3
TINJAUAN PUSTAKA Soil Conditioner Soil Conditioner (bahan pembenah tanah) didefinisikan sebagai bahanbahan sintetis atau alami, organik atau mineral, berbentuk padat maupun cair yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pembenah tanah organik adalah pembenah tanah sintetis atau alami yang sebagian besar dari bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, dan/atau hewan yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah (Suriadikarta,et al., 2005).Beberapa bahan pembenah tanah mampu menyuplai unsur hara tertentu, meskipun jumlahnya relatif kecil dan seringkali tidak semua unsur hara yang terkandung dalam bahan pembenah tanah dapat segera digunakan untuk tanaman (Dariah et al.,2007). Menurut Notohadiprawiro (1983),Soil Conditionerdibedakan kedalam pembenah tanah sintetis, alami, organik dan mineral, berbentuk padat maupun cair yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. a. Pembenah tanah sintetis adalah bahan pembenah tanah yang diproduksi secara rekayasa kimia dari bahan-bahan organik atau mineral yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah antara lain struktur tanah dan kemampuan tanah memegang air. b. Pembenah tanah alami adalah pembenah tanah yang berasal dari bahanbahan organik atau mineral yang diproduksi tanpa rekayasa kimia c. Pembenah tanah organik adalah pembenah tanah sintetis atau alami yang sebagian besar berasal dari bahan organik, sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia. Tujuan penggunaan bahan pembenah tanah adalah (1) Memperbaiki struktur tanah, mengurangi atau mencegah terjadinya erosi, (2) Merubah sifat hidrophobik dan hidrofilik sehingga merubah kapasitas tanah menahan air (waterholding capacity) dan (3) Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah. Pembenah tanah merupakan suatu bahan yang dapat digunakan untuk mempercepat pemulihan/perbaikan kualitas tanah (Dariah, et al., 2007).
4
Kompos Kompos adalah bahan organik yang didekomposisi dengan teknik tertentu pada suatu tempat yang terlindung dari panas dan hujan, yang dikontrol kelembabannya dengan penyiraman bila terlalu kering. Bahan untuk kompos dapat berupa sampah atau sisa tanaman tertentu (Hardjowigeno, 1995).Kompos ibarat multivitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat dan memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah serta meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah (Setiawan, 2002). Pengomposan
adalah
suatu
proses
biologis
dengan
memanfaatkan
mikroorganisme untuk mengubah material organik seperti kotoran ternak, sampah, daun, kertas, dan sisa makanan menjadi material yang disebut kompos (Djaja, et al., 2009). Pengomposan dapat dilakukan pada kondisi aerob (dengan oksigen) dan anaerob. Proses pembuatan kompos berlangsung dengan menjaga keseimbangan kandungan hara, kadar air, pH, temperatur dan aerasi yang optimal melalui penyiraman dan pembalikan. Pada tahap awal proses pengkomposan, temperatur kompos akan mencapai 65–70 oC sehingga organisme patogen, seperti virus dan parasit, bibit penyakit tanaman serta bibit gulma yang berada pada limbah yang dikomposkan akan mati. Pada kondisi tersebut gas-gas yang berbahaya dan baunya menyengat tidak akan muncul. Proses pengkomposan umumnya berakhir setelah 6 sampai 7 minggu yang ditandai dengan tercapainya suhu terendah yang konstan dan kestabilan materi.Pengomposan bahan organik terjadi secara biofisikkimia, melibatkan aktivitas biologi mikroba dan mesofauna.Mikroorganisme pengurai membutuhkan hara N, P, dan K untuk aktivitas metabolisme sel mikroba dekomposer (Simanungkalit, 2006). Menurut
Rynk
(1992)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
proses
pengomposan antara lain:
Nisbah C/N Nisbah C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa karbon (C) sebagai sumber energi dan
5
menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan, karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.
