ii
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Kelapa Sawit
Kelapa sawit pertama kali diintroduksikan ke Indonesia oleh pemerintah kolonial belanda pada tahun 1848, tepatnya di kebun raya bogor (s’Lands Plantetuin Buintenzorg). Pada tahun 1876, Sir Yoseph Hoooker mencoba menanam 700 bibit tanaman kelapa sawit di Labuhan Deli, Sumatera Utara. Setelah 10 tahun, tanaman yang benihnya dibawa dari Kebun Raya Kew (London) ini ditebang habis dan diganti dengan kelapa. Sesudah tahun 1911, K,Schadt seorang kebangsaan Jerman dan M.Adrien Hallet kebangsaan Belgia mulai mempelopori tanaman kelapa sawit. Schadt mendirikan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Tanah Ulu (Deli), sedangkan Hallet mendirikan perusahaan di Pulau Raja (Asahan) dan Sungai Liput (Aceh). Sejak itulah mulai dibuka perkebunan-perkebunan baru. Pada tahun 1938, di Sumatera diperkirakan sudah ada 90.000 Ha perkebunan kelapa sawit. Pada saat ini perkebunan kelapa sawit telah berkembang lebih jauh sejalan dengan kebutuhan dunia akan minyak nabati dan produk industri oleochemical. Produk minyak sawit merupakan komponen penting dalam perdangan minyak nabati dunia. ( Pahan, 2006 ).
ii
2.2. Varietas Kelapa Sawit Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas itu dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah atau berdasarkan warna kulit buahnya. Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, dikenal dengan beberapa varietas lain yaitu : Tabel 2.1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah Varietas Dura
Deskripsi -
-
Tempurung dura cukup tebal antara 2-8 mm Tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung Daging buah relatif tipis antara 35-50% Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah. Dalam persilangan varietas dura dipakai sebagai pohon induk betina. Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada Daging buahnya tebal, sedangkan daging bijinya sangat tipis. Jenis pisifera tidak diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain dan dalam persilangan dipakai sebagai pohon jantan Mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu dura dan pisifera Tempurung tipis dengan ketebalannya berkisar antara 0,5 - 4 mm Terdapat lingkaran serabut disekelilingnya Daging buah tebal antara 60-96% Tandan buah yang dihasilkan oleh tenera lebih banyak dari pada dura, tetapi relatif kecil. Tempurung yang sangat tebal sekitar 5 mm
-
Daging buahnya sangat tipis
Pisifera
-
Tenera
-
Marco carya
(Tim Penulis,1997). Berdasarkan warna kulit buahnya, varietas kelap sawit dapat dibedakan
ii
menjadi tiga jenis, antara lain: Nigrescens, Virecens, dan Albescens. Tabel 2.2. Varietas Berdasarkan Warna Kulit Buah No 1
Varietas Nigrescens
Warna Buah Muda Ungu kehitaman
2
Virescens
Hijau
3
Albescens
Keputih-putihan
Warna Buah Masak Jingga kehitam-hitaman Jingga kemerahan, tetapi ujung buah tetap hijau Kekuning-kuningan dan ujungnya ungu kehitaman (Fauzi, 2002).
2.3. Jenis-jenis Produk Kelapa Sawit Sekitar 90% minyak sawit digunakan untuk produk-produk pangan seperti minyak goreng, minyak salad, margarin, shortening (mentega putih), vanaspati dan sebagainya. Sisanya (10%) digunakan untuk produk-produk non pangan. 1. Bentuk-bentuk Lemak Pangan Kekentalan minyak sawit mempunyai arti yang penting dalam pembuatan lemak makan. Contohnya : minyak goreng dan minyak salad 100% cair, sedangkan margarin dan shortening (mentega putih) mengandung lemak padat sebanyak 15-20% dan selebihnya cair. 2. Produk-produk Non Pangan a. industri asam lemak digunakan untuk pembuatan formulasi deterjen. b. industri gliserin digunakan untuk pembuatan sabun, shampoo, pasta gigi, dan kosmetika. c. industri pertambangan, minyak sawit digunakan sebagai pengapung
ii
(floatation agent). ( Seto, 2001 ). 2.4.
