2 TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan Wisata Dalam UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dinyatakan bahwa wisata merupakan kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Perjalanan merupakan istilah umum yang dilekatkan pada wisata, sehingga Coltman (1989) mendefinisikan wisata sebagai perjalanan yang melingkar, dimulai dari suatu titik tertentu dan pada akhirnya berakhir di tempat itu juga dengan mengikuti rencana perjalanan (itinerary) tertentu. Wisata merupakan suatu produk yang unik karena terdiri atas komponen yang bersifat nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible). Komponen yang nyata contohnya antara lain adalah makanan yang disajikan di suatu rumah makan, atau perlengkapan kamar di suatu hotel. Sementara komponen yang tidak nyata misalnya adalah kualitas pelayanan dari suatu perusahaan penerbangan, atau pemandangan indah di pegunungan. Manfaat dari komponen tidak nyata tidak secara langsung diperoleh oleh pengguna tetapi baru dapat dirasakan setelah pengguna melakukan kegiatan tersebut. Dengan kata lain, produk wisata merupakan kombinasi dari berbagai komponen yang memberikan pengalaman dan kepuasan total bagi konsumen (Coltman 1989). Hal ini menyebabkan wisata harus dikemas secara menarik agar dapat menarik perhatian calon penggunanya. Upaya untuk mengupayakan kemasan yang menarik dan sesuai dengan keinginan pengguna dilakukan melalui kegiatan perencanaan yang baik. Perencanaan merupakan fungsi pertama dan yang paling mendasar dalam manajemen. Terkait dengan wisata, perencanaan yang baik dapat menjadi pedoman penyelenggaraan kegiatan sekaligus menjadi alat ukur keberhasilan penyelenggaraan kegiatan. Terdapat banyak pendekatan yang dapat digunakan oleh seorang perencana. Pendekatan perencanaan wisata apapun yang digunakan oleh seorang perencana, pembuatan suatu program wisata pada dasarnya menggabungkan antara ilmu pengetahuan dengan cita rasa seni dari perencana tersebut agar dapat menciptakan program yang menarik. Program wisata yang menarik akan berujung pada keputusan membeli produk, yang merupakan harapan dari semua perencana wisata. Pada penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah aspek supply dan demand. Aspek supply dan demand menjadi pokok yang harus dapat ditemukan sebagaimana dinyatakan Avenzora (2008), bahwa perencanaan wisata merupakan suatu upaya untuk mempertemukan aspek demand dan supply melalui pendekatan yang obyektif, yang dirancang dengan sentuhan seni, rasa, pengetahuan dan pengalaman serta berdasarkan argumen yang beralasan. Perencanaan wisata tidak dapat hanya memenuhi satu sisi demand saja atau sebaliknya memenuhi aspek supply saja, karena akan menciptakan produk yang kurang memenuhi harapan.
Proses Perencanaan Program Wisata Perencanaan bukan merupakan suatu kegiatan yang tetap. Perencanaan yang baik harus terus berlangsung selama program tersebut berjalan sehingga merupakan sebuah proses. Mengacu pada Fiatiano (2009), perencanaan wisata bukan merupakan bentuk persiapan saja, tetapi merupakan proses yang berlangsung terus-menerus sehingga dapat menjadi acuan untuk perbaikan program-program selanjutnya. Perencanaan wisata menurut Fiatiano (2009) meliputi : 1 Penentuan visi dan misi Kegiatan ini merupakan titik awal dari proses perencanaan. Pernyataan visi menggambarkan sasaran jangka panjang dari suatu program. Pernyataan ini menggambarkan posisi yang diinginkan yang dapat membantu memusatkan dan mengarahkan kegiatan-kegiatan pelaksanaan. Pernyataan misi menggambarkan bagaimana suatu program akan bergerak menuju visinya. Visi program wisata pendidikan lingkungan di PT. Pusri harus dapat menggambarkan upaya PT. Pusri membangun kesadaran dan kecintaan anak terhadap lingkungan yang indah dan lestari . 2 Tujuan Tujuan program menjawab pertanyaan yang dikenal dengan 5W2H, yaitu 1) What (program apa yang akan dibuat?); 2) Why (mengapa program ini perlu dibuat?); 3) Who (siapa saja yang terlibat dalam program ini, baik sebagai pelaksana maupun peserta?); 4) Where (di mana program ini dapat dilaksanakan?); 5) When (kapan program ini dapat dilaksanakan?); 6) How (bagaimana program dapat dilaksanakan?); 7) How much (berapa besar biaya yang dibutuhkan?). Tujuan dapat diukur pencapaiannya. Beberapa area yang dapat dijadikan pengukuran antara lain : a. Kehadiran, yang diukur dengan jumlah peserta b. Pertumbuhan program yang diukur dengan jumlah kegiatan yang diselenggarakan c. Mutu program yang diukur dengan tanggapan dari peserta d. Kepuasan peserta yang diukur dari jumlah keluhan. 3 Observasi dan pengumpulan data Tahap ini digunakan untuk menganalisis potensi dan kondisi yang ada di destinasi. Diawali dengan identifikasi dan observasi pada kawasan destinasi. Kegiatan ini pada dasarnya merupakan kegiatan menghubungkan antara rumusan tujuan dengan kondisi yang ada di lapangan. Yang diobservasi adalah semua masalah yang dipertanyakan dalam rumusan tujuan. Untuk mempermudah pekerjaan observasi maka dapat digunakan alat bantu atau instrumen. Berbagai data yang diperoleh melalui observasi kemudian diolah dan dianalisis. Tahapan ini digunakan untuk menentukan strategi pencapaian tujuan, mengidentifikasi kendala yang mungkin timbul, dan mencari alternatif yang mungkin dapat diambil. 4 Disain produk Disain produk merupakan tahapan dimana beberapa alternatif program dibuat. Sebagaimana produk wisata lainnya, disain produk ini juga memenuhi unsurunsur daya tarik dan manfaat, keamanan dan unsur lain yang melengkapi suatu produk.