Ukuran Bahan Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas).Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan kompos (kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
Porositas Porositas
adalah
ruang
diantara
partikel
di
dalam
tumpukan
kompos.Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan menyuplaioksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air,
6
maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
Temperatur Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba.Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos.Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar.pH optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH
7
pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral. Proses dekomposisi secara umum dapat dituliskan dalam reaksi berikut ini (Gaur, 1980): ெ
Bahan organik ௦௦ + CO2 + H2O + Humus + Hara Pemberian kompos kedalam tanah memiliki peranan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah.Kompos dapat merangsang pembentukan agregat tanah, menurunkan plastisitas tanah, meningkatkan kemampuan menahan air, meningkatkan kapasitas tukar kation, dan tersedianya nitrogen dan fosfor sebagai sumber energi mikroorganisme (Soepardi, 1983).Djuarnani et al(2009) menyatakan penambahan kompos dapat memperbaiki struktur,dan lapisan tanah sehingga dapat memperbaiki keadaan aerasi, drainase, absorbsi panas, dan kemapuan daya serap tanah terhadap air.Komponen kompos yang paling berpengaruh terhadap sifat kimiawi tanah adalah kandungan humusnya.Humus yang menjadi asam humat dapat menurunkanFe dan Al yang terlarut.Kompos juga dapat menggantikan unsur hara tanah yang hilang akibat terbawa oleh tanaman ketika panen.Kompos juga dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah dan dapat meningkatkan penyerapan unsur hara dari pupuk mineral oleh tanaman. Kompos mempunyai dua fungsi (1) Soil conditioner, dalam hal ini kompos memperbaiki struktur tanah terutama pada tanah kering dan, (2) Soil ameliorator, kompos mempertinggi kemampuan pertukaran kation di tanah ladang dan sawah. Kompos bermanfaat untuk empat hal (1) dapat mengembalikan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat tanah baik fisik, kimia, atau biologi, (2) mempercepat dan mempermudah penyerapan N oleh tanaman, (3) pengomposan mencegah tanaman pengganggu, dan (4) kompos dapat dibuat dengan mudah, murah, dan cepat (Santoso, 1998). Kompos yang bermutu baik menurut diperoleh dari bahan-bahan dasar yang bermutu baik pula (Supadma, et al. 2008). Pupuk kompos yang bermutu baik, yaitu kompos yang telah matang (tidak panas), perbandingan C/N rasio kecil dari 15, mempunyai Kapasitas Tukar Kation (KTK) tinggi sekitar 60 me/100g, tidak mengandung bibit penyakit/hama, mempunyai pH netral, serta mampu
8
mensuplai unsur hara makro maupun mikro ke dalam tanah seperti N, P, K, S, Fe, Zn dan unsur lain. Sementara itu, standar kualitas kompos menurut SNI (2004) antara lain : pH (6,8 – 7,49), kadar N-total (> 0,4 %), karbon (9,80 – 32 %), fosfor (P2O5) (>0,10 %), kalium (K2O) (> 0,20 %), C/N rasio (10-20), dan bahan organik (27 – 58 %) (Tabel 1). Tabel 1. Standar kualitas kompos SNI : 19-7030-2004 No
Parameter
Satuan
Min
Maks
No
Parameter
1.
Kadar air
%
-
50
17.
Cobal (Co)
2.
Temperate
-
-
Suhu air tanah
18.
Chromic (Cr)
3.
Warna
-
-
Kehitaman
19.
Tembaga (Cu)
4.
Bau
-
-
Berbau tanah
20.
Mercuri (Hg)
5.
Ukuran partikel
mm
0.55
25
21.
Nikel (Ni)
6.
Kemampuan ikat air
%
58
-
22.
Timbal (Pb)
7.
pH
-
6.8
7.49
23.
Selenium (Se)
8.
Bahan asing
%
-
1.5
24.
Seng (Zn)
Unsur makro
Satuan
Min
Maks
-
34
-
210
-
100
-
0.8
-
62
-
150
-
2
-
500
%
-
25.5
%
-
0.6
mg/ kg mg/ kg mg/ kg mg/ kg mg/ kg mg/ kg mg/ kg mg/ kg
Unsur lain
9.
Bahan Organik
%
27
58
25.
10.
Nitrogen
%
0.4
-
26.
11.
Karbon
%
9.8
32
27.
12.
Phosphor
%
0.1
13. 14.