Sifat Fisika-Kimia Kelapa Sawit
2.4.1. Sifat Fisika Minyak Kelapa Sawit Sifat fisika minyak kelapa sawit meliputi: a. Warna Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak. b. Bau dan flavour Bau dan flavour pada minyak selain terdapat secara alamiah juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas pada minyak kelapa sawit terdapat beta ionone. c. Kelarutan Kelarutan dari minyak digunakan sebagai untuk mengekstraksi minyak. d. Titik cair dan polimorphism Titik cair minyak berada dalam nilai kisaran suhu karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda. Sedangkan polimorphism pada minyak adalah suatu keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk kristal dan polimorphism mempunyai rantai karbon yang panjang sehingga pemisahan kristal tersebut sangat sukar. e. Titik didih (boiling point) Titik didih dari asam-asam lemak sangat meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.
ii
f. Titik lunak Titik lunak dari minyak sudah ditentukan dengan maksud untuk identifikasi minyak tersebut, dimana temperatur pada saat permukaan dari minyak dalam tabung kapiler mulai naik. g. Slipping point Slipping point digunakan untuk pengenalan minyak dengan temperatur pada saat minyak mulai melincir. h. Shot melting point Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak. i. Bobot jenis Pada penetapan bobot jenis, temperatur dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran temperatur yang pendek. j. Indeks bias Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu medium yang cerah. Indeks bias pada minyak dipakai pada pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak. k. Titik kekeruhan Titik kekeruhan dikenal denan temperatur pada waktu mulai terjadinya kekeruhan. l. Titik asap, titik nyala dan titik api. Titik asap, titik nyala dan titik api pada minyak digunakan untuk menggoreng, dimana titik asap adalah temperatur pada minyak yang menghasilkan asap tipis yang kebiru-biruan pada pemanasan, sedangkan titik nyala adalah temperatur
ii
pada saat campuran uap dari minyak dengan udara mulai terbakar, dan titik api adalah temperatur pada saat dihasilkan pembakaran secara terus-menerus sampai habisnya contoh uji.
2.4.2. Sifat Kimia Minyak Kelapa Sawit Sifat Kimia Minyak Kelapa Sawit meliputi : a. Hidrolisa Dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak terjadi karena
terdapatnya
sejumlah
air
dalam
minyak.
Reaksi
ini
akan
mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavour dan tengik pada minyak tersebut. b. Oksidasi Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antar sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak. c. Hidrogenasi Reaksi hidrogenase dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Setelah proses hidrogenase selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan cara penyaringan. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras tergantung pada derajat kejenuhannya. d. Esterifikasi
ii
Proses esterifikasi ini bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. e. Pembentukan keton Keton dapat dihasilkan melalui penguraian dengan cara hidrolisa ester. Tabel 2.3. Nilai Sifat Fisika-Kimia Minyak Kelapa Sawit Sifat Bobot jenis pada suhu kamar Indeks bias D 40oC Bilangan iod Bilangan penyabunan
Minyak sawit 0,900 1,4565-1,4585 48-56 196-205
Sumber : Krischenbauer (1960).
2.5.
Komposisi Kimia Minyak kelapa Sawit Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80% perikarp (kulit buah) dan 20%
buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp (kulit buah) sekitar 34-40%. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat dari tabel 2.4 bahan yang tidak dapat disabunkan jumlahnya sekitar 0,3%.
ii
Tabel 2.4. Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit Asam Lemak
Minyak Kelapa Sawit (%)
Asam Kaprilat
-
Asam Kaproat
-
Asam Laurat
-
Asam Miristat
1,1 – 2,5
Asam Palmitat
40 – 46
Asam Stearat
3,6 – 4,7
Asam Oleat
39 – 45
Asam Linoleat
7 – 11
Sumber : Eckey, S.W. (1955)
2.6.
