TINJAUAN PUSTAKA Konse~Stres Keluarga Seseorang atau keluarga dikatakan sehat tidak hanya terlepas dari penyakit saja, tetapi juga perasaan tentram, tenang dan harmonis yang ditunjukkan oleh adanya kemampuan dalam menggunakan koping yang efektif dalam mengadapi stressor baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar. Pengertian stres menurut Lazarus & Folkman (1984) adalah reaksi spesifik antara individu dan lingkungan yang dinlai individu membebani atau melebihi kapasitasnya dan membahayakan kesejahteraannya. Sedangkan Selye (1982) membatasi stres sebagai respon yang spesifik pada tubuh terhadap berbagai jenis tuntutan, dimana respon yang non spesifik Selye (1983) membatasi stres sebagai respon yang non-spesifik pada tubuh terhadap berbagai jenis tuntutan. Respon yang non-spesifik disebut GAS (General Adaptation Syndrome), dimana tubuh melepaskan hormon-honnon adaptif, yang
kemudian mengiubah struktur dan komposisi kimia pada tubuh. General Adaptatin Syndrome (GA), terdiri dari tiga tahap yaitu:
1. Alarm Reaction (AR)
Tanda-tanda reaksi tubuh disebut alarm reaction, yaitu sistem pertahanan tubuh untuk mengatasi stresor. Menurut Seyle pada alarm reaction ini dibag dua tahap yaitu fase shock dan fase counter shock. Selama fase shock, penyebab stres dapat diamati pada orang sadar maupun yang tidak sadar. Respon ini berlangsung dalam waktu pendek, lebih kurang satu menit sampai 24 jam. Selama fase counter shock,
perubahan yang dihasilkan tubuh berlawanan dengan fase shock, pada fase ini penderita mengadakan reaksi perbaikan.
2. Stage of resistance (Tingkat perlawanan) Apabila stresor bisa diimbangi oleh daya tahan tubuh maka akan timbul kekuatan untuk melawan. Tanda-tanda dari reaksi alarm akan hilang bahkan daya melawan ini bisa melebih batas-batas normal. 3. Stage of Exhaustion (Tingkat kelelahan)
Apabila tubuh dihadapkan pada stresor yang lama dan waktu yang terlalu lama, maka energi untuk beradaptatsi akan habis, sehingga akan timbul kembali reaksireaksi alarm tetapi ini bersifat irreversibel. Ada tiga model yang akan dibahas berkaitan dengan model krisis dari adanya stres keluarga. Yang pertama adalah model ABC-X yang telah dikembangkan oleh Hill (1949). Kedua adalah model Mc.Cubbin dan Patterson (1980), dan yang ketiga adalah model Boss (1983) dalam Sussman and Steinrnetz (1988). 1. Teori Stres Keluarga dari Hill (1949) adalah model
yang menggambarkan
faktor-faktor yang menghasilkan krisis atau non knsis dalam keluarga. Berdasarkan riset dari Hill tentang perpisahan akibat perang dan reuni, ia mengembangkan sebuah teori stres keluarga yang disebut ABCX, &mana ia mengidentifikasikan satu set variabel utama dan hubungannya yang menimbulkan krisis keluarga. Secara teoritis, ia menggambarkan determinan-determinan krisis keluarga, yaitu: "faktor A (kejadian atau stresor) yang berinteraksi dengan B (sumber-sumber koping keluarga, selanjutnya berinteraksi dengan C (persepsi keluarga terhadap kejadian), yang akhirnya menghasilkan X (knsis)."
Model ABCX dari McCubbin dan Patterson (1980) merupakan bentuk pengembangan dari teori ABCX-nya Hill. Mengingat teori Hill meliputi variabelvariabel krisis, teori McCubbin dan Patterson menjelaskan perbedaan dalam adaptasi keluaiga pasca h s i s . Setiap variabel asli (ABCX) 'diuji kembali dan definisi-definisinya dimodifikasi. Setiap variabel dalam model digambarkan secara ringkas sebagai berikut : Faktor aA, setumpuk stresor keluarga. McCubbin dan Patterson (1980)
menyatakan bahwa ada lebih dari satu stresor utama, yang berturnpuk menjadi stresor keluarga", dan ini berpengaruh penting dalam tingkat adaptasi keluarga. Mereka menjelaskan oleh karena knsis keluarga berkembang dan berubah dalam satu kurun waktu, keluarga tidak hanya bekonfiontasi dengan satu stresor pada waktu tertentu. Agaknya mereka mengalami setumpuk stresor (tuntutan dan perubahan), terutama akibat dari suatu stresor utama seperti diagnosa kanker terhadap seorang anggota keluarga. dalam sebuah studi tentang pengaruh polio terhadap keluarga (Davis, 1963) terbukti bahwa keluarga tidak hanya mengalami satu stresor pada satu waktu. Ia melaporkan bahwa keluarga melakukan koping terhadap masalah-masalah yang telah lama ada, dan bersatu dengan stressorstresor penyakit kronis. Faktor bB: Sumber-Sumber Koping Keluarga. Faktor ini adalah surnber-sumber
keluarga untuk dapat memenuhi tuntutan-tuntutan yang dihadapi keluarga. Faktor tersebut terdiri dari sumber-sumber pribadi angota keluarga (pendidikan, kesehatan dan karakteristik kepribadian), dan sumber-sumber internal dari sistem
keluarga (peran-peran yang fleksibel, kekuasaan bersama, komunikasi, dan ikatan keluarga serta dukungan sosial). Faktor cC: DeJinisi dun makna keluarga atau persepsi keluarga terhadap stresor.