C/N rasio Kalium (Ca)
%
10 0.2
28. 20 -
Unsur mikro 15.
Arsen
mg/kg
-
13
16.
Cadmium (Cd)
mg/kg
-
3
29.
Calsium Magnesium (Mg) Besi (Fe) Alumunium (Al) Mangan (Mn) Bakteri
30.
Fecal coil
31.
Salmonella sp
%
2
%
2.2
%
0.1
MPN /gr MPN /gr
1000 3
Sumber: Badan StandardisasiNasional (2004)
Bahan organik Dewasa ini potensi bahan organik belum dimanfaatkan secara optimal.Sisa tanaman seperti daun, brangkasan dan jerami adalah sumber bahan organik yang murah karena bahan tersebut merupakan hasil sampingan dari kegiatan usaha tani
9
sehingga
tidak
membutuhkan
pengadaannya.Pengembalian
sisa
biaya tanaman
dan ke
areal dalam
khusus tanah
juga
untuk dapat
mengembalikan sebagian unsur hara yang terangkut panen (Nuraini, 2009). Komponen-komponen penyusun bahan organik adalah karbohidrat, selulosa, protein, lignin, lemak dan asam-asam organik seperti asam humik, asam fulvik serta alkohol dan aldehida.Gugus karboksil dari asam humat dan asam fulfat merupakan sumber muatan negative dalam tanah yang dapat digunakan untuk mengkelat logam berat.Bahan organik tidak langsung dapat dimanfaatkan oleh tanaman karena perbandingan C/N yang masih relatif tinggi.Bahan organik yang mengalami proses pengomposan baik dan telah menjadi pupuk organik yang stabil mempunyai C/N antara 10 – 15. Semakin tinggi kandungan selulosa dan lignin bahan dasar kompos, maka semakin besar nilai C/N rasionya sehingga akan semakin sulit didekomposisi. Sebaliknya semakin rendah kandungan selulose dan lignin maka semakin mudah didekomposisi, sehingga proses dekomposisi dapat berlangsung semakin cepat.Jadi semakin tinggi kadar N bahan dasar, maka semakin mudah mengalami tingkat dekomposisi, dan menghasilkan kadar N-total kompos yang semakin tinggi pula (Nuraini, 2009).
Limbah Jerami Padi Limbah jerami padi termasuk bahan organik yang mempunyai rasio C/N tinggi (50-70).Bahan yang mempunyai rasio C/ N tinggi memberikan pengaruh yang lebih besar pada perubahan sifat-sifat fisik tanah dibanding dengan kompos yang telah terdekomposisi.Namun bahan dengan rasio C/N tinggi, menyebabkan mikroorganisme memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos.Selain dapat menyediakan unsur hara makro dan mikro bahan organik mempunyai peranan penting yaitu meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah dan bereaksi dengan ion logam membentuk senyawa komplek (Balai Penelitian Tanah, 2005). Manfaat kompos jerami tidak hanya dapat dilihat dari sisi kandungan haranya saja.Kompos juga memiliki kandungan C-organik yang tinggi. Penambahan kompos jerami akan menambah kandungan bahan organik tanah. Pemakaian kompos jerami yang konsisten dalam jangka panjang akan dapat
10
menaikkan kandungan bahan organik tanah dan mengembalikan kesuburan tanah. Pencampuran kotoran ternak dan serbuk gergaji atau jerami menghasilkan kompos yang berguna untuk meningkatkan struktur tanah (Djaja, et al., 2009). Idealnya bahan baku sebaiknya dipilih dan dicampur dalam proporsi tepat untuk menghasilkan karakteristik yang sesuai. Pengolahan kotoran sapi yang mempunyai kandungan N, P dan K yang tinggi sebagai pupuk kompos dapat mensuplai unsur hara yang dibutuhkan tanah dan memperbaiki struktur tanah menjadi lebih baik (Setiawan, 2002).
