TINJAUAN PUSTAKA Pengetlimn Andbol
Andim1 adalah Balah satu ordo dari I I ordo tanah yang terdapat dalam Takwmmr
1'aMh (Soil Survey Staff. 1996) Or& tanah ini merupakan yang terbaru dan unhrk petama kali diperkenalkan dalam T a k w t ~ mTanah ~ (Soil Survey Staff, 1990) Sebelumnya tanah ini disebut sebagai A&ml
(FAO, 1975) atau Anrlepf (Soil Survey
Staff, 1975) Perubahan nama tersebut adalah hasil keja komisi i t r t e r n a t r ~ ~ l
Commrftee on fhc CIas~jicatronojAnd1~01 (ICOMAND)yang berkedudukan di New
Zealand Perubahan klasifikasi tanah-tanah Sub Ordo Andept menjadi or& And~soIdiusulkan oleh Smith (1978) Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa kejanggalan definis sub ordo dalam Taksonotnr T i , antara lain (1) definisi sub ordo tidak dapat memasukkan sjumlah tanah yang seharusnya termasuk jika m u a sifat tanah diperhatikan Sub ordo Andept disyaratkan memiliki kompleks pertukaran yang didominasi oleh bahan amorf pada ketebalan 35 cm lapisan atas dan mempunyai bobot isi rendah. Ternyata, kebanyalmn Andepts mempunyai ketebalan horizon permukaan 15
-
25 crn yang tidak bercaksi dcngan NaF sebagai mana disyaratkan oleh dcfinisi
dominasi bahan amorf, (2) kejenuhan basa NH,OAc yang digunakan sebagai pembeda dengan batas 50% juga digunakan pada tanah mineral lainnya yang mernpunyai mineral ' liat kristalin, (3) regim kelemhaban tanah tidak digunakan sebagai pembeda Andept sepertl pada tanah-tanah lain sehingga interpretasi tanah d a m tidak dapat dilakukan
tanpa mengpnakan keadaan iklim, dan (4) tiksotropi diynakan sebagai pembeda, tetapi penentuan bahwa horizon tanah di lapangan mempunyai tiksotropi atau tidak
adalah sangat subjektif dan tidak dapat dibuat kesamaan Konsep Andisol adalah tanah yang berkembang dari bahan abu volkan, batu apung (pumice), sinder, dan bahan volkaniklastik dimana fiaksi koloidnya didominasi oleh mineral-mineral short-range-order (alofan, imogolit, dan ferihidrit) atau kompleks Alhumus Tanah ini juga dicirikan oleh horizon penciri epipedon, antara lain urnbrik, okrik, atau molii dan kambik Tanah ini dapat terbentuk pada sebarang regim suhu dan
kelembaban tanah dan pada sembarang pos~s~ landskap dan ketinggian (ICOMAND, 1988) Menurut Taksonomr T
d (Soil Survey Staff, 1996), Andisol adalah tanah-tanah
yang rnempunyai sgat lanah M d r k sebanyak 60 % atau lebih dari ketebalan berikut: (1) 60 cm dari permukaan tanah mineral atau dari bagian atas lapisan organik yang rnempunyai aifat tanah andik (pilih yang terdangkal) jika tidak ditemukan kontak densik, lithik, paralithik, duripan, atau hori7nn petrokalsik pada kedalaman tetaebut; atau (2) diantara permukaan tanah mineral atau bagian permukaan lapisan organik yang rnempunyai sifat tanah andik (pilih yang terdmgkal) dengan kontak densik, lithik, paraiithik, duripan, atau horizon petrokalsik Sfat
canah Mdik dicirikan oleb kandungan C-organik kurang dari 25% @era)
dan memenuhi satu atau kedua syarat berikut 1. Dalam fraksi tanah halus (c2,OO mm) mempunyai sifat berikut
(a) jumlah AI + 112Fe (ekstrak amonium oksaiat masam) adalah 2% atau Iebii, dan
@) bobot isi (33 kPa) adalah 0,90 B/cm3aiau kurang, dan (c) retensi fosfat 85% atau
lebih, a[au
2 DaIam fraksi tanah halus retensi fosfat 25% atau lebih, partikal berukuran 0.02-2,00 mm sebanyak 30?/0 atau lebih, den rnempunyai salah satu siht berikut:
(a) jumlah AI+I/2Fe (amonium oksalat masam) adalah 0.4% atau lebih dan dalam
fraksi 0.02-2,00 mm kandungan gelas volkanik 30% atau lebih, atau (b) jumlah Al+1/2Fe (amonium oksalat masam) 2,0°? atau lebih dan dalam fraksi
0.02-2.00 mm gelas volkanik 5% atau lebih, almr
(c) jumlah Al+112Fe (amo~umoksalat masam) 0,40-2,00 % dan dalam fraksi 0,022.00 mm kandungan gelas volkanik 5-20% (Gambar 1) (Soil Survey S t a 1996) Epipedon melanik juga merupakan ciri khas tanah Andisol pada kategori great group Epipedon melanik adaIah horizon hitam yang tebal pada atau dekat pmmukaan
tanah yang mengandung Csrganik tinggi, biasanya berasosiasi dengan mineral shortrange-order atau kompleks AI-humus. Wama hitarn menandakan akumulasi bahan organik yang merupakan asal usum humat ape A yang terekstrak Bahan organik ini diperkirakan berasal dari sisa akar tumbuhan graminae yang dapat dibedakan dengan
A1 + IRFe terekstrak W l a t masam ( O h ) pada liaksi < 2.0 mm
Gambar 1. Tanah yang tennasuk ke dalam daerah bayangan mempunyai sifat andik jika fraksi < 2,O mm mempunyai retensi P > 25 % dan Efaksi 0,02-2,O mm paling sedikit 30 % dari fraksi berukuran < 2,O mm
bahan organik tumbuhan hutan berdasarkan indeks melanik (IM) yang dapat dihitung dengan rumus IM
=
GjdAj20 dimana IM indeks melanik,
dan ASz0 masing-
masing nilai absorbance pada panjang gelombang 450 nm dan 520 nm W n n o et al 1987 dalam ICOMAND, 1988). Epipedon melanik mempunyai dua syarat berikut (1) batas atas pada, atau dalam 30 cm dari pennukaan tanah atau di atas lapisan organik yang mempunyai sifat andik (pilih
yang terdangkal); dan (2) pada lapisan-lapisan dengan ketebalan kumulatif 30 cm atau lebih dalam ketebalan 40 cm mempunyai semua sifat berikut: (a) sifat tanah andik, dan @) wama value dan chroma kurang dari 2 dan indeks melanik 1.70 atau kurang; dan
(c) 6 % atau lebih C-organik rerata tertimbang dan 4 % atau lebih C-organik pada semua lapisan. Penyebalm A n d i i l d m Bahan lnduknya
Tanah Andisol berkembang dari bahan abu volkanik, hasil kegiatan gunung berapi. Oleh karena itu, secara geogralis, penyebaran tanah Andisol berhubungan dengan kegiatan gunung berapi yang menghasilkan bahan volkan. Tanah Andisol ditemukan di daerah kutub (Amalds er aI. 1995), daerah humid, subalpin hingga daerah tropik. Daerah-daerah yang terdapat tanah A n d i l meliputi: Jepang, Korea, Filipina, Indonesia, Hawaii, Papu New Guinea, New Zeland Afiika,
Amerika Tengah (Mohr dan van Baren, 1954;Violante dan Wilson, 1983). Di Indenesia, tanah Andisol terutarna tersebar di Jawa, Sumatera, Maluku, Irian (LPT, 1972, Tan, 1965). Luas tanah Andisol di dunia mencapai 100 juta ha atau 0.76 % dari luas lahan dunia (Tan, 1995). Di Indonesia, luas tanah Andisol sekitar 6.4 juta ha atau 3,4 % dari luas wilayah Indonesia atau 6,4 % dari luas Andisol di dunia Di Sumatera Utara diperkirakan, luas tanah Andisol mencapai sekitar 200 ribu ha (LPT, 1976a). Abu volkan yang berasal dari erupsi gunung berapi merupakn faktor utama pembentukan tanah Andisol. Penyebaran bahan ini pada suatu daerah erupsi tergantung kekuatan erupsi, kekuatan angin, dan ukuran butir bahan. Kekuatan erupsi dan angin menyebabkan bahan terangkut jauh dari sumber erupsinya. Hal ini dapat pula mengakibatkan abu volkm yang berada pada suatu tempat dapat berasal dari lebih
dari satu sumber erupsi yang letaknya berjauhan Penyebaran bahan abu volkw ditentukan oleh ukuran butir Abu volkan b d u r a n butir kasar, pasir dan batu-batuan menyebar di Belritar lubang kepundan; sedangkan
abu volkan yang berukuran lebih halus dapat menyebar relatif kbih jauh. Umumnya, bahan abu volkan yang tertimbun di pennukaan bumi aknn semakin tipis dengan semakin jauh jaraknya dari surnber bahan tnaebut jika beand dari satu sumber (van Bemmelen, 1970) Abu volkan hasil erupsi dari berbagai
gunung api menunjukkan siht yang
beragam Di Indonesia, abu volkan ditemukan berupa riolitik, dasitik,
andesitik,
basaltik, dan ultra-basaltik Di Jawa Barat, Gunung Salak menghilkan lahar basaltoandesitik, Gunung Tangkuban-prahu menghasilkan tuff andesitik, dan di dataran tinggi Pengalengan terdapat tuff andesito-dasitik (Tan, 1965). Bahan yang bersifat basaltoandesitik juga terdapat di lereng Gunung Arjuno di Jawa Timur (Munir, 1983).