Definisi faktor ini pada pokoknya menyangkut penilaian dari konseptualisasi tentang definisi situasi keluarga yang dibuat oleli Hill. Faktor xX: Adaptasi Keluarga. Dalam model ABCX Ganda, terdapat tiga tingkat
analisa: anggota keluarga (individu), unit keluarga clan komunitas dimana keluarga menjadi bagannya.
Masing-masing unit ini digambarkan memiliki
tuntutan dan kemampuan. "Adaptasi keluarga dicapai lewat hubungan timbal balik, dimana tuntutan dari satu unit keluarga dipenuhi lewat kemampuan dari yang lain, untuk mencapai suatu keseimbangan secara simultan pada dua tingkat interaksi primer antara individu dan sistem keluarga dan antara sistem keluarga dengan komunitas. Lihat gambar 1.
Krisis
C
Stres
Koping Kejadianl Stressor A
Sumber Koping B
Persepsi terhadap kejadian C
Gambar 1 . Model ABC-X Hill yang telah direvisi untuk menunjukkan derajat stes dan alternatif mengatasi krisis dan koping 3. Model Stres Keluarga dari Boss (1983). Ia telah mengembangkan teori stres dari Hill untuk menerangkan pengaruh konteks keluarga. Keluarga tidak hidup dalarn isolasi tetapi mereka merupakan bagian dari konteks yang lebih besar yang mempengaruhi variabel-variabel model dari Hill. Dua konteks berbeda yang menjadi media bagi stres keluarga adalah konteks internal dan eksternal. Konteks eksternal dari keluarga adalah konteks yang tidak dikontrol oleh keluarga. Konteks tersebut termasuk lingkungan dimana keluarga berada, terdiri dari batasbatas genetik dan perkembangan, dan konteks "tempat dan waktu" (sejarah, ilmu, ekonomi, kebudayaan). Konteks internal keluarga terdiri dari tiga elemen yang hkontrol oleh keluarga dan dapat diubah. Ada elemen-elemen psikologs, struktural dan filosofis. Elemen-elemen struktural sama dengan dimensi-dimensi struktural dalam teks ini, tanpa memasukkan nilai-nilai keluarga; konteks psikososial merujuk pada definisi dari keluarga tentang kejadiadstresor; konteks filosofis merujuk pada keyakinan dan nilai-nilai dari keluarga. Model dari Boss
didasarkan pada konteks yang digambarkan sebagai dua lingkaran konsentrik yang mengelilingi model ABCX.Lingkaran paling luar adalah konteks eksternal, dan lingkaran paling dalam adalah konteks internal. Lihat garnbar 2.
Konteks Ekstemal
Konteks Internal Sistem Respon
/ / / penyebab Stres
\
(Ekstemal)
~umberda~a
~ejadian
( ~ n t a l ) d /
-
Gambar 2. Model Kontekstual Stres Keluarga. (Boss dalam Sussman dan Steinmetz, 1988) Kopine Keluarga Pengertian Istilah koping telah berkembang menjadi berbagai pengertian, dan sangat bervariasi bagi tiap individu dan mempunyai pesepsi yang berbeda terhadap masalah yang dihadapi, dan cara penggunaan strategi kopingnya. Strategi koping ini dapat berubah penilaiannya sesuai dengan kondlsi dan beratnya masalah yang dihadapi oleh
setiap individu. Setiap individu dapat menggunakan beberapa jenis koping yang dirasa sesuai dengan konQsi dan masalah yang sedang dihadapi. Penggunaan mekanisme koping sering dipengaruhi oleh latar belakang budaya individu, pengalaman individu dalam menghadapi masalah, faktor lingkungan; kepribadian, konsep diri indlvidu, faktor sosial dan lain-lain, dan itu sangat berpengaruh pada kemampuan individu dalam menyelesaikan masalahnya. Pengertian koping menurut Lazarus clan Folkrnan (1984) adalah suatu proses pengelolaan tuntutan eksternal yang dinilai sebagai beban atau melebihi sumber yang dimiliki seseorang. Perlin dan Schooler yang dikutip oleh Achir Yani (1997) mendefinisikan koping sebagai respon terhadap ketegangan eksternal yang berfimgsi mencegah, menghmdari, atau mengendalikan tekanan emosional. Menurut Fleishman (1984) dalam Achir Yani (1997), koping adalah perilaku yang terlihat dan tersembunyi yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan psikologik dan kondisi yang penuh stres. Mekanisme koping adalah berbagai usaha yang dilakukan individu untuk menanggulangi stres yang dihadapinya (Stuart, 1984). Mekanisme koping merupakan suatu perubahan yang konstan dari usaha kognitif dan tingkah laku untuk menata tuntutan eksternal dan internal yang dinilai sebagai ha1 yang membebani atau melebihi surnber daya individu (Lazarusdan Folkman, 1984). Sebagai suatu proses koping adalah usaha untuk mengatasi kondisi bahaya, ancaman atau tantangan ketika respon rutin atau otomatis tidak tersedia ... tuntutan lingkungan harus memenuhi solusi perilaku baru atau lama dun harus disesuaikan
untukrnenghadapi stres saat ini (Monat dan Lazaw, 1977 dalam Sussman and
Steinmetz,1988). Dari sudut pandang kognitif dan fenomenologi, Lazaruz (1966, 1977) dalam Sussman and Steinrnetz (1988) koping didefenisikan sebagai aktifitas kognitif yang menggabungkan : (I) pengukuran bahaya yang akan datang (penilaian utama), (2) pengukuran konsekuensi koping (pengukuran sekunder). Jadi proses koping menurut Lazaruz (1977) adalah penggunaan kognitif penilaian sekunder dan primer tentang apa yang terjadi, sedangkan strateg atau aktivitas koping adalah respon nyata untuk merasakan ancaman. Perilaku koping dldefenisikan oleh Lazaruz (1976) sebagai : (1) perilaku tindakan yang langsung melawan ancaman atau lari dari ancarnan (melawan atau lari) dan didisain untuk mengubah hubungan stres dengan lingkungan fisik atau sosial; (2) bentuk intrapsychic koping merupakan mekanisme pertahanan (misalnya penolakan) yang lebih cbdisain untuk mengurangi munculnya emosi dibandingkan untuk mengubah situasi. Tindakan dan pikiran dapat membuat seseorang lebih baik jika mereka tidak dapat mengubah sumber stres. Walaupun teori Lazaruz adalah berkaitan dengan psikologi dan diarahkan pada stres individu, namun relevan dengan teori stres keluarga. Pentingnya kesadaran tentang profil psikologi orang yang stres (nilai, keyakinan, harapan dan motivasi) yang ditekankan oleh Lazaruz (1966), adalah penting pada stres dan koping keluarga. Dikaitkan dengan faktor Hill (pengertian kejadian), nilai dan keyakinan menjadi penting pada penilaian primer dan sekunder ancaman. Dengan konsep Hi11 (1958) clan
Lazaruz (1966), para peneliti dapat mulai menggunakan faktor Hill dengan memakai indikator penilaian yang dibuat Lazaw dalam proses koping (gambar 3.).
