Perbaikan Tingkat Karakteristik Lahan Pengelolaan 1. Rezim radiasi Panjang/lama Tidak dapat dilakuakan perbaikan penyinaran matahari 2. Rezim suhu Suhu rerata tahunan Tidak dapat dilakukan perbaikan Suhu rerata bulan Tidak dapat dilakukan perbaikan terdingin Suhu rerata bulan Tidak dapat dilakukan perbaikan -
Universitas Sumatera Utara
terpanas 3. Rezim kelembaban udara Kelembaban nisbi 4. Ketersediaan air Bulan kering Curah hujan 5. Media perakaran Drainase Tekstur Kedalaman efektif
6. Retensi hara KTK Ph 7. Ketersediaan hara N total P2O5 tersedia K2O dapat ditukar 8. Bahaya banjir Periode frekuensi
Tidak dapat dilakukan perbaikan
-
Sisitem irigasi/pengairan Sisitem irigasi/pengairan
Sedang, tinggi Sedang, tinggi
Perbaikan sistem drainase, seperti Sedang, tinggi pembuatan saluran drainase Tidak dapat dilakukan perbaikan Umumnya tidak dapat dilakukan Tinggi perbaikan kecuali pada lapisan padas lunak dan tipis dengan membongkarnya saat pengolahan tanah. Pengapuran atau bahan organik pengapuran Pengapuran Pemupukan Pemupukan Pemupukan
penambahan Sedang, tinggi
Sedang, tinggi
Pembuatan tanggul penahan banjir Tinggi serta pembuatan saluran drainase untuk mempercepat pengaturan air
9. Kegaraman Salinitas Reklamasi 10. Toksisitas Kejenuhan aluminium Pengapuran Lapisan pirit Pengaturan sisitem tata air tanah, tinggi permukaan air tanah harus di atas lapisan bahan sulfidik 11. Kemudahan Pengaturan kelembaban tanah pengolahan untuk mempermudah pengolahan tanah. 12. Terrain/potensi Tidak dapat dilakukan perbaikan mekanisasi 13. Bahaya erosi Usaha pengurangan laju erosi, pembuatan teras, peneneman sejajajr kontur, penanaman tanaman penutup tanah. Sumber : (Rayes, 2007).
Sedang, tinggi Sedang, tinggi Sedang, tinggi
Sedang, tinggi
Sedang, tinggi
Universitas Sumatera Utara
Keterangan:
Tingkat pengelolaan rendah: pengelolaan dapat dilakukan oleh petani dengan biaya yang relatif rendah.
Tingkat pengelolaan sedang: pengelolaan dapat dilakukan pada tingkat petani menengah, memerlukan modal yang cukup besar dab teknik pertanian sedang.
Tingkat pengelolaan tinggi: pengelolaan hanya dilakukan dengan modal yang relatif besar atau menengah.
Tabel 2. Asumsi tingkat perbaikan kualitas lahan aktual untuk menjadi potensial menurut tingkat pengelolaannya Kualitas/karakteristik lahan Tingkat pengelolaan 1. Rezim radiasi 2. Rezim suhu 3. Rezim lengas udara 4. Ketersediaan air + ++ Bulan kering + ++ Curah hujan 5. Media perakaran + ++ Drainase Tekstur + Kedalaman efektif + Gambut: kematangan + Gambut: ketebalan 6. Retensi hara + ++ KTK + ++ pH 7. Ketersediaan hara + ++ +++ N total + ++ +++ P2O5 tersedia + ++ +++ K2O dapat ditukar 8. Bahaya banjir + ++ Periode + ++ Frekuensi 9. Kegaraman
Universitas Sumatera Utara
Salinitas 10. Toksisitas Kejenuhan aluminium Lapisan pirit 11. Kemudahan pengolahan 12. Terrain/potensi mekanisasi 13. Bahaya Erosi Sumber: (Rayes, 2007).