5. Pengujian dan operasional Sebelum dilaksanakan, perencanaan yang telah dibuat diujicobakan untuk memperoleh umpan balik. Pengujian meliputi pengujian kemampuan pelaksanaan di lapangan dan pengujian terhadap respon pasar. 6. Evaluasi Hasil umpan balik kemudian dievaluasi dan jika dianggap telah memenuhi harapan maka program dapat dijalankan. 7. Disain akhir Hasil evaluasi digunakan untuk melakukan perbaikan dan perubahan yang diperlukan. Hasilnya merupakan produk yang siap ditawarkan kepada pasar. Pada penelitian ini, proses perencanaan dibatasi pada tahap disain produk karena keterbatasan kemampuan peneliti. . Pendidikan Lingkungan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa lingkungan hidup sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Penggabungan kata “pendidikan” dan “lingkungan” membangkitkan rasa ingin tahu mengenai mengapa, kapan, dan apa tujuan kedua kata ini dipadankan. Jawabannya terentang mulai dari kepentingan individu hingga kepentingan global. Penggunaan istilah pendidikan lingkungan pertama kali pada level internasional menurut Palmer dan Neal (1994) adalah pada pertemuan The International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) di Paris pada tahun 1948. Sejak saat itu semakin banyak para ahli dan praktisi yang mencoba untuk mendefinisikan istilah ini, terlebih ketika semakin banyak peristiwa kritis yang terjadi di dunia yang diketahui dan dipublikasikan. IUCN (1970) mendefinisikan pendidikan lingkungan sebagai suatu proses pengenalan nilai-nilai dan memperjelas konsep dalam rangka mengembangkan keterampilan dan perilaku yang diperlukan untuk memahami dan menghargai keterhubungan antara manusia, kebudayaannya, dan lingkungan biofisiknya. Pendidikan lingkungan merupakan disiplin ilmu yang berkontribusi terhadap keberlanjutan lingkungan melalui beragam kegiatan praktis, mulai dari pemberian informasi hingga pembangunan kapasitas. Fokus dari pendidikan lingkungan adalah mengidentifikasi perilaku yang menyebabkan ancaman terhadap kondisi lingkungan dan untuk kemudian melihat apakah pendidikan saja sudah cukup atau apakah harus disertai dengan strategi tambahan lain (Crohn dan Birnbaum 2010). Menurut Dimopoulos et al. (2008), pendidikan lingkungan dapat mempengaruhi sikap dan perilaku dan membuat struktur sosial baru, baik dengan partisipasi sederhana maupun kompleks terhadap keterlibatan dalam pengelolaan kawasan konservasi secara berkelanjutan. Banyak upaya pendidikan lingkungan ditargetkan kepada anak-anak, dengan tujuan untuk merubah hubungan anak-anak dengan alam (Crohn dan Birnbaum 2010). Anak-anak usia sekolah merupakan sasaran yang tepat bagi pembelajaran mengenai lingkungan untuk jangka panjang karena perkenalan dini terhadap alam
akan menyentuh seseorang dan akan menjadi bagian dari dirinya sampai dia dewasa (Crowell 2001). Crohn dan Birnbaum (2010) menyebutkan bahwa pendidikan lingkungan lebih sering dilakukan dalam bentuk non-formal, yang mengimplikasikan bahwa sebagian besar kegiatan pembelajaran dilakukan di luar dinding sekolah. Beberapa hal yang dapat diterapkan dalam pendidikan lingkungan adalah : 1. Pesan harus dibuat sederhana. Orang akan lebih cepat merespon gagasan yang jelas dan mudah dilaksanakan, sehingga pesan harus fokus pada satu gagasan saja dan mudah dimengerti. 2. Orang akan merespon pada pesan yang langsung terkait dengan dirinya. Untuk itu, buatlah pesan yang secara langsung terkait dengan individu. 3. Orang akan merespon pada gagasan jika mereka mengetahui tindakan apa yang dapat mereka lakukan kemudian. Pesan harus meminta individu untuk berbuat sesuatu. Pesan yang terlalu rumit justru tidak akan mencapai sasaran karena tidak dimengerti anak (Newton 2001). Selain menyederhanakan pesan, pendidikan lingkungan sebaiknya memperhatikan sisi penerima pesan. Pesan pendidikan lingkungan yang tidak memperhatikan siapa sasarannya tidak akan berhasil dengan baik karena program yang dibuat belum tentu sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan anak dalam menyerap pesan. Caro et al. (2003) menemukan bahwa anak-anak yang dididik sejak dini memperoleh pengaruh yang kuat dan jangka panjang terhadap lingkungan alam. Sekolah dan Pendidikan Lingkungan Menyadari pentingnya pendidikan lingkungan sejak dini, maka Inggris sejak tahun 1990 telah mencantumkan pendidikan lingkungan dalam kurikulum nasionalnya. Pada implementasinya, pendidikan lingkungan di Inggris tidak disampaikan melalui satu pendekatan atau metode pengajaran, tetapi melalui pendekatan yang bervariasi (Blum 2008). Perencanaan pendidikan lingkungan yang