PENILAIAN KOGNITIF
'
2
3
- REAKSI EMOSIONAL
PERILAKU KOPING
Berdasarkan pada : (a) derajat ancaman yang dirasakan (b) konfigurasi stimulus (c) psikologi individual termasuk penilaian primer yang merupakan pengukuran bahaya di masa mendatang dan penilaian sekunder yang merupakan pengukuran konsekuensi perilaku koping yang mungkin terjadi Termasuk reaksi aktual ancaman yang dirasakan Termasuk (a) perilaku tindakan langsung (melawan atau lademnghindar) yang berhadapan dengan penyebab stres itu sendiri dan (b) perilaku yang meringankan (tindakan atau pikiran yang membuat seseorang lebih nyaman)
Gambar 3.. Proses Koping (Sumber : Laza~uz,1977dalam Sussman and Steinmetz,1988 )
Dari sudut pandang dialektikal, defenisi koping keluarga mencakup inlkator individu dan kelompok.
Penilaian kognitif situasi atau kejadian yang penuh
ketegangan, maka emosi memberikan reaksi dan respon perilaku pada penilaian dan emosi yang terjadi pada individu walaupun dalam sebuah konteks sistem. Lebih lanjut ltambahkan dari sudut pandang terapi keluarga, asumsi bahwa individu sangat dipengaruhi oleh system yang telah lalu dan saat ini, dimana mereka menjadi bagan darrpadanya. Jadi koping keluarga didefenisikan sebagai manajemen kelompok terhadap kejadian atau situasi yang penuh ketegangan (McCubbin, 1979). Hams ditambahkan bahwa keluarga sebagai sebuah kelompok bukanlah koping, jika hanya ada satu anggota keluarga yang menunjukkan gejala tidak stres. Walaupun jika keluarga sebagai satu kesatuan kelihatan seolah-olah mengelola efek kejadian
penyebab stres khusus, namun terhadap pengujian yang lebih dekat dapat ditemukan bahwa ibu mengalami depresi, remaja mengalami masalah psikosomatik atau ayah mengalami tekanan darah tinggi yang sangat berbahaya. Jadi eksplorasi secara induktif yang berasal dari indikator kelompok serta indikator individu dianjurkan dalam pengukuran koping keluarga. Secara ringkas, koping keluarga adalah manajemen kejadian stres oleh keluarga dan oleh tiap individu dalam keluarga. Adalah proses kognitif dan afektif dimana individu dan sistem keluarganya menyesuaikan d i d Menindak lanjuti kejadian penyebab stres internal dadatau lingkungan, maka perilaku koping terjadi ketika level stres keluarga berfluktuasi terlalu besar atau terlalu kecil. Dengan mengaktifkan proses koping, level stres keluarga dimodifikasi dan krisis dapat dihindari. Contohnya, pada beberapa keluarga tiap orang akan bersembunyi dibelakang pintu ketika pertengkaran menjadi semakin panas; sedangkan pada yang lainnya seseorang dapat berlaku jahat untuk mengendalikan kehidupan keluarga yang &ngn dan membosankan. Kedua sistem indvidu dan keluarga terkait dalarn proses ini. Awalnya seseorang atau keluarga dapat meredam perilaku yang dapat menyelesaikan masalah secara tidak sengaja, dengan cara trial dan error, atau secara rasional memutuskan untuk melakukan tindakan tertentu yang terbukti efektif. Pada berbagai kejadian saat perilaku koping yang ampuh pada kejadian tertentu ditemukan akan menjadi bagian dari orang atau keluarga sebagai sebuah koping atau strategi penyelesaian masalah.
