TINJAUAN PUSTAKA
Roti Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu, air, dan ragi yang pembuatannya melalui tahap pengulenan, fermentasi (pengembangan), dan pemanggangan dalam oven. Bahan dan proses yang dilaluinya membuat roti memiliki tekstur yang khas (Yahyono, 1999). Secara umum roti biasanya dibedakan menjadi roti tawar dan roti manis atau roti isi. Roti tawar adalah roti yang tidak ditambahkan rasa atau isi apapun, sehingga rasanya tawar. Biasanya konsumen menambahkan sendiri isinya sesuai dengan selera dan keinginan masing-masing.
Bisa diolesi margarin, ditaburi
cokelat mesis, diisi keju, diolesi selai buah, diisi telur, daging atau kombinasi dari berbagai bahan tersebut. Sedangkan roti isi, sudah ditambahkan rasa atau isi tertentu ke dalam adonan roti, sehingga konsumen tinggal menyantapnya (Halal Guide, 2009). Adapun syarat mutu roti tawar adalah sebagai berikut: Tabel 1. Syarat mutu roti tawar Karakteristik Kadar air, maksimum Kadar abu, maksimum Kadar garam (NaCl), maksimum Kadar silika, maksimum Logam berbahaya: Hg, Pb, Cu & As Serangga / belatung Bau dan rasa Sumber : Susanto dan Saneto, (1994).
Syarat Mutu 40% 1% (tidak termasuk garam, dihitung atas dasar bahan kering) 2.5% (dihitung atas dasar bahan kering) 0.10% (dihitung atas dasar bahan kering) negatif negatif normal
Universitas Sumatera Utara
Roti umumnya dibuat dari tepung terigu kuat. Maksudnya tepung mampu menyerap air dalam jumlah yang besar, dapat mencapai konsistensi adonan yang tepat, memiliki elastisitas yang baik untuk menghasilkan roti dengan remah yang halus, tekstur lembut, volume besar dan mengandung 12 – 13 persen protein (Astawan, 2004). Menurut Gaman and Sherrington (1992) komposisi roti tawar dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Roti Tawar Komposisi Protein Karbohidrat Lemak Air Vitamin dan mineral Sumber : Gaman and Sherrigton (1992).
Jumlah (%) 8,0 50,0 1,5 39,0 1,5
Bahan-bahan Pembuatan Roti Tawar Tepung terigu Tepung terigu diperoleh dari penggilingan biji gandum yang baik dan telah dibersihkan. Tepung terigu hasil penggilingan harus bersifat mudah tercurah, kering, tidak boleh menggumpal bila ditekan, berwarna putih, bebas dari kulit partikel, tidak berbau asing seperti busuk, berjamur atau bebas dari seranggga, kotoran dan kontaminasi asing lainnya (Sunaryo, 1985). Tepung terigu diolah dengan menyesuaikan kebutuhan konsumen.
Di
pasaran dijual tepung terigu Cap Cakra, Cap Segitiga, dan Cap Kunci. Kegunaannya berbeda dalam segi kuliner, misalnya terigu Cap Kunci dan Cap Segitiga, untuk membuat masakan yang tidak perlu mengembang, sedangkan Cap
Universitas Sumatera Utara
Cakra untuk masakan yang perlu mengembang, seperti kue (cake), bakpao, dan bolu. Bila akan memasak kue kering, dipilih tepung terigu Cap Kunci atau Cap Segitiga (Tarwotjo, 1998). Gluten adalah protein yang menggumpal, bersifat elastis serta akan mengembang bila dicampur dengan air. Gluten akan menentukan hasil produk karena gluten akan mempengaruhi jaringan atau kerangka yang akan mempengaruhi baik tidaknya produk.
Baik tidaknya suatu produk akan
ditentukan oleh baik tidaknya jaringan, baik tidaknya jaringan akan ditentukan oleh kuatnya gluten, kuat tidaknya gluten dipengaruhi banyak tidaknya kandungan protein, banyak sedikitnya kandungan protein akan ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan (Subagjo, 2007). Komposisi kimia tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 3. Komposisi kimia tepung terigu dalam 100 g bahan Komposisi Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Nilai Vit. A (S.I) Vit. B1 (mg) Vit. C (mg) Air (g) Bdd (%) Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996)
Jumlah 365 8,9 1,3 77,3 16 106 1,2 0 0,12 0 12,0 100
Telur Telur adalah suatu bahan makanan sumber zat protein hewani yang bernilai gizi tinggi. Untuk dunia kuliner telur sangat penting, karena telur banyak
Universitas Sumatera Utara
kegunaannya di dalam masak-memasak. Fungsi telur dalam penyelenggaraan gizi kuliner sebagai pengental, perekat atau pengikat (Tarwotjo, 1998). Roti yang lunak dapat diperoleh dengan penggunaan kuning telur yang lebih banyak. Kuning telur mengandung lesitin (emulsifier). Bentuknya padat, tetapi kadar air sekitar 50 % sedangkan putih
telur kadar
airnya 86 %.
