3
TINJAUAN PUSTAKA Kebun Raya Menurut LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya merupakan suatu kawasan yang mengkoleksi berbagai jenis tumbuhan. Tumbuhan yang dikoleksi kebun raya memiliki dasar ilmiah dan informasi ilmiah mengenai koleksinya yang terdokumentasi dengan baik. Fungsi dari Kebun Raya adalah sebagai tempat konservasi ex-situ, tempat penelitian, tempat pendidikan lingkungan, dan tempat wisata. Menurut Pushpangadan (1994) dalam Mamiri (2008) botanic garden memegang peranan dalam konservasi spesies tumbuhan yang langka dan terancam punah. Fungsi Kebun Raya menurut PPRI No 39 tahun 2002 adalah sebagai tempat konservasi ex-situ, tempat penelitian, tempat pendidikan lingkungan, dan tempat wisata. Kebun raya adalah kebun yang berada di bawah pengelolaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk kepentingan penelitian dan konservasi sumberdaya alam yang berlokasi di Bogor, Cibodas, Purwodadi, dan Bali. Objek Wisata Menurut Yoeti (1985) objek wisata adalah segala sesuatu yang menjadi daya tarik orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu. PP No. 24 Tahun 1979 menyebutkan bahwa objek wisata adalah perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Objek wisata dapat berupa wisata budaya, wisata kesehatan, wisata bahari, wisata alam, dan wisata kota. Setiap objek wisata harus memiliki daya tarik yang tinggi dan juga memiliki prasarana pendukung baik alami maupun buatan manusia. Menurut Pangesti (2007) objek wisata alam adalah suatu kawasan yang mempuyai potensi dan menjadi bahan perhatian wisatawan untuk dikembangkan menjadi tempat kunjungan wisatawan seperti zona pemanfaatan Taman Nasional, blok pemanfaatan wisata alam dan Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam, Suaka Margasatwa dan Taman Buru.
4
Evaluasi Lanskap Evaluasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk menelaah atau menduga hal-hal yang sudah diputuskan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan keputusan tersebut. Selanjutnya ditentukan langkah-langkah alternatif bagi kelemahan tersebut. Porteus (1983) menyatakan bahwa evaluasi lanskap merupakan salah satu metode statistika lanskap kuantitatif yang menyertakan tenaga ahli. Dasar pemikiran evaluasi adalah bahwa seseorang dapat melakukan penilaian estetika lanskap yang berharga, fungsional, dan dapat diterima oleh umum. Evaluasi melibatkan penjelasan sejumlah faktor yang mungkin mempengaruhi variasi kualitas lanskap, skala untuk mengukur faktor tersebut dan mengembangkan suatu sistem pembobotan untuk menentukan bermacam-macam penekanan pada faktor yang berbeda-beda. Evaluasi visual suatu lanskap didasarkan pada standar-standar estetika yang merupakan fungsi dari nilai-nilai sosial, moral, dan ekologi dari kelompok pembuat evaluasi tersebut. Evaluasi kualitas estetik dapat menggunakan tiga kriteria estetika yaitu kesatuan, variasi, dan kontras. Kesatuan adalah kualitas total elemen yang terlihat menyatu dan harmonis yang merupakan ekspresi dari tipe komposisi lanskap. Salah satu tipe komposisi lanskap adalah pemandangan yang dominan. Variasi adalah banyaknya jenis elemen dalam tapak dan hubungan antar elemen yang berbeda. Kontras adalah perbedaan antar elemen yang terlihat menonjol tetapi tetap harmonis. Kontras dapat berupa perbedaan warna, tekstur, atau bentuk elemen (Foster, 1982). Kualitas Estetika Lanskap Menurut Simond (1983), lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia dengan karakter yang menyatu secara alami dan harmonis untuk memperkuat karakter lanskap tersebut. Dalam hal ini manusia memegang peranan penting dalam merasakan suatu lanskap dan memberikan penilaian terhadap kualitas suatu lanskap. Kualitas dibentuk oleh karakter visual elemen pembentuknya sedangkan estetika dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi persepsi panca indera yang dapat merubah perasaan seseorang (Porteous, 1983). Estetika merupakan suatu