Sumber Koping Cara individu menanggulangi stres juga amat bergantung pada sumber yang tersedia dan pembatas-peinbatas yang menghambat penggunaan sumber koping dalam konteks peristiwa tertentu (Lazarus & Folkman, 1984). Sumber-sumber koping terdiri dari:
a. Keseimbangan Energi. Orang yang menderita sakit dan lemah kurang mampu melakukan penanggulangan, tetapi pada individu yang sehat lebih mudah melakukan penanggulangan dibanding individu yang sakit. b. Kepribadian. Kepribadian adalah jumlah perilaku yang dapat diamati dan yang
mempunyai ciri-ciri biologi, sosiologi dan moral yang khas baginya yang dapat membedakannya dari kepribadian yang lain. Kepribadian dapat digolongkan menjadi dua (W.F.Maramis, 1998), yaitu: 1) Introvert, yaitu orang yang suka memikirkan tentang diri sendiri, banyak fantasi, lekas merasakan kritik, menahan ekspresi emosi, lekas tersinggung dalam diskusi, suka membesarkan kesalahannya, analisa dan kntik diri sendiri menjadi buah pilurannya. 2).Ekstrovert. Orang yang melihat kenyataan dan keharusan, tidak lekas merasakan kntik, ekspresi emosinya spontan, dirinya tidak dituruti dalam alarnnya, tidak begitu mersakan kegagalan, tidak banyak mengadakan analisa dan kritik diri sendiri.
Konsep diri. Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart and Sundeen, 1991). Konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman
beruhubungan dengan orang lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya. Sehingga dapat disimpulakn bahwa konsep diri rnerupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosiap yang ma1 adaptif (Budi Ana, 1992).
d. Dukungan Sosial. Dukungan sosial ini dengan adanya keterlibatan orang lain dalam membantu menyelesaikan masalah. Disini individu melakukan tindakan kooperatif dan mencari dukungan dari orang lain. Kondisi ini memungkinkan adanya kontrol sosial dan luar untuk menjadi lebih baik.
e. Materi. Uang, harta benda dan pelayanan yang dapat diperoleh dengan uang. Sumber material memperrnudah dalam penyelesaian masalah dan merupakan jalan efektif menuju bantuan hukum, medis dan finansial.
Sumberdaya Koping Keluarga adalah kekuatan individu dan kekuatan bersama pada saat terjadi kejadian penyebab stres.
Sumber koping keluarga
diantaranya adalah jaminan ekonomi, kesehatan, inteligensi, keahlian kerja, kedekatan, semangat bekerjasama, keahlian hubungan dan jaringan serta dukungan sosial. Dengan demikian sumberdaya keluarga adalah aset sosiolog, ekonomi, fisiologi, emosional dan fisik yang dengannya anggota keluarga dapat memberi respon pada kejadian stres tunggal atau akurnulasi. Namun demikian, memiliki sumberdaya tidak berimplikasi terhadap bagaimana keluarga menggunakannya. Contohnya sebuah keluarga dapat menggunakan uang untuk mengatasi pengangguran
dengan cara yang tidak adaptif (untuk membeli lebih banyak minurnan keras) atau lebih bersifat fungsional (mencari pekerjaan lain). Jadi ketersedaan sumberdaya keluarga tetap menjadi variabel statis dan lebih mudah diukur oleh peneliti dan ahli terapi. Koping keluarga (lawan knsis pada model ABC-X) merupakan sebuah variabel proses dan hasil yang menunjukkan apa yang dilakukan keluarga terhadap sumberdaya yang dimilikinya.
Hanya jika
keluarga mengubah koping
sumberdayanya menjadi tindakan, proses koping dapat dimulai.
Jika keluarga
memiliki sedikit sumberdaya, baik secara individu maupun kolektif, maka proses koping munglun tidak akan pernah dimulai dan knsis dapat teqadi ketika terjadi stres. Perbedaan antara sumber koping dan koping sebagai sebuah proses penanggulangan, menunjuk pada cara menglxndan stres awal (Burr, 1973; Hill, 1958 &lam Sussman and Steinmetz,l988). Karena pada model utama knsis atau mudah terserangnya keluarga (dibandingkan tidak mudah terserang atau dapat pulih kembali), maka mereka tidak menganggap koping sebagai sesuatu yang unik dan topik yang terpisah. Jika kita merubah definisi faktor X dalam model ABC-X untuk menggambarkan hasilnya dalam berbagai derajat stres koping kepada non koping (knsis), maka konsep baru ini dapat digabungkan pada model yang sudah ada (lihat gambar 1) sebagai sebuah alternatif penyelesaian. Namun demilan panah putusputus pada garnbar 1 antara koping dan krisis menunjukkan level kntis sebelum ada titik pemecahan dan ketidakseimbangan akut.
Ada beberapa jenis mekanisme koping yang terjadi pada individu, ha1 tersebut adalah : a. Koping yang berpusat pada masalah (Problem ~ o c u s e dForm of Coping mekanism/direct action). Mekanisme koping berpusat pada masalah diarahkan untuk mengurangi tuntutan-tuntutan situasi yang menimbulkan stres atau mengembangkan surnber daya untuk mengatasinya. Mekanisme koping ini bertujuan untuk menghadapi tuntutan secara sadar, realistis, objektif dan rasional. Hal-ha1 yang berhubungan dengan mekanisme koping yang berpusat pada masalah (Stuart and Sundeen, 1991) adalah:
a. Koping Konfrontasi ( Confiontative coping). Ini adalah menggambarkan usahausaha untuk mengubah
keadaan atau masalah
secara agresif, juga
menggambarkan tingkat kemarahan serta pengambilan resiko. b. Isolasi.
Individu berusaha menarik diri dari lingkungan atau tidak mau tahu
masalah yang dihadapi. C.