terintegrasi dalam kurikulum mengacu kepada tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu : Pendidikan tentang lingkungan Pendidikan untuk lingkungan Pendidikan di atau melalui lingkungan Pendidikan tentang lingkungan bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan dan memahami nilai-nilai serta perilaku. Pendidikan untuk lingkungan mendorong siswa untuk mengeksplorasi respon pribadi mereka terhadap lingkungan dan hubungan dengan lingkungan serta isu lingkungan. Hal ini terkait dengan pengembangan perilaku dan nilai-nilai, termasuk elemen pemahaman dan perilaku yang diperlukan untuk mengembangkan pemanfaatan lingkungan yang berkelanjutan. Pendidikan di atau melalui lingkungan menggunakan lingkungan sebagai sumber untuk pembelajaran. Lingkungan menjadi sumber yang mendorong pengembangan pengetahuan dan pemahaman sekaligus keterampilan. Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya memberikan pendidikan lingkungan sejak dini dengan memasukkan penyampaian tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dalam kurikulum tahun 1984 pada hampir semua mata pelajaran jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Tindak lanjut pemerintah terkait pendidikan lingkungan dibuktikan dengan Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 0142/U/1996 dan Nomor Kep:89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup pada tanggal 21 Mei 1996. Dilanjutkan dengan Memorandum Bersama antara Menteri Pendidikan Nasional dengan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 05/VI/KB/2005 dan Keputusan Nomor 07/MenLH/06/2005 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup. Pada keputusan bersama ini ditekankan bahwa pendidikan lingkungan hidup dilakukan secara integrasi dengan mata ajaran yang ada. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, pendidikan lingkungan terintegrasi dalam mata pelajaran kelas I hingga kelas VI SD. Standar kompetensi dan kompetensi dasar siswa SD yang terkait dengan pendidikan lingkungan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Kompetensi dasar siswa SD terkait dengan lingkungan Kelas I
Mata Pelajaran Sains
IPS
II
IPS
PKn
Standar Kompetensi Mengenal cara memelihara lingkungan agar tetap sehat.
Mengenal berbagai benda langit dan peristiwa alam (cuaca dan musim serta pengaruhnya terhadap kegiatan manusia) Mendeskripsikan lingkungan rumah.
Memahami kedudukan dan peran anggota dalam keluarga dan lingkungan tetangga Menampilkan sikap cinta lingkungan
Kompetensi Dasar Mengenal cara menjaga lingkungan agar tetap sehat. Membedakan lingkungan sehat dan tidak sehat Menceritakan perlunya merawat tanaman, hewan memelihara dan lingkungan sekitar Mengenal keadaan cuaca di sekitar kita. Membedakan pengaruh musim kemarau dan musim hujan terhadap kegiatan manusia. Menjelaskan lingkungan rumah sehat dan perilaku dalam menjaga kebersihan rumah. Memberi contoh bentuk bentuk kerjasama di lingkungan dan tetangga. Mengenal pentingnya lingkungan alam seperti dunia tumbuhan dan dunia hewan Melaksanakan pemeliharaan lingkungan alam
Lanjutan. Kelas
Mata Pelajaran Sains
Standar Kompetensi Mengenal bagian-bagian utama tubuh hewan dan tumbuhan. Pertumbuhan hewan dan tumbuhan serta berbagai tempat hidup makhluk hidup
III
IPS
Memahami lingkungan sekitar dan melaksanakan kerja sama di sekitar rumah dan sekolah
Sains
Memahami ciri-ciri dan kebutuhan makhluk hidup serta hal-hal yang mempengaruhi perubahan pada makhluk hidup
Memahami kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan dan upaya menjaga kesehatan lingkungan
Kompetensi Dasar Mengenal bagian-bagian utama tubuh hewan dan tumbuhan di sekitar rumah dan sekolah melalui pengamatan. Mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada pertumbuhan hewan (dalam ukuran) dan tumbuhan (dari biji menjadi tanaman). Mengidentifikasi berbagai tempat makhluk hidup (air, darat, dan tempat lainnya. Mengidentifikasi makhluk hidup yang menguntungkan dan tidak menguntungkan bagi manusia. Menceritakan lingkungan alam dan buatan di sekitar rumah dan sekolah. Memelihara lingkungan alam dan buatan di sekitar rumah. Membuat denah dan peta lingkungan rumah dan sekolah. Mengidentifikasi ciri- ciri dan kebutuhan makhluk hidup. Menggolongkan makhluk hidup secara sederhana. Mendeskripsikan perubahan yang terjadi pada makhluk hidup dan hal yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak (makanan, kesehatan, rekreasi dan olah raga) Membedakan ciri-ciri lingkungan sehat dan lingkungan tidak sehat berdasarkan pengamatan. Mendeskripsikan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan.