Standar Mutu Minyak kelapa Sawit Standar mutu merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang
bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu, yaitu kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna dan bilangan peroksida. Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1% dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01%, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (lebih kurang 2%), bilangan peroksida dibawah 2%, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat, tidak berwarna hijau), jernih dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam.
ii
Standar mutu Special Prime Bleach ( SPB ),dibandingkan dengan mutu ordinary dapat dilihat dalam Tabel 2.5 Tabel 2.5. Mutu Minyak Sawit Kandungan
SPB
Ordinary
Asam lemak bebas (%)
1-2
3-5
Kadar air (%)
0,1
0,1
Kotoran (%)
0,002
0,01
Besi p.p.m
10
10
Tembaga p.p.m
0,5
0,5
53±1,5
45-56
Karotene p.p.m
500
500-700
Tokoferol p.p.m
800
400-600
Bilangan iod
(Ketaren, 2005).
2.7.
Proses Pengolahan Minyak kelapa Sawit (CPO) Proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit di PKS PT.Socfin
Indonesia Kebun Aek Loba dilakukan secara bertahap dalam beberapa stasiun yang berbeda dengan tujuan untuk memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Pada dasarnya ada 2 macam hasil olahan utama TBS di pabrik yaitu : minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah ( Crude Palm Oil / CPO ) dan minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstrak / inti sawit ( Palm Kernel Oil / PKO ).
ii
Secara ringkas, tahap-tahap proses pengolahan TBS sampai dihasilkan minyak adalah sebagai berikut : 1. Stasiun Penerimaan Buah ( Fruit Reception ) 2. Stasiun Rebusan ( Sterilization Station ) 3. Stasiun Penebahan ( Thressing Station ) 4. Stasiun Pengempaan ( Pressing Station ) 5. Stasiun Pemurnian Minyak ( Clarification Station )
2.7.1. Stasiun Penerimaan Buah ( Fruit Reception ) Sebelum diolah ke dalam pabrik kelapa sawit, tandan buah segar (TBS) yang berasal dari kebun pertama kali diterima distasiun penerimaan buah untuk ditimbang di jembatan timbangan (weight bridge) dan ditampung sementara di penampungan buah ( loading ramp ). 2.7.1.1. Jembatan Timbangan ( Weight Bridge ) Sebelum ditumpuk di lokasi penumpukan buah (loading ramp), terlebih dahulu tandan ditimbang pada sebuah jembatan timbangan. Penimbangan bertujuan untuk mengetahui jumlah tandan buah yang dihasilkan dari kebun dan jumlah bahan yang masuk ke pabrik. Penimbangan dilakukan dua kali untuk setiap angkutan TBS yang masuk ke pabrik, yaitu pada saat masuk (berat truk dan TBS) serta pada saat keluar (berat
ii
truk). Dari selisih timbangan saat truk masuk dan keluar, diperoleh berat bersih TBS yang masuk ke pabrik. 2.7.1.2. Loading Ramp TBS yang telah ditimbang di jembatan timbang selanjutnya dibongkar di loading ramp dengan menuangkan (drump) langsung dari truk. Loading ramp merupakan suatu bangunan dengan lantai berupa kisi-kisi pelat besi berjarak 10 cm.
2.7.2. Stasiun Rebusan ( Sterilization Station ) 2.7.2.1. Perebusan ( Sterilization ) Dalam proses perebusan, TBS dipanaskan dengan uap pada temperatur sekitar 135 oC dan tekanan 2,0 - 2,8 kg/cm2 selama 80 - 90 menit. Proses perebusan dilakukan secara bertahap dalam tiga puncak tekanan agar diperoleh hasil yang optimal. (Pahan, 2006). Tujuan Perebusan TBS (Tandan Buah Segar) antara lain: a. Merusak enzim lipase yang menstimulir pembentukan ALB b. Mempermudah pelepasan buah dari tandan dan inti cangkang c. Memperlunak daging buah sehingga memudahkan proses pemerasan d. Untuk
mengkoagulasikan
(mengendapkan)
protein
memudahkan pemisahan minyak. (Tim Penulis.,1997).
sehingga
ii
2.7.3. Stasiun Penebahan ( Treshing Stasion) 2.7.3.1. Hoisting crane Buah hasil rebusan yang telah keluar dari sterilizer diangkut keatas dengan menggunakan hoisting crane, yang kemudian dituang dengan cara memutar lori pada titik sumbu. Buah akan jatuh kemulut hopper yang dilengkapi dengan pipa penyanggah sehingga saat buah jatuh sudah dimulai dengan proses pemipilan. ( Naibaho,P.M.,1996 ).