Putih telur memiliki creaming yang lebih baik dibandingkan kuning telur (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Komposisi kimia telur ayam dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 4. Komposisi kimia telur ayam dalam 100 g bahan Komposisi Jumlah Kalori (kal) 162 Protein (g) 12,8 Lemak (g) 11,5 Karbohidrat (g) 0,7 Kalsium (mg) 54 Fosfor (mg) 180 Besi (mg) 2,7 Vit A (SI) 900 Vit B (mg) 0,10 Vit. C (mg) 0 Air (g) 74 Bdd (%) 90 Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996). Peranan utama telur atau protein dalam pengolahan pada umumnya adalah memberikan fasilitas terjadinya koagulasi, pembentukan gel, emulsi dan pembentukan struktur. Telur banyak digunakan untuk mengentalkan saos dan custard karena protein terkoagulasi pada suhu 62oC (Winarno, 1993).
Air Dalam pembuatan roti, air berfungsi sebagai penyebab terbentuknya gluten serta pengontrol kepadatan dan suhu adonan. Air berperan sebagai pelarut
Universitas Sumatera Utara
garam, penyebar dan pelarut bahan-bahan bukan tepung secara seragam dan memungkinkan adanya aktivitas enzim (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Air yang digunakan dalam industri makanan pada umumnya harus memenuhi persyaratan tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa, dan tidak menggangu kesehatan.
Apabila air yang digunakan tidak
memenuhi persyaratan dalam pembentukan pati atau tepung maka dapat meningkatkan kadar abunya sehingga mutu pati turun (Syarief dan Irawati, 1988). Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dalam beberapa komponen di samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedang bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut (Purnomo, 1995). Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan makanan itu (Winarno, 1997).
Lemak Adapun tujuan penambahan lemak dalam bahan pangan ialah untuk memperbaiki rupa dan struktur fisik bahan pangan, menambah nilai gizi dan kalori serta memberikan cita rasa yang gurih dari bahan pangan (Ketaren, 1986). Lemak merupakan bahan padat pada suhu kamar, diantaranya disebabkan kandungannya yang tinggi akan asam lemak yang jenuh yang secara kimia tidak mengandung ikatan rangkap, sehingga mempunyai titik lebur yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Contoh asam lemak jenuh yang banyak terdapat di alam adalah asam palmitat dan asam stearat (Winarno, 1997). Lemak juga dapat memiliki sifat plastis, artinya mudah dibentuk atau dicetak atau dapat diempukkan (cream), yaitu dilunakkan dengan pencampuran udara. Lemak yang plastis biasanya mengandung kristal gliserida yang padat dan sebagian trigliserida yang cair. Bentuk dan ukuran kristal mempengaruhi sifat lemak pada makanan roti dan kue-kuean (Winarno, 1997). Plastisitas lemak disebabkan karena lemak merupakan campuran trigliserida yang masing-masing mempunyai titik cair sendiri-sendiri; ini berarti pada suatu suhu, sebagian dari lemak akan cair, dan sebagian lagi dalam bentuk kristal-kristal padat (Gaman dan Sherrington, 1981).
Garam dapur Garam membuat proses fermentasi ragi dapat dikontrol. Jika tidak ada garam, fermentasi berjalan lebih cepat dan gula habis ‘dimakan’ ragi. Akibatnya warna kulit roti menjadi pucat dan berkerut karena tidak ada gula. Garam juga berfungsi menstabilkan kekokohan gluten di dalam menahan gas sehingga adonan tidak mudah turun. Fungsi lainnya, garam memperbaiki cita rasa roti menjadi lebih gurih dan lebih awet (Sutomo, 2008). Garam juga mempengaruhi aktivitas air dari bahan, jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metoda yang bebas dari pengaruh racunnya, beberapa mikroorganisme seperti bakteri dapat tumbuh dalam larutan garam yang hampir jenuh, tetapi mikroorganisme ini membutuhkan
waktu
penyimpanan yang lama untuk tumbuh dan selanjutnya terjadi pembusukan (Buckle, et al., 1987).