Lanjutan. Kelas
Mata Pelajaran
Standar Kompetensi
Memahami kenampakan permukaan bumi, cuaca, dan pengaruhnya bagi manusia, serta hubungannya dengan cara manusia memelihara dan melestarikan alam.
IV
Sains
Memahami hubungan antara struktur bagian tumbuhan dengan fungsinya.
Menggolongkan hewan, berdasarkan jenis makanannya
Memahami daur hidup beragam jenis makhluk hidup
Kompetensi Dasar Menjelaskan cara menjaga kesehatan lingkungan sekitar. Mendeskripsikan kenampakan permukaan bumi di lingkungan sekitar. Menjelaskan hubungan antara keadaan awan dan cuaca. Mendeskripsikan pengaruh cuaca bagi kegiatan manusia. Mengidentifikasi cara-cara manusia dalam memelihara dan melestarikan alam di lingkungan sekitar. Menjelaskan hubungan antara struktur akar tumbuhan dengan fungsinya. Menjelaskan hubungan antara struktur batang tumbuhan dengan fungsinya. Menjelaskan hubungan antara struktur daun tumbuhan dengan fungsinya. Menjelaskan hubungan antara bunga dengan fungsinya. Mengidentifikasi jenis makanan hewan. Menggolongkan hewan berdasarkan jenis makanannya Mendeskripsikan daur hidup beberapa hewan di lingkungan sekitar, misalnya kecoa, nyamuk, kupu-kupu, kucing. Menunjukkan kepedulian terhadap hewan peliharaan, misalnya kucing, ayam, ikan.
Lanjutan. Kelas
Mata Pelajaran
Standar Kompetensi Memahami hubungan sesama makhluk hidup dan antara makhluk hidup dengan lingkungannya
Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan
Memahami hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat
IPS
Memahami sejarah, kenampakan alam dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten / kota dan provinsi. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten / kota dan provinsi.
Kompetensi Dasar Mengidentifikasi beberapa jenis hubungan khas (simbiosis) dan hubungan “makan dan dimakan” antar makhluk hidup (rantai makanan). Mendeskripsikan hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan fisik (angin, hujan, cahaya matahari, dan gelombang air laut). Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor) Mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor) Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan. Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan teknologi yang digunakan. Menjelaskan dampak pengambilan bahan alam terhadap pelestarian lingkungan. Menunjukkan jenis dan persebaran sumber daya alam serta pemanfaatannya untuk kegiatan ekonomi di lingkungan setempat. Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya.
Lanjutan. Kelas V
Mata Pelajaran Sains
Standar Kompetensi Memahami cara tumbuhan hijau membuat makanan
Mengidentifikasi cara makhluk hidup menyesuaikan diri dengan lingkungan
Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam.
VI
Sains
Memahami hubungan antara ciri-ciri makhluk hidup dengan lingkungan tempat hidupnya.
Memahami pengaruh kegiatan manusia terhadap keseimbangan lingkungan.
Kompetensi Dasar Mengidentifikasi cara tumbuhan hijau membuat makanan. Mendeskripsikan ketergantungan manusia dan hewan pada tumbuhan hijau sebagai sumber makanan. Mengidentifikasi penyesuaian diri hewan dengan lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup. Mengidentifikasi penyesuaian diri tumbuhan dengan lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup. Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya. Mendeskripsikan perlunya penghematan air. Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan. Mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan (kelelawar, cicak, bebek) dan lingkungan hidupnya . Mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki tumbuhan (kaktus, tumbuhan pemakan serangga) dengan lingkungan hidupnya. Mengidentifikasi kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi keseimbangan alam (ekosistem).