Kompromi. Menggambarkan usaha untuk mengubah keadaan secara hati-hati, meminta bantuan dan kerjasama dengan keluarga dan teman kerja atau mengurangi keinginannya lalu memilih jalan tengah. Konfiontasi, isolasi, dan kompromi ketiganya memiliki langkah-langkah yang
sama, yaitu: a) mempelajari dan menetapkan persoalan, b) menyusun alternatif penyelesaian, c) menentukan tindakan yang mempunyai kemungkinan paling besar
akan berhasil dengan akibat yang paling menguntungkan, d) bertindak, e) penilaian hasil tindakan supaya dapat Qambil langkah yang lain bila kurang memuaskan atau ada kesalahan. Yang paling sulit dalam langkah-langkah di atas adalah dalam pengambilan, keputusan karena dalam pengambilan keputusan ini luta hams mempertimbangkan norma, memperkirakan hasilnya, dan kemudian memperhitungkan untung ruginya. b. Koping yang berpusat pada emosi (Emotion Focused of Coping/Palliatif
Form). Koping ini mengarah pada usaha Reduksi, Pembatasan Imenghilangkan atau toleransi stress subjective (somatis, motorik atau afehf) dari stres emosional yang muncul karena adanya transaksi dengan lingkungan yang menyulitkan. Fungsi koping ini bertujuan memperhalus, memperlemah atau membuat suatu kenyamanan. Mekanisme pertahanan ego ditampilkan dengan pengingkaran, supresi
dan proyeksi, penolakan, sublimasi, rasionalisasi, kompensasi, represi, regresi, identifikasi, proyeksi, konversi, displacement reaksi formasi (mekanisme koping yang berpusat pada emosi sebagai suatu strate@ kognitif ditujukan untuk meningkatkan tekanan emosional, beberapa individu perlu untuk merasa lebih buruk terlebih dahulu, misalnya menyalahkan diri sendiri sebelum merasa lebih baik. Mekanisme koping berpusat pada emosi digunakan untuk memelihara harapan dan optimisme, menyangkal fakta dan implikasinya, menolak untuk mengakui ha1 terburuk, bereaksi seolah-olah apa yang dalam waktu lama mekanisme koping menjadi ma1 adaptif.
Bentuk-bentuk kognitif dari mekanisme koping berpusat pada emosi mengakibatkan suatu perubahan. Proses-proses ini memberi kemunglunan interpretasi yang menipu diri dan distorsi realitas (Lazarus, 1984). Jenis-jenis mekanisme koping yang berpusat pada emosi (Stuart and Sundeen, 1991) adalah :
a. Denial, menolak masalah dengan mengatakan ha1 tersebut tidak terjadi pada dirinya. b. Rasionalisasi, menggunakan alasan yang dapat diterima oleh aka1 dan diterima
oleh orang lain untuk menutupi ketidakmampuan dirinya. Rasionalisasi ini mempunyai tiga segi pembelaan, yaitu: 1) Membantu kita membenarkan apa yang hta lakukan dan kita percayai, 2) Menolong luta melunakan kekecewaan yang berhubungan dengan cita-cita yang tidak tercapai. Dengan rasionalisasi kita tidak hanya dapat membenarkan apa yang kita lakukan, tetapi juga merasa bahwa itu sudah selayaknya h t a berbuat demikian menurut keadilan. Adapun tandatanda bahwa seseorang menggunakan rasionalisasi menurut Maramis (1984), adalah:
a)
mencari-cari
alasan
untuk
membenarkan
pebuatan
atau
kepercayaannya, b) tidak sanggup mengenal hal-ha1 yang tidak tetap atau bertentangan, c) menjadi bingung atau marah bila alasannya diragukan orang. C.
Kompensasi, menunjukkan tingkah laku untuk menutupi ketidak marnpuan dengan menonjolkan sifat yang baik, atau karena frustasi dalam suatu bidang maka dicari kepuasan secara berlebihan dalam bidang lain. Kompensasi timbul karena adanya perasaan kurang mampu.
d. Represi, yaitu dengan melupakan masa-masa yang tidak menyenangkan dari ingatannya dengan hanya mengingat waktu-waktu yang menyenangkan (disadari). Represi memegang peranan yang penting dalam membantu seseorang mengawasi semua keinginan yang berbahaya dan dalam mengurang gangguan sebagai akibat pengalaman yang menyakitkan atau kejadian traumatic.
e. Regresi, yaitu sikap seseorang yang kembali ke masa lalu atau bersikap seperti anak kecil yang dalam regresi secara tidak sadar manusia mencoba lagi perilaku atau cara. f. Sublimasi, yaitu seseorang yang mengekspresikan atau menyalurkan perasaan,
bakat atau kemampuan dengan sikap atau tindakan (bersifat positif). g. Identifikasi, yaitu meniru cara berfikir, ide dan tingkah laku orang lain. Pada
umumnya seseorang manusia ini mengidentifikasikan dirinya dengan seseorang yang mirip sekali dengannya. h. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain tentang kesulitannya sendiri atau
melampiaskan kepada orang lain keingnannya sendiri yang tidak baik. Proyeksi ini munglun berkembang dari pengalaman luta bahwa dengan menyalahkan orang lain sehubungan kegagalan kita, dan keburukan kita, akan membantu luta menghindari celaan atau memindahkan reksi psikologi ke gejala fisik. (Lazarus, 1991). i. Konversi, yaitu mentransfer atau memindahkan reaksi psikologi ke gejala fisik.
(Lazarus, 1991). j.