d a n g h abu volkan dasitik ditemukan di daerah Banten (Hardjowigeno, 1993). Di Sumatera Utara bahan induk abu volkan berupa tuff dasit-andesitik (Druif, 1939, Mohr dan van Baren, 1954; van Bemmden, 1970, Wahyunto el al,. 1990). Bahan tuff dasitik dan andesitik mempunyai susunan mineral yang berbeda. Bahan tuff dasitik
dicirikan oleh tingginya jumlah kwarsa, plagioklas (albit dan oligoklas), biotit, horblende, clan gelas volkan. Sementara tuff andesitik dicirikan oleh andesin, plagioklas (labradorit dan anorthit), biotit, hornblende, piroksen (hipersten, augit), dan gels volkan (Mohr dan van Baren, 1954) Menurut Druif (1934 d a h Mohr dan van Baren, 1954) bahan tuff dasit di Sumatera Utara Bagian Timur (dataran rendah) terdiri atas
tuff dasit-liparit, tuff dasit muda, tuff dasit tua, dan ndf andesiti-dasiit yang b a a susunan mineralnya. Menurut Cameron
ef a1
(1982). bahan abu volkan di dataran
tinggi tersusun atas andesit, dasit, mikrodiorit, dan tuff (formasi Singkut); sedangkan di dataran rendah termsun atas breksi bermsunan anddtdasit yang bersal dari lahar Gunung Sibayak ( f o r m a s i Sibayak, s a t u a n B i n j a i ) Siat bahan induk mempunyai peranan penting dalam pembmtukan tanah Andisol Hasil penelitian (Shoji dan Fujiwara. 1984; Shoji dan Ono, 1978) menunjukkan bahwa a l o ~ m o g o l i diemukan t dominan &lam fraksi liat tanah Andisol yang berasal dari
bahan induk abu volkan yang mengandung Si02 rendah, misalnya basalt, sedangkan hat silikat ditemukan dominan pada tanah yang berasal diiri bnhan induk abu volkw yany mangandung Si02 tinggi, misalnya dasit Theng et a1 (1982) juga menemukan bahwa abu v o h n basaltik mcmbentuk tanah yang mengnndung alofanlimogolit tinggi daripada
bahan induk silisius Menurut Mizota (1981). peristiwa ini disebabkan bahan basaltik mmgandung Bejumlab besar gelas volkan dan sedikit Si sehingga jumlah Si dalam larutan tanah rendah Pedogenesis Tanab A n d h l Proses pembentukan tanah merupakan rangkaian proses kimia, fisika, dan biologi yang terlibat &lam merubah bahan induk menjadi tanah Rangkaian proses-proses tersebut berpem ddam (1) transformasi bahan induk tanah dan pelapulcan mineral, (2) genesis mineral liat. (3) translokasi dan akumulasi bahan secara vertikal dan
horizontal, dan (4) penambahan bahan organik (Buol et al, 1980, Hardjowigeno, 1993. Hall, 1983). Pada tanah Andisol, dua proses pertama
beraifat
lebih
dominan.
sedangkan proses ketiga sangat minimal (Parftt el a1 1988) Srmua proses tersebut di atas bejalan secara simultan dengan intmsitas yang
berbeda Intensitas setiap proses tergantung kepada faktor lingkungan yang mendukungnya. Perbedaan lmgkungan yang menyebabkan perbedaan proses dan intensitasnya, dapat menyebabkan dari bahan induk yang sama akan t h t u k jenk tanah yang
berbeda sifatnya (Tejoyuwono dan Supamowo, 1978) Hal ini dibuktikan dari bahrin induk basalto-andesitik (Tan,1965) terbentuk tanah Andisol di daerah yang tinggi dan terbentuk Inceptisol, Ultisol, dan Oksisol di herah yang rendah di Jawa Barat (Subardja dan Buurman, 1980) Sementara Munir (1983) melaporkan bahwa dari bahan induk yang m a di Jawa Timur, terbentuk Andisol di daerah yang tinggi clan Inceptisol di tempat yang lebih rendah rendah. Pdapukan Mineral Primer Pelapukan adalah proses hancuran dan perombakan fisika dan kimia yang terjadi pada bahan induk dan m i n d tanah Proses ini terjadi akibat mineral-mind yang terkandung di dalam bahan tersebut, belum mencapai keadaan seimbang dengan
keadaan lingkungan (temperatur, tekanan, dan kelembaban) antara atmosfir dan
lithos-fir (Buol e! a1 1980) Oleh karenanya, proses pelapukan berlangsung secara kontinu sdama keadaan belum mencapai keseimbangan dengan kondisi lingkungan setempat Transformasi bshm induk den mineral melibatkan beberapa proses, antara lain hidrolisis basa-basa dalam ~nukturmineral, reduksi-oksidasi besi dalam struktur m i n d , dan pdarutan Pada tanah Andisol, hidrolisis sangat berperan dalam proses pelapukan abu volkan (FitzPatrick, 1984), plagioklas (Huang, 1989), dan reduksioksidas berperan dalam pelapukan mineral feromagnesian (amfibol, hiperstin, augit) (Buol el a1 1980) Mineral-mineral tersebut umumnya ditemukan dalam bahan induk
abu volkan.
Proses-proses ini
menyebabkan
bahan
induk dan atau mineral
mengalami pelapukan sehingga tejadi perubahan secara fisik atau Limiawi yang direfleksikan oleh sifat-sifat tanah Laju proses pelapukan ditentukan oleh sifat bahan induk, jenis mineral, dan puasa--na
tingkungan. Bahan induk basalt melapuk lebih cepat dibandingkan dengan
bahan induk daeit (Theng e! al 1982) Mineral-mineral maftk (merigandung kation basa tinggi) mdaplk lebih -at
dibandingkan dmgan mimrai felsik fKrwskopf,
1983). Pada Andisol yang digunakan untuk persawahan tadah hujan
marunjukkan
bahwa, tinglcat pelapukan bejalan lebih cepat dibandingkan dengan Andiil yang
digunakan sebagai hutan dan ladang (Basyaruddin e! a1 1995). Perbedaan ini disebabkan suasana oksi-datif dan reduktif silih berganti sepanjang tahun yang dapat merubah bentuk Fe dan hidrolisis basa-basa dalam struktur mineral sehingga mineral tidak stabil dan mudah hancur. Selain itu, bahan organik juga sangat berpengaruh dalam pembentukan tanah Andisol melahi proses andol~sls(FitzPatrick, 1984) Proses ini mengakibatkan pelapukan mineral akibat pengaruh asam-asam yang dibebaskan dari pelapukan bahan organik Dalam proses pelapukan akan terjadi beberapa pristiwa
(1) pelepasan mineral-
mineral dari batuan menjadi butir-butir mineral yang lebih sederhana, (2) perubahan mineral primer baik struktur maupun komposisinya; (3) pelepasan unsur-unsur (Ca,
Mg, K, Fe, AI, Si dan lain-lain) dari struktur mineral ke dalam larutan tanah, dan (4) terbenNrnya spesies-spesies mineral bary misalnya oksida-hidroksida Fe, Al, dan
Mn dan liat amorfatau silikat kristalin (Buol ct a1 1980; Allen dan Fanning 1983). Tingkat pelapukan dapat diduga berdasarkan produk yang dihasilkan, antara lain: (1) jumlah mineral mudah lapuk (MML), (2) jumlah bahan hasil lapukan (MHL), (3) konsentrasi unsur (Fe, Al, Si. Ca, M& dan K), dan (4) jumlah d m jenis liat @uol et a1 1980). Arifin (1994) melaporkan bahwa Andisol yang mengalami pelapukan lanjut
mempunyai nilai M W M M L berkisar antara 0.08-13; sedangkan pelapukan muda, berkisar antara 0,01-0.12. Menurut Mohr dan van Baren (1 954). tingkat pelapukan bahan induk tanah terdiri atas iima tingkatan, yakni: (1) initial stage, (2) juvenil stage, (3) viril stage. (4) senile stage, dan (5) final stage. Initial stage adalah tingkat dimana bahan induk belurn mengalami pelapukan. Juvenil siage tingkat dimana bahan induk mulai mengalami pelapukan tetapi bagian belum terlapuk masih lebih dominan. Viril stage adalah tingkat dimana jurnlah mineral mudah lapuk dominan, mineral liat mulai terbentuk, dalam jumlah tertantu masih ditemukan komponen yang sukar lapuk.