Universitas Sumatera Utara
Garam dapur (NaCl) banyak digunakan dalam industri pangan. Garam dengan konsentrasi rendah berfungsi sebagai pembentuk cita rasa, dalam konsentrasi cukup tinggi berperan sebagai pengawet. Garam akan terionisasi dan menarik sejumlah molekul air, peristiwa ini disebut hidrasi ion. Jika konsentrasi garam makin besar, maka makin banyak ion hidrat dan molekul air terjerat, menyebabkan Aw bahan pangan menurun (Widyani dan Suciaty, 2008). Kelarutan NaCl dalam air menyebabkan kelarutan O2 dalam air menurun, denaturasi protein sehingga aktifitas enzim berkurang. Efek dari garam sebagai pengawet adalah sifat osmotiknya yang tinggi sehingga memecahkan membran sel mikroba, sifat hidroskopisnya menghambat aktifitas enzim proteolitik dan adanya ion Cl yang terdisosiasi (Widyani dan Suciaty, 2008).
Gula Di dalam adonan roti, gula berfungsi sebagai ‘makanan’ ragi sehingga ragi bisa berkembang lebih cepat dan proses fermentasi berjalan baik. Gula juga memberi rasa manis serta memperbaiki warna dan aroma karena proses karamelisasi selama pemanggangan. Sifat gula yang higroskopis menjadikan roti lebih awet (Sutomo, 2008). Kelompok gula pada umumnya mempunyai rasa manis, tetapi masingmasing bahan dalam komposisi gula ini memiliki suatu rasa manis yang khas yang saling berbeda. Kekuatan rasa manis yang ditimbulkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis pemanis, konsentrasi, suhu, serta sifat mediumnya. Tujuan penambahan gula adalah untuk memperbaiki flavour bahan makanan sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan (Sudarmadji, et al., 1988).
Universitas Sumatera Utara
Gula tidak hanya digunakan dalam makanan karena rasanya yang manis, tetapi juga karena hasil reaksi yang terjadi selama pemanasan; berupa karamel dan produk Maillard. Karamel diperoleh dari pemanasan gula secara langsung tanpa adanya bahan tambahan ataupun air. Karamel yang dihasilkan berwarna coklat hingga hitam dan memiliki rasa yang lezat. Produk Maillard dihasilkan dari pemanasan gula dan protein (Widyani dan Suciaty, 2008).
Susu Pada pembuatan roti, untuk tepung jenis lunak (soft) atau berprotein rendah, penambahan susu lebih banyak dibandingkan tepung jenis keras (hard) atau berprotein tinggi. Penambahan susu sebaiknya susu padat. Alasannya, susu padat menambah penyerapan (absorpsi) air dan memperkuat adonan. Bahan padat bukan lemak pada susu padat tersebut berfungsi sebagai bahan penyegar protein tepung sehingga volume roti bertambah (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Susu
digunakan
untuk
memberikan
flavor
yang
spesifik
serta
pembentukan warna pada kulit roti sebab susu mengandung laktosa yang tidak dapat difermentasikan oleh yeast. Selain itu susu juga dapat memperbaiki nilai gizi roti sebab mengandung protein yang cukup tinggi. Dalam pembuatan roti biasanya digunakan susu skim (Widowati, 2003).
Ragi Ragi merupakan sediaan mikroorganisme hidup diperlukan dalam fermentasi atau peragian produk pangan. Ada 3 jenis ragi yang umum dikenal, yaitu ragi tapai berbentuk bulat pipih berwarna putih, ragi roti berbentuk butiran, dan ragi tempe berbentuk bubuk. Umumnya mikroorganisme pada ragi dibiarkan
Universitas Sumatera Utara
tumbuh pada bahan pengisi berupa tepung beras atau bahan lain mengandung karbohidrat tinggi, kemudian dikeringkan. Ragi roti dan ragi tapai mengandung khamir yang sama, yaitu Saccharomyces cereviciae (Andarwulan, 2009). Khamir ditambahkan dalam campuran adonan roti yang menghasilkan gas yang mengembangkan adonan untuk menghasilkan roti dengan tekstur yang lepas dan porous. Dan pada saat yang sama flavor yang khusus juga diperoleh pada roti (Buckle, et al., 1987). Ragi (yeast) adalah mikroorganisme hidup dari keluarga fungus, spesies Saccaharomyces cerevisiae. Ragi berfungsi memfermentasi adonan sehingga adonan dapat mengembang dan terbentuk serat atau pori roti. Di dalam proses fermentasi, ragi merubah gula dan karbohidrat di dalam adonan menjadi gas karbondioksida (CO2) dan alkohol. Terbentuknya zat inilah yang menjadikan adonan mengembang dan beraroma harum khas roti ketika dipanggang (Apriyantono, 2009).