-
+
++
-
+ + + +
++ ++ ++ + ++
Keterangan:
- tidak dapat dilakukan perbaikan
+ Perbaikan dapat dilakukan dan akan dihasilkan kenaikan satu kelas tingkat lebih tinggi (S3 menjadi S2)
++ Kenaikan kelas dua tingkat lebih tinggi (S3 menjadi S1)
+++ Kenaikan kelas tiga tingkat lebih tinggi (N1 menjadi S1)
Karakteristik Lahan Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Setiap karakteristik lahan yang digunakan secara langsung dalam evaluasi ada yang sifatnya tunggal dan ada yang sifatnya lebih dari satu karena mempunyai interaksi satu sama lainnya. Karakteristik lahan yang digunakan adalah: temperatur udara, curah hujan, lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, ketebalan gambut, kematangan gambut, kapasitas tukar kation liat, kejenuhan basa, pH H20, C-organik, salinitas, alkalinitas, kedalaman bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan, dan singkapan batuan. 1. Temperatur udara : merupakan temperatur udara tahunan dan dinyatakan dalam °C.
Universitas Sumatera Utara
2. Curah hujan : merupakan curah hujan rerata tahunan dan dinyatakan dalam mm. 3. Lamanya masa kering : merupakan jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun dengan jumlah curah hujan kurang dari 60 mm. 4. Kelembaban udara : merupakan kelembaban udara rerata tahunan dan dinyatakan dalam %. 5. Drainase : merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah. 6. Tekstur : menyatakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan ukuran <2 mm. 7. Bahan kasar : menyatakan volume dalam % dan adanya bahan kasar dengan ukuran >2 mm. 8. Kedalaman tanah : menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat dipakai untuk perkembangan perakaran dari tanaman yang dievaluasi. 9. Ketebalan gambut : digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tebalnya lapisan gambut dalam cm dari permukaan. 10. Kematangan gambut : digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tingkat kandungan seratnya dalam bahan saprik, hemik atau fibrik, makin banyak seratnya menunjukkan belum matang/mentah (fibrik). 11. KTK liat : menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi liat. 12. Kejenuhan basa : jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g contoh tanah.
Universitas Sumatera Utara
13. Reaksi tanah (pH) : nilai pH tanah di lapangan. Pada lahan kering dinyatakan dengan data laboratorium atau pengukuran lapangan, sedang pada tanah basah diukur di lapangan. 14. C-organik : kandungan karbon organik tanah. 15. Salinitas : kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan oleh daya hantar listrik. 16. Alkalinitas : kandungan natrium dapat ditukar. 17. Kedalaman bahan sulfidik : dalamnya bahan sulfidik diukur dari permukaan tanah sampai batas atas lapisan sulfidik. 18. Lereng : menyatakan kemiringan lahan diukur dalam %. 19. Bahaya erosi : bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion), atau dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) per tahun. 20. Genangan : jumlah lamanya genangan dalam bulan selama satu tahun. 21. Batuan di permukaan : volume batuan (dalam %) yang ada di permukaan tanah/lapisan olah. 22. Singkapan batuan : volume batuan (dalam %) yang ada dalam solum tanah. 23. Sumber air tawar : tersedianya air tawar untuk keperluan tambak guna mempertahankan pH dan salinitas air tertentu. 24. Amplitudo pasang-surut : perbedaan permukaan air pada waktu pasang dan surut (dalam meter).