stage adalah
tingkat dimana jumlah mineral tahan lapuk dominan atau mineral mudah lapuk sangat d i k i t . Finul slap tahap perkembangan tanah selevai dan tanah telah berada d a m keadaan setimbang dengan lingkungannya. Genesis Mineral Liat
Transformasi bahan induk dan atau mineral tanah Andisol terjadi beriringan dengan
pembentukan mineral liat. Proses pembentukan dan susunan mineral liat pada tanah Andisol dikemukakan dalam uraian tetang sifat mineral. Tmslokasi dan Akumulasi Translokasi dan akumulasi disebabkan oleh beberapa proses, yakni pencucian, erosi, dan aktifitas hewan-hewan penggali tanah. Pencucian
dalam profil tanah
menyebabkan berpindahnya bahan secara vertikal dari lapisan atas ke lapisan bawah. Proses yang melibatkan pencucian dalam pembentukan tanah Andisol sangat minimal. Namun beberapa peneliti menemukan adanya proses eluviasi, iluviasi liat, silikasidesilikasii Fe, A1 d m Si (Adin, 1994), pencucian Ca (Syarif, 1990). Proses-proses ini berperan dalam horiwnisasi tubuh tanah. Erosi menyebabkan berpindahnya lapisan tanah atas S a r a spasial dari satu tempat
dan mengakumulasikannya di tempat lain Peristiwa ini berpengaruh terhadap pembentukan Andisol, terutama dalam pembentukan horizon permukaan. AkGtitav hewan
menyebabkan terjadinya pencampuran tanah atas dengan tanah bawah sehingga menghambat pcrknnbangan tanah (Ugolini dan Edmands, 1983, McRae, 1988) Pembentulun Komplelu Orgaoik
Urnumnya Andisol mengandung bahan organik relatif tinggi Hundfikasi adalah proses pembentukan senyawa humus dari bahan organik Proses ini sangat penting dalam pembentukan Andisol (EtzPatrick, 1984). Dalam pembentukan tanah Andisol,
bahan humat berperan dalam pembentukan senyawa kompleks organik, di samping berpengaruh terhadap warna tanah, KTK, daya menahan air, dan stabilitas agregat Pemben-tukan kompleks organik dapat tejadi antara asam-asam organik dengan logam Fe, Al, dan Mn (Stevenson, 1982) dan l i terutama alofan (Wada, 1989) Proses pembentukan kompleks Al-dan Fe-humus terjadi melalui Al dan Fe yang dilepaskan dari hasil pelapukan bergabung dengan Benyawa organik Pembentukan Alhumus menghambat pembentukan alofan (Wada, 1989, Syarif, 1990), sedangkan Fehumus, akan menghambat pembentukan mineral besi (hematit, goetit, dan ferihidrit) (Schwertmann dan Taylor, 1989) Arnalds et ai (1995) menemukan bahwa kandungan bahan organik yang tinggi pada tanah Andisol di Iceland tidak menghambat pembetukan alofan. Logam dalarn bentuk kompleks organik bersiiat lebih mobil sehingga
mudah tercuci ke lapisan bawah Peristiwa ini
ditemukan dalam
pembentukan horizon spodik pada Spodosol (Stevenson, 1982) Pada Andisol, kompleks-organik-logam ditemukan dalam bentuk Al- dan Fe-humus (Arifin, 1994) Jumlah Fe dan Al dalam bentuk senyawa kornpleks dapat diduga dengan e k d t a n Na-pirofosfat (Parfrtt et al 1983) Selain Al dan Fe, alofan juga dapat berasosiasi dengan bahan organik tanah, misalnya asetat, sitrat, anion organik BM tinggi, dan enzim (protease dan amilase serta sub-stratnya) Jumlah bahan organik tanah yang berikatan dengan a t o h dan imogolit lebih banyak daripada dengan montmorillonit dan haloisit Ikatan aiofanorganik bersifat melindungi bahan organik tanah dari dekomposisi oleh mikroorganisme tanah, sedangkan, ikatan alofan-enzim bersifat mengurangi aktiitas enzim sehingga
bahan organik dapat bertahan dalam waktu lama (Wadq 1989). Ikatan alofan-organik lebih stabil daripada Al- dan Fe-humus (Arndds el ul. 1995). Oleh karenanya, peranan alofan dalam hubungannya dengan pengawetan bahan organik tan& adalah sangat penting untuk tanah-tanah daerah tropik Di Sumatera Utara terdapat tanah Andisol yang berkembang pada dua kondisi yang ekstrim, yakni dataran rendah (20-160 m dml) dan dataran tinggi (> 1000 m dml). Andisol di dataran tinggi diklasifikasikan
sebagai Haplu&
dan dataran
rendah seba gai Hqlaquand (Adiwiganda 1991). Namun pengklasifikasian tanah tersebut masih belum menggunakan syal m h andik sebagai kriteria kategori ordo Andisol (Soil Survey Staff, 1990). Penciri yang digunakannya hanya berdasarkan epipedon yang terdapat pada masing-masing tanah. Menurut Adiwiganda (1991), Pangudijatno (1961). dan LPT (1976), tanah Andisol
-
di dataran rendah terbentuk pada ketinggib sekitar 40 200 m dml, sedangkan pada 200 m dm1 hingga di
W t
Gunung S i y a k (600 m dml) tarbenSuk tanah
Inceptisol. Penyebaran tanah Andisol tersebut seolah-olah terputus dan tidak mengikuti pola penyebaran bahan induk umumnya. Mmurut Peta Geologi (Cameron el al. 1982), tanah Andisol di Sumatera Utara berkembang pada beberapa fonnasi geologi, diantaranya adalah formasi Sigkut yang bersusunan andesit, dasit, mikrodiorit, dan tuff (Qvbs) yang dominan di dataran tinggi dan formasi Binjai yang tersusun dari breksi bersusunan dasit-andesitik. Menurut LPT (1976b), tanah Andisol di Sumatera Utara berkernbang dari bahan abu tufa intermedier dimana yang di dataran tinggi berasal dari abu volkan tufa andesit Gunung Sinabung; sedangkan di dataran rendah berkembang dari tufa dasito-andesit Gunung Sibayak. lnformasi tersebut menunjukkan bahwa adanya perbedaan mengenai informasi bahan induk tanah Andisol yang berkembang di Sumatera Utara. Perbedaan tinggi tempat mencenninkan perbedaan iklim. Perbedaan tersebut pada gilirannya akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perkembangan tanah seperti yang dilaporkan oleh Munir (1983) dan Subardja dan Buurman (1980). Menurut Syarif (1990) jumlah alofan meningkat dan haloisit menurun dengan semakin tinggi tempat. Akibatnya adalah tanah Andisol yang tehentuk akan memiliki sifat dan ciri
yang berbeda antara yang berkembang di dataran tin@ dan di dataran rendah. Deskripsi lingkungan dataran tinggi dan rendah dikemukan dalam Tabel 1. Tabel 1. Deskripi kondisi iklim dataran rcndah dan dataran tinggi Ketinggian (m dml) Unsur 30-200111 dm1 I >I000 m dm1 T i ~ hujan' e C (-0) I A(Qc14,3%)
I
CA~ujan'
Suhu udm2 Rceim Suhu Tanah3 R C & ~Kelcmbaban~anah'
I
1700-2700 26-28'C
1644
Udic
83-87 % 90-95 YO 1)SchntddonFewron; 2) Slarron kltmaldqlr BPPM dan Somprlr; 3) dhlbng nrnvrvl Toy el oL 1978; 4) A d ~ g m d a 1991; . 5) Tan (IW);Pangnd~ai~m (1961).
Kclcmbaban udara'
Di dataran tinggi, topograti adalah bergelombang-berbukit dengan derajad kemiringan lereng lebih besar (curam); sedangkan di dataran rendah, topografi datar-berge-
lombang dengan derajad kemiringan lereng relatif sangat rendah. Di dataran rendah, topografi erat kaitannya dengan pengaruh air tanah (LPT, 1976a). Has11penelitian Tan (1960) berkesimpulan bahwa tanah di dataran rendah yang dipengaruhi oleh air tanah karena drainase terhambat terbentuk Gfey Humus Rendah den pada drainase baik terbentuk A h I . Terdapatnya Andisol di dataran tinggi adalah hal yang telah umum ditemukan, tetapi adanya Andisol di dataran rendah merupakan suatu fenomena yang dipandang unik. Pandangan tentang pembentukan tanah tersebut masih memperlihatkan adanya perbedaan pendapat. Menurut Mohr dan van Baren (1954) bahwa Andosol (Andisol) di dataran rendah terbentuk pada zaman es (20-50 ribu tahun lalu). Pada saat itu. iklim lebih kering dari sekarang sehingga terjadi gerakan air bolak balik Larutan tanah yang bersifat alkali bergerak sampai ke permukaan tanah sehingga menimbulkan
warna hitam yang bersifat permanen di lapisan atas.
