PERUBAHAN SISTEM POLITIK KOLONIAL BELANDA DI GORONTALO TAHUN 1824-1942
.
Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu sosial Universitas Negeri Gorontalo 2014
.
ABSTRAK Andris K. Malae1, Nim 231410021 (2014). Judul Skripsi Perubahan Sistim Politik Kolonial Belanda di Gorontalo Tahun 1824-1942. Jurusan S1 Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo 2014. Pembimbing 1. Drs. H. Darwin Une, M.Pd, pembimbing 2 Drs. Joni Apriyanto, M.Hum Penelitian ini merupakan penelitian Ilmu Sejarah yang berusahan mengkaji sejarah lokal di Indonesia terutama sejarah lokal yang ada di Gorontalo. Dalam penelitian ini penulis mencoba menguraikan berbagai macam perubahanperuabahan sistem politik yang dijalankan oleh pihak kolonial yaitu dari awal masuknya kolonial Belanda tahun 1677 sampai berakhir pada tahun 1942. Namun dalam penelitian ini penulis hanya membatasi permasalahan politk kolonial yang terjadi pada tahun 1824 yaitu tahun dimana langkah awal Belanda untuk mengganti sistem pemerintahan tradisonal menjadi sistem pemerintahan kolonial Belanda. Dan puncak perubahan sistem pemerintahan tersebut terjadi pada tahun 1889 yang secara utuh pemerintahan berganti pada sistem pemerintahan kolonial Belanda tanpa ada ikut campur olongia atau Raja didalamnya. Kata Kunci : Perubahan, Sistem Politik Kolonial Belanda
1
ANDRIS K. MALAE, 231410021, JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH, FAKULTAS ILMU SOSIAL, DRS. H. DARWIN UNE, M.PD, DRS. JONI APRIYANTO, M.HUM
Sejarah Gorontalo adalah sejarah patriotisme. Peristiwa 23 januari 1942 merupakan bukti sejarah yang sarat dengan semangat kepahlawanan, ketika seluruh masyarakat Gorontalo yang dipimpin seorang anak mudah bernama Nani Wartabone mengikrakan sebuh tekad menuju zaman baru, yaitu: Gorontalo yang bebas dari penjajahan. Dengan menggenggam badik di tangan, Nani Wartabone menggoreskan sejarah kepahlawanan, sejarah cinta tanah air, sejarah pembebasan dan menolak berada di bawah kaki kezaliman. Sayangnya, hingga era milenium ketiga, masih sangat sedikit masyarakat indonesia yang memahami hal itu. Sangat sedikit
sejarah diungkap, bahwa sejak masa kolonialisme hingga kini, tema
perjuangan dan semangat pembebasan begitu melekat di jantung masyarakat yang berdiam di ujung utara pulau sulawesi itu. Catatan sejarah mengatakan, sebelum masa pendudukan kolonial Belanda, Gorontalo berbentuk karajaan-kerajaan kecil yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo, dan terikat satu sama lain dengan acuan hukum yang disebut Pohalaa. pohalaa tersebut meliputi Pohalaa Hulantalo, Pohalaa Limutu, Pohalaa Suwawa, Pohalaa Bolango dan Pohalaa Atinggola. Sistam pemerintahan pada masa itu banyak mengalami perubahan seiring dengan perjalanan waktu. Pada tahun 18242 misalnya, disamping pemerintahan tradisional terdapat
pula kekuasaan yang dipimpin oleh asisten Residen.
Kemudian padaa tahun 18893, dialihkan kepemerintahan langgsung yang dikenal dengan istilah Rechehereeks Betur. Pada tahun 19114, Gorontalo ditetapkan menjadi 3 (tiga) Afdiling yaitu: Gorontalo/Bualemo/Buol, yang dibagi menjadi beberapa distrik yang dipimpin oleh Jogugu dan Onder distrik dikepalai oleh
2
Langkah awal yang dijalankan oleh pemerintah Belanda dalam mengintervensi pemerintahan Tradisional kerajaan Gorontalo dubuktikan denga pembentukan Raja Gouvernement oleh pemerintah Belanda. Lihat Yayasan 23 Januari 1942. 1982. Perjuangan Rakyat Di Daerah Gorontalo; Menentang kolonialisme Dan Mempertahankan Negara Proklamasi. Gorontalo. Penerbit: PT. Gobel Dharma Nusantara.,Hlm : 6. 3 Kerajaan Gorontalo (limo lo pohalaa) secara resmi dihapuskan dan secara langsung berada dibawah pemerintahan kolonial Belanda. Lihat Joni Apriyanto. 2012. Sejarah Gorontalo Modern. Yogyakarta. Penerbit: Ombak.,Hlm : 16. 4 Yayasan 23 Januari 1942. 1982. Perjuangan Rakyat Di Daerah Gorontalo; Menentang kolonialisme Dan Mempertahankan Negara Proklamasi. Gorontalo. Penerbit: PT. Gobel Dharma Nusantara.