5
pengetahuan tentang keindahan atau pembelajaran keselarasan terhadap alam atau seni (Ewald, 2001). Menurut Nohl (1988), kualitas estetika selain ditafsirkan melalui karakteristik formalnya yaitu bentuk, garis, warna, dan tekstur, juga dapat dibentuk dari kompleksitas, keserasian, dan kesatuan. Kualitas visual indah dapat ditampilkan dengan penataan elemen-elemen lanskap yang proporsional dan harmonis. Parameter-parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas visual yaitu kesatuan sumberdaya visual lanskap dalam membentuk suatu unit visual yang harmonis dan koheren, kesan hidup dari penggabungan elemen-elemen yang kontras, visual elemen-elemen pembentuk lanskap serta keutuhan kondisi lanskap alami dan buatan (Iverson et al, 1993). Sesuatu yang secara visual dinilai indah sebagai reaksi pengamat adalah yang mempunyai keharmonisan diantara seluruh komponen-komponen yang dirasakan (Simond, 2006). Elemen-elemen yang tidak tepat dan harmoni dapat memperburuk
penampilan lanskap. Menurut
Kusumoarto (2006), kehadiran elemen yang tidak sesuai dapat memperburuk penampilan suatu lanskap. Hal ini akan berpengaruh terhadap pemilihan lokasi yang digunakan untuk berekreasi. Kualitas estetika berperan dalam membentuk karakter dan identitas suatu ruang. Kualitas estetika dari suatu ruang merupakan hasil dari kombinasi penampilan lanskap itu sendiri dengan proses psikologi yang meliputi tanggapan, pemahaman, dan emosi dari pengamat lanskap tersebut. Menurut Simond (2006), setiap ruang atau volume memiliki dimensi ukuran, bentuk, material, warna, dan tekstur untuk mengakomodasikan dan mengekspresikan maksud dari ruang atau volume. Setiap volume atau ruang akan memiliki dampak ruang, kualitas ruang, ukuran ruang, bentuk ruang, dan warna ruang. Setiap rancangan akan memberikan suatu tanggapan (respon) seperti menegangkan, relaksasi, ketakutan, kegirangan, perenungan, dinamis, perasaan cinta, perasaan kagum (spiritual), kejengkelan, dan kesenangan. Menurut Simond (2006), setiap ruang memiliki dampak ruang. Dampak ruang relaksasi memiliki volume sederhana, volume bermacam-macam ukuran dari dekat (akrab) sampai tanpa batas, bugar (segar), objek dan material dikenal, bentuk mengalir. Bentuk dan ruang kurvilinear, stabilitas struktural jelas,
6
horizontal, struktur disetujui, bentuk menyenangkan dan nyaman, cahaya lembut, bunyi menenangkan, volume yang ditanamkan dengan warna diam seperti putih, kelabu, biru, dan hijau. Dampak ruang tegang memiliki bentuk tidak stabil, komposisi terpisah, kompleksitas illegal, cakupan nilai luas, perselisihan warna, warna keras tanpa relief (pembebasan), ketidakseimbangan dalam garis atau titik, tidak ada titik yang menyebabkan mata dapat beristirahat, permukaan keras, disemir, dan bergerigi, elemen tidak dikenali, warna kasar, buta, dan bergetar, suhu tidak nyaman, bunyi tembus, tersembunyi, dan gelisah. Dampak ruang menyenangkan memiliki ruang, bentuk, tekstur, warna, simbol, bunyi, kualitas cahaya, dan
bau seluruhnya menyenangkan
untuk