Displacement, yaitu reaksi emosi terhadap seseorang atau suatu benda yang diarahkan kepada seseorang atau suatu benda lain. (Maramis, 1998).
k. Reaksi Formasi, yaitu membentuk reaksi yang baru yamng bertolak beakang atau
tidak sesuai dengan perasaan sendiri. Pearlin dan Schooler (1978) dalam Friedrnan (!998) mengidentifikasi tiga tipe cara koping yang digunakan secara luas oleh individu-individu dalam menjalankan fungsi sosialnya. Setiap cara tersebut akan digambarkan secara singkat dengan efektifitasnya dalam mengurangi stres. Secara umum bahasan mengenai efektifitas ini mempunyai relevansi langsung bagi keluarga dan orang tua melakukan mekanisme koping dalam hubungan keluarga yang mengatur suasana bagaimana unit keluarga memberikan respons. Tipe respons koping yang pertama adalah tipe yang mengubah situasi yang penuh dengan stres. Tipe strategi koping ini merupakan cara yang langsung mengatasi ketegangan dalam hidup, dimana tipe ini diarahkan untuk mengubah dan mengeliminasi stresor dengan cara meningkatkan rasa percaya diri dan mencari dukungan sosial melalui sistem kekerabatan. Tipe strateg koping yang kedua adalah pengetahuan dan pengalaman dalam menghadapi suatu stresorlmasalah. Dengan demikian berbahaya atau tidaknya stresor bagi satu keluarga, tergantung pada pengetahuan anggota keluarga dan persepsi terhadap kejadian (Lazarus et al, 1974 dalam Friedrnan, 1998). Berikut ini adalah contoh-contoh koping pengetahuan yang
dapat menetralkan ancaman-ancaman yang dialami dalam hidup yaitu; membuat perbandingan
yang
positip;
meminimalkan
elemen-elemen
negatif,
dan
memaksimalkan elemen-elemen positip, seperti pengalamanan yang berharga (pengalaman yang paling menghasilkan ketegangan menjadi bagian yang tidak berharga dalam hidup seseorang). Pengalaman berharga ini terbukti dapat menjadi pengalaman yang baik dalarn kehidupan pekerjaan dan ekonomi seseorang. Tipe
24
koping yang ketzga adalah mekanisme-mekanisme yang digunakan untuk mengatur stres yang ada, bukan untuk menghadapi masalah stresor itu sendiri. Enam respons koping dalam kategori ini. Sebagai contoh adalah: Perkawinan, ungkapan perasaan yang terkontrol, inenarik diri dan mementingkan diri sendiri, peran-peran orang tua, perasaan memiliki kemampuan dan mengundurkan diri tanpa daya.
c. Strategi Koping Keluarga Berkaitan dengan strategi koping keluarga, Friedrnan (1998) mengemukakan dua tipe strateg koping keluarga setelah menganalisis berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai strategi koping keluarga, yaitu internal atau intrafamilial dan eksternal atau ekstrafamilial.
Strategi Koping Keluarga InternaVintrafamilial. Dalam strateg koping keluarga internal terdapat
tujuh strategr koping
intrafamilial. Ketujuh strategi tersebut adalah: mengandalkan kemampuan sendiri dari keluarga, penggunaan humor,
musyawarah bersama (memelihara ikatan
kebersamaan), mengartikan masalah, pemecahan masalah secara bersama, fleksibilitas peran, dan normalisasi.
Mengandalkan kemamprcan sendiri dan' keluarga. Untuk mengatasi masalah/stresor yang dihadapinya,
keluarga seringkali melakukan upaya untuk menggali dan
mengandalkan sumber-surnber mereka sendiri. Keluarga melakukan ini dengan membuat struktur dan organisasi yang lebih besar dalam keluarga, yakni dengan membuat jadual dan tugas rutinitas yang dipikul oleh setiap anggota keluarga yang lebih ketat. Hal ini diharapkan setiap angota dapat lebih disiplin dan taat. Dalam kondisi ini keluarga dapat mengontrolnya, jika berhasil maka akan mencapai integrasi
dan ikatan yang lebih kuat. Burgess, 1979 dalam Friedman, 1998 mengatakan bahwa strategi koping yang khas adalah disiplin diri dikalangan anggota keluarga yang mengalami stres, mereka hams memelihara ketenangan dan dapat memecahkan masalah karena mereka yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan anakanaknya. Penggunaan humor. Hott, 1977 dalam Friedman 1998, menunjukan bahwa perasaan humor merupakan aset yang penting dalam keluarga karena dapat memberikan perubahan bagi sikap-sikap keluarga terhadap masalah-masalah dan perawatan kesehatan. Humor juga diakui sebagai suatu cara bagi individu dan kelompok untuk menghilangkan rasa cemas dan stresltegang. Musyawarah bersama (memelihara ikatan keluarga). Suatu cara untuk membawa keluarga lebih dekat satu sama lain dan memelihara serta mengatasi tingkat stres dan pikiran, ikut serta dengan aktivitas setiap anggota keluarga merupakan cara untuk menghasilkan suatu ikatan yang kuat dalam sebuah keluarga. Cara untuk mengatasi masalah dalarn keluarga adalah: adanya waktu untuk bersama-sama dalarn keluarga, saling mengenal, membahas masalah bersama, makan malam bersama, adanya kegatan yang menantang bersama keluarga, beribadah bersama, bermain bersama, bercerita pada anak sebelum tidur, menceritakan pengalaman pekerjaan maupun sekolah, tidak ada jarak diantara anggota keluarga. Mengartikan suatu masalah. Salah satu cara untuk menemukan koping efektif adalah menggunakan mekanisme mental dengan mengartikan masalah yang dapat mengurangi atau menetralisir secara kognitif rangsang berbahaya yang dialami dalam hidup. Menambah pengetahuan keluarga merupakan cara yang paling efektif untuk
mengetahui stresor yaitu dengan keyakinan yang optimis dan penilaian yang positip. Keluarga menggunakan strategi ini cenderung melihat segi positip dari kejadian yang menyebabkan stres. (Folkman et a1 1986, dalam Friedman, 1998 ).