Karboksimetil Selulosa (CMC) Turunan selulosa yang dikenal sebagai carboxymethyl cellulose (CMC) sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Misalnya pada pembuatan es krim, pemakaian CMC akan memperbaiki tekstur dan kristal laktosa yang terbentuk akan lebih halus. CMC juga sering dipakai dalam bahan makanan untuk mencegah terjadinya retrogradasi.
CMC yang
banyak dipakai pada industri makanan adalah garam carboxymethyl cellulose disingkat Na CMC yang bentuk murninya disebut gum selulosa (Winarno, 1997). Karboksimetil selulosa merupakan merupakan eter polimer selulosa linear dan berupa senyawa anion, yang bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak
Universitas Sumatera Utara
berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5 sampai 8.0, stabil pada rentang pH 2 – 10, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik (Deviwings, 2008). Carboxymethyl Cellulose (CMC) merupakan hasil perlakuan antara cellulose bersifat alkali dengan chloroacetic acid. CMC berfungsi sebagai binder dan thickener yang digunakan untuk memperbaiki tekstur. CMC dapat mempertahankan
tekstur ice cream dan mencegah kristalisasi gula pada
produk candy serta mencegah retrogradasi pati pada produk yang dipanggang (Mari Saling Berbagi untuk Sesama, 2007). Adapun rumus struktur dari karboksimetil selulosa dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Karboksimetilselulosa (Laskowski, 2001)
Tepung talas Kormus atau kormel adalah sumber pangan berkarbohidrat tinggi yang murah, tetapi dari sudut gizi memiliki kandungan protein dan vitamin yang rendah. Pati talas-talasan mudah dicerna dan tidak menyebabkan alergi. Kormus dan kormel talas-talasan digunakan sebagai sayuran berpati yang disiapkan
Universitas Sumatera Utara
dengan cara direbus, dan dimakan setelah dibakar, dipanggang, dikukus atau digoreng (Rubatzky and Yamaguchi, 1998). Tanaman talas banyak tersebar di Indonesia, dapat dibudidayakan dengan baik karena umbinya banyak mengandung zat tepung (sebagai pembuat berbagai jenis makanan) sehingga sangat menunjang dalam mencukupi kebutuhan pangan. Apabila hendak diolah menjadi tepung akan diperoleh hasil sekitar 60% dari hasil kering (Kartasapoetra, 1988). Ada dua jenis talas, yaitu talas yang tidak gatal dan talas yang gatal. Yang tidak gatal misalnya talas bote, talas garbu, tales lumbu dan jenis yang gatal, misalnya yang disebut sente. Cara pengolahannya yaitu, talas dikupas, dicuci bersih karena biasanya berlendir. Dapat dicuci dengan air garam agar lendir mudah hilang (Tarwotjo, 1998). Komposisi kimia talas dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 5. Komposisi Kimia Talas 100 gram Bahan Komposisi Jumlah Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Nilai Vit. A (SI) Vit. B1 (mg) Vit. C (mg) Air (g) b.d.d (%) Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996).
98 1,9 0,2 23,7 28 61 1,0 20 0,13 4 73,0 85
Umbi talas mudah dicerna, tetapi banyak mengandung kalsium oksalat yang menyebabkan rasa umbinya tajam. Kalsium oksalat akan hilang dengan dimasak terlebih dahulu. Bagian tanaman yang dapat dimakan, yaitu umbi, tunas
Universitas Sumatera Utara
muda dan tangkai daun.
Umbi talas banyak dibuat makanan ringan, seperti
keripik dan getuk talas (Purnomo dan Purnamawati, 2007). Konversi umbi segar talas menjadi bentuk tepung yang siap pakai terutama untuk produksi makanan olahan disamping mendorong munculnya produk-produk lebih beragam juga mendorong berkembangnya industri berbahan dasar tepung atau pati talas sehingga meningkatkan nilai jual komoditas talas. Penepungan talas juga diharapkan dapat menghindari kerugian akibat tidak terserapnya umbi segar talas di pasar ketika produksi panen berlebih (Hartati dan Prana, 2003).
