15
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Bactrocera sp. (Diptera : Tephtritidae) Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat buah betina memasukkan telur ke dalam kulit buah jeruk atau di dalam luka atau cacat buah secara berkelompok (Borror, 1996). Lalat buah betina bertelur sekitar 120-150 butir dan menetas dalam watu 8-16 jam. Pada suhu rendah yaitu diantara 12-13oC telur tidak akan menetas. Lalat buah betina dapat meletakkan telur 1-40 butir/buah/hari. Telur berwarna putih transparan berbentuk bulat panjang dengan salah satu ujungnya runcing yang berukuran kurang lebih 1 mm (Gambar 1) (BKP Pangkalpinang, 2012).
Gambar 1. Telur Bactrocera sp. Sumber: http://www.entomol.nchu.edu Larva yang muncul dari telur berwarna putih kekuningan, panjang 12-13 mm (Gambar 2). Larva lalat buah hidup dan berkembang di dalam daging buah selama 6-9 hari. Larva mulai menggerogoti daging buah atau jaringan batang dan matang setelah tujuh sampai sepuluh hari. Larva kemudian berpupa di dalam tanah (Wahyono dan Tarigan, 2007).
Universitas Sumatera Utara
16
Gambar 2. Larva Bactrocera sp. Sumber : http://www.entomol.nchu.edu Pupa berwarna coklat tua, berbentuk oval dengan panjang 5 mm dan tidak bergerak. Fase ini berlangsung pada musim panas siang hari pada suhu 30-35oC, kemudian akan keluar lalat muda dan sudah dapat terbang antara 450-900 meter. Masa pupa rata-rata 19 hari, dan sangat dipengaruhi oleh kondisi kelembaban tanah, yaitu umur pupa lebih pendek pada kelembaban lebih tinggi (Montoya, 2008).
Gambar 3. Pupa Bactrocera sp. Sumber : http://www.entomol.nchu.edu Lalat dewasa berwarna merah kecoklatan. Lalat dewasa panjangnya lebih kurang 1/4 inci, dan mempunyai 4 garis yang agak gelap hitam di bagian thoraksnya. Siklus hidup dari telur menjadi dewasa berlangsung selama 16 -20
Universitas Sumatera Utara
17
hari. Lalat buah dewasa sudah siap untuk bereproduksi, pada kondisi normal lalat dewasa betina dapat bertelur sampai 5 (lima) kali. Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang jauh mencapai 1 kilometer (Putra, 1997).
Gambar 4. Imago Bactrocera sp. Sumber : http://www.labscorner.org Lalat betina dewasa mengeluarkan feromon seks untuk memikat lalat jantan. Telur akan diletakkan pada jaringan tumbuhan yang cocok (cukup nutrisi) bagi keturunannya. Penelitian oleh Messina et al (1991) dan Putra (1997) membuktikan bahwa lalat buah memilih buah yang mulai masak agar lebih mudah ditembus oleh ovipositor, memiliki kandungan gula yang mulai meningkat, kandungan air yang makin rendah, dan ukuran yang makin besar. Gejala serangan Bactrocera sp. Serangan lalat buah ditemukan terutama pada buah yang hampir masak. Gejala awal ditandai dengan noda/titik bekas tusukan ovipositor (alat peletak telur) lalat betina saat meletakkan telur ke dalam buah. Noda-noda kecil bekas tusukan ovipositor merupakan gejala awal serangan lalat buah.
Selanjutnya
karena aktivitas hama di dalam buah, noda tersebut berkembang menjadi meluas.
Universitas Sumatera Utara
18
Apabila dibelah pada daging buah terdapat belatung-belatung kecil dengan ukuran antara 4-10 mm (Asri, 2003). Larva lalat buah yang menetas dari telur akan membuat liang gerek di dalam buah dan menghisap cairannya. Larva dapat mengganggu pertumbuhan buah dan kehidupan organisme pembusuk. Buah menjadi busuk dan jatuh ke permukaan tanah (Soeroto et al., 1995). Kerugian yang disebabkan oleh hama ini mencapai 30-60%. Kerusakan yang ditimbulkan oleh larva akan menyebabkan gugurnya buah sebelum mencapai kematangan yang diinginkan. Kerugian yang ditimbulkan oleh lalat buah dapat secara kuantitatif maupun kualitatif. Kerugian kuantitatif
yaitu berkurangnya
produksi buah sebagai akibat rontoknya buah yang terserang sewaktu buah masih muda ataupun buah yang rusak serta busuk yang tidak laku dijual. Kualitatif yaitu buah yang cacat berupa bercak, busuk, berlubang, dan terdapat larva lalat buah yang akhirnya kurang diminati konsumen (Asri, 2003).