Universitas Sumatera Utara
25. Oksigen : ketersediaan oksigen dalam tanah untuk keperluan pertumbuhan tanaman/ikan. (Djaenudin dkk.,2011). Karakteristik lahan yang merupakan gabungan dari sifat-sifat lahan dan lingkungannya diperoleh dari data yang tertera pada legenda peta tanah dan uraiannya, peta/data iklim dan peta topografi/elevasi. Karakteristik lahan diuraikan pada setiap satuan peta tanah (SPT) dari peta tanah, yang meliputi: bentuk wilayah/lereng, drainase tanah, kedalaman tanah, tekstur tanah (lapisan atas 0-30 cm, dan lapisan bawah 30-50 cm), pH tanah, KTK liat, salinitas, kandungan pirit, banjir/genangan dan singkapan permukaan (singkapan batuan di permukaan tanah). Data iklim terdiri dari curah hujan rata-rata tahunan dan jumlah bulan kering, serta suhu udara diperoleh dari stasiun pengamat iklim. Data iklim juga dapat diperoleh dari peta iklim yang sudah tersedia, misalnya peta pola curah hujan, peta zona agroklimat. Peta-peta iklim tersebut biasanya disajikan dalam skala kecil, sehingga perlu lebih cermat dalam penggunaannya untuk pemetaan atau evaluasi lahan skala yang lebih besar, misalnya skala semi detail (1:25.000-1:50.000) (Ritung dkk., 2007). Sifat Fisik Tanah Drainase tanah Drainase tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah atau keadaan
tanah
yang
menunjukkan
lamanya
dan
seringnya
jenuh
air
(Sastrohartono, 2011). Parameter kondisi drainase perlu dicatat dalam kaitannya untuk penentuan klasifikasi baik kemampuan maupun kesesuaian lahan. Parameter ini dibutuhkan mengingat pengaruhnya yang besar pada pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
tanaman. Keterkaitan parameter ini dengan parameter fisik lainnya cukup besar. Pada daerah aluvial biasanya mempunyal drainase yang relatif jelek daripada pada daerah miring. Namun demikian pada lereng bukit yang bentuknya kompleks, dimungkinkan adanya cekungan atau dataran di sepanjang lereng tersebut, sehingga kondisi drainase di cekungan maupun dataran di lereng akan berbeda dengan kondisi drainase umum di lereng tersebut. Kondisi drainase pada lahan dengan batuan induk kapur akan berbeda dengan batuan vulkanik, karena kapur dapat meloloskan air, sedangkan batuan induk vulkanik umumnya didominasi oleh tekstur halus yang sulit dilalui air (Siswanto, 2006). Kelas drainase tanah dibedakan dalam 7 kelas sebagai berikut: 0. Sangat terhambat (very poorly drained), tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan. 1. Terhambat (poorly drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan. 2. Agak terhambat (somewhat poorly drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah,
Universitas Sumatera Utara
tanah basah sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai ≥ 25 cm. 3. Agak baik (moderately well drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan air rendah, tanah basah dekat ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai ≥ 50 cm. 4. Baik (well drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai ≥ 100 cm. 5. Agak cepat (somewhat excessively drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian tanaman kalau tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi). 6. Cepat (excessively drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).
Universitas Sumatera Utara
(Djaenudin dkk., 2011). Kedalaman tanah Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus oleh akar tanaman. Lapisan tersebut dapat berupa kontak lithik, lapisan keras, padat liat, padas rapuh atau lapisan phlintit (Rayes, 2007). Kedalaman tanah, dibedakan menjadi: Sangat dangkal : < 20 cm Dangkal
: 20 - 50 cm
Sedang
: 50 - 75 cm
Dalam
: > 75 cm
(Ritung dkk., 2007). Tekstur tanah Tekstur adalah perbandingan relatif fraksi pasir, debu dan liat yang menyusun massa tanah. Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah, berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikat air oleh tanah. Pembatasan ketiga fraksi maisng-masing terkstur tanah dapat digambarkan dalam segitiga tekstur (trianguler texture). Titik sudutnya menunjukkan 100 % salah satu fraksi, sedangkan tiap sisi mengambarkan % berat masing-masing fraksi mulai 0 % samapai 100 %. Segitiga ini terbagi atas 13 bidang yang menunjukkan masing - masing terkstur tanah. Sebagai contoh 35 % liat + 40 % debu + 25 % pasir termasuk tekstur tanah lempung berliat, sedangkan 10 % liat + 5 % debu + 85 % pasir termasuk pasir berlempung (Mega dkk., 2010). Pengelompokan kelas tekstur yang digunakan pada adalah:
Universitas Sumatera Utara
Halus (h)
: Liat berpasir, liat, liat berdebu
Agak halus (ah) : Lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu Sedang (s)
: Lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu
Agak kasar (ak) : Lempung berpasir Kasar (k)
: Pasir, pasir berlempung
Sangat halus (sh) : Liat (tipe mineral liat 2:1) (Ritung dkk., 2007). Tekstur adalah merupakan gabungan komposisi fraksi tanah halus (diameter ≤ 2 mm) yaitu pasir, debu dan liat. Tekstur dapat ditentukan di lapangan seperti disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Menentukan kelas tekstur di lapangan No. Kelas Tekstur 1
Pasir (S)
2
Pasir berlempung (LS) Lempung berpasir (SL)
3
4
Lempung (L)
5
Lempung berdebu (SiL)
6
Debu (Si)
7
Lempung berliat (CL)
8
Lempung liat berpasir (SCL)
Sifat Tanah
Sangat kasar sekali, tidak membentuk bola dan gulungan, serta tidak melekat Sangat kasar, membentuk bola yang mudah sekali hancur, serta agak melekat. Agak kasar, membentuk bola agak kuat tapi mudah hancur, serta agak melekat. Rasa tidak kasar dan tidak licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, dan melekat. Licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak melekat. Rasa licin sekali, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak melekat. Rasa agak kasar, membentuk bola agak teguh (lembab), membentuk gulungan tapi mudah hancur, serta agak melekat. Rasa kasar agak jelas, membentuk bola agak teguh (lembab), membentuk gulungan tetapi mudah hancur, serta melekat.