digunakan apapun itu, tingkatan dari antisipasi atau keinginan, pengembangan urutan dan dipenuhi, kesatuan dengan variasi, hubungan harmoni, dan merupakan hasil kualitas keindahan. Dampak ruang menjengkelkan memiliki urutan pergerakan membuat frustasi atau pembukaan rahasia, area dan ruang tidak sesuai dengan penggunaan, rintangan, berlebihan, friksi tidak cocok, tidak nyaman, tekstur mengganggu, tidak logis, salah, tidak kuat, membosankan, ribut, tumpul, simpang siur, warna tidak disetujui, bunyi bertentangan, suhu dan kelembaban tidak nyaman, cahaya mengganggu, dan jelek (Simond, 2006). Kualitas estetika lanskap dapat dinilai dengan melihat reaksi pengamat setelah melihat penampilan dari suatu objek yang akan menimbulkan persepsi dari pengamat. Porteous (1977) mendefinisikan persepsi sebagai suatu respon berbentuk tindakan yang dihasilkan dari kombinasi faktor eksternal dan internal manusia. Persepsi yang berulang-ulang akan membentuk preferensi, yaitu suatu bentuk keputusan mental untuk lebih menyenangi, tertarik, dan memilih sesuatu dibandingkan dengan yang lainnya. Penilaian persepsi keindahan suatu lanskap dilakukan bedasarkan preferensi kepuasan seseorang terhadap lanskap tersebut. Menurut Nasar (1988) seseorang jika melihat suatu objek dan merasa puas maka ia akan menilai objek itu bagus (Berlean,1988). Perasaan tidak puas dalam menilai suatu objek akan membuat nilai objek itu tidak bagus dan cenderung dihindari. Objek yang dinilai tidak bagus memerlukan tindakan-tindakan manajemen (pengeloaan) lanskap agar objek tersebut dinilai bagus. Pengelolaan lanskap diperlukan untuk memperkuat karakter-karakter tapak, menjaga dan
7
merawat area dengan segala fasilitasnya agar sesuai dengan tujuan dan fungsi desain area. Kualitas Ekologi Lanskap Kualitas ekologi merupakan derajat penilaian yang menggambarkan status keadaan lingkungan di suatu tapak. Penilaian kualitas ekologi tapak memerlukan indikator yang berasal dari kualitas ekologi yang dapat diukur secara kuantitatif atau dijelaskan secara kualitatif. Karakter kualitas ekologi berupa variabelvariabel ekologi yaitu keanekaragaman hayati, kerapatan vegetasi, tingkat penutupan, tingkat kesuburan, kepekaan terhadap erosi, tingkat kelembaban dan intesitas cahaya (Thompson dan Stainer, 1997). Menurut Otto sumarwoto (2004), sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam faktor. Faktor-faktor itu antara lain : jenis dan jumlah masing-masing unsur lingkungan, hubungan interaksi antara unsur dalam lingkungan itu, kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup, dan faktor non-materiil , suhu, cahaya, dan kebisingan. Menurut Farina (1988), perencanaan konservasi alam pada umumnya dicapai dengan mengikuti 3 pendekatan yaitu konservasi populasi tumbuhan dan hewan yang terancam, konservasi biotop termasuk masyarakat dan proses ekologi, serta konservasi area dengan biologi tinggi dan atau keanekaragaman ekologi. Konservasi ekologi diperlukan untuk menjaga sistem ekologi agar tidak terganggu. Sistem ekologi yang terganggu akan menyebabkan terganggunya ekosisitem yang ada di alam sehingga diperlukan konservasi menggunakan pendekatan ekologi. Pendekatan ekologi merupakan penilaian karakteristik ekologi melalui serangkaian analisis terhadap faktor-faktor ekologi serta hubungan diantara faktor-faktor tersebut. Penjelasan tentang kondisi setiap faktor dan hubungan diantaranya dapat digunakan untuk penjelasan kondisi ekologinya (Gold, 1980). Metode Pendugaan Nilai Keindahan Menurut Daniel dan Boster (1976), keindahan pemandangan (scenic resource), didasarkan pada premis bahwa keindahan merupakan suatu konsep yang interaktif. Keindahan dapat diartikan sebagai keindahan alami, estetika
8
lanskap, atau sumber pemandangan (scenic resource), dan merupakan hasil tanggapan seseorang terhadap lanskap sekitar. Keindahan suatu lanskap dapat diukur berdasarkan penilaian manusia. Menurut Daniel dan Boster (1997), metode pendugaan nilai keindahan merupakan alat pendekatan dalam penilaian kualitas estetik tapak atau lanskap tertentu. Terdapat tiga metode umum dalam pendugaan nilai keindahan yaitu : 1. Pengamatan deskriptif adalah bentuk