Akumulasi
bahan organik
disebabkan oleh masa kering. Menurut Tan f1960), akumulasi bahan organik disebabkan oleh kelebihan air akibat drainase terhambat sehingga membentuk Gfey
Humus Rendah dan drainase baik membentuk Andosol. Hipotesis ini kurang relevan dengan hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa jumlah C-organik pada tanah drainase terhambat yang seharusnya lebih t i n e ternyata jauh lebih rendah (<2,5% C) daripada tanah berdrainase baik (>4% C) Sedangkan menurut Pangudijatno (1961)
bahwa abu volkan andesit yang berkembang pada kondisi drainase baik membentuk AnJr>.~ol dan pada kondisi drain= jdek mmbentuk (;ley Humus f~emhk Pada kondisi iklim tropik, dalam waktu yang cukup lama itu, seharusnya bahan organik pada tanah tersebut telah terdekomposisi sehi-
jumlahnya menjadi sangat
rendah. Kenyataannya jumlah C-organik tanah tersebut masih mernperlihatkan angka yang sangat tinggi (4-7% C atau 6,88-12.04% bahan organik) (Tan, 1960, LPT, 1976a).
Diperkirakan komponen yang bertanggung jawab dalam pengawetan bahan organik tanah adalah alofan yang menyebabkan warna hitam. Mineral ini dapat berimeraksi dengan bahan organik melalui gugus kngsional (Wada, 1989). lkatan alofan-organik lebih stabil dibandingkan dengan Al- dan Fehumus (Arnalds el al. 1995) sehingga lebih tahan terhadap proses dekomposisi dalam waktu lama. Pada kondisi suhu tinggi. alofan hanya terbentuk dari pelapukan gelas v&k (FitzPatrick, 1983). Menurut Par6tt el a1 (1984). d o h dapat terbentulc dari gelas volkanik pada kondisi drainase baik; sedangkan pada kondisi drainax jelek akan tcrbentuk haloisit bila terdapat cukup Si ddam larutan tanah. Si pada tanah tersebut tidak menunjukkm adanya
pencucian (Tan, 1960) sehingga sangat mendukung
pembentukan haloisit. Atas dasar ini, diduga, pada tanah Gley H u m Rendah di dominasi
oleh haloisit; sedangkan, pada Andisol didominasi oleh a l o h sehingga
jumlah bahan organik pada GIey Humus Rendah lebih sedikit dibandingkan dengan tanah Andi.~oI. Walaupun demikian,
suatu kesamaan pendapat tentang adanya Gley Humus
Rendah dan Andisol yang terbentuk dari bahan induk abu volkan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pedogenesis pada kedua jenis tanah tersebut. Namun penjelasan tentang perbedaan pedogensis kedua jenis tanah tersebut belum dijelaskan.
Sifat Mineral A n d i d Mineral yang terdapat di dalam tanah bersal dari: (1) diwariskan dari bahan induk, (2) pembentukan melalui kristalisasi dari lamtan (authigenic), dan (3) pelapukan
mineral primer rnenjadi spesies mineral batu (diagenic). Mineral pasir merupakan mineral primer yang diwariskan dari bahan induk tanah,
sedangkan mineral liat merupakan mineral sekunder yang terbentuk di linglungan setempat ntau terbentuk di tempa! lain d m seliinjutnya dipindahkan (Allen dan Hajek, 1989) Penelitian yang menyangkut mineral pada tanah Andisol lebih banyak tcrtuju pada mineral liat; sedangkan terhadap mineral primer relatif masih terbatas Padahal sifat mineral primer adalah sangat penting dalam menilai berbagai aspek tanah, baik aspek pedogenesis misalnya menentukan bahan induk dan menilai tingkat pelapukan mau pun aspek edapologis misalnya menilai jumlah cadangan hara tanaman dalam mineral. Jumlah dan jenis mineral primer yang berasosiasi dipengaruhi oleh sumber bahan induk (Hardjowigeno, 1993). Bahan volkanik yang berasal dari Gunung Merapi mengandung augit lebih dari 70% dan hipersten lebih dari 20%, Gunung Kmkatau mengandung augit lebih dari 50% dan hipersten lebih dari 30%. dan Gunung Ceremai mengandung olivin lebih dari 2 W . Susunan mineral pasir tanah Andisol tergantung kepada sifat bahan in&.
yang berkembang dari bahan
induk
Andisol
andesit-basalt dan basalto-andesitik
mempelihatkan jumlah mineral mudah lapuk (plagioklas, andesin, amfibol, augit, hipersten, olivin) lebih banyak; sedangkan mineral tahan lapuk (kuarsa) relatif sedikit (Munir, 1983; Arifin, 1994). Sementara Andisol yang berasal dari bahan induk dasitandesitik di d a t a tinggi Sumatera Utara memperlihatkan kandungan mineral mudah lapuk lebih rendah sedangkan kwarsa relatif tinggi dan tidak ditemukan andesin (Basyaruddin el al. 1995). Menurut hasil survey LPT (1976b), Andisol di dataran tinggi Berastagi (Sumatera Utara) ditemukan bahan hancuran (20-53 %), plagioklas (2-3 %), amfibol (12-29 %), gelas volkan (1-17 %), hipersten (1-4 %), augit (1-7 %), dan sedikit kwarsa. Asosiasi mineral hiperstin-augit. Asosiasi mineral kurang realistik karena jumlah amfibol sangat tinggi dalam fiaksi total dibandingkan dengan hipersten dan augit. Pada Andisol di dataran rendah di daerah Gunung Sinabung (LPT. 1976a) ditemukan bahan hancuran (38-60 %), plagioklas (26 - 37 %), amfibol (4-16 %), gelas volkan (4-9 %), hiperstin (c
4 %), dan biotit (1-5 %). Asosiasi mineral adalah horblende-hipersten
Umur bahan induk juga sangat berpengaruh terhadap susunan mineral pasir tanah
Andisol. Andisol yang berkembang dari bahan induk andesit-basalt pada formast tua, mengandung lebih sedikit jumlah dan jenis mineral mudah lapuk, bahkan p l a s volkanik tidak ditemukan lagi, kandungan liat lebih tinggi dan didominasi oleh gibsit dan haloisit. Sedangkan pada formasi muda, ditemukan jumlah dan jenis
mineral
mudah lapuk lebih banyak, dan kandungan liat relatif sedikit yang didominasi oleh alofan d m imogolit (Arifin, 1994) Susunan mineral pasir, menurut Buol et a1 (1980) dapat digunakan untuk mernpelajari, antara lain: (1) tingkat kesarnaan bahan induk pada berbagai horizon dalam satu pro& (2) keberadaan lithologic discontinuities, (3) tingkat pelapukan
berdasarkan nisbah mineral mudah lapuk dan mineral tahan lapuk, (4) status hara dan
dan kesuburan tanah berdasarkan cadangan mineral mudah lapuk yang akan membebaskan unsur hara tanaman bila t@apuk, dan (5) menduga mineral liat yang terbentuk berdasarkan mineral yang ada, misalnya rnika menjadi ilit clan gelas volkan menjadi alofan, dan (6) mengenal mineral tertentu yang mempunyai pengaruh terhadap sifat tanah yang khas, misalnya abu volkan yang banyak dalam pasir dan debu berhubungan dengan bobot isi rendah, &ya menahan air, dan retensi P t i n e Mineral liat yang umum ditemukan pada Andisof terdii dari dofan, imogolit, gibsit, d m haloisit (Syarif, 1990; Wada, 1989; Tan, 1982; Allen dan Fanning, 1983;