Marsaoleh atau setingkat Camat. Keadaan ini berlangsung hingga meeletus Perang dunia II. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini mengikuti tahapan-tahapan metode sejarah seperti dalam buku Helius Sjamsudin5 dengan Langkah-langkah sebagai berikut: 1. Heuristik 2. Kritik 3. Interpertasi 4. Historiografi
PEMBAHASAN Babak Baru Perubahan Politik Kolonial Belanda Tahun 1824-1889 Pada awal pemerintahan Kolonial tahun 1809, terjadi peralihan kekuasaan kerajaan yang dijabat oleh Sultan Iskandar Pui Monarfa. Dalam pemerintahannya, telah meleburkan 17 Linula yang dijabat oleh para Marsaoleh dan Walaapulu. Kegiatan yang dilakukan oleh raja Monoarfa sangat besar, selain sebagai raja Gorontalo beliau juga merupakan raja dari Bone dan Limboto.6 Akhirnya langkah yang dijalankan oleh pemerintah Kolonial Belanda adalah langsung mengubah7 sistem pemerintahan kerajaan Gorontalo terutama sistem feodal dari VOC. Yaitu Pada tahun 1824 limo lo pohalaa yang masih dalam wilayah Gubernemen Ternate di masukkan kedalam karesidenan Manado dan di perintah oleh seorang asisten residen sebagai penguasa kolonial.8 Sejak saat itulah daerah Limo Lo Pohalaa yang pada awalnya di pegang oleh seorang Olongia atau Raja yang pada masa ituRaja Bumulo II akhirnya tahun 1824 berada 5
Helius Sjamsudin. 2012. Metodologi Sejarah. Yogyakarta. Penerbit: Ombak.,Hlm : 67. 6
Hasanudin & Basri Amin, 2012. GORONTALO” Dalam Dinamika Sejarah Masa Kolonial”. Yogyakarta, Penerbit: Ombak.,Hlm : 67 7 Perubahan sistem pemerintahan ini dilakukan oleh Gubernur Jendral Baron van der Capellen saat mengunjungi Minahsa dan Gorontalo dan mengeluarkan keputusan pada tanggal 14 Juni 1824 yaitu mengenai pembaharuan dalam bidang pemerintahan. Lihat Juwono & Hutagalung. 2005. Limo Lo Pohalaa; Sejarah Kerajaan Gorontalo. Yogyakarta. Penerbit: Ombak.,Hlm 253. 8 Alim S. Niode & Husein Mohi (Elnino), 2003. Abad Besar Gorontalo. Gorontalo, Penerbit: Prenas Publishing. Hlm : 34
dibawah kekuasaan seorang Resident dan Olongia hanyalah sebuah boneka yang mudah dikendalikan dan tidak punya otoritas untuk memimpin. Walaupun demikian Keresidenan Manado tetap dalam pengawasan Gouvernement yang berkedudukan di Maluku.9 Perubahan sitem pemerintahan pada tahun ini dibuktikan dengan adanya dua kepala pemerintahan didalam kerajaan Gorontalo yang pertama adalah; pengangkatan seorang Raja Gouvernement yang dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda dan kedua; Raja Negorij10 yang merupakan Raja dalam kerajaan. Pengangkatan Raja Gouvernement merupakan suatu cara Kolonial untuk bagaimana mengganti otoritas pemerintahan tradadisional secara perlahan-lahan. Maka dapat dianalisis bahwa kesengajaan pemerijtahan Belanda menyisipkan salah satu Raja bentukan mereka agar dapat menguasai sistem kerajaan yang akan mereka kuasai seutuhnya, sehingganya hal juga dapat melemahkan kekuasaan Raja tradisional Setelah
menguasai
kepentingan
politiknya
pemerintah
Belanda