Gambar 5. Gejala Serangan Bactrocera sp. Sumber : http://www.karonewsupdate.com Pengendalian Bactrocera sp. Pengendalian lalat buah dapat dilakukan secara fisik, hayati, maupun kimiawi. Pengendalian lalat buah yang biasa dilakukan di Indonesia yaitu:
Universitas Sumatera Utara
19
pembungkusan, sanitasi kebun, penggunaan perangkap dengan atraktan, dan eradikasi (Soeroto et al., 1995). Atraktan dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah dalam 3 cara, yaitu : (a) mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah, (b) menarik lalat buah untuk kemudian dibunuh dengan perangkap dan (c) mengacaukan lalat buah dalam melakukan perkawinan, berkumpul ataupun tingkah laku makan. Di alam, lalat jantan mengkonsumsi metil eugenol untuk kemudian setelah diproses dalam tubuhnya melalui suatu metabolisme akan menghasilkan zat penarik (sex pheromone) bagi lalat betina yang sangat diperlukan pada proses (Agus, 2007) Protein Hidrolisat Ikan Cucut Berbagai macam protein hidrolisat sudah digunakan untuk menangkap lalat buah baik jantan maupun betinanya. Protein hidrolisat dapat dibuat dari berbagai macam sumber protein dari putih telur, ragi tape, dan kedelai. Umpan protein telah menjadi metode umum yang digunakan dalam menekan atau mengendalikan populasi lalat buah di beberapa negara di belahan dunia. Hal tersebut
merupakan
kemajuan
teknologi
umpan
secara
semprot
(Sookar et al., 2006).
Gambar 6. Ikan Cucut (Carcharhinus sp.) Sumber : http://www.yogyes.com
Universitas Sumatera Utara
20
Fungsi
protein
hidrolisat
dapat
sebagai
penyedap
atau
sebagai
intermediates untuk isolasi dan memperoleh asam amino secara individu atau dapat pula untuk pengobatan yaitu sebagai diet untuk penderita pencernaan. Protein hidrolisat ikan dapat diperoleh dengan cara hidrolisis basa, hidrolisis asam atau secara enzimatis. Mutu produk akhir yang meliputi warna, bau, rasa, dan flavour yang khas tergantung pada komposisi asam amino bahan awalnya, kondisi serta bahan penghidrolisa yang digunakan (Mujanah, 1993). Bahan baku pembuatan protein hidrolisat sebagai atraktan salah satunya dapat dihasilkan dari sektor perikanan. Ikan cucut merupakan jenis ikan yang potensial secara ekonomis karena semua bagian tubuhnya dapat dimanfaatkan, baik daging, sirip, empedu juga kulit serta tulangnya, dan harganya relatif tidak mahal. Namun pemanfaatan ikan cucut di Indonesia masih terbatas. Hingga saat ini kulitnya dimanfaatkan untuk kerupuk dan disamak menjadi bahan pembuatan tas, dompet, dan sebagainya. Sedangkan tulangnya dimanfaatkan sebagai perekat. Besarnya potensi ikan cucut tersebut ternyata dapat dimanfaatkan sebagai produk protein hidrolisat (Wibowo, 1995). Enzim papain mempunyai kemampuan untuk melunakkan daging dan menghidrolisis ikatan peptida dari protein. Peningkatan konsentrasi enzim akan meningkatkan konversi protein protein jaringan daging ikan yang bersifat tidak larut. Bila konsentrasi enzim berlebihan maka proses proses tersebut menjadi tidak efisien (Muljanah, 1993). Beauveria bassiana Salah satu cendawan entomopatogen yang sangat potensial dalam pengendalian serangga hama adalah B. bassiana (Balsamo) Vuillemin. Di
Universitas Sumatera Utara
21
beberapa negara, cendawan ini telah digunakan sebagai agensi hayati terhadap sejumlah serangga hama pada tanaman pangan, hias, buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan,
perkebunan,
kehutanan
hingga
tanaman
gurun
pasir.
B. bassiana dapat diisolasi secara alami dari pertanaman maupun dari tanah. Epizootiknya di alam sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim, terutama membutuhkan lingkungan yang lembab dan hangat (Sutopo dan Indriyani, 2007). Sistem kerjanya yaitu spora jamur B. bassiana masuk kedalam tubuh serangga inang melalui kutikula, mulut, spirakel dan lubang lainnya. Selain itu inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang dapat berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kutikula tubuh serangga. Penembusan dilakukan secara mekanis atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Jamur ini selanjutnya akan mengeluarkan racun beauverin yang membuat kerusakan jaringan tubuh serangga. Dalam hitungan hari, serangga akan mati. Setelah itu, miselia jamur akan tumbuh ke seluruh bagian tubuh serangga. Serangga yang terserang jamur B. bassiana akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi dan tertutup oleh benang-benang hifa berwarna putih (Desyanti et al., 2007). Naktar Atraktan berbahan aktif metil eugenol tergolong kepada ”food lure” artinya lalat jantan akan datang tertarik untuk keperluan makan , bukan untuk keperluan sexual secara langsung. Lalat jantan akan berusaha keras untuk mendapatkan metil eugenol sebelum melakukan perkawinan Dari sifat atraktan inilah pengendalian lalat buah dilakukan dengan cara menekan populasi lalat jantan,
Universitas Sumatera Utara
22
sehingga diharapkan seiring dengan waktu populasi lalat buah di alam akan menurun, karena betina tidak dapat dibuahi oleh jantan (Dalyanto, 2006) Naktar merupakan sumber makanan bagi serangga, dapat di peroleh dari bahan-bahan yang mengandung glukosa, karbohidrat,dan protein. Naktar digunakan dalam pengendalian serangga untung memancing serangga memakan pakan yang sudah dicampur racun bagi serangga (Dalyanto, 2006).
Universitas Sumatera Utara