Mn,1994; Basyaruddin et a1 1995). Proses pembentukan masing-masing jenis liat dapat terjadi melalui mekanisme yang berbeda (Gambar 2). Pola genesis liat yang ditunjukkan oleh Gambar 2 ditentukan oleh kondisi lingkungan. Pada kondisi dingin (suhu rendah), alofan dapat dibentuk dari hasil pelapukan feldspar (plagioklas) dan gelas volkanik (alir 2 dan 3). Pada kondisi lebih panas (suhu lebih tinggi), alofan hanya disintesis dari hasil pelapukan gelas volkanik (alir 3); sedangkan hasil pelapukan feldspar terbentuk haloisit (alir 1). Pada kondisi
tanah dimana proses pencucian terhambat, pelapukan gelas volkanik dapat secara langsung terbentuk haloisit (alir 4). Dengan perubahan waktu dan lingkungan. alofan dapat dibentuk menjadi gibsit (desitikasi) danlatau haloisit (siiikasi) (di5,6). Atas dasar prinsip tersebut, maka alofan pada Andisol dataran tinggi berasal dari hasil pelapukan plagioklas dan gelas volkanik; sedangkan di dataran rendah, alofan
'7 Gelas volkanik
(Feldspar) 3
2
Gibsit
1
4
6
Gambar 2. Genesis mineral liat pada Andisol (FitzI'atrick, 1983; Allw dan Fanning, 1983; Pariitt ef al.,1904; Wada 1909)
hanya b e r d dari pdnpukan gelas volkanik. Di sampiny itu, pnda kondisi drainase jelek, pelapukan gelas volkanik tidak terbentuk alofan tetapi terbentuk haloisit. Dengan demikian, pada Andisol yang berkembang di dataran tinggi, dataran rendah berdrainase baik, dan
drainase terhambat, jumlah alofan berkurang d m haloisit
meningkat secara berurutan sehingga terjadi perbedaan komposisi mineral liat yang mendominasi pada masing-masing tanah. Di samping itu, juga terdapat pehedaan dalam ha1 tahapan pembentukan liat. Allen dan Fanning (1983) melaporkan beberapa sekuen pembentukan liat sebagai berikut: 1. Allofan A-> allofan AB->dofan B-'-. metahaloisit-> kaolinit 2. Allofan ->imogolit A ->imogolit B 3. Gelas volkanik -> alofan -> haloisit terhidratasi
A l o f i merupakan liat amorf atau non kristalin (short range order) yang umum terdapat pada tanah-tanah yang berasal dari bahan abu volkanik. Komposisi kimia mineral ini dicirikan oleh nisbah m o l e h e r Al:Si berkisar antara 1.1 sampai I:2 (Allen
dan Fanning, berikut;
1983) Rumus kimianya diperkirakan (Tan,
1982) adalah sebagai
SiOz A1203 2H20 atau A1203 2SiO2.H20 Alofan dm imoyolit bernisbiih molar 1 : 1 tmsusun oleh Al denyan bilanynn koordinasi 4; sedangkan, alofan dan imogolit bemisbah 1 :2, tersusun oleh A1 dengan bilangan koardinasi 6. Perbedaan bilangan koordinasi menyebabkan pettudaan terhadap sitit muatan permukaan mineral. Pada pH 5-8, alofan dan irnogolit 1 :2, disosiasi pada stmktur Si(0H) menghasilkan mutan permukaan negatif; sedangkan pada struktur Al(OH)(&O) menghasilkan muatan positif Sementara, yang bernisbah molar I :1, disosiasi kedua struktur tersebut menghasilkan muatan negatif (Wada, 1989). Pembentukan mineral ini, di samping komposisi mineral
bahan indukjuga
ditentukan oleh, antara lain: (1) kandungan bahan organik tanah,(2) kedalaman tanah (horizon), dan (3) pH tanah. Alofan tidak terbentuk secara baik pa& horizon atas. Hal ini disebabkan oleh tingginya akumul&i bahan humus di bagian atas sehingga Al yang dibebasakan dari pelapukan mineral dikomplek oleh bahan hurnat sehingga menghambat pembentukan alofan. (Wada,
1989, Syarif, 1990). Oleh karenanya,
pembentukan alofan meningkat dengan semakin dalamnya tanah sehinsa jumlah alofan pada horizon permukaan lebih sedikit clan cenderung meningkat semakin ke dalam tanah. Namun Amalds
el
al (1995) menemukan bahwa kandungan C organik
yang tin& tidak menghambat pembentukan dofan. Pembentukan alofan pada Andisol juga dipengaruhi oleh pH tanah (Wada, 1989; Saigusa dan Shoji, 1986). Pada pH rendah mendukung pembentukan Al- dan Fehumat; sedangkan pada pH relatif tinggi (>5), pembentukan alofan, imogolit, dan Feoksida meningkat. Menurut Mizota dan van Reeuwijk (1989) antara pembentukan alofan dengan petnbentukrui ko~npleksAl-hurnus tejadi kompetisi. Irnogolit jug8 mineral yang umum ditemukan pada Andisol yang termasuk mineral or&r-ki.uuan-pendek (ICOMAND, 1988). Sifat kimianya sama dengan alofan, tetapi imogolit telah rnempu- nyai bentuk kristal yang lebih sempurna dari alofan. Bentuk kristalnya disebut sebagai parakristalin. Mineral ini terbentuk dari transformasi alofan. Rumus kimianya diperkirakan (Tan, 1982) adalah Si02 N203.2,5H20
Haloisit juya
selalu ditemukan pada Andisol, terutama yang telah mengalami
pelapukan lanjut (Arifin, 1994). Dalam bentuk berbidrat disebut me~ubuloisiil.Mineral ini termasuk kelompok liat kristalin yang terbentuk dari transformasi alofan melalui proses silikasi (Dudas dan Hanvard, 1975) dan. pelapukan gelas volkanik (Parfin el a/. 1984) dan feldspar/plagioklas (FirtzPatrick, 1984) Metahaloisiit mempunyai ciri jarak basal 1OA ; sedangkan haloisit mempunyai ciri jarak basal 7A. Petnbentukan metal~aloisit terjadi akibat proses hidratasi. Jumlah metahaloisit meningkat dan haloisit menurun dengan semakin ke dalam tanah akibat pengaruh musim (Takahashi el al. 1993). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pengeringan dan pembasahan sangat berpengaruh terhadap perubahan haloisit menjadi metahaloisit. Kondisi yang rnendukung pembentukan alofan berbeda dengan kondisi yang mendukung' pembentukan
haloisit ( ~ Y a r i ~1990). Keberadaan bahan organik
mendorong pmbentukan haloisit Larena pengaruh silikasi dari Si yang tabebas tetapi menghambat pembentukan alofan karena A1 hasil pelapukan membentuk Al-humus sehingga, jumlah haloisit ditemukan lebih banyak pada horizon atas dan bakurang pada horizon yang lebih dalam. Juga ditemukan bahwa pada daerah bersuhu lebih tinggi, jumlah haloisit lebih banyak dan jumlah alofan lebih sedikit; sedan-
di
daerah lebih dingan,jumlah d o h lebii banyak daripada haloisit (Syarif 1990; Nascimento el a[.1994).
