BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing perut yang penularannya melalui tanah yaitu A. lumbricoides, T. trichiura, cacing tambang dan S. Stercoralis (Soedarto, 1991).
2. Klasifikasi Soil Transmitted Helminths Filum
Nematohelminthes
Kelas
Nematode
Superfamili
Ascaridoidea
Trichineuosea
Genus
Ascaris
Trichuris
Spesies
A. lumbricoides
Trichiuris trichiura
Stongyloidea
Ancylostoma
(Soedarto,1991 )
4
Necator
Rhabdiloidea
Strongyloides
A. deudenale N. americanus Strongyloides stercolaris
5
Morfologi dan Epidemiologi 1. Ascaris lumbricoides (cacing tambang) -
Morfologi Cacing betina panjangnya 20 – 35 cm, sedangkan cacing jantan 1530 cm. Cacing dewasanya hidup di usus halus. Pada cacing jantan ujung posteriornya
melengkung ke arah ventral, dan dua buah spekulen
berukuran 2 mm, sedangkan pada cacing betina bagian posteriornya membulat dan lurus, dan ½ pada anterior tubuhnya terdapat cincin kopulasi, tubuhnya berwarna putih sampai kuning kecoklatan. Telur mempunyai empat bentuk, yaitu tipe dibuahi (fertilized), tidak dibuahi (afertillized), matang, dan dekortikasi. Telur yang dibuahi besarnya (60x45 mikron, dinding tebal terdiri dari dua lapis. Lapisan luarnya terdiri dari jaringan albuminoid, sedangkan lapisan dalam jernih. Telur yang tidak dibuahi berbentuk lonjong dan lebih panjang dari pada tipe yang dibuahi, besarnya 90x40 mikron, dan dinding luarnya lebih tipis. Telur matang berisi larva (embrio). Telur yang dekortikasi tidak dibuahi tetapi lapisan luarnya (albuminoid) sudah hilang (Jangkung Samidjo, 2001). -
Epidemiologi Telur Ascaris berkembangbiak pada tanah liat yang mempunyai kelembaban tinggi dan pada suhu 25-30 oC pada kondisi ini, telur tumbuh menjadi bentuk infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu (Jangkung Samidjo, 2001).
6
2. Trichuris trichuira -
Morfologi Panjang cacing betina antara 35-50, sedangkan cacing jantan 30-40 mm. Bentuknya seperti cambuk, bagian anterior kecil seperti benang sedang bagian posteriornya, kira-kira 2/5 (dua perlima) dari panjang cacing, jadi lebih besar. Biasanya menempati daerah cecum dan appendix (Indan Entjang, 2003). Telurnya berukurar 50-54x32 mikron. Bentuknya seperti tempayan (tong) dan kedua ujungnya dilengkapi dengan tutup (operkulum) dari bahan mukus yang jernih. Kulit luar telur berwarna kuning trengguli dan bagian dalam jernih. Telur berisi sel telur (dalam tinja segar). Telur yang sudah dibuahi di alam dalam waktu 3 sampai 6 minggu akan menjadi matang (Jangkung Samidjo, 2001).
-
Epidemiologi Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan teduh dengan suhu optimum kira-kira 30° C. Frekuensi infeksi di Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan. frekuensinya berkisar antara 30%-90%. Angka infeksi tertinggi ditemukan pada anak-anak. (Jangkung Samidjo, 2001)
3. Cacing Tambang -
Morfologi Cacing dewasa berbentuk silindrik. Ukuran cacing betina 9-13 mm dan cacing jantan 5-10 mm. Bemuk N. americanus seperti huruf S, sedangkan A. duodenale seperti huruf C. rongga mulut kedua spesies
7
cacing ini lebar dan terbuka. Pada N. americanus mulut dilengkapi gigi kitin, sedangkan pada A. duodenale dilengkapi dua pasang gigi berbentuk lancip. Kedua cacing ini, yang jantan ujung ekornya mempunyai bursa kopulatriks, sedangkan yang betina ujung ekornya urus dan lancip. Kedua spesies cacing dewasa ini secara morfologis mempunyai perbedaan yang nyata (terutama bentuk tubuh, rongga mulut, dan bursa kopulatriksnya). Telur kedua cacing ini keluar bersama-sama dengan tinja. Di dalam tubuh manusia, dengan waktu 1-1,5 jam telur telah menetas dan mengeluarkan larva Rabditiform yang panjangnya kurang lebih 250 mikron. rongga mulut panjang dan sempit, esofagus memiliki dua bulbus yang terletak 1/3 panjang tubuh bagian anterior. Selanjutnya dalam waktu kira-kira 3 hari, larva rabditiform berkembang menjadi larva filariforrn (bentuk infektif) yang panjangnya kira-kira 500 mikron, rongga mulut tertutup dan esofagus terletak panjang tubuh bagian anterior. Larva filariforrn dapat tahan di dalam tanah selama 7-8 minggu. Infeksi pada manusia terjadi apabila larva filariform menembus kulit atau tertelan, -
Epidemiologi Cacing tambang berkembang baik pada tanah pasir yang gembur, tercampur humus dan terlindungi dari sinar matahari langsung. Suhu optimum untuk pertumbuhan larva Necator americanus adalah 28°-30° C, sedangkan siihu optimum untuk pertumbuhan larva Ancylostoma duodenale adalah 23°-25 C. (Jangkung Samidjo, 2001).
8
4. Strongyloides stercoralis -
Morfologi Cacing yang terdapat pada manusia hanya yang berjenis betina dewasa. Bentuk cacing filiform, halus, tidak berwarna, dan berukuran kirakira 2 mm. Daur hidup cacing ini lebih kompleks jika dibandingkan dengan Nematoda usus lainnya. Cacing ini berkembang biak secara partenogenesis, telurnya berbentuk lonjong, ukurannya 50-58x30-34 mikron dan dindingnya tipis. Telur yang berada di mukosa menetas menjadi larva rabditiform kemudian masuk ke rongga usus dan dikeluarkan bersama-sama dengan tinja (Jangkung Samidjo, 2001).
-
Epidemiologi Daerah yang panas, kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang, sangat menguntungkan cacing Strongloides sehingga terjadi daur hidup yang tidak langsung. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur, berpasir dan humus (Prof. dr. Srisasi Gandahusada, 1998).
B. Pemeriksaan Faeces Cara Flotasi dengan NaCl Jenuh Diisi tabung reaksi dengan larutan NaCl jenuh sampai penuh. Dalam beker gelas dimasukkan faeces ± 1 gram dan ditambahkan sedikit larutan NaCl jenuh sambil diaduk hingga homogen, kemudian dituangkan larutan NaCl jenuh yang ada pada tabung reaksi ke dalam beker gelas dan diaduk hingga homogen, tuangkan kembali isi gelas beker ke dalam tabung reaksi sampai penuh, bagian yang kasar terapung diangkat dengan lidi kemudian
9
diletakkan kaca tutup di atas tabung hingga menyentuh permukaan larutan, dan didiamkan 45 menit, kemudian diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x. (Pinardi Hadidjaja, 1994)