Sampah Pasar Menurut Choiriah (2006), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik karena telah diambil bagian utamanya, atau karena pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya, yang ditinjau dari segi sosial ekonomi tidah ada harganya dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian. Berdasarkan komposisi kimianya, maka sampah dibagi menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Penelitian mengenai sampah padat di Indonesia menunjukkan bahwa 80% merupakan sampah organik, dan diperkirakan 78% dari sampah tersebut dapat digunakan kembali (Sulistyorini, 2005). Komposisi dan ukuran bahan yang akan dikompos, kadar air, aerasi dan inokulan merupakan faktor yang sangat perlu diperhatikan dalam proses pengomposan sampah. Choiriah (2006) mengklasifikasikan sampah kedalam beberapa kelompok yaitu: 1. Sampah organik mudah membusuk (garbage), yaitu sampah padat semi basah berupa bahan organik yang berasal dari pertanian, makanan, sampah sayuran dan kulit buah-buahan. Sampah tersebut mempunyai ciri mudah terurai oleh mikroba dan mudah membusuk kerana mempunyai rantai kimia yang relatif pendek. 2. Sampah an-organik tidak membusuk (rubbish) yaitu sampah padat anorganik cukup kering dan sulit terurai oleh mikroba, sehingga sulit membusuk. Hal ini disebabkan karena rantai kimia yang panjang dan
11
komplek, seperti kaca, plastik dan besi. Sampah ini relatif mudah penanganannya. Pengelolaan sampah (limbah padat) merupakan masalah klasik yang kerap terjadi di daerah perkotaan.Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi selalu berbanding
lurus
dengan
tingkat
konsumsi
dan
aktivitas
masyarakat,
menyebabkan jumlah sampah(limbah padat) yang dihasilkan juga semakin tinggi. Pengelolaan sampah kota yang saat ini banyak diterapkan di beberapa kota di Indonesia masih terbatas pada sistem 3P (Pengumpulan, Pengangkutan, dan Pembuangan). Sampah dikumpulkan dari sumbernya, kemudian diangkut ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan akhirnya dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).Salah satu upaya mengatasi permasalahan sampah kota adalah dengan melakukan daur ulang sampah organik dengan penekanan pada proses pengkomposan (Budihardjo, 2006). Bahan organik merupakan salah satu penyusun tanah yang berperan penting dalam merekatkan butiran tanah primer menjadi butiran tanah sekunder untuk membentuk agregat tanah yang mantap.Kondisi seperti ini besar pengaruhnya pada penyimpanan dan penyediaan air, aerasi, dan suhu tanah.Bahan organik dengan C/N yang tinggi, seperti jerami dan sekam berpengaruh besar terhadap perbaikan sifat fisik tanah. Bahan organik memiliki peran penting dalam penyedia unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg dan S) dan hara mikro (Zn, Cu, Mn, B dan Fe) meskipun jumlahnya sedikit, meningkatkan kapasitas tukar kation dan membentuk senyawa kompleks dengan ion yang meracuni tanaman seperti Al, Fe, dan Mn (Nuraini, 2009). Penambahan bahan organik akan meningkatkan muatan negative sehingga akan meningkatkan kapasitas pertukaran kation (KTK). Bahan organik memberikan konstribusi yang nyata terhadap KTK tanah. Sekitar 20 – 70 % kapasitas pertukaran tanah pada umumnya bersumber pada koloid humus (contoh: Molisol), sehingga terdapat korelasi antara bahan organik dengan KTK tanah (Winarso, et al. 2009). Kapasitas pertukaran kation penting untuk kesuburan tanah. Humus dalam tanah sebagai hasil proses dekomposisi bahan organik merupakan sumber muatan negatif tanah, sehingga humus dianggap mempunyai susunan koloid seperti
12
lempung, namun humus tidak semantap koloid lempung, dia bersifat dinamik, mudah dihancurkan dan dibentuk. Sumber utama muatan negatif humus sebagian besar berasal dari gugus karboksil (-COOH) dan fenolik (-OH)nya. Dilaporkan bahwa penambahan jerami 10 ton/ha pada Ultisol mampu meningkatkan 15,18 % KTK tanah dari 17,44 menjadi 20,08 cmol (+)/kg (Djaja, et al., 2009).