menjalankan misi selanjutnya yaitu dengan mengadakan kontrak atau perjanjian dengan raja Gorontalo. Baik perjanjian jangka panjang maupun jangka pendek mengenai eksistensi dan kedaulatan pemerintahan Hindia-Belanda atas Gorontalo. Perjanjian itu ditetapkan pada 9 Januari 1828 memuat 15 pasal. Dan diperbaharui kembali pada tanggal 16 januari 1831 yang memuat 6 pasal. Selanjutnya perjanjian itu dipertegas kembali pada tanggal 1 Maret 1838 yang tetap memuat 6 pasal.11 Perjanjian-perjanjian itu sebenarnya memuat kepentingan-kepentigan politik pemerintah Hindia-Belanda di Gorontalo. Setelah ditetapkannya pasal-pasal tersebut pemerintah Belanda melalui usulan Residen Manado pada tahun 1853 sistem pemerintahan dua Raja akhirnya dihapuskan oleh pemerintah Belanda dengan ketetapan pemerintah tanggal 4
9
Hasanudin & Basri Amin.,op. cit.,Hlm : 67 Ibrahim Polontalo. 1983. Proses Masuk Dan Berkembangnya Kekuasaan Pemerintahan Kolonial Belanda Di Gorontalo (Abad XVII Sampai Abad XIX). Gorontalo. Tidak Di Terbitkan., hlm : 18 11 Hasanudin. 2007. Gorontalo Abad Ke-19. Jurnal Hasil Penelitian Jarahnitra.,Hlm : 16-17 10
november tahun 185512. Maka sedikit diketahui politik Belanda berjalan dengan baik dan telah dapat mengacaukan sistem tradisional kerajaan Gorontalo, sehingga ini akan memudahkan pemerintah Belanda mengganti seutuhnya sistem Olongia atau Raja pada kerajaan. Artinya dengan ditetapkan pasal-pasal yang berisi kontrak politik maupun kontrak dalam bidang ekonomi oleh pemerintah Belanda, maka hal itu merupakan suatu ketegasan ketetapan yang tidak dapat di ganggu gugat oleh siapun terutama oleh Raja-raja yang pada masa itu memerintah. Maka langkah kongkrit inilah yang dijalankan oleh pihak Belanda. Tahun
1856
merupakan
masa
awal
usaha
pelaksanaan
sistem
pemerintahan langsung oleh pemerintah Hindia Belanda, hingga akhirnya seluruh pemerintah kerajaan-kerajaan di Gorontalo dihapuskan secara resmi dan secara langsung dibawah pemerintahan Hindia-Belanda sampai pada tahun 1889.13 Dan administrasi Kolonial secara berangsur-angsur diganti menurut paham Barat misalnya pergantian nama dari jabatan-jabatan dalam struktur pemerintahan lipu di Gorontalo di ubah menjadi sebutan distrik, onderdistrik, dan kampung.14 Ibrahim Polontalo15 menguraikan langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintahan Belanda pada tahun 1856 yaitu menghilangkan sistem dua raja dalam tata pemerintahan. Selanjutnya membagi membagi daerah-daerah yang tergabung dalam kesatuan Limo Lo Pohalaa menjadi:(1) Kerajaan Limboto terdiri dari empat distrik: Kwandang, Batudaa, Tibawa dan Paguyaman. (2) Kerajaan Gorontalo terdiri dari lima distrik: Pohuato, Kota, Talaga, Tapa dan Kabila. (3) Kerajaan Bone terdiri dari tiga distrik: Bone, Suwawa dan Bintauna Sedang Atinggola dan Boalemo masih tetap berstatus landschap. Dan pada tahun 1864 daerah Limo Lo Pohalaa ditingkatkan menjadi lima Afdeling. Pembagiannya adalah sebagai berikut: (1) Afdeling Gorontalo terdiri dari tiga distrik: Hunganaa, Lupayo dan Tapa. (2) Afdeling Bone terdiri dari empat distrik: Wabu, Bone, Bintauna dan Suwawa. (3) Afdeling Kwandang terdiri dari dua 12
Joni Apriyanto.,op. cit.,Hlm : 19 Ibid.,Hlm :16. Lihat juga Ibrahim Polontalo.,Op Cit.,Hlm : 17 14 Ibid.,Hlm : 26-27 15 Ibrahim Polontalo.,loc. cit.,Hlm : 17-19