Universitas Sumatera Utara
9
Lempung liat berdebu (SiCL)
Rasa licin jelas, membentuk bola teguh, gulungan mengkilat, melekat.
10
Liat berpasir (SC)
Rasa licin agak kasar, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung, serta melekat. Rasa agak licin, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung, serta melekat. Rasa berat, membentuk bola sempurna, bila kering sangat keras, basah sangat melekat.
11 12
Liat berdebu (SiC) Liat (C)
Sumber : (Djaenudin dkk., 2011). Bahaya banjir Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman banjir (X) dan lamanya banjir (Y). kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara dengan penduduk setempat lapangan. Bahaya banjir dengan simbol Fx,y. Dimana x adalah simbol kedalaman air genangan, dan y adalah lamanya banjir. (Ritung dkk, 2007). Tabel 4. Kelas bahaya banjir Kelas bahaya Simbol banjir F0 Tidak ada
F1
Ringan
F2
Sedang
F3
Agak berat
F4
Berat
Kedalaman banjir (x) (cm) Dapat diabaikan <25 25 – 50 50 - 150 <25 25 – 50 50 - 150 >150 <25 25 – 50 50 - 150 <25 25 – 50 50 – 150 >150 >150 >150
Lama banjir (y) (bulan/tahun) Dapat diabaikan <1 <1 <1 1–3 1–3 1–3 <1 3–6 3–6 3–6 >6 >6 >6 1–3 3–6 >6
Universitas Sumatera Utara
Sumber : (Ritung dkk., 2007). Bahan kasar Bahan kasar adalah merupakan modifier tekstur yang ditentukan oleh jumlah persentasi kerikil, kerakal, atau batuan pada setiap lapisan tanah, dibedakan menjadi: sedikit
: < 15%
sedang
: 15 - 35%
banyak
: 35 - 60%
sangat banyak : > 60% (Djaenudin dkk., 2011) Sifat Kimia Tanah Kapasitas tukar kation (KTK) Kapasitas tukar kation (KTK) atau Cation Exchange Capacity (CEC) adalah kemampuan suatu koloid tanah untuk mengadsorbsi kation dan mempertukarkanya. Pada hakikatnya KTK merupakan jumlah muatan negatif pada koloid tanah serta jumlah kation yang dapat diadsorbsi dan dipertukarkan (Mukhlis dkk., 2011). Nilai KTK suatu tanah dipengaruhi oleh sifat dan jumlah fraksi liat dan bahan organik disamping pH larutan pengekstrasinya. Tanah yang bertekstur halus mempunyai nilai KTK nisbi lebih besar daripada yang bertekstur kasar. Demikian juga tanah yang banyak mengandung mineral liat tipe 2 : 1, mempunyai nilai KTK yang lebih besar daripada tanah yang mengandung mineral liat tipe 1 : 1. Umumnya nilai KTK mineral liat tipe 1 : 1 berlisar antara 10 – 20 me/100g; tipe 2 : 1 berkisar antara 40 – 80 me/100 g; dan koloid organik mempunyai nilai
Universitas Sumatera Utara
KTK antara 100 – 200 me/100 g atau lebih besar dari nilai tersebut (Damanik dkk., 2010). Kejenuhan basa (KB) Kejenuhan basa merupakan suatu sifat yang berhubungan dengan KTK. Terdapat juga korelasi positif antara % kejenuhan basa dan pH tanah. Umumnya, terlihat bahwa kejenuhan basa tinggi jika pH tanah tinggi. Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah. Kemudian pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan basanya ≥ 80%, berkesuburan sedang jika kejenuhan basanya antara 50 dan 80%, dan tidak subur jika kejenuhan basanya ≤ 50% (Tan, 1998). pH tanah pH tanah didefenisikan sebagai kemasaman atau kebasaan relatif suatu bahan. Skala pH
mencakup dari nilai 0 (nol) hingga 14. Nilai pH 7 dikatakan
netral. Dibawah nilai pH 7 dikatakan asam, sedangkan diatas 7 dikatakan basa (Winarso, 2005). Penentuan pH tanah dalam klasifikasi dan pemetaan tanah diperlukan untuk menaksir lanjut tidaknya perkembangan tanah, respon tanah terhadap pemupukan, kebutuhan kapur dan lain-lainnya. Penentuan pH tanah dapat dikerjakan secara ekeltrometrik dan kolorimetrik. Pengukuran pH tanah di lapang biasanya digunakan cara yang sederhana yaitu dengan lakmus atau pH stick (Mega dkk., 2010). Kemasaman tanah (pH) dapat dikelompokkan sebagai berikut : pH < 4,5 (sangat masam) pH 4,5 – 5,5 (masam)