Pemecahan masalah bersama. Pemecahan masalah bersama dikalangan anggota keluarga merupakan strategi koping keluarga yang telah dipelajari melalui riset laboratorium oleh sekelompok peneliti keluarga. Pemecahan masalah bersama dapat digambarkan sebagai suatu situasi dimana keluarga dapat mendiskusikan masalah yang ada secara bersama-sama oleh keluarga dengan mengupayakan dengan mencari solusi atau jalan keluar atas dasar logika, mencapai suatu konsensus tentang apa yang perlu dilakukan atas dasar petunjuk, persepsi dan usulan dari anggota keluarga yang berbeda.(Straus,1968,; Reiss, 1981; Chesler dan Barbarinm,1987; Fifley, 1989, Friedman, 1998).
Fleksibilitas peran. Adanya perubahan dalam kondisi dan situasi dalarn keluarga yang setiap saat dapat berubah, fleksibilitas peran merupakan suatu strategi koping yang kokoh untuk mengatasi suatu masalah dalam keluarga. Davis dkk.(1986) pada keluarga yang berduka, fleksibilitas peran adalah sebuah strategi koping fungsional yang penting untuk membedakan tingkat berfimgsinya sebuah keluarga.
Normalisasi. Salah satu strateg koping keluarga yang lain adalah kecenderungan keluarga menormalkan keadaan sehingga keluarga dapat melakukan koping terhadap sebuah stresor jangka panjang yang dapat merusak kehidupan keluarga dan kegiatan rumah tangga. Davis,1963; Knafl dan Deatrick, 1986 dalam Friedman, 1998 mengatakan bahwa "Normalisasi" merupakan cara untuk mengkonseptualisasikan bagaimana keluarga mengelola ketidak mampuan seorang anggota keluarga, sehingga
dapat menggambarkan respons keluarga terhadap sakit dan kecacatan. Bila anak dalam anggota keluarga sakit, maka keluarga dapat menormalkan situasi dengan meminimalkan situasi abnormalitas dalam penampilan anak, berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan biasa dan terus memelihara ikatan sosial.
Strategi Koping Keluarga Eksternal. Dalam strategi koping keluarga eksternal, terdapat empat strategi koping ekstrafamilial. Keempat strategi tersebut adalah: mencari informasi, memelihara hubungan aktif dengan komunitas, mencari dukungan sosial, mencari dukungan spiritual.
Mencan' informasi. Keluarga yang mengalami stres memberikan respons secara kognitif dengan mencari pengetahuan dan informasi yang berubungan dengan stresor.
Ini berfungsi untuk menambah rasa memiliki kontrol terhadap situasi dan mengurani perasaan takut terhadap orang yang tidak dikenal dan membantu keluarga menilai stresor secara lebih akurat. Studi riset tentang penggunaan upaya mencari informasi sebagai suatu strategi koping keluarga dilakukan oleh Chesler dan Barbarin (1987) dalam Friedman (1998) penelitian terhadap keluarga yang mempunyai anak kanker,
hasil riset menemukan upaya orang tua mencari informasi untuk mengurangi ketidak pastian dan rasa takut akan prognosis anak-anak mereka.
Memelihara hubungan aktif dengan komunitas. Kategori ini berbeda dengan koping yang menggunakan sistem dukungan sosial dimana kategori ini merupakan suatu koping keluarga yang berkesinambungan, jangka panjang dan bersifat umum, bukan sebuah kategori yang dapat meningkatkan stresor spesifik tertentu. Dalam ha1
ini anggota keluarga adalah pemimpin keluarga dalam suatu kelompok, organisasi dan kelompok komunitas.
Mencari sistern pendukung sosial. Mencari sistem pendukung sosial dalam jaringan kerja sosial keluarga merupakan strateg koping keluarga eksternal yang utama. Sistem pendukung sosial ini dapat diperoleh dari sistem kekerabatan keluarga, kelompok profesional, para tokoh masyarakat dan lain-lain yang didasarkan pada kepentingan bersama. Menurut Caplan (1974) dalam Friedman (1998), terdapat tiga sumber umum dukungan sosial yaitu penggunaan jaringan dukungan sosial informal, penggunaan sistem sosial formal, dan penggunaan kelompok-kelompok mandiri. Tujuan dari penggunaan jaringan sistem dukungan sosial informal, yang biasanya diberikan oleh kerabat dekat atau tetangga dekat atau tokoh masyarakat, memiliki dua tujuan utama koping: pertama, sistem ini memberikan dukungan pemeliharaan dan emosional bagi anggota keluarga. Dan yang kedua adalah bantuan yang berorientasi pada tugas yang biasa dilakukan keluarga, misalnya bantuan perawatan, melakukan tugas-tugas rumah tangga, bantuan praktis pada saat kritis. (Hogue, 1977; Mac Elveen, 1978 dalam Friedman, 1998). Penggunaan sistem sosial formal dilakukan keluarga ketika keluarga gaga1 untuk menangani masalahnya sendiri, maka keluarga hams dipersiapkan untuk beralih kepada profesional bayaran untuk memecahkan masalah (Howel, 1975). Sedangkan penggunaan kelompok mandiri sebagai bentuk dukungan sosial dilakukan melalui organisasi yang luas seperti perkumpulan-perkumpulan yang berorientasi pada penyembuhan penyakit misalnya perkumpulan penyakit Asma, Jantung, dll. (Katz dan Bender, 1976 dalam Friedman 1998).
Mencari dukungan spiritual.