13
distrik: Kwandang dan Atinggola. (4) Afdeling Limboto terdiri dari tiga distrik: Tibawa, Batudaa dan Paguyaman. (5) Afdeling pohuato terdiri dari dua distrik: Pohuato dan Bualemo Akibat dari perubahan sistem pemerintahan ini hilangnya kedudukan raja didaerah Limo Lo Pohalaa, kekuasaan beralih dari kekuasaan sendiri ke kekuasaan kolonialisme Belanda. Dalam sitem pemerintahan tersebut tiap afdeling dikepalai oleh seorang Jogugu, sedang distrik oleh seorang marsaoleh. Maka pada tahun 1889 diadakan perubahan pemerintahan yang disebut Rechtstreeks bestuur (pemerintahan langsung) dengan aturan-aturan pokok sebagai berikut: (1) Peraturan yang berlaku dalam daerah Limo Lo Pohalaa bersumber dari peraturan pemerintah Kolonial. (2) Para pejabat terutama marsaoleh berstatus pegawai negeri yang diberi gaji. Maka selanjutnya pembagian daerah diubah dan disederhanakan menjadi dua onder afdeling: (1) Onder Afdeling Limboto terdiri dari Lima distrik: Atinggola, Kwandang, Paguyaman, Boalemo dan Paguat. (2) Onder Afdeling Gorontalo terdiri dari tujuh distrik: Batudaa, Tibawa, Telaga, Kota, Tapa, Kabila dan Bone. Oleh karena itu pada tahun 1889 dimana Rechtstreeks bestur mulai diberlakukan oleh pemerintah Belanda sehingga menunjukan daerah Limo Lo Pohalaa menjadi daerah kolonialisme Belanda yang ditangani sepenuhnya. Setelah melaksanakan sistem pemerintahan seutuhnya didaerah Gorontalo, pemerintah Belanda mulai menjalankan kegiatannya untuk mengeksploitasi hasil bumi yang ada di Gorontalo, berbagai kegiatan dilakukan oleh Belanda baik itu yang bersifat memeras dan kesewenang-wenangan terhadap masyarakat Gorontalo. hal itu dilakukan oleh Belanda karena mereka telah sepenuhnya menguasai kerajaan Gorontalo tanpa ada pertentangan dari pihak manapun. Akhirnya kegiatan Belanda ini di rasakan telah berlebihan oleh masyarakat Gorontalo, dan harus ada sistem baru yang dapat mengganti kepentingankepentingan Belanda yang dilakukan tanpa prikemanusiaan. Pada awal abad ke-20 pemerintah Hindia Belanda memandang lebih baik untuk mulai menyerahkan pembinaan dan kepentingan pribumi kepada badan-
badan pemerintah lokal yang diberi kebebasan terbatas (zelfstanding), tapi dapat mengatur dan memiliki keuangan sendiri.16 Pembentukan pejabat-pejabat administratif pemerintah kolonial melalui Assistant Residentie di Gorontalo berjalan saling berhubungan dengan hirarki lama yang memang sudah terbentuk dalam distrik dan onderdistrik. Afedeling Gorontalo dibawah pimpinan assisten residen mempunyai kesenangan secara mandiri dalam mengatur wilayahnya sendiri dan sekeligus membuat peraturanperaturan lokal. Selanjutnya struktur kekuasaan dari sistem politik pemerintah kolonial
ditetapkan
mengikuti
model
tradisional.17
Pada
perkembangan