2.7.3.2. Stripper ( Pemipilan ) TBS berikut yang telah direbus dikirim kebagian pemipilan dan dituangkan ke alat pemipil (thresher) dengan bantuan hoisting crane atau transfer carriage. Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar yang membawa TBS ikut berputar sehingga membanting-banting TBS tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari tandannya. Brondolan yang keluar dari bagian bawah pemipil dan ditampung oleh sebuah screw conveyor untuk dikirim kebagian digesting dan pressing. Sementara, tandan kosong yang keluar dari bagian belakan pemipil ditampung oleh elevantor. Kemudian, hasil tersebut di kirim ke hopper untuk dijadikan pupuk tandan kosong dan jika masih berlebihan diteruskan incinerator untuk dibakar dan dijadikan pupuk abu janjang. (Pahan,2006).
ii
2.7.4. Stasiun Pengempaan ( Pressing Stasion ) 2.7.4.1. Pengadukan ( Digesting ) Buah yang masuk kedalam digester disebut sebagai material passing to digester ( MPD ), diaduk sedemikian rupa sehingga sebagian besar daging buah sudah terlepas dari biji. Proses pengadukan dan pelumatan buah dapat berlangsung dengan baik bila isi digester selalu dipertahankan penuh. Minyak bebas dibiarkan keluar secara kontinu melalui lubang dasar digester. Terhambatnya pengeluaran minyak akan menyebabkan minyak berfungsi sebagai pelumas pisau sehingga mengurangi efektifitas pelumatan pisau digester. Suhu massa digester harus selalu dipertahankan 90 – 95 oC. 2.7.4.2. Pengempaan ( Presuer ) Massa yang keluar dari digester diperas dalam screw press dengan menggunakan air pengencer screw press bersuhu 90 – 95 oC sebanyak 15-20% TBS. Untuk menurunkan viskositas minyak, penambahan air dapat pula dilakukan di oil gutter kemudian dialirkan melalui oil gutter ke stasiun klarifikasi. Sedangkan ampas kempa dipecahkan dengan menggunakan cake breaker conveyor untuk mempermudah pemisahan biji dan serat.
2.7.5. Stasiun Pemurnian Minyak ( Clarification Station ) 2.7.5.1 Crude Oil Tank Crude oil yang telah diencerkan dialirkan ke vibrating screen yang berukuran 20-40 mesh untuk memisahkan bahan asing seperti pasir, serabut,
ii
bahan-bahan lain yang masih mengandung minyak dan dapat dikembalikan ke digester. ( Tim Standarisasi, 1997 ). 2.7.5.2. Continous Settling Tank Continous tank berfungsi untuk memisahkan minyak dari lumpur. Perbedaan berat jenis ini menyebabkan lapisan minyak berada dibagian atas sedangkan lapisan sludge dan lapisan lumpur berada dibagian bawah tangki dan mengendap. 2.7.5.3. Tangki Minyak (Oil Tank) Minyak yang telah dipisahkan pada tangki pemisah ditampung dalam tangki pemisah ditampung dalam tangki ini untuk dipanasi lagi sebelum diolah lebih lanjut pada sentripusi minyak. Diusahakan agar tangki ini tetap penuh untuk menjaga agar pemanasan tetap 90-95oC, Sistem pemanasan dilakukan dengan pipa spiral yang dialiri uap dengan tekanan 3 kg/cm2. Saringan uap dan ―steam trap‖ harus berfungsi baik dan kadar air minyak harus diusahakan kurang lebih 0,50,70% dan kadar kotoran diusahakan 0,10 – 0,30%. (Pahan, 2006) 2.7.5.4. Tangki Kotoran (Sludge Tank) Tangki ini dipergunakan untuk menampung lumpur dari hasil pemisahan tangki pisahan yang masih mengandung minyak 4,5 – 5,5%. Alat ini berbentuk tabung silinder yang bagian bawahnya berbentuk kerucut. Pemanasan dalam tangki ini dilakukan dengan sistem injeksi uap dan suhu cairan dalam tangki 95 – 115oC.