Universitas Sumatera Utara
pH 5,6 – 6,5 (agak masam) pH 6,6 – 7,5 (netral) pH 7,6 – 8,5 (agak alkalis) pH > 8,5 (alkalis) (Ritung dkk., 2007). C-organik Tanah Bahan organik tanah dapat didefinisikan sebagai sisa – sisa tanaman dan hewan di dalam tanah pada berbagai pelapukan dan terdiri dari baik masih hidup maupun mati. Di dalam tanah dapat berfungsi atau dapat memperbaiki baik sifat fisika, kimia, dan biologi tanah. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan bahan organic kedalam tanah lebih kuat pengaruhnya kearah perbaikan sifat – sifat tanah, dan bukan khususnya untuk meningkatkan unsur hara di dalam tanah. Sebagai contoh Urea kadar N 46% sedangkan bahan organik mempunyai kadar N < 3%, sangat jauh perbedaan kadar unsur N. Akan tetapi urea hanya menyumbangkan 1 unsur hara yaitu N sedangkan bahan organik memberikan hampir semua unsur yang dibutuhkan tanaman dalam perbandingan yang relatif seimbang, walaupun kadarnya sangat kecil (Winarso, 2005). Beberapa keuntungan bahan organik tanah berikut ini bagi pertanian tanpa pupuk: 1. Bahan organik menyediakan sebagian besar nitrogen dan belerang serta setengah dari fosfor diserap oleh tanaman yang tidak diberi pupuk. Pola laju– bebas lambat dari pemineralan nitrogen dan belerang memberikan keuntungan yang pasti, melebihi pupuk yang melarut.
Universitas Sumatera Utara
2. Bahan organik menyediakan sebagian besar daya tukar kation tanah sangat lapuk yang asam. 3. Dengan membentuk gabungan dengan bahan organik, oksida amorf tidak mengkristal. Penambahan fosfor oleh oksida ini turun karena radikal organik yang menghalangi muatan tambatan. 4. Bahan
organik
membantu
pengagregatan
tanah,
dengan
demikian
memperbaiki sifat fisika tanah dan mengurangi kerentanan terhadap pengikisan pada tanah pasiran. 5. Bahan organik mengubah sifat menambat air, terutama pada tanah pasiran. Ghana daya tanah untuk menambat air menurun dari 57 menjadi 37 persen apabila bahan organik menurun dari 5 menjadi 3 persen. 6. Bahan organik dapat membentuk gabungan dengan unsur hara mikro yang mencegah pencucian unsur tersebut. (Sanchez, 1992). Bahaya Erosi Erosi adalah proses dua tahap yang terdiri dari pelepasan partikel individu dari massa tanah dan mengangkut mereka karena disebabkan oleh air dan angin. Ketika energi yang cukup tidak lagi tersedia untuk mengangkut partikel fase ketiga, pengendapan terjadi. Keparahan erosi tergantung pada jumlah bahan penyebab erosi yang dilepaskan dan kekuatan mengangkutnya yang menyebabkan longsor (Morgan, 1986). Tingkat Bahaya Erosi (TBE) adalah perkiraan jumlah tanah yang hilang maksimum yang akan terjadi pada suatu lahan, bila pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi tanah tidak mengalami perubahan. Analisis TBE secara
Universitas Sumatera Utara
kuantitatif dapat menggunakan formula yang dirumuskan oleh Wischmeier dan Smith
(1978)
berupa
rumus
Universal
Soil
Loss
Equation
(USLE)
(Herawati, 2010). Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan keadaan lapangan, yaitu dengan cara memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi tingkat bahaya erosi yang relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang dicirikan oleh masih adanya horizon A. Horizon A biasanya dicirikan oleh warna gelap karena relatif mengandung bahan organik yang cukup banyak (Djaenudin dkk., 2011). Tabel 5. Tingkat bahaya erosi Tingkat bahaya erosi Jumlah tanah permukaan yang hilang (cm/tahun) Sangat ringan (sr) Ringan (r) Sedang (s) Berat (b) Sangat berat (sb)