Pembuatan Roti Tawar Pencampuran Mixing berfungsi mencampur secara homogen semua bahan, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan glutein, serta menahan gas pada glutein. Mixing harus berlangsung hingga tercapai perkembangan optimal dari glutein dan penyerapan airnya. Mixing yang berlebihan akan merusak susunan glutein, adonan akan semakin panas, dan peragiannya semakin lambat (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Pengadukan yang terlalu singkat menyebabkan adonan lengket, tidak elastis, dan tidak lembut. Hasilnya remah roti kasar dan keras ketika dipanggang. Sebaliknya, pengadukan yang terlalu lama mengakibatkan adonan berair, lengket, lunak, dan gluten kehilangan elastisitasnya. Akibatnya roti mengerut kembali ketika dikeluarkan dari oven (Sutomo, 2008). Peragian Didalam proses fermentasi, ragi mengubah gula dan karbohidrat di dalam adonan menjadi gas karbondioksida (CO2) dan alkohol. Terbentuknya zat inilah
Universitas Sumatera Utara
yang membuat adonan mengembang, membentuk pori-pori dan beraroma harum ketika dipanggang (Sutomo, 2007). Suhu ideal untuk fermentasi roti adalah 34 - 35 oC. Suhu terlalu dingin menyebabkan proses fermentasi berjalan lambat, sedangkan suhu terlalu panas menyebabkan fermentasi berjalan terlalu cepat sehingga tekstur roti kasar. Waktu yang diperlukan untuk fermentasi adalah 30 menit. Dalam suhu yang lebih dingin fermentasi bisa mencapai 1 jam (Sutomo, 2008). Pembentukan Adonan Tahap pembentukan adonan dilakukan dengan cara adonan yang telah diistrahatkan digiling pakai roll pin, kemudian digulung atau dibentuk sesuai dengan jenis roti yang diinginkan. Pada saat penggilingan, gas yang ada di dalam adonan keluar dan adonan mencapai ketebalan yang diinginkan sehingga mudah untuk digulung atau dibentuk (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Adonan yang sudah digulung dimasukkan ke dalam cetakan dengan cara bagian lipatan diletakkan di bawah agar lipatan tidak lepas yang mengakibatkan bentuk roti tidak baik. Selanjutnya adonan diistirahatkan dalam cetakan sebelum dimasukkan ke dalam pembakaran (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Pemanggangan (Baking) Roti dipanggang atau dibakar dalam oven hingga matang dan kulit berwarna kuning kecoklatan. Untuk roti ukuran kecil diperlukan suhu sekitar 180oC selama 12 – 15 menit. Untuk ukuran roti yang lebih besar, seperti roti tawar, diperlukan suhu 220oC selama 20 -25 menit.
Untuk roti yang
menggunakan gula banyak waktu pemangganggannya lebih singkat karena gula yang tinggi membuat adonan lebih cepat berwarna kecoklatan (Sutomo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Perusakan zat gizi dalam bahan makanan yang dipanggang (umumnya roti dan kue) terutama berkaitan dengan suhu oven dan lamanya pemanggangan, serta pH adonan. Nampaknya tak ada susut vitamin yang berarti dalam tahap pencampuran, fermentasi, dan pencetakan. Bahkan kadar beberapa vitamin dapat meningkat sedikit selama fermentasi, yaitu vitamin yang disintesis oleh sel khamir (Harris and Karmas, 1989). Pada saat adonan memasuki suatu oven yang panas, adonan bertemu udara panas dari ruang pemanggangan dan lapisan film tampak terbentuk pada permukaan adonan. Selanjutnya, terjadi pengembangan roti, selama itu terjadi pengembangan volume adonan yang dapat mencapai 30 persen (Desrosier, 1988). Pengemasan Roti yang telah selesai dipanggang harus segera dikeluarkan dari oven agar tidak gosong. Roti yang masih panas tersebut sebelum dimasukkan ke dalam kemasan, dibiarkan di udara terbuka. Namun udaranya tidak boleh terlalu lembab dan dingin. Jika udara terlalu lembab maka permukaan roti akan basah sehingga roti mudah busuk dan berjamur. Jika roti dimasukkan panas-panas ke dalam kemasan, akan menyebabkan terjadinya uap air dan menempel pada kemasan plastik (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
Penelitian Sebelumnya Substitusi atau campuran tepung sukun pada produk roti seperti roti tawar maupun roti manis hanya berkisar antara 10-20% karena memerlukan daya mengembang tinggi. Tiadanya gluten pada tepung sukun menyebabkan tidak tergantikannya peran seluruh komponen terigu (Widowati, 2003).
Universitas Sumatera Utara