ii
2.7.5.5. Decanter Decanter adalah alat untuk memisahkan minyak, air dan padatan (solid) secara sentripusi datar. Alat Decanter yang digunakan ada dua jenis yaitu berdasarkan keluaran yaitu: a. Two-Phase Decanter Alat ini bekerja memisahkan fraksi minyak dengan fraksi air dan fraksi padat atau fraksi padat dengan cairan, dengan penggunaan tersendiri. Cairan minyak yang masuk dari Crude Oil Tank ke dalam Decanter dipisahkan menjadi dua fraksi yaitu fraksi padat dan cair. Fraksi padat yang berbentuk lumpur padat diangkut dengan bak trailer ke kebun, sedangkan fraksi cair dipompakan ke dalam Settling Tank untuk diolah lebih lanjut. Tujuan pengolahan ini merupakan cara pengurangan bahan padatan dalam cairan dengan maksud agar pemisahan minyak dalam settling tank. Decanter dapat ditempatkan sebagai pengganti Oil Purifier yakni minyak yang berasal dari Settling Tank atau Buffer Tank diolah menjadi dua fraksi yaitu fraksi minyak dan fraksi cairan yang masih mengandung Sludge. Karena prinsip kerja alat ini menggantikan Oil Purifier maka mekanisme pemisahan berpegang kepada kemurnian minyak, akibatnya Sludge yang keluar masih mengandung minyak, sehingga perlu diolah lagi dengan menggunakan Sludge Separator atau Decanter, sedangkan fraksi minyak bersih langsung diolah ke Vacuum Drier. Decanter sebagai pengganti Sludge Separator, yaitu mengolah cairan yang berasal dari Sludge Tank dipisahkan. Cairan dipisahkan menjadi cairan minyak dan Sludge. Cairan minyak yang dipisahkan dipompakan ke Settling Tank,
ii
sedangkan fraksi Sludge dibuang ke Fat-Pit untuk diteruskan ke unit pengolah limbah. b. Three-Phase Decanter Alat ini bekerja dengan prinsip yang sama dengan two-phase Decanter, hanya terdapat perbedaan dari fase fraksi. Pada alat ini dihasilkan 3 fraksi yaitu fraksi minyak, fraksi air (cair) dan fraksi padat. Alat ini dapat ditempatkan sebagai pengganti Oil Purifier dan akan menghasilkan fraksi minyak, fraksi air dan padatan. Fraksi air yang masih mengandung minyak dilanjutkan pengolahannya pada Sludge Separator,dan Sludge dan minyak akan terpisah. Pengolahan lumpur di Pabrik Kelapa Sawit PT.Socfin Indonesia Kebun Aek Loba menggunakan Alat Three-Phase Decanter dimana lumpur (sludge) yang keluar dari bagian bawah sludge tank diolah didalam decanter untuk memisahkan minyak, air, dan lumpur. Proses pemisahan ini terjadi akibat adanya gaya sentrifugal yang dihasilkan oleh putaran bowl yang menghasilkan : phase padat berupa solid yang akan langsung dibuang melalui solid conveyor dan akan dijadikan sebagai pupuk di areal perkebunan kelapa sawit, phase minyak dipompakan ke continous settling tank kembali, sedangkan phase cair yang masih mengandung minyak dilanjutkan pengolahannya pada sludge seperator. Dalam proses pemurnian minyak di unit decanter perlu diperhatikan kerugian minyak kelapa sawit di water phase dan solid decanter yang tidak boleh melebihi standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan, yaitu standar untuk kerugian minyak dalam water phase decanter adalah 1,50% dan kerugian minyak dalam solid decanter adalah 3,00%.
ii
Dalam pengoperasian decanter, dapat dipengaruhi oleh : a. Komposisi umpan yang akan diolah, karena ratio antara minyak, air dan lumpur mempengaruhi terhadap daya pisah alat tersebut. b. Fungsi alat decanter tersebut. c. Perimbangan kapasitas alat dengan jumlah sludge yang diolah.