Gibsit juga merupakan mineral yang sering ditemukan pada tanah Andisol (Syarif. 1990;Arifin, 1994; Basyaruddin el al. 1995). Mineral ini telah mempunyai bentuk struktur kritdin yang lebih sernpuma daripada alofan. Pembentukannp dapa terjadi
melalui transfomasi alofan melalui proses desilikasi bahan abu vokanik (Wada 1989). Ciri beberapa mind-mineral liat yang umum pada Andisol dikemukakan dalam Tabel 2. Atas dassr ciri-ciri
tersebut
diidentifikasi untuk mengetahui jenis
maka mineral-mineral liat tersebut dapat dan jumlah relatifnya (mineral
liat
yang
dominan). Identifikasi dapat dilakukan dengan m m g g u n a b X-Ray m c t i o n (XRD) dan Differential Thermal Analysis (DTA). Perbedaan
komposisi mineral liat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifit tanah
sehingga berbeda dalam klasifikasinya (Takahashi el ai 1993). Tanah dari bahan volkanik yang terbentuk di bawah
kondisi regim kelembaban xeric di California
mengandung gibsit, imogolit, dan haloisit dalam jumlah yang berbeda akibat Tanah yang tabentuk menunjukkan
adanya transisi Andid->lnceptr.wI-bArfisoi Pedon
yang diklasifikasikan sebagai Andi.wI didirnonasi 01th imogolit, sedangkan yang diklasifikasikan sebagai Inccp~rsoldidominasi oleh haloisit dun tidak mempunyai sifat
andik tanah Pembahan disebabkan oleh transformasi A1 dan Fe aktif, imogolit dan ferrihidrit menja-di fase kristalin yang lebih sempurna Tabel 2. Ciri bebaapa mineral liat yang umum pada Andis01 (Tan,1982) M i d Li
DTA (T) Endotcrmik (Eksotermilr
Alofan
50-150
I 900-1000
XRD (A) 3.3'
Sifat Fiik Andisol Tanah &u volkan (Andisol) mempunyai sifat fisik yang unik. Keunikan sifat-sifat tersebut berkaitan erat dengan sifat dofan yang umumnya dominan dalam W s i liat. Beberapa sifat fisik tanah abu volkan yang penting antara lain' t e k s u , bobot isi, daya
menahan air tanah, kemampwn dispersi, tiksotropik, konsistensi, struktur, porositas, dan kandungan bahan organik Tiga sifat pertama digunakan sebagai penciri dalam klasifikasi tanah Tekstur tanah ditentukan oleh jumlah pasir, debu, dan liat Kornposisi Wsi-fraksi tersebut tergantung pada tingkat pelapukan yang telah berlangsung Jumlah liat semakin meningkat dan ii-aksi pasir semakin berkurang dengan
semakin lanjutnya tingkat
pelapukan Oleh karenanya, komposisi diistribusi ukvran butir dapat diinakan untuk menduga tingkat pelapukan (Mohr dan van Baren, 1954). Tekstur tanah Andisol umumnya relatif kasar karena tanah ini tergolong muda Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa tanah Andisol mempunyai tekstur berkisar antara lempung hingga lempung berpasir pada horizon permukaan dan lempung hingga
lempung berliat pada horizon bawah (Violante dan Wilson, 1983; Tan, 1984). Menurut Mizota dan van Reeuwijk (1989). kebanyakan Andisol mempunyai tekstur berkisar antara lempung hinga lempung berdebu. Andisol di dataran rendah di Sumatera Utara mempunyai tekstur lempung berpasir hingga lempung berdebu (Syarif, 1990). Umumnya tanah Andisol sulit terdispersi sehingga selalu mendapat kesulitan dalam analisis tekstur tanah. Kesulitan tersebut kemungkinan disebabkan oleh: (1) adanya liat sitikat amorf yang memiliki nilai ZPC (zero point of charge) yang berbeda dengan mineral bstalin lainnya, d m (2) adanya oksida-oksida terhidrat yang mengalami pengendapan kembali (Tan, 1984). Menurut Syarif (1 990) kesulitan dispersi pada tanah Andisol disebabkan oleh adanya campuran mineral amorf dan silikat kristalin yang terdispersi pada nilai pH yang berbeda. Imogolit terdispersi pada kondisi masam, liat kristalin terdispersi pada kondisi alkali; sedangkan alofan terdispersi pada kondisi
masam
- alkali. Adanya kesulitan dispersi 'hksi-fraksi
tanah mengakibatkan sebaran
butir tanah kurang menggambarkan yang sebenamya. Oleh karenanya, Soil Survey Staff (1994) menggunakan rumus yang di dasarkan pa& kandungan air I5 bar untuk menduga jumlah liat. %Liat = 2,s (kandungan air 15 bar - % C-organik). Di samping itu, tanah Andisol juga mempunyai kandungan air tersedia untuk tanaman
berkisar antara sedang
- rendah,
struktur remah, total porositas umumnya tinggi,
konsistensi gembur, kurang plastis dan tidak lekat (Tan, 1984; Syarif, 1990; Arifin, 1994). Bobot isi Andisol umumnya rendah karena tingginya jumlah alofan dan bahan organik. Namun, menurut Taksonomi Tanah, bobot isi tanah yang tinggi (> 0,9 g/cm3) juga masih dapat digolongkan sebagai Andisol jika masih memenuhi peciri sifat tanah andik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot isi tanah Andisol di Jepang berkisar
antara 0,25 - 0,85 & m 3 (Inoue dan Yoshida, 1981), dan 0.80
- 1,34 g/cm3 (Parfitt et
a/.1984). Hasil penelitian Syarif (1990) bobot isi tanah Andisol dataran rendah (* 50
m dml) di Sumatera Utara berkisar antara 0,75-1,l g/cm3 dan di dataran tinggi (* 800 m dml) berkisar antara 0,33
- 0,45
g/cm3. Keragaman nifai bobot isi tanah tersebut
disebabkan oleh perbedaan tingkat perkembangan tanah, kandungan bahan organik, dan
jumlah liat. Tanah yang berkebang lebih lanjut mempunyai bobot isi tanah lebih tingjgi karena jumlah liat meningkirt dan jenis liat didominasi oleh haloisit sedangkan jumlah alofan berkurang (Arifin, 1994). P d t t el al (1984) menemukan hubungan negatif antam bobot isi tanah dengan jumlah alofan, artinys semakin rendah jumlah alofan nilai
bobot isi tanah semakin tinggi. Sementara hubungan bahan organik dengan bobot isi tanah juga bersifat negatif, artinya semakin tinggi jumlah bahan organik semakin rendah
nilai bobot isi tanah (Ari fin, 1994). Tanah Andisol mempunyai daya menahan air yang sangat tinggi. Menurut Syarif (1990), kandungan air tanah Andisol di Sumatera Utara pada tegangan 113 berkisar antara 26
- 240%
dan retensi air 15 bar contoh tanah lembab berkisar antara 16 -
171%. Di dataran rendah, kandungan air tanah 15 bar contoh tanah lembab berkisar
-
antara 17-39 % dan di dataran tinggi berkisar antara 24 140 % tersebut Perbedaan ini disebabkan oleh pengaruh alofan yang semakin banyak dengan semakin tinggi tempat dan p e M a a n tekstur tanah yang sangat nyata. Alofan mempunyai bentuk buiat dan berlubang dengan ukuran berkisar antara 35-50 A (Wada, 1989). Struktur yang demikian memungkinkan molekul air dapat masuk dengan mudah dan bertahan dalam
waktu tertentu sehingga kandungan air tanah selalu tinggi. Oleh karenanya, kandungan lrir tanah pada Andisol selalu menin*
dengan semakin b a n y h y a jumlah alofan.
Namun demikian, pengeringan tanah dapat menu&
kemarnpuan daya menahan air
. w r a drastis. Peristiwa ini merupakan petunjuk bahwa alofan yang bersifat tidak dapat balik (irreversible) setelah kering. Penurunan daya menahan air tanah ditunjukkan oleh menumnnya kandungan air pada tegangan 15 bar dari 171% wntoh tanah lembab menjadi 77% tanah kering udara yang mengandung alofan tinggi dan 16 % tanah lembab menjadi 8 % tanah kering udara yang bertekstur pasir, alofan rendah, dan haloisit tinggi (Syarif, 1990) dan dari 62,40
- 99,63 tanah lembab menjadi 41,25
-
49,24% untuk wntoh tanah kering udara (Arifin, 1994). Ciri ini digunakan sebagai kriteria hidik (retensi air 15 bar tanah lembab 70 % atau lebih), vifric (retensi air 15 bar tanah kering udara kurang dari 15 % dan tanah lembab kurang dari 30 %) untuk pembeda kategori Great Group dan sifat yang digunakan dalam penentuan pengganti kelas ukuran butir untuk tingkat kategori Fmnili. Misalnya pengganti kelas ukuran butir
medial, selain jumlah fragmen batuan kurang dari 35 % volume, juga disyaratkan mempunyai retensi air 15 bar tanah kering udara 12 % dan tanah lembab 30
- 100 %
(Soil Survey Staff, 1994). Tanah Andisol juga mempunyai sifat reaksi tidak dapat balik (irreversible) bila masa tmah mengalami pengeringan. Pengeringan menycbabkan masa tanah rnenjadi butir-
butir berukuran halus seperti debu. Peristiwa ini mengakibatkan masa tanah tidak mampu lagi menyeraplmenahan air sebagai mana kemampuannya semula (Tan, 1984). Siat ini ditunjukkan oleh selisih kandungan air pada tegangan 15 bar contoh tanah lembab dan kering udara (Syarif, 1990; Arifin, 1994). Tanah Andisol umumnya mempunyai sifal liksolropi. Sifat ini tidak digunakan sebagai kriteria dalam klasifikasi Andisol karena, selain ditemukan pada tanah lain, tllisalnya S-I,
juga pengukurannya tidak dapat dilakukan secara kuantitatif
sehingga sangat subjektif (Smith, 1978). ~ i k s o t r o adalah ~i perubahan dari gel ke sol
dan sebaliknya akibat tekanan gesekan isotennal yang kemudian dilepaskan (Soil S w e y Staff, 1990). Sifat tiksotropi ditunjukkan oleh dalam kondisi basah rnasa tanah seperti berminyak (greasy) dan berkilat/menyemir (smeary). Apabila dipijit dengan ibu jari dan telunjuk akan mengeluarkan air. Hal ini berkaitan dengan bentuk alofan yang bulat dan berlubang sehingga air dapat dengan mudah masuk dan keluar bila mendapat tekanan. Andisol merupakan tanah yang kaya bahan organik. Umumnya, jumlah bahan organik pada Andisol dapat mencapai lebih dari 10 - 25 %, terutama pada horizon
permukaan. Pada tanah Andisol dataran rendah di Sumatera Utara. tercatat kandungan C-organik berkisar antara 1,65 - 7,24 %(Tan, 1960), 3,15 - 6,57 % (LPT, 1976a), dan 1,17 -6,77 % (Puslitanak, 1992) pada horizon permukaan. Bahan organik berperanan penting dalam proses pembentukan dan menentukan s&t-sifat tanah. Bahan ini umumnya berperan dalarn hal, antara lain: (1) genesis dan stabilitas struktur tanah (Van Dijk 1971). (2) meningkatkan kapasitas tukar kation
dan daya menahan air tanah, (3) mengkelat logam-logam (rectksi kom pleks, misalnya dengan Fe, Al, Cu,, Zn,Mn,dan lain-lain) dan membantu translokasi bahan di dalam solum tanah (Stevenson, 1982), (4) sumber C dan energi bagi mikroorganisme tanah
(Alexander, 1977), dan (5) pelarutan mineral-mineral tanah oleh asam- asam organik yanB diproduksi mdalui proses dekomposisi (Krauskopf, 1977). Jumlah bahan organik pada tanah Andisol berhubungan dengan jumlah alofan dan pembcntukan kompleks Al- dan Pe-hurnus. Jumlah alofan aemakin berkurang dengan semakin tingginya kandungan bahan organik tanah (Wada, 1989, Syarif, 1990; Arifin, 1994). Sifnl Kimh Andhol
Sifat kimia tanah merupakan aspek penting karena berhubungan langsung dengan respon tanaman, misalnya kebutuhan hara clan faktor-faktor yang mempenganihinya. Sifat-sifat kimia tanah juga merupakan hasil proses pedogenesis sehingga dapat menggambarkan jenishntensitas proses yang terlibat dalam pedogenesis. Dalam klasifikasi tanah. s a t kimia tanah juga digunakan sebagai kriteria antara lain: jumlah basa dan A1 dapat ditukar untxk pencih alic dan acrudwic, erapan fosfat dan kandungan Al dan Fe ekstrak amonium oksalat masam untuk penciri sijat d Beberapa sifat kimia tanah terpenting tanah Andisol antara lain:
k &nwh .