Lanjutan. Kelas
Mata Pelajaran
Standar Kompetensi
Memahami pentingnya pelestarian jenis makhluk hidup untuk mencegah kepunahan.
Kompetensi Dasar Mengidentifikasi bagian tumbuhan yang sering dimanfaatkan manusia yang mengarah pada ketidakseimbangan lingkungan. Mengidentifikasi bagian tubuh hewan yang sering dimanfaatkan manusia yang mengarah pada ketidakseimbangan lingkungan. Mengidentifikasi jenis hewan dan tumbuhan yang mendekati kepunahan. Mendeskripsikan pentingnya pelestarian jenis makhluk hidup untuk perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam dan kehidupan masyarakat.
Wisata Pendidikan Lingkungan Menurut Bhuiyan, Islam, Siwar dan Ismail (2010), pariwisata memiliki berbagai segmentasi, antara lain memberikan kesempatan bekerja, pengembangan sosial dan budaya, pembelajaran secara alami, alat untuk pembangunan berkelanjutan, serta peningkatan kewaspadaan terhadap lingkungan. Oleh karena itu, kegiatan pariwisata dapat dijadikan salah satu alat untuk menyampaikan kegiatan pendidikan lingkungan. Wisata pendidikan disampaikan melalui program-program pendidikan dan diharapkan dapat merubah aspek kognitif, pengetahuan partisipatif, ketrampilan dan perilaku pembelajar (Bhuiyan et al. 2010). Crohn dan Birnbaum (2010) menyebutkan bahwa pendidikan lingkungan lebih sering dilakukan dalam bentuk non-formal, yang mengimplikasikan bahwa sebagian besar kegiatan pembelajaran dilakukan di luar tembok sekolah. Salah satu bentuk program pendidikan lingkungan non formal yang dapat digunakan adalah wisata pendidikan. Metode Pembelajaran Secara umum, tujuan pembelajaran biasanya diarahkan pada kawasan taksonomi tujuan pembelajaran Bloom (1952) dalam Uno (2001) yang meliputi kawasan kognitif, afektif dan psikomotor. Uno ( 2001) menyatakan bahwa kawasan kognitif merupakan kawasan yang membahas tentang tujuan pembelajaran yang berkenaan dengan proses mental yang terdiri atas enam tingkatan, yaitu : 1. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menghafal, mengingat kembali, atau mengulang kembali informasi yang pernah diperolehnya. 2. Tingkat pemahaman Pemahaman merupakan kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau menyatakan sesuatu tentang pengetahuan yang pernah diterimanya dengan caranya sendiri. 3. Tingkat penerapan Penerapan dikatakan sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah sehari-hari. 4. Tingkat analisis Merupakan kemampuan seseorang dalam menganalisa permasalahan. 5. Tingkat sintesis Tingkatan ini merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh. 6. Tingkat evaluasi Evaluasi diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam membuat perkiraan atau keputusan yang tepat berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Kawasan afektif merupakan domain yang berkaitan dengan sikap, nilai-nilai interes, apresiasi dan penyesuaian perasaan sosial. Sama seperti kawasan kognitif, kawasan afektif juga tersusun secara hirarkis sebagai berikut : 1. Kemauan menerima Kemauan menerima merupakan keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau rancangan tertentu. Misalnya, keinginan membaca buku atau mendengarkan musik. 2. Kemauan menanggapi Kemauan menanggapi merupakan kegiatan yang menunjuk pada partisipasi aktif dalam kegiatan tertentu, seperti mentaati peraturan, menyelesaikan tugas, atau menolong orang lain. 3. Berkeyakinan Berkeyakinan diartikan sebagai kemauan menerima sistem nilai tertentu pada diri individu, misalnya kesungguhan untuk melakukan suatu kehidupan sosial. 4. Mengorganisasi Mengorganisasi berkaitan dengan penerimaan terhadap berbagai sistem nilai yang berbeda-beda berdasarkan pada suatu sistem nilai yang lebih tinggi, seperti menyadari pentingnya keselarasan antara hak dan tanggung jawab, atau menyadari peranan perencanaan dalam memecahkan masalah. 5. Pembentukan pola Pada tahap ini individu yang sudah memiliki sistem nilai selalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan sistem nilai yang dipegangnya. Pendidikan lingkungan terhadap anak-anak harus diberikan secara menarik agar anak-anak tidak merasa bosan. Menurut Blum (2008), metode pembelajaran di ruang kelas seringkali berkisar pada guru yang menuliskan informasi di papan tulis sementara anak-anak menyalinnya di buku catatan. Metode seperti ini akan membuat anak-anak merasa bosan yang mengakibatkan tidak adanya rasa tertarik terhadap topik yang sedang dipelajari.
