TINJAUAN PUSTAKA
Survai Tanah
Survai tanah merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik dan biologi di lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan umum maupun khusus. Suatu survai tanah baru memiliki kegunaan yang tinggi jika diteliti dalam memetak (Abdullah, 1993). Tujuan survei tanah adalah mengklasifikasikan, menganalisis dan memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah-tanah, sama sifatnya kedalam satuan peta tanah tertentu. Sifat dari satuan peta secara singkat dicantumkan dalam legenda, sedang uraian lebih detail dicantumkan dalam laporan survai tanah yang selalu menyertai peta tanah tersebut (Hardjowigeno, 1995). Sistem survai tanah, sistem grid dilakukan pada lahan yang datar atau peta dasar kurang lengkap, sistem bebas dilakukan bila peta dasar dan data penunjang lengkap berdasarkan hasil interpretasi foto udara dan atas dasar land system, sistem sistematik dilakukan bila serupa dengan grid tetapi jarak pengamatannya tidak sama jauh serta peta dasar dan data penunjang lengkap (Beckett, dkk, 1978).
Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi lahan untuk bermacam-macam alternatif penggunaan. Evaluasi lahan merupakan hal yang biasa digunakan dalam proyek perencanaan penggunaan lahan. Evaluasi kesesuaian lahan sangat fleksibel, tergantung pada keperluan kondisi wilayah yang hendak dievaluasi. Usaha-usaha perbaikan yang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan terhadap lahan akan memberikan gambaran tentang penggunaan lahan secara optimal guna meningkatkan produktivitas lahan khususnya evaluasi lahan terhadap pembudidayaan tanaman duku (Abdullah, 1993). Tujuan dari evaluasi lahan adalah untuk menentukan nilai suatu lahan untuk tujuan tertentu. Usaha ini dapat dikatakan melakukan usaha klasifikasi teknis suatu daerah (Sinulingga, 2003). Arsyad, (1989) mengemukakan bahwa evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survai dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim dan aspek lainnya. Pendekatan menyeluruh dari suatu evaluasi lahan ditunjukkan dalam beberapa aktivitas berikut: 1. Memilih secara relatif jenis penggunaan lahan dalam kaitannya dengan kondisi fisik, sosial dan ekonomi daerah yang bersangkutan. 2. Penentuan keperluan fisik untuk penggunaan lahan yang relevan. 3. Deliniasi untuk setiap Land Mapping Unit 4. Kualitas Lahan. 5. Klasifikasi kesesuaian lahan untuk Land Utilization Type (LUT) per unit peta. 6. Membandingkan kemungkinan-kemungkinan pengembangan. (Sitorus, 1985). Menurut FAO (1975) dalam Djaenuddin, dkk, 2000), kegiatan utama dari evaluasi lahan adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Konsultasi pendahuluan : meliputi pekerjaan-pekerjaan persiapan antara lain penetapan yang jelas tujuan evaluasi, jenis data yang akan digunakan, asumsi yang digunakan dalam evaluasi, daerah penelitian serta identitas dan skala survei. 2. Penjabaran (deskripsi) dari jenis penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan dan persyaratan-persyaratan yang diperlukan. 3. Deskripsi satuan peta lahan (Land Mapping Unit) dan kemudian kualitas lahan (Land Qualities) berdasarkan pengetahuan tentang persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dan pembatas-pembatasnya. 4. Membandingkan jenis pengguanaan lahan dengan tipe-tipe lahan yang ada. Ini merupakan proses penting dalam evalusai lahan, dimana data lahan, penggunaan lahan dan informasi-informasi ekonomi dan sosial digabungkan dan dianalisis secara bersama-sama. 5. Hasil dari butir ke-4 adalah hasil klasifikasi kesesuaian lahan. 6. Penyajian dari hasil-hasil evaluasi. Kesesuaian lahan untuk tanaman duku mempunyai kriteria seperti duku tumbuh berkembang dan berproduksi dengan sangat baik pada ketinggian tempat < 300 m dpl pada kondisi tanah dengan tekstur halus sampai agak halus (liat, liat berdebu, liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung liat berpasir, lempung berliat) kedalaman efektif tanah > 100 cm, drainase tanah cukup baik, tidak terdapat bahan-bahan kasar (kerikil, batuan) pada lapisan tanah > 15 %, kondisi curah hujan sekitar 2500 mm/thn, dan tidak terkena genangan air maupun banjir (Ritung, dkk, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Sekilas Desa Bahbalua
Desa Bahbalua yang berada pada kawasan Kecamatan Bangun Purba terletak pada ketinggian + 150 m dpl. Kemiringan lereng Desa Bahbalua Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang mempunyai kemiringan lereng + 0-45 % dengan luas wilayah 175 ha, dimana luas lahan yang dimanfaatkan untuk produksi pertanian termasuk perkebunan swasta dan masyarakat sekitar 170 hektar sisanya pemukiman masyarakat. Curah hujan di kawasan kecamatan Bangun Purba memiliki curah hujan ratarata pertahun 1364 mm, pada umumnya curah hujan terbanyak pada bulan September, Oktober, November dan Desember yakni : 1943 mm, 2175 mm, 1609 mm, 1609 mm. Sedangkan
temperatur
rata - rata pertahun 26,78° C dan
kelembaban
relatif
83,25 % (Badan Meteorologi dan Geofisika, 2009).