metode yang digunakan secara
ekstensif dalam representasi dan evaluasi kualitas lanskap. Hasil penilaian kualitas keindahan digambarkan dalam karakter yang relevan dengan lanskap, seperti rasa hangat, nyaman, keanekaragaman elemen, dan harmonis. Penyajian hasil dapat berupa angka, dimana setiap karakter diberi nilai tertentu misal dalam satuan persen, kemudian nilai karakter dijumlahkan. 2. Survey dan kuisioner adalah bentuk metode yang sudah digunakan secara luas dan hasil penilaian kualitas lanskap berdasarkan preferensi terhadap setiap sampel. 3. Evaluasi persepsi adalah penilaian kualitas lanskap berdasarkan pendapat pengamat yang dipandang relevan. Penilaian dilakukan tidak secara langsung di tapak, tetapi dengan foto atau slide yang diambil dari tapak dan dianggap sesuai dengan kondisi tapak. Salah satu penilaian terhadap keindahan suatu lanskap dapat diukur dengan Scenic Beauty Estimation (SBE). SBE merupakan suatu metode untuk menilai suatu tapak melalui pengamatan foto berdasarkan suatu hal yang disukai keindahannya secara kuantitatif (Daniel dan Boster, 1976). Konsep yang mendasari metode ini adalah keindahan merupakan hasil interaksi manusia dengan alam yaitu sebagai bentuk persepsi terhadap pemandangan lanskap melalui indera penglihatannya. Metode SBE mengukur preferensi masyarakat dengan penilaian melalui sistem rating terhadap slide foto dengan menggunakan kuisioner. Penilaian manusia terhadap pemandangan melalui foto sama baiknya dengan menilai pemandangan secara langsung (Kaplan, 1988). Slide foto merepresentasikan karakter pada tapak. Posisi pengambil foto sangat penting dalam menghasilkan foto yang bagus dan sesuai karakter. Selain
9
itu penentuan
vantage point sangat penting dalam mempengaruhi penilaian.
Vantage point adalah titik pandang untuk memandang pemandangan lanskap. Menurut Litton (1968) dalam Daniel dan Boster (1976) mengatakan “posisi pengamat” adalah suatu konsiderasi yang penting dalam usaha untuk mengukur keindahan. Variasi dari vantage point dapat menjadi penyebab masalah dalam penilaian. Contoh : terlihat bersih ketika dilihat dari jauh namun mungkin memiliki perbedaan penilaian keindahan ketika dilihat dalam tapak sehingga perlu dilakukan penentuan vantage point terbaik yang merepresentasikan karakter tapak agar sesuai dengan aslinya. Evaluasi Kualitas Ekologi dan Estetika Metode lain yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas estetik suatu tapak adalah Semantic Differential (SD). Metode ini juga dapat mengukur kualitas ekologi tapak untuk mengetahui karakter ekologi suatu tapak. Semantic Differential merupakan metode untuk mengetahui karakter suatu lanskap berdasarkan persepsi pengamat. Metode ini biasanya dilakukan dengan menggunakan kuisioner (Heise, 1970). Evaluasi menggunakan Semantic Differential menggunakan skala diferensial. Skala diferensial yaitu skala untuk mengukur sikap yang tersusun dalam satu garis kontinum. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang. Rahayu (2005) dalam Ilhami (2007) mengemukakan metode Semantic Differential merupakan penilaian arti objek psikologi dengan menggunakan kata sifat yang berlawanan. Semantic Differential (SD) dibagi menjadi 2 kriteria di antaranya membandingkan sikap dan evaluasi kinerja. Dalam membandingkan sikap, Semantik Differensial diaplikasikan dalam analisis perilaku user untuk membandingkan sikap atau persepsi terhadap kualitas lanskap tertentu dan ditunjukkan dalam bentuk gambar atau peta, sedangkan kinerja atau kualitas lanskap dicerminkan dengan melihat kinerja sekelompok atribut, kemudian atribut tersebut dibandingkan dengan lanskap lain karena dalam bentuk gambar, dan ditarik kesimpulan.