Van den Ban dan Hawkins (2005) menyampaikan strategi dan metode untuk mencapai tujuan belajar seperti pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 Strategi dan metode belajar Sifat Tujuan Belajar Mengetahui (kognitif)
Strategi Alih informasi (dari luar)
Sikap (afektif)
Belajar dari pengalaman (informasi dari dalam) Latihan dan keterampilan
Tindakan/melakukan (psikomotorik)
Metode yang Disukai Publikasi dan rekomendasi dari media massa, ceramah, selebaran, dialog yang diarahkan. Diskusi kelompok, dialog tidak diarahkan, simulasi, dan film
Metode yang mendorong tindakan=latihan, persiapan dengan demonstrasi, atau film demonstrasi.
Perkembangan Anak Perkembangan bukan sekadar berarti penambahan ukuran tinggi atau berat badan pada seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks (Nurihsan dan Agustin 2011). Teori perkembangan anak membantu peneliti untuk memusatkan perhatian pada apa yang akan diteliti pada anak. Tiap teori perkembangan akan menjadi bingkai kerja dalam meneliti perkembangan anak. Masing-masing teori menjadi referensi yang berbeda-beda dalam menginterpretasikan data dan fakta. Perilaku anak tidak dapat diteliti hanya dengan satu teori karena perilaku anak sangat kompleks. Beberapa teori yang digunakan untuk menyusun dan menjelaskan fakta tentang perkembangan anak menurut Fabes dan Martin (2003) adalah : 1. Teori berdasarkan biologi Teori ini menekankan perkembangan anak berdasarkan faktor-faktor dan proses biologis yang diwariskan. Teori ini juga mengasumsikan bahwa kekuatan-kekuatan warisan mempengaruhi perilaku. 2. Teori psikoanalisis Teori psikoanalisis diawali dengan keyakinan bahwa sebagian besar penyebab perilaku adalah dorongan bawah sadar yang berasal dari pikiran seseorang. 3. Teori berdasarkan lingkungan Teori ini menyatakan bahwa lingkungan dimana seseorang tinggal dan apa yang dialaminya merupakan faktor penentu dalam perilaku. Menurut teori ini, perubahan perilaku terjadi ketika terjadi perubahan lingkungan. Penelitian tentang perkembangan berdasarkan lingkungan fokus pada faktor-faktor yang menentukan bagaimana perilaku berubah sebagai respon dari peristiwa seharihari. 4. Teori berdasarkan kognisi Teori ini memberi penekanan pada peran dari proses mental seperti daya ingat, pengambilan keputusan dan pemrosesan informasi dalam mempengaruhi perilaku. Teori kognisi ini fokus pada bagaimana pemikiran dan alasan berubah
dari waktu ke waktu dan pengaruhnya terhadap perkembangan. Teori ini menganggap bahwa seseorang haus akan pemahaman terhadap dunia di sekelilingnya. Ketika anak berinteraksi dengan dunianya maka konsepsi anak tentang dunia akan berubah. Menurut Piaget (dalam Fabes dan Martin 2003) kecerdasan anak mengalami perubahan dramatis sepanjang waktu. Perubahan ini sangat nyata sehingga dinyatakan oleh Piaget sebagai tahapan perkembangan kognitif anak. Tahapan ini berjalan berkelanjutan dan tidak bisa diulang. Artinya, setelah melewati tahap tertentu maka si anak tidak dapat kembali lagi ke tahap pemikiran awal. Tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Piaget seperti ditunjukkan pada Tabel 3 adalah : 1) Tahap sensorimotor, 2) Tahap preoperasional, 3) Tahap operasional konkrit, 4) Tahap operational formal. Tabel 3 Tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Piaget Tahap Sensorimotor
Usia 0-2 tahun
Preoperasional
2-7 tahun
Operasional konkrit
7-11 tahun
Operasional formal
Di atas 11 tahun
Perkembangan Pengetahuan motorik Orientasi saat kini Representasi simbolik Perencanaan Pemikiran egosentris Pemikiran dan pemecahan masalah berdasarkan persepsi dan tampilan Penggunaan logika dalam pemecahan masalah Logika digunakan hanya pada benda dan peristiwa nyata Logika berlaku pada masalah hipotetis dan abstrak Perhatian terhadap konsep seperti keadilan dan persamaan
Setiap pembagian dalam rentang hidup manusia dalam suatu periode merupakan sebuah gagasan mengenai kenyataan alamiah yang diterima luas oleh anggota masyarakat pada suatu waktu tertentu. Papalia et al. (2005) membagi periode perkembangan manusia menjadi : 1) periode prenatal (sejak dalam kandungan hingga dilahirkan), 2) bayi dan batita (bayi hingga usia 3 tahun), 3) kanak-kanak awal (usia 3 sampai 6 tahun), 4) kanak-kanak (usia 6 sampai 11 tahun), 5) remaja (usia 11 hingga 20 tahun), 6) dewasa muda (usia 20 sampai 40 tahun), 7) dewasa (usia 40 sampai 65 tahun), dan 8) lanjut usia (65 tahun lebih). Perkembangan secara rinci dari anak usia sekolah dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Perkembangan anak Periode Usia
Perkembangan Fisik
6-11 tahun
Kekuatan dan ketrampilan atletis meningkat.