Kotoran Sapi Kotoran sapi adalah pupuk yang berasal dari campuran kotoran ternak sapi dan urinnya, serta sisa-sisa makanan yang tidak dapat dihabiskan. Kotoran sapi banyak digunakan sebagai sumber bahan organik tanah yang memberikan dampak sangat baik bagi pertumbuhan tanaman karena adanya penambahan unsur hara dan memperbaiki sifat tanah. Kotoran yang baru dihasilkan sapi tidakdapat langsung diberikan sebagai pupuk
tanaman,
dahulu.Beberapa
tetapi alasan
harusmengalami mengapa
bahan
proses organik
pengomposan seperti
terlebih
kotoran
sapi
perludikomposkan sebelum dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman antaralain adalah : 1) bila tanah mengandung cukup udara dan air,penguraian bahan organik berlangsung cepat sehingga dapatmengganggu pertumbuhan tanaman, 2) penguraian bahan segarhanya sedikit sekali memasok humus dan unsur hara ke dalam tanah,3) struktur bahan organik segar sangat kasar dan daya pegangnyaterhadap
air
kecil,
sehingga
bila
langsung
dibenamkan
akanmengakibatkan tanah menjadi sangat remah, 4) kotoran sapi tidakselalu tersedia pada saat diperlukan, sehingga pembuatan komposmerupakan cara penyimpanan bahan organik sebelum digunakansebagai pupuk. Diantara jenis pupuk kandang, pukan sapilah yang mempunyai kadar serat tinggi seperti selulosa, hal ini terbukti dari hasil pengukuran parameter C/Nyang cukup tinggi yaitu > 40. Tingginya kadar C dalam pukan sapi menghambat penggunaan langsung ke tanah karena akan menekan pertumbuhan tanaman utama. Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba dekomposer akan menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan organik sehingga tanaman utama akan kekurangan N.Sifat-sifat baik dari kotoran sapi menurut Mulyani(2002)yaitu:
13
1. Merupakan humus, yaitu zat-zat organik yang terdapat di dalam tanahyang terjadi karena proses pemecahan sisa-sisa tanaman dan hewan.Humus dapat menambah kelarutan fosfor karena humus akan diubahmenjadi asam humat yang dapat melarutkan unsur alumunium dan besisehingga fosfor dalam keadaan bebas, serta dapat meningkatkan dayamenahan air “water capacity” 2. Banyak
mengandung
mikroorganisme,
yang
dapat
menghancurkansampah-sampah yang ada dalam tanah sehingga berubah menjadihumus. 3. Sebagai sumber hara nitrogen, fosfor, dan kalium yang sangat pentingbagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Mikroorganisme Pendegradasi Bahan Organik Dekomposisi bahan organik dilakukan oleh kelompok mikroba heterofilik yang meliputi bakteri, fungi, kapang, protozoa dan aktinomicetes.Menurut Alexander (1977) dalam satu gram kompos lembab terdapat bakteri 108-109 koloni. Dalam proses pengomposan, mikroorganisme berperan dalam (a) merombak bahan organik kompleks dan mengubahnya menjadi senyawa yang lebih sederhana yang segera tersedia bagi tanaman untuk pertumbuhan, (b) menambat nitrogen dari udara, dan (c)mengontrol kandungan C dan mineralisasi N. Dalam beberapa hal tinjauan dari tingkat akhir pelapukan bahan organik, pembentukan hara maupun produksi senyawa-senyawa organik sederhana, kelompok flora (bakteri dan fungi) lebih penting daripada kelompok fauna (Soepardi, 1983). Bakteri merupakan jasad renik bersel satu dengan bentuk hidup yang sangat sederhana dan berkembang dengan proses membelah diri. Berkaitan dengan sumber energi, bakteri dibedakan dalam dua golongan yaitu golongan yang memanfaatkan senyawa mineral, seperti NH4, S, Fe dan C dari CO2 untuk sumber energinya (autotrofik), dan golongan yang hanya memanfaatkan dekomposisi bahan organik untuk energinya (heterotrofik). Untuk golongan pertama berjumlah sedikit dan golongan kedua merupakan golongan yang berperan dalam dekomposisi bahan organik.