kemasaman tanah
(pH), muatan pannukaan, kapasitas tukar kation (KTK), jumlah basa (Ca, Mg, Y dan Na) dapat ditukar, jurnlah Al dapat ditukar (Al-dd), erapan fosfat, Fe, Al, dan Si amorf. Derajad lranasamantanah (pH) merupakan siht penting karena sangat b e r p e q h dalam mengendalikan proses reaksi dan perubahan sifat-sifat tanah lain, antara lain: (1) menentukan sifat muatan pennukaan koloid, dan (2) ketersediaan unsur hara tanaman. Beberapa penelitian melaporkan bahwa pH-
tanah Andisol di Jepang berkisar
antara 4,5 - 6.5 (Shoji dan Ono, 1978), di Indonesia berkisar antara 3,80 - 6,40 (Syarif, 1990); 5,30 - 4 5 2 (Ailfin, 19941, dan 5,30 - 6.90 (Munir, 1983). Sementara nilai PHWI berkisar antara 3,7
- 5,90 (Syarif, 1990) dan 3,12 - 5,80 (Arifin, 1994). Keraganlan
nilai pH (&0 dan KCI) disebabkan oleh pengaruh bahan induk dan iklim serta tingkat perkembangan tanah. Nilai p f i m pada horizon permukaan selalu lebih rendah dibandingkan dengan horizon bawah pennukaan. Kandungan Ai-dd,
meskipun
mempakan saiah satu sumber ion H, tetapi tidak menunjukkan pengaruh yang erat dengan p&
tanah Andisol yang ditunjukkan oleh r: 0,35 (Syarif, 1990) dan r = 0,06
(Arifh, 1994). Hal ini disebabkan jumlah Al-dd pada Andisol sangat rendah clan Al
yang terbebau d a ~ pelapukan i mineral akan membentuk Al-humus Atas dasar ini dapal disimpulkan bahwa jumlah Aldd kurany berperan daltun menentukan pH tanah sehingga tidak merupakan masalah pada tanah Andisol dalam hubungmnya dengan pertumbuhan tanaman. Tanah Andisol umumnya didominasi oleh liat amorf (dofanhmogolit dan fuihidrit) Mineral ini mempunyai muatan permukaan variable (Tan, 1982) Menurut Uehara dan Gillman (1 98 I), sifat muatan permukaan dapat diduga atas dasar ApH = p
-
b p
b
Nilai ApH positif, nol, dan mendekati no1 (> -0,s) menunjukkan bahwa tanah yang bersangkutan didominasi oieh mineral yang bemuatan variabel Sifat muatan variabel ditentukan oleh pH tanah, konsentrasi elektrolit, valensi ion tandingan (counter ion),
konstanta dielektrik media, dan suhu mutlak Pada tanah Andisol, di samping alofanlimogolit, koloid tanah muatan variabel juga dapat berasal dari fraksi senyawa organik tanah. Praksi-Wsi senyawa organik
tanah, asam li~lfirt,asam humat, dan asam amino misalnya, dapat beranurtan positif dan negatif (Tan, 1982,1994). Perubahan muatan disebabkan oleh proses dissosiasi proton (deprotonisasi) dan protonisasi pada gugus karboksil (COOH) dan atau gugus OH-fenolat Pada asam humat dan fulfat, deprotonisasi pada gugus karboksil terjadi pada pH 3,O dan gugus OH-fenolat pada pH 9,O Umumnya pH tanah Andisol kurang dari 9,O Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jumlah muatan negatif meningkat dengan meningkatnya pH tanah dan sebagian besar berasal dari gums karboksil Pada
kondisi
pH rendah, gugus karboksil pada
asam
amino, akan
mengalami protonisasi sehingga koloid menjadi bennuatan positif pada gugus amina (NH3XStevenson, 1982, Tan, 1982) Adanya sifat muatan permukaan variabd pada tanah Andisol, baik yang bergumber dari liat mau pun senyawa organik, akan mengakibatkan tejadinya interaksi antara kedua fi-aksi tersebut yang sangat spesifik, t m t a m a antara alofanlimogolit den@
bahan organik membentuk t h t a n alofan-
organik Nilai ~HN.Fdigunakan untuk menduga bahan amorf secara kualitatif Nilai p H w selalu tinggi pada tanah Andisol Beberapa penelitian menemukan bahwa nilai p H w berkisar antara 8,O
- 11,1 (Munir,
1983), 9,07
- 11,5 (Syarif,
1990), dm 9,23
- 11,8 1
(Arifin, 1994). Tingginya nilai ~ H N *disebabkan penambahan NaF, alofan dan irnogolit membebaskan ion OW mencapai 1000
-
1900 mmoVg, Yedangkan
kaolinit hanya
membebaskan sekitar 12 mmoVg (Perrot et a l l 9 7 6 dab Syarif, 1990) Ata.. dasar ini nilai p H w menunjukknn korelasi positf dengan jumlah alofan/imogolit dengan nilai r
=
0,65 ** (Syarif, 1990). Jumlah basa dapat ditukar (Ca, Mg, K, dan Na) pada tanah Andisol umumnya beragam. Hasil penelitian menunjukkan jumlah basa dapat ditukar berkisar antara 0.30
- 5,99 me/lOO
(Syarif, 1990) dan 0,59
-
1 1.3 1 md100g (Arifin, 1994). Jumlah basa
dapat ditukar berhubungan erat dengan pH dengan nilai koefisien korelasi , masingmasing r = 0.72,.