Perkembangan Kognitif Mulai berfikir secara logis dan konkrit. Daya ingat dan ketrampilan bahasa meningkat.
Perkembangan Psikososial Konsep diri semakin kompleks. Kelompok menjadi penting.
Lanjutan. Periode Usia
Perkembangan Fisik
11-20 tahun
Pertumbuhan fisik dan perubahan lain semakin cepat.
Perkembangan Kognitif Kemampuan berfikir secara abstrak dan penggunaan alasan ilmiah berkembang.
Perkembangan Psikososial Pencarian identitas. Hubungan dengan orang tua umumnya baik. Kelompok sebaya memberi pengaruh positif atau negatif.
Anak usia 7 tahun memasuki masa ketika mereka dapat berpikir dengan menggunakan alasan untuk memecahkan masalah konkrit. Anak pada usia ini mampu berpikir secara logis karena mereka dapat mengambil berbagai aspek situasi dan menganalisanya. Pemikiran terbatas hanya pada situasi nyata pada saat sekarang. Konsentrasi pada Anak Lamanya anak dapat berkonsentrasi pada suatu subyek dikenal dengan istilah attention span menjadi salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun program wisata pendidikan lingkungan untuk anak. Durasi attention span diperhitungkan supaya informasi yang diberikan tidak terbuang sia-sia dan anak tetap mendapatkan kegembiraan dalam kegiatannya (Farhani 2012). Berapa lama seorang anak dapat berkonsentrasi biasanya tergantung pada usianya. Rata-rata attention span pada anak adalah antara 3 hingga 5 menit per tahun usianya (Farhani 2012). Seorang anak yang berusia 10 tahun memiliki lama attention span sekitar 30 menit sampai 50 menit. Pada Tabel 5 di bawah ini terlihat durasi attention span anak usia SD. Tabel 5 Durasi attention span anak usia SD Usia (tahun) Durasi (dalam menit) 7 21-35 8 24-40 9 27-45 10 30-50 11 33-55 12 36-60
Persepsi dan Preferensi terhadap Lingkungan Persepsi terhadap Lingkungan Menurut Prasetijo dan Ihalauw (2005), persepsi adalah cara orang memandang dunia ini. Persepsi seseorang dalam memandang dunia pasti berbedabeda, dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun luar orang tersebut. Persepsi juga diartikan sebagai proses dimana sensasi yang diterima oleh seseorang dipilah dan dipilih, kemudian diatur dan akhirnya diinterpretasikan (Solomon 1999). Sensasi yang dimaksudkan dalam definisi di atas adalah yang
datang dan diterima oleh manusia melalui panca indera atau sistem sensoriknya. Input terhadap sistem sensorik ini juga disebut dengan stimulus. Prasetijo dan Ihalauw (2005) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang terdiri atas (1) faktor internal dan (2) faktor eksternal. Faktor internal terdiri atas pengalaman, kebutuhan saat itu, nilai-nilai yang dianutnya, ekspektasi atau pengharapannya. Faktor eksternal terdiri atas tampakan produk, sifat-sifat stimulus dan situasi lingkungan. Litterer (Asngari, 1984) berpandangan bahwa ada keinginan atas kebutuhan manusia untuk mengetahui dan mengerti dunia tempat hidupnya, dan mengetahui makna dari informasi yang diterimanya. Orang bertindak sebagian dilandasi oleh persepsi mereka pada suatu situasi. Pengalaman akan berperan pada persepsi orang tersebut. Persepsi orang dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta atau tindakan. Walaupun seseorang hanya mendapat bagian-bagian informasi, dengan cepat disusunnya menjadi suatu gambaran yang menyeluruh. Persepsi dapat berubah-ubah atau bersifat dinamis. Apa yang menyebabkan persepsi seseorang berubah dan mengapa perlu diketahui jika kita ingin merubah persepsi. Proses perubahan persepsi yang pertama disebabkan oleh proses fisiologik, yaitu dari sistem syaraf pada indera manusia (Sarwono 1992). Misalnya seseorang yang baru pindah rumah yang berdekatan dengan timbunan sampah. Pada awalnya dia sangat terganggu dengan bau sampah tersebut. Tetapi lamakelamaan bau tersebut seolah-olah tidak tercium lagi. Proses perubahan persepsi yang kedua adalah proses perubahan persepsi secara psikologik. Proses ini antara lain muncul pada pembentukan dan perubahan sikap. Pembentukan dan perubahan sikap merupakan proses yang penting terutama dalam bidang pelestarian dan kecintaan terhadap lingkungan. Kesan yang dimiliki seseorang terhadap ekosistem merupakan dasar untuk persepsinya terhadap lingkungan. Persepsi membentuk proses pengambilan keputusan yang akan menuju