14
Fungi dan bakteri merupakan mikroorganisme yang tidak berklorofil, sehingga menggantungkan kebutuhan akan energi dan karbonnya dari bahan organik (Soepardi, 1983). Yang membedakan fungi dengan bakteri adalah pada miselia yang berbentuk sederhana dengan sedikit atau banyak cabang.Fungi menggunakan dekomposisi bahan organik sebagai sumber makanannya. Fungi merupakan organisme penting dalam perombakan bahan organik, yaitu mendekomposisi selulosa dan senyawa lain. Fungi terutama berperan pada awal dekomposisi serasah dan sebagai agen dekomposisi lignin yang dihasilkan.Dalam satu gram kompos lembab terdapat populasi fungi sebesar 104-106 koloni.Fungi merupakan mikrob eukariotik yang berfilamen. Filamen ialah jalinan dari hifa yang bergabung satu sama lain. Faktor yang mempengaruhi populasi fungi dalam tanah antara lain : kadar bahan organik, konsentrasi ion hidrogen (pH), pemupukan, regim kelembaban, aerasi, suhu, dan komposisi vegetasi. Fungi mempunyai toleransi yang lebih tinggi terhadap kemasaman .Sebagian besar fungi tergolong mesofilik dengan kisaran suhu optimum 25 – 35 oC (Alexander, 1977). Faktor yang memperngaruhi populasi mikroorganisme, yaitu kelembaban, aerasi, suhu, sumber energi (bahan organik), kemasaman pH, dan penambahan bahan inorganik. Menurut Alexander (1977), apabila oksigen tersedia dalam kadar rendah, organisme yang terdapat dalam jumlah yang banyak adalah bakteri, karena
fungi
bersifat
aerob
atau
membutuhkan
oksigen.
Temperatur
mempengaruhi populasi dan laju mikroorganisme total, dimana kisaran suhu yang sesuai untuk bakteri adalah 15-45
0
C dengan 25-35
0
C adalah kisaran
maksimum.Suhu terbaik untuk perkembangan bakteri pendekomposisi bahan organik adalah 35 0C.derajat kemasaman atau pH optimum bagi bakteri adalah mendekati nertral, yaitu 6,5-7,5. Sedangkan bagi fungi kisaran pH lebih lebar yaitu 2 – 11, artinya fungi lebih toleran pada tempat yang masam dari pada bakteri. Biochar (Arang Serbuk Gergaji) Serbuk gergaji adalah serbuk kayu dari jenis kayu yang sembarangan yang diperoleh dari limbah ataupun sisa yang terbuang dari industri penggergajian dan pengolahan kayu, yang dapat ditemui pada lokasi perindustrian di perkotaan
15
maupun di lokasi penggergajian kayu di sekitar hutan. Limbah serbuk gergaji ini dapat mencemari lingkungan jika dibiarkan menumpuk, karena serbuk gergaji adalah limbah yang membutuhkan waktu lama untuk hancur secara alami, juga akan membutuhkan tempat yang luas apalagi bagi industri skala besar. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.Maka perlu dicari alternatife untuk membuat limbah gergaji kayu lebih bermanfaat dalam penggunaannya.Limbah pengolahan kayu dapat digunakan untuk beberapa keperluan dan dapat dibedakan menjadi: kulit kayu, potongan kayu, serpihan, dan serbuk hasil gergajian. Sebagai contoh penggunaan limbah kulit kayu adalah untuk bahan bakar, potongan kayu dan serpihan dapat dibuat menjadi arang, briket arang atau karbon aktif sedang serbuk hasil gergajian kayu dapat dimanfaatkan menjadi briket arang atau karbon aktif (Amin, 2000). Biochar adalah residu yang berbentuk padatan yang merupakan sisa dari proses pengkarbonan bahan berkarbon dengan kondisi terkendali di dalam ruangan tertutup seperti dapur arang. Arang adalah hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon yang berbentuk padat dan berpori. Sebagian besar porinya masih tertutup oleh hidrogen dan senyawa organik lain yang komponennya terdiri dari abu, air, nitrogen dan sulfur (Amin, 2000). Proses pengarangan akan menentukan dan berpengaruh terhadap kualitas arang yang dihasilkan. Arang