< 0,15 0,15 - 0,9 0,9 - 1,8 1,8 - 4,8 > 4,8
Sumber : (Djaenudin dkk., 2011). Perhitungan (Prediksi) Laju Erosi Metode USLE Prediksi erosi dengan metode USLE diperoleh dari hubungan antara faktor-faktor penyebab erosi itu sendri yaitu: A = R * K * L *S * C * P Dimana: A = Banyaknya tanah tererosi (ton ha-1 yr-1) R = faktor curah hujan dan aliran permukaan (Erosivitas) (MJ mm ha-1 hr-1 yr-1)
Universitas Sumatera Utara
K = faktor erodibilitas tanah (ton ha hr MJ-1 mm-1 ha-1) LS = faktor panjang dan kemiringan lereng (dimensionless) C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman (dimensionless) P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (dimensionless) (As-syakur, 2008). a. Faktor Erosivitas Hujan (R) Erosivitas (R) hujan adalah daya erosi hujan pada suatu tempat. Nilai erosivitas hujan dapat dihitung berdasarkan data hujan yang diperoleh dari penakar hujan otomatik dan dari penakar hujan biasa. Adapun persamaan yang digunakan dalam untuk menentukan tinggkat erosivitas hujan dalam penelitian ini adalah (Bols, 1978 dalam Arsyad, 1989 dalam As-syakur, 2008): R = 6,119 (RAIN)1,21(DAY S)-0;47(MAXP)0;53 Keterangan : -
R adalah indeks erosivitas rata-rata bulanan
-
RAIN adalah curah hujan rata-rata bulanan (cm)
-
DAYS adalah jumlah hari hujan rata-rata perbulan
-
MAXP adalah curah hujan maksimum selama 24 jam dalam bulan bersangkutan
(As–syakur, 2008). b. Faktor Erodibilitas Tanah (K) Erodibilitas adalah kemampuan tanah untuk menahan energi kinetik air hujan. Indeks erodibilitas menyatakan laju erosi per indeks erosivitas hujan. Indeks erodibilitas tanah dihitung dengan persamaan Wischmeier dan Smith (1978) berikut:
Universitas Sumatera Utara
K = 1,292[2,1 M1,14(10-4)(12 - a) + 3,25 (b - 2) + 2,5 (c - 3)] 100 keterangan: K : indeks erodibilitas tanah M : (% debu + % pasir sangat halus) x (100 - % lempung) a : persentase bahan organik (% C-organik x 1,724) b : kode struktur tanah c : kelas permeabilitas profil tanah (Indriati, 2012). c. Faktor Topografi (LS) Faktor panjang lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 72,6 kaki (22.13 m) di bawah keadaan yang identik. Sedangkan faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik. Secara umum persamaan untuk menentukan panjang lereng adalah Laen and Moldenhauer (2003): L = ( )m Dimana L adalah faktor panjang lereng,
adalah panjang lereng (m) dan m
adalah eksponensial dari panjang lereng yang berkisar antara 0.2-0.6, di Indonesia yang sering digunakan adalah nilai 0.5 (As-syakur, 2008). Suatu persamaan untuk mencari nilai LS dengan memanfaatkan data DEM pada SIG. Adapun persamaan itu adalah: LS = (X * CZ/22,13)0,4 * (sin /0,0896)1,3 Dimana:
Universitas Sumatera Utara
LS
= Faktor Lereng
X
= Akumulasi Aliran
CZ
= Ukuran pixel = Kemiringan lereng (%)
(As-syakur, 2008). Akumulasi aliran merupakan nilai pixel yang dipengaruihi oleh aliran dari pixel dilereng atas. Pengolahan data DEM untuk mendapatkan nilai LS didalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak ArcView 3.3 dengan bantuan extensions Spatial Analyst dan Terrain Analysis (As-syakur, 2008). d. Faktor Penutup dan Konservasi Tanah (CP) -
Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman (C) yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besar- nya erosi dari tanah yang identik dan tanpa tanaman.