pada tindakan terhadap ekosistem. Persepsi terhadap lingkungan juga sangat terkait dengan budaya dimana seseorang tinggal. Sarwono (1992) menyatakan bahwa terdapat dua cara pendekatan mengenai bagaimana manusia mengerti dan menilai lingkungan. Pendekatan pertama disebut dengan pendekatan konvensional. Pada pendekatan ini persepsi dikatakan sebagai suatu keadaan dimana individu memperoleh rangsangan dari luar melalui sel-sel syaraf reseptor (penginderaan). Penerimaan ini kemudian disatukan dan dikoordinasikan dalam pusat syaraf (otak) sehingga manusia dapat mengenali dan menilai obyekobyek. Aktivitas mengenali obyek merupakan aktivitas mental yang disebut juga sebagai aktivitas kognisi. Pendekatan yang kedua adalah pendekatan ekologik. Gibson (dalam Sarwono 1992) berpendapat bahwa persepsi terjadi secara langsung, spontan dan holistik. Spontanitas ini terjadi karena setiap individu selalu melibatkan obyek-obyek yang ada dalam lingkungannya, dan obyek tersebut menonjolkan sifat-sifatnya yang khas bagi individu yang bersangkutan. Sebagai contoh, sebuah pohon yang rindang menampilkan makna yang khas bagi individu yang berbeda. Bagi manusia, pohon ini akan menjadi tempat berteduh. Sementara bagi burung pohon menjadi tempat tinggalnya. Makna yang berbeda akan diterima oleh individu lainnya. Persepsi terhadap lingkungan terbentuk melalui proses kognisi, afeksi dan konasi (Rosa 2008). Proses kognisi meliputi penerimaan, pemahaman dan
pemikiran. Proses afeksi meliputi perasaan dan emosi, keinginan, dan nilai-nilai tentang lingkungan. Proses konasi meliputi tindakan atau perlakuan terhadap lingkungan sebagai respon dari prosen kognisi dan afeksi. Persepsi anak sekolah terhadap lingkungan merupakan hasil bentukan dari proses kognisi, afeksi dan konasi. Berdasarkan teori ini, maka dapat dikatakan bahwa untuk mengukur tingkat persepsi anak usia sekolah terhadap lingkungan dilakukan melalui pengukuran indikator pemahaman anak usia sekolah pada proses kognisi, afeksi dan konasi. Preferensi terhadap Lingkungan Masih terkait dengan persepsi adalah bagaimana seseorang menilai keindahan lingkungan. Misalnya ada orang yang menganggap pasar terapung di sungai-sungai di Kalimantan sebagai sesuatu yang menarik sementara bagi orang lain hal tersebut dianggap semrawut dan kotor. Cara pandang yang berbeda ini ternyata sangat dipengaruhi oleh preferensi (kesukaan) yang berbeda-beda. Fisher (1984) menyatakan bahwa preferensi terhadap lingkungan ditentukan oleh : 1. Keteraturan. Seseorang lebih menyukai tanaman yang terpelihara teratur dan rapi. 2. Tekstur, yaitu kasar-lembutnya pemandangan. Seseorang akan lebih menyukai pemandangan yang lembut seperti hamparan kebun bunga daripada padang pasir yang gersang. 3. Keakraban dengan lingkungan. Lingkungan yang menjadi bagian sehari-hari seseorang (misalnya lingkungan tempat tinggal atau tempat-tempat yang sering dikunjungi) lebih disukai daripada lingkungan yang asing atau belum pernah dikunjungi. 4. Keluasan ruang pandang. Seseorang akan lebih menyukai lingkungan yang ruang pandangnya luas daripada yang sempit. Ini menjelaskan mengapa seseorang lebih memilih kamar hotel yang menghadap ke pemandangan di luar hotel (taman, pantai, gunung) daripada kamar hotel yang tidak. 5. Kemajemukan rangsang. Semakin banyak elemen dalam suatu pemandangan akan semakin disukai. 6. Misteri atau kerahasiaan yang tersembunyi. Misalnya, gua, tebing, atau pantai yang berasal dari berabad-abad yang lampau dianggap mengandung misteri sehingga menarik.
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pembangunan dan pengembangan industri di suatu daerah pada dasarnya diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat di sekitarnya, antara lain manfaat ekonomi seperti pembukaan lapangan pekerjaan dan peningkatan kesejahteraan serta manfaat peningkatan pendidikan. Kehidupan masyarakat sekitar dimana perusahaan tersebut berada yang semakin baik kondisinya akan memberikan dampak yang berarti bagi kelangsungan perusahaan itu sendiri. Perusahaan yang melakukan pengembangan masyarakat menunjukkan adanya kepedulian industri tersebut kepada masyarakat di sekitarnya. Hal ini akan menimbulkan rasa kedekatan dan rasa memiliki dari masyarakat sekitar.