selanjutnya desentralisasi tidak mampu lagi melaksanakan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan lokal yang semakin banyak dan beragam, sehingga dilakukan reorganisasi pemerintahan atau perubahan dalam tatanan pemerintahan. Pada pelaksanaan pemerintahan tradisional terdapat perubahan setelah dikembalikannya jabatan jogugu-menggantikan kedudukan marsaoleh sebagai kepala distrik pertama dan di bawahnya marsaoleh menggantikan kedudukan walaapulu sebagai kepala distrik kedua (onderdistrik), serta pada tingkat terbawah tetap dijabat oleh taudaa sebagai kepala kampung. Pada tahun 1911 daerah Gorontalo dibagi menjadi empat onderafdeling, yaitu Kwandang, Gorontalo, Boalemo, dan Buol18. Tahun 1920 daerah Buol tidak dimasukan sebagai onderafdeling sehingga tinggal menjadi tiga onderafdeling yaitu Kwandang, Gorontalo, dan Boalemo. Dan pada tahun 1925, Buol dimasukan kembali sebagai onderafdeling namun Kwandang tidak dimasukan lagi tetapi masuk menjadi distrik dibawah onderafdeling Gorontalo. Sehingganya pada tahun yang sama terdapat tiga onderafdeling yaitu Gorontalo, Boalemo dan Buol.19 Selanjutnya
Hasanudin
&
Basri
Amin20
mengemukakan
bahwa
dibentuklah struktur Rechehereks Bestur pemerintah kolonial melalui ke-
16
Hasanudin & Basri Amin.,op. cit.,Hlm :188 Joni Apriyanto..op cit.,Hlm : 189 18 Wilayah kontrolir Buol dipisahkan dari wilayah keresidenan Gorontalo dan disatukan dengan Donggala. 19 Joni Apriyanto.,op. cit.,Hlm : 104 20 Hasanudin & Basri Amin.,op. cit.,Hlm : 191 17
asistenresidenan (afdeling). Yayasan 23 Januari21 menguraikan Afdeling Gorontalo yang membawahi tiga daerah kontrol (onderafdeling) Gorontalo, Boalemo dan Buol. Dengan wilayah kontrol sebagai berikut: 1. Onderafdeling Gorontalo
Distrik Gorontalo Onderdistrik Kota Onderdistrik Talaga Onderdistrik Tapa Onderdistrik Kabila
Distrik Bone Onderdistrik Bonepantai Onderdistrik Suwawa
Distrik Kwandang Onderdistrik Kwandang Onderdistrik Atinggola Onderdistrik Sumalata
2. Onderafdeling Boalemo22
Distrik Boalemo Distrik Paguyaman Distrik Boalemo Distrik Paguat
3. Onderafdeling Buol23
Distrik Buol Onderdistrik Buol Dapat disimpulkan bahwa dalam distrik terdapat kepala distrik yang
dijabat oleh seorang jogugu yang membawahi onderdistrik yang dijabat oleh marsaoleh dari kaum elite tradisional. Pada tingkat bawah dipimpin oleh seorang
21
Yayasan 23 Januari.,op. cit.,Hlm : 6-7 Distrik Boalemo berkedudukan di Tilamuta 23 Distrik Buol berkedudukan di Paleleh 22
taudaa24 yang dibantu oleh kepala dapulu. Fungsi dan otoritas jogugu dan marsaoleh yang diangkat oleh seorang residen sangat jelas yaitu sebagai penghubung antara kaum pribumi dengan pemerintah Hindia Belanda. Kedudukan Pemerintahan Hindia-Belanda di Gorontalo Berakhirnya masa pemerintahan Belanda di Gorontalo bukan semata-mata tidak mempunyai sebab atau secara total di prakarsai oleh perjuangan rakyat. Namun sebelum itu ada beberapa faktor yang terjadi terkait dengan berakhirnya masa pemerintahan Belanda di Gorontalo dan hubungan Belanda dengan perang Pasifik.25 Faktor selanjutnya yang mengakibatkan mundurnya Hindia Belanda di Gorontalo yaitu dengan kekalahan Belanda dalam perang Pasifik yang didalangi oleh tiga negara yaitu Jerman, Italia dan Jepang yang saling bekerjasama. Di bagian barat bergerak Jerman dan Italia sedangkan di timur adalah Jepang.26 Akhirnya Jerman dapat mengalahkan Kerajaan Belanda di Eropa pada 10 Mei 1940.27 Sehingganya Jepang langsung mengambil alih seluruh koloni-koloni eropa yang ada di bagian timur. Salah satunya adalah koloni Hindia Belanda di Indonesia terutama di Gorontalo. Gerakan 23 Januari 1942 Pada tanggal 23 Januari 1942, rakyat Gorontalo yang di pelopori oleh Nani Wartabone berjuang dan menyatakan kemerdekaan, sekaligus membentuk pemerintahan sendiri. Usaha ini dimulai dengan adanya ancaman yang datang dari Nani Wartabone selaku pejuang rakyat. Usaha perjuangan ini juga diperkuat oleh