Beberapa Sifat Tanah Untuk Evaluasi Lahan
Sifat Fisika Tanah 1. Iklim 1.1. Temperatur Temperatur atau suhu merupakan derajat panas atau derajat dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan beberapa tipe termometer. Energi matahari dalam bentuk elektromagnetik hanya kira-kira 20 % yang dapat diserap oleh atmosfer, sisanya diubah dulu oleh bumi menjadi sinar gelombang panjang. Perubahan energi ini terjadi dipermukaan daratan dan permukaan lautan yang dapat menyerap energi dari atmosfer secara jernih. Suhu merupakan energi kinetis rata-rata dari pergerakan molekul (Guslim, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Temperatur sangat berperan penting dalam pembentukan tanah dan pertumbuhan tanaman.
Suhu dapat mengendalikan aktivitas jasad hidup, tanaman dan kegiatan
biologisnya. Apabila suhu udara rendah maka pertumbuhan tanaman akan lambat dan aktifitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik menjadi unsur hara terganggu. Suhu udara dapat dikendalikan dengan pembuangan air yang berlebih dalam tanah melalui pembuatan parit-parit drainase, perlindungan tanah dengan tanaman. Tanaman di dataran tinggi memiliki suhu udara rendah karena makin tinggi suatu tempat maka suhu udara rata-rata makin rendah yang dihitung dengan rumus Braak (1928) yaitu : 26,3 0 C - (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6oC ) (Guslim, 1996) 1.2. Curah hujan Daerah tropik dekat ekuator mempunyai sirkulasi udara rendah dan tenaga angin dilautan minim. Berdasarkan curah hujan di Indonesia Oldeman (1975) mengelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering dalam satu tahun. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan >200 mm dan bulan kering mempunyai curah hujan < 100 mm, sedangkan menurut Schmidt dan Fergusson (1954) membuat klasifikasi iklim berdasarkan curah hujan yang berbeda yakni bulan basah >100 mm, dan bulan kering < 60 mm dan biasanya iklim ini yang digunakan untuk tanaman tahunan. Berdasarkan kriteria tersebut Schmidt dan Fergusson membagi zona iklim kedalam 5 kelas yaitu : A = sangat basah B = basah C = sedang D = kering
Universitas Sumatera Utara
E = sangat kering (Guslim, 1996). 2. Tekstur Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah. Berdasarkan atas perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan liat di dalam tanah. Tanah terdiri dari butir-butir tanah dengan berbagai ukuran. Bahan-bahan tanah yang lebih halus dapat dibedakan menjadi : < 0,002 mm (liat), 0,002-0,05 mm (debu) dan 0,05-0,2 mm (pasir) (Hardjowigeno, 1995). Tekstur adalah perbandingan relatif tiga golongan partikel tanah dalam suatu massa tanah, terutama perbandingan fraksi liat, debu, pasir. Tekstur turut menentukan tata air dalam tanah, berapa kecepatan infiltrasi, penetrasi, dan kemampuan pengikatan air oleh tanah. Tekstur diklasifikasikan atas : t1 = tanah bertekstur halus meliputi liat berpasir, liat berdebu, dan liat. t2 = tanah bertekstur agak halus meliputi lempung liat berpasir, lempung berliat,dan lempung liat berdebu. t3 = tanah bertekstur sedang meliputi lempung, lempung berdebu, dan debu. t4 = tanah bertekstur agak kasar meliputi lempung berpasir, lempung berpasir halus, dan lempung berpasir sangat halus. t5 = tanah bertekstur kasar meliputi pasir berlempung dan pasir. (Arsyad, 1989). 3. Kedalaman Efektif Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati penyebaran akar
Universitas Sumatera Utara
tanaman. Banyaknya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar, serta dalamnya akarakar tersebut dapat menembus tanah dan bila tidak dijumpai akar tanaman, kedalaman efektif
ditentukan
berdasarkan
maka
kedalaman solum tanah (Hardjowigeno,