dan r = 0,67**.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi jumlah basa dapat ditukar adalah iklim dan bahan induk. Curah hujan menyebabkan pencucian sebagian basa oleh perkolasi sehingga jumlahnya berkurang. Bahan induk menentukan komposisi mineral. Bahan induk yang mengandung jumlah mineral seperti plagioklas, piroksen, hornblende dan lain-lain dapat menyubangkan jumlah basa lebih tinggi melalui proses pelapukan Pernbebasan basa-basa tcrjebut tergantung pada tingkat pelapukan Oleh karena itu, jumtah basa dapat ditukar dapat menjelaskan tingkat pelapukan dan intensitas proses pencucian dalam solum. Memuut Hardjowigeno (1993) tingkat pelapukan semakin lanjut dengan semakin rendahnya nisbah CalMg. Dalam ldasifikasi tanah, j u d a h basa dapat ditukar dan Aldd digunakan sebagai pendri sifat alic dan a c m h i c . Menurut Arifin (1994) tanah Andisol yang berasal dari bahan induk andesit-basalt tua dan curah hujan tinggi mengandung jumlah basa lebih rendah dibandingkan dengan bahan induk yang lebih muda dan curah hujan lebih rendah. Pada Andisol di Sumatera Utara ditemukan jumlah basa lebih tinggi di dataran rendah (+ 50 m dm]) dibandingkan dengan di dataran tinggi (* 800 m dml) dan jumlah basa tanah Andisol yang bersal dari bahan induk andesito-basaltik di Jawa Barat lebih tinggi dibmdingkan dengan Andisol yang bersal dari bahan induk dasit-andesitk di Sumatera Utara (Syarif, 1990). Kapasitas Tukar Kation (KTK) adalah kapasitas tanah untuk mengerap dan mempertahankan kation di dalam sistem tanah (Tan, 1982). KTK mempunyai peranan penting dalam proses penyediaan hara bagi tanaman dan mencegah kehihgan hara
dari wna perakaran tanaman akibat pencucian Siht ini berhubungan dengan sifat muatan permukaan koloid-koloid tanah Hnsil beberapa penelitian menunjukkan bahwa, tanah Andi.wl memiliki nilai KTK
-
berkisar antara 20-50 meqJ100g (Tan, 1982), 23.9 44,4 md100g (Tan, 19&1), 5.0 1
- 20,84 (Munir, 1983), dan 3.12 - 35.72 (Arifin, 1994) Pada Andisol dataran rendah di Sumatera Utara, nilai KTK berkisar antara 10 - 18 mdIOOg pada horizon permukaan (Puslitanak, 1992) Umumnya sifat KTK tanah ditentukan oleh jumlah bahan organik, jumlah dan jenis liat. Namun hasil penelitian Arifin (1994) membuktikan tidak ditemukan hubungan yang erat antara bahan organik (r :0,14), jumlah liat (r 0,041, jumlah alofan (r 0.1 6) dengan KTK tanah Andisol dari bahan induk andesit-basalt Menurut Arifin (1994), KTK tanah Andisol dipengamhi oleh sifat bahan induk, iklim. dan umur pedogenik. Andisol yang berkembang dari bahan induk basalt pada kondisi curah hujan rendah mempunyai KTK reiatif lebih tinggi. Namun pengaruh ini bersifat tidak langsung. Mehlich (1981) menemukan sifat dan distribusi muatan yang berhubungan dengan KTK pada beberapa mineral yang umum ditemukan pada Andisol (Tnbel 3). Tabd terscbut mcnuyukkan bahwa alofan memiliki KTK yang bcrasal dari muatan variabcl (v) terbesar dibandingkan dengm liat yang lain; KTK gibsit hanya berasal dari muatan variabel (v), dan KTK haloisit berasal dari muatan berubah dan tetap (muatan variabel
> muatan tetap). Gejala tersebut menunjukkan bahwa sifat KTK pada tanah Andisol didominasi oleh muatan variabel. Tabel 3. Nilai KTK dan KTA berdasarkan sikt dan sebaran muatan pada beberapa mineral liat (Mehlich, 1981). Sebaran muatan Siat muatan, meq/ 1OOg Mineral Lia % Dominan KTA) KTKv KTKt KTA KTKc' KTKS KTKc 69 17,8 14,9 31 84 Haloisit 12,3 5,s 20 33 80 40,7 51,O 17,O 10,3 Alofan 100 0 100 0 Gibsit 5,5 5,5 5,5 c, h r m ,
v. mnobcl; I, lolal I :KTKdKTKt x 100: 2:KTKvKTKI x 100:
3:ATMATKt x
100
Kapasitas erapan fosfat pada Andisol sangat tinggi. Sifat ini merupakan ciri khas dan digunakan sebagai kriteria &at tunah andik dalam TakFonomi TTcarah (Soil Survey Staff, 1996). Tingginya kapasitas erapan fosfat tersebut menyebabkan tanah
Andisol selalu mempunyai kandungan P tersedia bagi tanaman dalam jurnlah rendah sehingga tanaman sering menderita kekurangan P. ~ h e n t a r apenambahan P melalui pupuk juga menunjukkan efisiensi yang sangat rendah (Uchara dan Gillman, 1982). Has11 penelitian Arifin (1994) membuktii bahwa -tas
retensi P pada Andiil
berkisar antara 90-98 %. Retensi P tersebut berhubungan dengan Al-dd (r:-0,54**), Corganik (r: 0,18), alofanlimogolit (r:0,63*), dan f&hidrit (r:0,53*). Menurut Mitota dan van Reeuwijk (1989) retensi P berhubungan dengan Al dan Fe arnorf yang terekstrak amonium okasalat massm (No dan Feo). Hubungan linier antara ,410 dm
Feo dengan retensi P yang ditemukannya dikemukakan pada persamaan berikut P = (4,%t0,6)Ao + (14.3
* 2.9)Feo + 33.3
;(R' = 0.62)
Aluminium, Fe, dan Si pada tanah Andisol selalu ditemukan dalam bentuk amorf dan kristalin. Jumlah dalam bentuk amorf relatif lebih banyak. Bahan ini mempunyai sifat kelarutan yang berbeda dalam ekstraktan asam dan basa. Berdasarkan sifat kelarutan tersebut dapat diduga jumlah iiit (aloM~mogolit, goetithmatii dan
ferihidrit) pada tanah tersebut dengan menggmakan nilai konsentrasi unsur-unsur tersebut. Besi ditemukan dalam bentuk oksida kristalin dan amorf. Kedua bentuk bahan itu dapat dilarutkan dengan reagen dithionat (Wada er al., 1986); sedangkan besi
berbentuk amorf dapat dilarutakan dengan amonium oksalat masam (Schwertrnan
dan Taylor, 1989) Atas dasar selisih antara Fe-dithio~t(Fed) dengan Fe-oksalat (Feo) dapat menggambarkan jumlah mineral Fe berbentuk kristalin, misalnya goetit dan
hematit (Shoji et al.. 1988 ) Besi (Fe) sebagai ferrihidrit dan kompleks Fe-humus dapat dilarutkan dalam amonium oksalat masam (Paditt, 1980), sedangkan, Fe-humus dapat dilarutkan dalam Na-pirofosfat (Fep). Dengan demikian, perbedaan Feo dengan Fep menggambarkan
jumlah Fe sebagai mineral femhidrit (Parfitt el af 1983; Shoji et al 1988 ) Silika (Si) dm A ditemukan dalam struktur alohn dan imogolit Selain itu, A1juga ditemukan dalam bentuk kompleks A-humus Kedua unsur tersebut dapat dilarutkan dalam amonium oksalat masam yang dapat digunakan untuk menduga kandungan alofan dan imog01it pada tanah Andisol. Perkiraan berdasarkan nilai Sio sangat
rasional unluk alofan dengan nisbah rnolar [(Alo-Alp/Sio)]-2 pada Andisol di New Zealand Nilai Si sebevar 14,1% telah dibwnakan dalam perhitungan kandungan baku (standard) untuk alofan mumi. Jumlah alofan juga dapat dihitung berdasarkan Alo x 3,67 (dmgan asumsi kandungan alofan adalah 27,2%) (Russell el a1 1981; P d t t
dan Hanmi, 1982). Walau demikian, perhitungan berdasarkan jumlah
Sio &an
memberikan h a d yang lebih baik karena Si yang terekstrak oleh asam oksalat berasal dari alofan dan imogolit (Parfitt dan Henmi, 1982). Namun demikian, Si dapat juga berasal dari Si yang teradsorpsi pada ferihidrit (Arnalds eta!. 1995). Oleh karenanya, kandungan fenihidrit merupakan faktor yang menentukan sumber Si yang terekstrak dan perlu diperhatikan. Aluminium dapat berasal dari a l ~ f ~ m o g o ldan i t A-humus. Aluminium dalam bentuk kompleks organik dapat dihitung berdasarkan jumlah Alp untuk mengkoreksi kontribusi Al-humus terhadap Alo (Alo-Alp). Perhitungan kandungan alofjln dan irnogolit dapat dilakukan berdasarkan metode P d t t el a1 (1983) Persentase alofan dan imogolit dengan rumus %Si x 7,14 untuk alofan dan imogolit dengan nisbah Si02/A1203 oksdat bernilai 2 Metode ini telah digunakan pada Andisol di Jepang (Saigusa dan Shoji, 1986, Shoji
et al. 1988).
Metode ini kurang realistik untuk Andisol yang mengindung banyak imogolit karena mineral ini mempunyai nisbah SiOJA1203oksalat bernilai 1 Konsentrasi Alo dan Feo juga merupakan penciri sifat andik tanah
Pada tanah
Andisol, konsentrasi Alo bervariasi antara0,02-4,13% dan Feo berkisar antara 0,020,8796 (Parfitt, el al. 1984; Shoji el a1 1993) Konsentrasi Al oksalat berhubungan erst dengan umur tanah Andisol (Shoji er al. 1993). yang ditunjukkan oleh persamaan berikut
Y = 0,0000705X + 0,57 ; ?= 0,88 dimana Y adalah umur tanah dalarn ribuan tahun dan X adalah konsentrasi Al terakstrak oksalat masam.Oleh karenanya, jumlah A1 oksalat dapat diynakan sebagai penduga umur tanah dimana semakin tinggi jumlah Alo semakin tua umur tanah Hasil penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa untuk mencapai nilai Alo+Feo/2=2,00/o pada horizon permukaan diperlukan waktu sekitar 1280 tahun