24
Merupakan kepala kampung yang memilki fungsi terbatas dan tidak memiliki gaji tetap. Para kepala kampung ini memilki berbagai macam sebutan seperti anjula untuk kepala kampung Pentadu di Bumbulan, Limba untuk sebutan kepala kampung Marisa di kota Gorontalo, Dembe untuk kepala kampung Motolalu, Huangototu untuk kepala kampung Imbodi di Kabila, Hunti untuk kepala kampung di Buntulia di Pohuato (Poguato) dan Tapa untuk kepala kampung Wonggarasi di Gorontalo. Lihat juga Juwono & Hutagalung. 2005. Limo Lo Pohalaa; Sejarah Kerajaan Gorontalo. Yogyakarta. Penerbit: Ombak. ,Hlm : 346 25 Adapun peristiwa 23 Januari 1942 di Gorontalo, terjadi dalam suasana dimulainya perang pasifik pada tanggal 8 desember 1941, yang merupakan perang dunia kedua di Eropa. Itulah sebabnya penting sekali mengemukakan kedudukan Hinda Belanda pada saat itu. Dalam Yayasan 23 Januari.,op. cit.,Hlm 40 26 Yayasan 23 Januari 1942.,op. cit.,Hlm : 40 27 Onghokam, 2012. Runtuhnya Hindia-Belanda. Jakarta. PT Gramedia.,Hlm : 1
aparat pemerintahan Belanda28 yang memiliki jiwa nasional dan memihak perjuangan bangsanya.29 Didasari oleh rasa marah yang dilakukan oleh pemerintah Belanda terhadap pembakaran-pembakaran hasil logistik tersebut maka perjuangan rakyat Gorontalo mencapai pada titik terakhir yang menegangkan dengan beberapa aksi perjuangan yang sangat luar biasa untuk mendapatkan daerah Gorontalo secara utuh. Untuk memperluas daerah perjuangan maka beberapa hari sebelumnya Nani Wartabone telah mengirim berita rahasia kepada marsaoleh Onder Distrik Bone Pantai yang pro terhadapa perjuangan rakyat. Isi berita rahasia itu adalah bahwa pada waktu yang singkat ada gerakan rakyat dalam merebut kekuasaan pemerintah jajahan. Rakyat yang telah matang dalam perjuangan agar segera dipersiapkan untuk menghalangi gerak maju pasukan Belanda yang akan menuju Gorontalo. Dan lebih penting lagi harus melakukan penangkapan terhadap pasukan-pasukan tersebut. Aksi pertama yang dilakukan rakyat Gorontalo yaitu menjelang pukul 05.00 pagi tanggal 23 Januari 194230 tepatnya pada hari jum’at. Rakyat dari kampung-kampung seperti Suwawa, Kabila dan lain-lain tempat secara diamdiam menuju ke Kota Gorontalo. Dengan pos komando di rumah Kusno Danupoyo, kampung Ipilo dan langsung di pimpin oleh Nani Wartabone. Tujuannya langsung mengamankan dan mengawasi tempat-tempat yang menjadi aksi dari vernieling corps dan tempat-tempat yang dirasa perlu diamankan lainnya.31 Menurut Joni Apriyanto bahwa : Di sudut jalan kampung Pabean, pasukan Nani Wartabone bersama Koesno danupoyo berhasil menguasai tangsi polisi Belanda dan saat itu juga pasukan mengadakan penyergapan terhadap W.C Roemer komandan veldpolitie.