1995). Cara praktis penetapan bawah (kedalaman efektif) suatu solum tanah adalah melalui penyidikan pada kedalaman penetrasi perakaran tanaman yang tidak mempunyai lapisan padat yang dapat menghambat penetrasi akar, maka perakaran tanaman akan berpeluang menembus sampai perbatasan mineral tanah dan bahan geologis atau bukan tanah. (Foth, 1994) mengklasifikasikan kedalaman efektif sebagai berikut : Ke1 = > 90 cm (dalam) Ke2 = 50-90 cm (sedang) Ke3 = 25-50 cm (dangkal) Ke4 = < 25 cm (sangat dangkal)
4. Drainase Drainase adalah pengumpulan dan pembuangan air dari tanah. Kelas drainase di lapangan ditentukan dengan melihat adanya gejala-gejala pengaruh air dalam penampang tanah. Gejala-gejala tersebut antara lain : warna pucat, kelabu atau adanya bercak-bercak karatan. Warna pucat atau kelabu kebiru-biruan menunjukkan adanya pengaruh genangan air yang kuat, sehingga menunjukkan bahwa udara masih dapat masuk ke dalam tanah sehingga terjadi oksidasi (Hardjowigeno, 1995). Tujuan utama drainase di lahan pertanian adalah menurunkan muka air tanah untuk meningkatkan kedalaman
dan efektifitas daerah perakaran. Ini berarti
Universitas Sumatera Utara
bahwa
jumlah
hara
yang
mungkin
dapat
diserap
oleh
tanaman
dapat
dipertahankan (Hakim, dkk, 1986). Tujuan utama drainase di lahan pertanian adalah menurunkan muka air untuk meningkatkan kedalaman dan efektifitas perakaran. Hal ini berarti bahwa jumlah hara yang mungkin dapat diserap oleh tanaman dapat dipertahankan pada level yang tinggi dengan hilangnya kelebihan air karena drainase akan mengakibatkan turunnya panas tanah sehingga menurunkan jumlah energi untuk menaikkan suhu tanah (Hakim, dkk, 1986). Drainase dapat diklasifikasikan sebagai berikut : d1 = baik (tidak dijumpai karatan besi dan tidak cukup basah) d2 = agak baik (tidak dijumpai karatan besi dan basah di permukaan) d3 = agak terhambat (tidak dijumpai karatan besi dan basah sampai pada kedalaman > 25 cm) d4 = terhambat (tanah yang basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan) d5 = sangat terhambat (tanah yang basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan). (Arsyad, 1989)
5. Kemiringan Lereng Kemiringan lereng merupakan faktor yang sangat perlu untuk diperhatikan, sejak dari
penyiapan
lahan
pertanian,
usaha
penanamannya, pengambilan produk-
produk serta pengawetan lahan, karena lahan yang mempunyai kemiringan dapat lebih mudah terganggu atau rusak, lebih-lebih bila derajat kemiringannya besar. Tanah yang
Universitas Sumatera Utara
mempunyai kemiringan akan selalu dipengaruhi curah hujan. Akibatnya terjadi gangguan
kelongsoran
tanah
dan terhanyut
lapisan-lapisan tanah
yang subur
(Kartasapoetra,1989). Land slope atau kemiringan lahan merupakan faktor yang sangat perlu di perhatikan sejak dari penyiapan lahan pertanian, karena lahan yang mempunyai kemiringan curam dapat dikatakan lebih mudah terganggu atau rusak. Kemiringan lahan sangat mempengaruhi tingkat erosi, karena semakin tinggi kemiringan lereng maka tingkat erosi sangat besar yang menyebabkan banjir, salah satu upaya untuk mengurangi tingkat bahaya erosi pada kemiringan lahan dengan cara pembuatan teras (Kartasapoetra, dkk, 1991) Kemiringan lereng dapat diklasifikasikan sebagai berikut : L1 = < 3% (datar) L2 = 3 sampai 8% (agak landai) L3 = 8 sampai 15% (landai) L4 = 15 sampai 30% (bergelombang) L5 = 30 sampai 40% (bergunung/berbukit) L6 = 40 sampai 60% (curam) L7 = > 60% (sangat curam) (Arsyad, 1989) 7. Bahaya Erosi
Erosi merupakan pengikisan atau kelongsoran dari proses penghanyutan tanah akibat desakan atau kekuatan angin dan air yang terjadi secara alamiah maupun akibat perbuatan manusia. (Kartasapoetra,dkk, 1991) menyatakan bahwa tahap-tahap erosi yang terjadi di lapangan yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Pemecahan agregat-agregat tanah ke dalam partikel-partikel tanah yang disebut butiran tanah yang kecil. 2. Pemindahan partikel-partikel tanah melalui penghanyutan atau kekuatan angin. 3. Pengendapan partikel-partikel tanah yang terangkut ke tempat yang lebih rendah atau dasar sungai. Kelas erosi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : E0 = < 0,15% (sangat ringan) E1 = 0,15 - 0,9% (ringan) E2 = 0,9 - 1,8% (sedang) E3 = 1,8 - 4,8% (berat) E4 = > 4,8% (sangat berat) (Arsyad, 1989)