serbuk yang dihasilkan dapat diolah lebih lanjut menjadi arang kompos, arang kandang, briket arang dan arang aktif.Manfaat arang serbuk gergaji menurut Gusmailina (2009)diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Memperbaiki kondisi tanah (struktur, tekstur dan pH tanah), sehingga memacu pertumbuhan akar tanaman; 2. Meningkatkan perkembangan mikroorganisme tanah (arang sebagai rumah mikroba); 3. Meningkatkan kemampuan tanah menahan air dan menjaga kelembaban tanah; dan, 4. Menyerap residu pestisida serta kelebihan pupuk di dalam tanah. Arang mempunyai pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan air dan unsur hara tanah. Keuntungan pemberian arang pada tanah sebagai pembangun kesuburan tanah karena arang mempunyai kemampuan dalam
16
memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah, meningkatkan pH tanah sehingga pada akhirnya dapat merangsang dan memudahkan pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman. Arang selain dapat digunakan langsung sebagai agent pembangun kesuburan tanah, juga digunakan sebagai campuran dalam proses pengomposan. Tujuan penambahan arang pada proses pengomposan adalah selain meningkatkan kualitas dari kompos tersebut, juga diharapkan dengan adanya arang pada pengomposan dapat menambah jumlah dan aktivitas mikroorganisme yang berperan, sehingga proses dekomposisi dapat berlangsung lebih cepat. Selain dapat meningkatkan pH tanah, arang dapat memacu perkembangan mikroorganisme (mikoriza) tanah, sehingga cocok digunakan untuk reklamasi lahan yang mempunyai tingkat kesuburan tanah dengan produktivitas yang rendah. Kandungan hara yang terdapat pada arang serbuk gergaji bergantung kepada bahan baku serbuk gergaji. Secara umum arang yang dihasilkan dari serbuk gergaji campuran mempunyai kandungan hara N berkisar antara 0,3 sampai 0,6 %; kandungan P total dan P tersedia berkisar antara 200 sampai 500 ppm dan 30 sampai 70 ppm; kandungan hara K berkisar antara 0,9 sampai 3 meq/100 gram; kandungan hara Ca berkisar antara 1 sampai 15 meq/100 gram; dan kandungan hara Mg berkisar antara 0,9 sampai 12 meq/100 gram (Gusmailina, 2009). Penggunaan arang sangat tergantung pada jenis dan kualitas arang.Secara fisik (arang aktif) berguna untuk penyerap radiasi sinar matahari, isolator gelombang elektromagnetik, electrode, filament karbon, air battery.Morfologi arang aktif mempunyai porositas berguna untuk penjernihan air, purifikasi udara, penghisap gas, penyuburan tanah, filter, anti embun, penumbuh mikroorganisme, dan lain sebagainya. Secara kimia arang bersifat reaktivitas meliputi penyalaan api, produksi karbon sulfat, gasifikasi, bahan farmasi dan pembuatan baja. Sebagai sumber energi untuk rumah tangga, memasak, dan power supply.Sebagai komponen nonorganik berguna sebagai pupuk, glasir, mikroelement, serta penggunaan untuk keramik. Manfaat arang secara terpadu di bidang pertanian antara lain: memperbaiki dan meningkatkan kondisi tanah, meningkatkan aliran air tanah, mendorong pertumbuhan akar tanaman, menyerap residu pestisida dan
17
kelebihan pupuk dalam tanah, meningkatkan bakteri tanah serta sebagai media mikroorganisme untuk simbiosis, mencegah penyakit tertentu, serta meningkatkan rasa buah dan produksi (Komarayati et al, 2007). Selain itu arang dapat digunakan untuk menaikkan pH tanah dari asam ke tingkat netral yang biasanya dilakukan dengan menambahkan kapur pertanian yang mengandung senyawa Ca dan Mg ke dalam tanah, sehingga dapat mengurangi dan menetralkan sifat racun dari Al serta akibat buruk lainnya akibat kondisi tanah yang asam (Gusmailina, 2009).