28
Untuk
mempercepat
pendudukan
tangsi
polisi
dan
Masyarakata pribumi yang bekerja pada instansi-instansi Belanda. Ibid., 30 Joni Apriyanto.,op. cit.,Hlm :70. Lihat juga Hasanudin. 2012. Nani Wartabone: agen perubahan di Gorontalo. Jurnal Sejarah dan Budaya : Kure.,Hlm : 36 31 Yayasan 23 Januari 1942.,op. cit.,Hlm : 44 29
menyerahnya anggota pasukan Roemer oleh pasukan rakyat, maka Roemer didesak untuk memberikan surat perintah muntuk menyerah kepada pasukan Nani Wartabone.32 Setelah penguasa tangsi polisi maka penangkapan dan penawanan ditujukan kepada pejabat-pejabat tinggi pemerintah Hindia-Belanda. Dengan pimpinan Nani Wartabone dan Kusno Danupojo pasukan Gorontalo menuju rumah kontrolir Dancona.33 Tanpa ada perlawanan yang dilakukan pasukan langsung menangkap dan menawannya serta merampas senjata yang dipakainya.34 Selanjutnya penangkapan kepala polisi R. Couper, asisten residen J. Korn dan dilanjutkan dengan penangkapan tuan Petrus.35 Setelah penangkapan para pejabat-pejabat tinggi Belanda tersebut, maka Selanjutnya Nani Wartabone membebaskan para tahanan yang di tawan oleh pemerintah
Belanda
dan
dikumpulkan
di
lapangan.
Nani
Wartabone
menyampaikan tidak perlu merasa takut karena semua orang Belanda telah ditangkap36 dan daerah Gorontalo telah dipegang oleh pasukan Gorontalo. Sehubungan dengan keberhasilan pasukan rakyat dalam menggulingkan pemerintahan Belanda di Afdeling Gorontalo, maka menjelang pukul 10.00 pagi atau lima jam setelah operasi dilakukan. Hari itu juga jum’at masa rakyat dari berbagai kampung-kampung berdatangan menuju lapangan kota afdeling, yang terletak tidak jauh dari rumah Asisten Residen Corn. Rakyat Gorontalo memadati lapangan guna mengikuti prosesi penaikan Bendera Merah Putih37 yang bertuliskan “Indonesia berparlemen” yang biasa saat melakukan rapat GAPI.38
32
Joni Apriyanto.,op. cit.,Hlm : 70 Kontrolir Dancona adalah salah seorang aparat pemerintah kolonial Belanda yang mempunyai jabatan strategis, sebagai perpanjangan dari asisten residen. Lihat Joni Apriyanto.,loc. cit. 34 Ibrahim Polontalo. 1980. Gerakan Patriotisme di Derah Gorontalo, Menentang Kolonialisme dan Mempertahankan Negara Proklamasi; Latar Belakang Sejarah Gerakan Patriotik 23 Januari 1942 dan Pengaruhnya Dalam Mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan RI. Gorontalo. Karya Tulis Ilmiah. Tidak di terbitkan.,Hlm : 142 35 Hasanudin.,loc. cit. 36 Joni Apriyanto.,op. cit.,Hlm : 76 37 ANRI dalam Joni Apriyanto.,op. cit.,Hlm : 78 38 Ibrahim Polontalo. 1980.,op. cit.,Hlm : 144. Lihat juga Yayasan 23 Januari 1942.,op. cit.,Hlm : 45 33
Pengibaran sang Merah Putih tersebut diiringi dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Oleh karenanya maka pada pagi hari Jum’at tanggal 23 Januari 1942 telah terpampang sang Merah Putih dialam terbuka, dan hari itu juga resmi Gorontalo lepas dari pemerintah Hindia-Belanda. Dan seluruh masyarakat bergembira menyambut dengan hormat usaha bangsa penjajah yang telah berhasil memperolah kemerdekaan. Selanjutnya Nani Wartabone sebagai Inspektur upacara dihadapan masyarakat Gorontalo menyampaikan pidato singkat dengan isi sebagai berikut: “Pada hari ini tanggal 23 Januari 1942 kita bangsa Indonesia yang berada disini sudah merdeka, bebas dari penjajah bangsa manapun juga. Bendera kita yaitu Merah Putih, lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya. Pemerintahan Belanda telah diambil oleh pemerintahan Nasional”.39 Akhirnya dengan adanya pidato dan semangat rakyat Gorontalo maka mulai saat itu daerah limo lo pohalaa terbebas dari cengkraman Kolonial Belanda yang terhitung dari masuknya Belanda pertama kali tahun 1677 sampai berakhirnya tahun 1942. Maka saat itu juga pemerintahan kolonial Belanda di ambil alih oleh pemerintahan Gorontalo.