7. Bahaya Banjir Ancaman banjir sangat perlu diperhatikan dalam pengelolaan lahan pertanian karena sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. (Hardjowigeno, 1995) mengelompokkan bahaya banjir sebagai berikut : f0 = tidak ada banjir dalam periode satu tahun. f1 = ringan yaitu dalam periode kurang dari satu bulan banjir bisa terjadi dan bisa tidak. f2 = sedang yaitu selama 1 bulan dalam setahun terjadi banjir. f3 = agak berat yaitu selama 2-5 bulan dalam setahun dilanda banjir. f4 = berat yaitu selama 6 bulan lebih dalam setahun dilanda banjir.
Universitas Sumatera Utara
8. Penyiapan Lahan 8.1. Batuan Permukaan Terdapatnya batu-batuan baik dipermukaan maupun di dalam tanah dapat mengganggu perakaran tanaman serta mengurangi kemampuan tanah untuk berbagai penggunaan. Oleh karena itu jumlah dan ukuran batuan yang ditemukan perlu dicatat dengan baik (Hardjowigeno, 1995). Batuan permukaan adalah batuan yang tersebar diatas permukaan tanah dan berdiameter lebih besar dari 25 cm berbentuk bulat atau bersumbu memanjang lebih dari 40 cm berbentuk gepeng. (Arsyad, 1989) mengelompokkan penyebaran batuan diatas permukaan tanah sebagai berikut : b0 = < 0,01% luas areal (tidak ada) b1 = 0,01 - 3% (sedikit) b2 = 3 - 15% (sedang) b3 = 15 - 90% (banyak) b4 = > 90% (sangat banyak) Batuan singkapan adalah batuan terungkap diatas permukaan tanah yang merupakan bagian dari batuan besar yang terbenam didalam tanah. (Arsyad,1989) mengelompokkan penyebaran batuan singkapan sebagai berikut : b0 = < 2% (tidak ada) b1 = 2 - 10% (sedikit) b2 = 10 - 50% (sedang) b3 = 50 - 90% (banyak) b4 = > 90% (sangat banyak) Sifat Kimia Tanah 1. Kemasaman Tanah Nilai pH tanah sesungguhnya dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah yang kompleks sekali. Namun, yang menonjol antara lain : kejenuhan basa, sifat misel (koloid) dan macam kation yang terjerap (Hakim, dkk, 1986).
Universitas Sumatera Utara
Kisaran pH tanah dapat dibatasi pada dua ekstrim. Kisaran pH tanah mineral biasanya terdapat antara pH 3,5 – 10 atau lebih. Untuk tanah gambut pH tanah dapat kurang dari 3, sebaliknya tanah alkalis bisa menunjukan pH lebih dari 11. Kemasaman tanah yang sangat rendah dapat ditingkatkan dengan menebarkan kapur pertanian, sedangkan
pH
yang
terlalu
tinggi
dapat
diturunkan
sulfur. Sebelum pengapuran, pH tanah harus diketahui
dengan penambahan
terlebih dahulu (Novizan,
2002). Pengaruh pH tanah yang utama bersifat hayati. Dimana pengaruh pH umumnya terbesar pada pertumbuhan tanaman adalah pengaruh pH terhadap persediaan hara. Persediaan atau kelarutan beberapa hara tanaman berkurang dengan peningkatan pH tanah (Foth, 1998) Kemasaman tanah (pH) dapat dikelompokkan sebagai berikut : pH < 4,5 (sangat masam)
pH 6,6 - 7,5 (netral)
pH 4,5 - 5,5 (masam)
pH 7,6 - 8,5 (agak alkalis)
pH 5,6 - 6,5 (agak masam)
pH >8,5 (alkalis)
(Arsyad,1989) 2. C - Organik Sisa tanaman atau binatang mula-mula tetap berada di atas (disebut horison O) atau didalam tanah. Setelah sisa-sisa organisme ini tercampur dengan bagian mineral tanah akibat kegiatan organisme hidup, maka awal dari pembentukan horison-horison tanah terjadi. Tanah lapisan atas ini menjadi berwarna lebih gelap dan terbentuk struktur tanah yang lebih stabil sebagai pengaruh dari bahan organik tersebut (Hardjowigeno, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Bahan organik memainkan banyak peran penting dalam tanah. Karena bahan organik tanah berasal dari sisa – sisa tumbuhan, bahan organik tanah pada mulanya mengandung semua hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Oleh itu, bila persediaan hara
tanaman
meningkat
tanah meningkat, akumulasi bahan organik
yang
karena
dapat digunakan dalam
tanah juga meningkat (Tan, 1998).
Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar hanya sekitar 3 – 5%, tetapi pengaruhnya terhadap sifat – sifat tanah besar sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat tanah dan akibatnya juga terhadap pertumbuhan tanaman adalah : -
Sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah
-
Sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro lainnya
-
Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur – unsur hara (kapasitas tukar kation menjadi tinggi)
-
Sumber energi bagi mikroorganisme
-
Menambah kemampuan tanah
(Hardjowigeno, 1995). 4. Kapasitas Tukar Kation
Kapasitas tukar kation tanah didefinisikan sebagai kapasitas tanah untuk menyerap dan mempertukarkan kation. KTK biasanya dinyatakan dalam milliekivalen per 100 gram. Kation-kation yang berbeda dapat mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menukar kation yang dijerap (Tan, 1998). Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan
Universitas Sumatera Utara
unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah. Karena unsur-unsur hara tersebut tidak mudah hilang tercuci oleh air (Hardjowigeno, 1995). Biasanya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri, antara lain : reaksi tanah atau pH tanah, tekstur atau jumlah liat, jumlah mineral liat, bahan organik, pengapuran dan pemupukkan (Hakim, dkk, 1986).
5. Kejenuhan Basa Kejenuhan basa (KB) merupakan suatu sifat yang berhubungan dengan KTK. Ia didefinisikan sebagai berikut : KB = (Basa–basa yang dapat dipertukarkan) x 100 % KTK Kejenuhan basa (KB) sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah. Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Pengapuran merupakan cara yang umum untuk meningkatkan kejenuhan basa (Tan, 1998). Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah, kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan basanya > 80%, kesuburan sedang jika kejenuhan basanya antara 50-80 %, dan tidak subur jika kejenuhan basanya < 50%. Suatu tanah dengan kejenuhan basa sebesar 80% akan melepaskan basa-basa yang dapat dipertukarkan lebih mudah dari pada tanah dengan kejenuhan basa 50%. Pengapuran merupakan cara yang umum untuk meningkatkan persen kejenuhan basa (Tan, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Syarat Tumbuh Tanaman Duku Tanaman duku berasal dari kawasan barat Asia Timur, mulai dari Thailand hingga Kalimantan. Tanaman duku ini kini sudah menyebar ke Vietnam, Burma, Hawai, Srilangka, Australia, Suriname dan Puerto Rico. Syarat-syarat yang dikehendaki untuk tanaman duku mengenai suhu dan kelembaban dapat dipenuhi di Indonesia, yaitu ketinggian sampai 600 m dpl dan curah hujan 1500-2500 mm/tahun. Tanaman ini lebih senang ditanam di tempat yang terlindung. Oleh karena itu, tanaman ini biasanya ditanam di pekarangan atau tegalan bersama tanaman tahunan lainnya seperti durian dan jengkol (Sunarjono, 2000). Duku tumbuh berkembang dan berproduksi dengan sangat baik pada ketinggian tempat < 300 m dpl pada kondisi tanah dengan tekstur halus sampai agak halus (liat, liat berdebu, liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung liat berpasir, lempung berliat) kedalaman efektif tanah > 100 cm, drainase tanah cukup baik, tidak terdapat bahan-bahan kasar (kerikil, batuan) pada lapisan tanah > 15 %, kondisi curah hujan sekitar 2500 mm/thn, dan tidak terkena genangan air maupun banjir (Sitorus, 1985).
Universitas Sumatera Utara