2.7.5.6. Sludge Separator Cairan sludge yang telah melalui pre cleaner, dimasukkan kedalam sludge seperator untuk dikutip minyaknya. Dengan gaya sentrifugal minyak yang berat jenisnya lebih kecil bergerak menuju ke poros dan terdorong keluar melalui sudusudu keruang pertama tangki pemisah (settling tank). Cairan dan ampas yang mempunyai berat jenis lebih berat dari minyak terdorong kebagian dinding bowl dan keluar melalui nozzle. (Tim Standarisasi, 1997). 2.7.5.7. Alat pengering (Vacuum Dryer) Pengeringan minyak dipergunakan untuk memisahkan air dan minyak dengan cara penguapan hampa. Tekanan yang digunakan yaitu: 0,8 – 1,0 kg/cm3. Air yang terbentuk dalam kondensor langsung ditampung pada tangki air panas dibawah. (Pahan,2006) 2.7.5.8. Fat-pit Fat-pit
digunakan
untuk
menampung
cairan-cairan
yang
masih
mengandung minyak yang berasal dari air condensat dan stasiun klarifikasi. Minyak
yang
terkutip
(Tim Standarisasi, 1997).
akan
dipompa
ke
continous
settling
tank.
ii
2.8.
Pemurnian dan penjernihan kelapa sawit Minyak yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih berupa
minyak kelapa sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa partikel partikel dari tempurung dan serabut serta 40-45% air. Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut mengalami pengolahan lebih lanjut. Minyak sawit yang masih kasar kemudian di alirkan kedalam tangki minyak kasar (crude oil tank) dan setelah melalui pemurnian atau klarisifikasi yang bertahap , maka akan di hasilkan minyak sawit mentah (CPO). Proses penjernihan dilakukan untuk menurunkan kandungan air di dalam minyak. Minyak kelapa sawit dapat di tamping dalam tangki- tangki penampung dan siap di pasarkan atau mengalami pengolahan lebih lanjut sampai dihasilkan minyak sawit murni (PPO) Processe Palm oil. Sedangkan sisa olahan yang berupa lumpur , masih dapat di manfaakan dengan proses daur ulang untuk diambil minyak sawitnya. Tujuan utama dari proses pemurnian adalah untuk menghilangkan rasan dan bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang massa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industry. Cara pemurnian dilakukan dalam beberapa tahap: 1. Pemisahan bahan suspense dan disperse koloid dengan cara penguapan, degumming dan pencucian dengan asam 2. Pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi 3. Dekolorisai dengan proses pemucatan
ii
4. Deodorasi 5. Pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan (chilling) dan pemfilteran dengan menggunakan filter tekan. (Tim penulis, ps, 1997)
2.9 Filterpress Suatu mesin press bersaringan berisi satu set plat yang didesain untuk menyediakan serangkaian ruang atau kompartemen yang di dalamnya padatan dikumpulkan. Plat-plat tersebut dilingkupi media penyaring seperti kanvas. Lumpur dapat mencapai tiap-tiap kompartemen dengan tekanan tertentu, cairan melalui kanvas atau keluar melalui pipa pembuangan, meninggalkan padatan cake basah dibelakangnya. Plat dari suatu mesin press bersaringan dapat berbentuk persegi/lingkaran, horizontal, atau vertikal.