-
Faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (P) yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus seperti pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik.
(As-syakur, 2008). Syarat Tumbuh Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica) Kondisi lingkungan tumbuh tanaman kopi yang paling berpengaruh terhadap produktivitas tanaman kopi adalah tinggi tempat dan tipe curah hujan.
Universitas Sumatera Utara
Sebab itu, jenis tanaman kopi yang ditanam harus disesuaikan dengan kondisi tinggi tempat dan curah hujan di daerah setempat (Ernawati dkk., 2008). Kopi di Indonesia saat ini umumnya dapat tumbuh baik pada ketinggian tempat di atas 700 m diatas permukaan laut (dpl). Dalam perkembangannya dengan adanya introduksi beberapa klon baru dari luar negeri, beberapa klon saat ini dapat ditanam mulai di atas ketinggian 500 m dpl. Kopi Arabika baik tumbuh dengan citarasa yang bermutu pada ketinggian di atas 1000 m dpl (Prastowo dkk., 2010). Curah hujan yang sesuai untuk kopi seyogyanya adalah 1500 – 2500 mm per tahun, dengan rata-rata bulan kering 1-3 bulan dan suhu rata-rata 15 - 25 derajat celcius
dengan
lahan
kelas
S1
atau
S2
(Puslitkoka, 2006 dalam Prastowo dkk., 2010). Ketinggian tempat penanaman akan berkaitan juga dengan citarasa kopi. Kopi arabika dapat tumbuh baik pada kondisi iklim dan tanah yang optimum untuk tumbuh dengan suhu udara harian 15oC – 24oC, curah hujan rata – rata 2.000 – 4.000 mm/tahun. Jumlah bulan kering yang optimal yaitu 1 – 3 bulan/tahun, pH
tanah 5,3 – 6,0, memiliki
kandungan bahan oranik minimal 2%, kedalaman tanah efektif >100 cm dengan kemiringan tanah maksimum 40% (Ernawati dkk., 2008). Syarat Tumbuh Tanaman Strawberi (Fragaria vesca Linn.) Tanaman strawberi (Fragaria vesca Linn.) dapat tumbuh pada kondisi iklim sebagai berikut: 1) Tanaman stroberi dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan 600 -700 mm/tahun.
Universitas Sumatera Utara
2) Lamanya penyinaran cahaya matahari yang dibutuhkan dalam pertumbuhan adalah 8–10 jam setiap harinya. 3) Stroberi adalah tanaman subtropis yang dapat beradaptasi dengan baik di dataran tinggi tropis yang memiliki temperatur 17–20oC. 4) Kelembaban udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman stroberi antara 80- 90%. (Prihatman, 2000). Strawberi jika ditanam di kebun, tanah yang dibutuhkan adalah tanah liat berpasir, subur, gembur, mengandung banyak bahan organik, tata air dan udara baik. Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang ideal untuk budidaya stroberi di kebun adalah 5.4 - 7.0, sedangkan untuk budidaya di pot adalah 6,5 – 7,0. Jika ditanam dikebun maka kedalaman air tanah yang disyaratkan adalah 50 - 100 cm dari permukaan tanah. Jika ditanam di dalam pot, media harus memiliki sifat poros, mudah merembeskan air dan unsur hara selalu tersedia. Ketinggian tempat yang memenuhi syarat iklim tersebut adalah 1.000 - 1.500 meter diatas permukaan laut (Prihatman, 2000).
Universitas Sumatera Utara