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Masuknya Belanda ke Gorontalo melalui jalur wilayah kekuasaan kerajaan Ternate. Pada tahun 1678 pertama kali diadakan kontrak dengan Raja Gorontalo, agar Gorontalo tunduk pada kekuasaan Belanda yang berkedudukan di Ternate. Pada tahun 1705 Belanda telah dapat mendirikan sebuah kantor dagang di Gorontalo. Dari sinilah, kekuasan Belanda atas daratan Gorontalo resmi dimulai. Memasuki tahun 1800 kongsi dagang VOC mengalami kebangkrutan dan akhirnya dibubarkan oleh pemerintah Belanda. Setelah itu tahun 1824 merupakan langkah awal yang dijalankan Belanda untuk mengganti sitem Pemerintaahn 39
Sudirman Habibie et al. 2004. 23 Januari 1942 dan Nasionalisme Nani Wartabone. Gorontalo. Penerbit: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Gorontalo.,Hlm : 67-70. Lihat Juga Joni Apriyanto.,op. cit.,Hlm : 79. Lihat juga Ibrahim Polontalo. 1980.,op. cit.,Hlm : 147. Lihat juga Yayasan 23 Januari 1942.,op. cit.,Hlm : 46
kerajaan. Setelah masa itu Belanda telah leluasa menerapkan berbagai macam sistem politiknya terhadap kerajaan Gorontalo dan melakukan intervensi penuh terhadap kerajaan ini. Selanjutnya pemerintahan Belanda berakhir dengan adanya politik Etis yang berdampak pada munculnya gerakan patriotisme di Gorontalo sehingga berakibat pada kemerdekaan Gorontalo pada tahun 1942. Saran Saran yang akan diberikan penulis adalah: sebagai seorang sejarawan ada baiknya mengetahui perkembangan sejarah daerah sendiri. Karena dengan mengetahui perkembangan sejarah daerah sendiri akan lebih mengangkat eksistensi daerah tersebut. Dengan kata lain bahwa daerah kita juga memiliki sejarah yang patut di contoh perkembangannya pada masa itu dan nilai-nilainya pantas untuk direalisasikan pada masa sekarang ini.
DAFTAR RUJUKAN Alim S. Niode & Husein Mohi (Elnino), 2003. Abad Besar Gorontalo. Gorontalo, Penerbit: Prenas Publishing. Helius Sjamsudin. 2012. Metodologi Sejarah. Yogyakarta. Penerbit: Ombak. Hasanudin. 2007. Gorontalo Abad Ke-19. Jurnal Hasil Penelitian Jarahnitra. Nugroho Notosusanto. 1977. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta. Yayasan Idayu. Joni Apriyanto. 2012. Sejarah Gorontalo Modern. Yogyakarta. Penerbit: Ombak. Juwono & Hutagalung. 2005. Limo Lo Pohalaa; Sejarah Kerajaan Gorontalo. Yogyakarta. Penerbit: Ombak. Hasanudin & Basri Amin, 2012. GORONTALO” Dalam Dinamika Sejarah Masa Kolonial”. Yogyakarta, Penerbit: Ombak. Helius Sjamsudin. 2012. Metodologi Sejarah. Yogyakarta. Penerbit: Ombak. Ibrahim Polontalo. 1983. Proses Masuk Dan Berkembangnya Kekuasaan Pemerintahan Kolonial Belanda Di Gorontalo (Abad XVII Sampai Abad XIX). Gorontalo. Tidak Di Terbitkan. Ibrahim Polontalo. 1980. Gerakan Patriotisme di Derah Gorontalo, Menentang Kolonialisme dan Mempertahankan Negara Proklamasi; Latar Belakang Sejarah Gerakan Patriotik 23 Januari 1942 dan Pengaruhnya Dalam
Mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan RI. Gorontalo. Karya Tulis Ilmiah. Tidak di terbitkan. Onghokam, 2012. Runtuhnya Hindia-Belanda. Jakarta. PT Gramedia Sudirman Habibie et al. 2004. 23 Januari 1942 dan Nasionalisme Nani Wartabone. Gorontalo. Penerbit: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Gorontalo. Yayasan 23 Januari 1942. 1982. Perjuangan Rakyat Di Daerah Gorontalo; Menentang kolonialisme Dan Mempertahankan Negara Proklamasi. Gorontalo. Penerbit: PT. Gobel Dharma Nusantara.