Pres filter terdiri atas elemen-elemen filter (hingga mencapai 100 buah) yang berdiri tegak atau terletak mendatar, disusun secara berdampingan atau satu di atas yang lain. Elemen-elemen ini terbuat dari pelat-pelat beralur yang dilapisi kain filter dan disusun pada balok-balok luncur sehingga dapat digeser-geser. Dengan suatu sumbu giling atau perlengkapan hidraulik, pelat-pelat itu dipres menjadi satu diantara bagian alat yang diam (bagian kepala) dan bagian yang bergerak. Saluran masuk dan saluran keluar terdapat dibagian kepala (untuk sistem tertutup) atau saluran keluarnya di samping pelat-pelat (untuk sistem terbuka).
ii
Gambar1. Filter press
Filter ini terdiri dari seperangkat lempengan yang dirancang untuk memberi sederetan kompartemen untuk pengumpulan zat padat. Lempengan tersebut ditutup dengan medium filter seperti kanvas. Slurry umpan masuk ke dalam masing-masing lempengan dan medium filternya dengan tekanan, cairannya lewat melalui kanvas dan keluar melalui pipa keluaran dan meninggalkan zat padat basah di antara lempengan tersebut.
ii
Gambar2. Peralatan filter tekanan untukoperasi otomatis
Lempengan press yang digunakan ada yang berbentuk bujur sangkar atau lingkaran, ada yang terletak vertikal dan horisontal. Tetapi umumnya lempengan untuk zat padat itu dirancang dengan membuat tekukan pada permukaan lempeng, atau dalam bentuk plate-and-frame. Pada desain plate and frame ini, lempengan berbentuk bujur sangkar dengan panjang sisi 6-28 in dan disusun silih berganti dengan bingkai terbuka. Lempengan tersebut tebalnya berkisar 0,25 sampai 2 in, sedangkan bingkainya setebal 0,25 sampai 8 inci. Lempengan dan bingkai itu didudukkan secara vertikal pada rak logam dengan medium filter dipasang menutupi setiap bingkai dan dirapatkan dengan bantuan sekrup dan rem hidraulik. Bubur umpan masuk pada satu ujung rakitan lempeng dan bingkai tersebut. Slurry mengalir melalui saluran yang terpasang memanjang pada salah satu sudut rakitan dari sudut tersebut melalui saluran tambahan mengalir ke dalam masing-masing bingkai. Di sini zat padat itu diendapkan di atas permukaan pelat. Cairan mengalir menembus kain filter, melalui alur atau gelombang pada permukaan lempeng, sampai keluar press filter tersebut. Sesudah filter tersebut dirakit, slurry dimasukkan dari pompa atau tangki pendorong pada tekanan 3 sampai 10 atm. Filtrasi lalu diteruskan sampai tidak ada
ii
lagi zat cair yang keluar dan tekanan filtrasi naik secara signifikan. Hal ini terjadi bila bingkai sudah penuh dengan zat padat sehinggga slury tidak dapat masuk lagi. Filter itu disebut jammed. Setelah itu, cairan pencuci dapat dialirkan untuk membersihkan zat padat dari bahan-bahan pengotor yang dapat larut. Cake tersebut kemudian ditutup dengan uap atau udara untuk membuang sisa zat cair tersebut sebanyak-banyaknya. Filter itu lalu dibongkar, cake padatnya dikeluarkan dari medium filter sehingga jatuh ke konveyor menuju tempat penyimpanan. Pada kebanyakan press filter, operasi tersebut berlangsung secara otomatis. Sampai cake bersih, proses pencucian memakan waktu beberapa jam karena cairan pencuci cenderung mengikuti jalur termudah dan melangkahi bagianbagian cake yang terjejal rapat. Jika cake tidak terlalu rapat, sebagian besar cairan pencuci tidak efektif membersihkan cake. Jika diinginkan pencucian sampai benar-benar bersih, biasanya dibuat sluury lagi dengan cake yang belum tercuci sempurna. Pencucian lebih lanjut dapat menggunakan zat cair pencuci dalam kuantitas besar dan menyaringnya kembali dengan shell-and-leaf filter sehingga memungkinkan pencucian yang lebih efektif dari pada plate and frame filter.(teknologi filter press ,P. Arcana, 2004)