Beberapa studi mengatakan keluarga
berusaha
mencari dan mengandalkan dukungan spiritual anggota keluarga sebagai cara keluarga untuk mengatasi masalah. Olson et a1 (1983), Friedrnan (1985), Chsler dan Barbarinrn .(l987) mengatakan bahwa Kepercayaan kepada Tuhan dan berdoa diidentifikasikan oleh anggota keluarga sebagai cara paling penting bagi keluarga mengatasi suatu stresor yang berkaitan dengan kesehatan. Selain dari dua tipe seperti dikemukakan diatas, kemudian dikembangkan la@ strategi koping keluarga dari H I. Mc Cubbin dan Thompson (1987) yang khusus untuk menginventarisir tindakan penanggulangan masalah-masalah kesehatan bagi orang tua yakm CopingHealth Inventory for Parent (CHIP). Alat ini dikembangkan untuk menggambarkan bagaimana keluarga beradaptasi dengan situasi di bawah tekanan kronis (stressor). Hal tersebut mencakup penanggulangan oelh keluarga sebagai proses aktif yang meliputi pemamfaatan sumberdaya keluarga dan pengembangan perilaku baru untuk membantu memperkuat unit keluarga dalam mengurangr dampak peristiwa penuh tekanan ( McCubbin, 1979 dalam H I. Mc Cubbin dan Thompson ,1987). Dalam konteks ini perilaku penanggulangan menjadi bagian dari faktor bB (sumberdaya keluarga) dan faktor cC (persepsi) dari model ABCX ganda. Pengembangan perilaku dalarn CHIP ini memfokuskan pada : a) teori dukungan social keluarga (Caplan 1976,; cobb,1976), yaitu hubungan anggota keluargadengan masyarakat dan antar anggota keluargauntuk menghasilkan dukungan emosi, kepercayaan diri dan jaringan; b) teori tekanan keluarga
(Burr, 1973;
Hi11,1949) yang menekankan sumberdaya dan persepsi keluarga yang dgunakan dalam mengelola situasi penuh tekanadstressor; c) teori psikologi individu tentang
penaggulangan (Pearlin&Schooler,1978; Lazarus, 1966) yang memfokuskan pada penyesuaian aktif dan pasif secara psikologi yang diperlukan untuk mengatur kegelisahan dan tekanan emosi; dan d) dukungan perawatan kesehatan keluargdmedis melalui komunikasi orang tua denga im kesehatan dan orang tua lain. Dari teori-teori tersebut strategi koping dibagi menjadi tiga pola
penerapanjpenanggulangan yaitu: Pola I disebut Integrasi keluarga (mempertahankan keutuhan keluarga), kerjasama dan rasa optimis menghadapi keadaan, pola II yaitu Mempertahankan dukungan socia1,kepercayaan diri dan rasa stabilitas psikologis dan pola III yaitu Pemahaman situasi medis (perawatan kesehatan) melalui komunikasi
dengan keluarga dan konsultasi dengan petugas kesehatan. (H I. Mc Cubbin dan Thompson, 1987) Kepatuhan Penderita TB Paru Kepatuhan penderita (Patients compliance) dapat diartikan sebagai salah satu sikap patuh dan perilaku penderita yang menuruti setiap anjuran serta percaya dan
tidak ragu serta patuh mengkuti setiap petunjuk yang diberikan petugas dengan penuh kesadaran ( D' Onofrio, 1980 ) Kepatuhan berobat penderita merupakan ha1 penting untuk keberhasilan suatu pengobatan, terutama pengobatan yang memerlukan jangka waktu lama. Kepatuhan dalam ha1 minum obat berperan agar penyakit cepat sembuh dan menghindariterjadinya resistensi mikobakteriwn dan kekambuhan akibat dari minum obat yang tidak teratur ( Schlossberg, 1994 ). Dalam pengobatan yang memerlukan jangka waktu yang panjang akan mernberikan pengaruh-pengaruh pada penderita seperti ( Cuneo,Snider, 1989 ):
1. Merupakan suatu tekanan psikologis bagi seseorang penderita tanpa keluhan atau gejala penyakit saat dinyatakan sakit dan hams menjalani pengobatan seluan lama.
2. Bag penderita dengan keluhan atau gejala penyakit , setelah menjalani .
pengobatan 1-2 bulan atau lebih lama keluhan akan segera berkurang atau hilang sama sekali, penderita akan merasa sembuh dan malas untuk meneruskan pengobatan kembali.
3. Datang ke tempat pengobatan selain waktu yang tersita, juga memerlukan motivasi, yang akan semakin menurun dengan lamanya waktu pengobatan. 4. Pengobatan yang lamamerupakan beban dilihat dari segi biaya yang hams
dikeluarkan. 5. Suntikan-suntikan untuk sekian lama hams diterima, drrasakakn cukup
menganggu. 6 . Efek Samping obat, walaupun ringan akan tetap memberikanrasa tidak enak
terhadap penderita. 7. Sukar untuk menginsafkan penderita untuk terus berobat selama jangka waktu
ditentukan. Dari suatu jangka waktu pengobatan yang ditetapkan, terdapat beberapa kemunghnan pola kepatuhan penderita yaitu : 1. Penderita berobat teratur dan memakai obat secara teratur sesuai petunjuk.
2. Penderita berobat teratur tetapi tidak memakai obat secara teratur. 3. Penderita tidak berobat secara teratur.
4. Penderita sama sekali tidak patuh dalam pengobatan, yaitu putus berobat/drop out (Partaasamita, 1986). Dengan adanya kemungkinan diatas, obat yang digunakan oleh penderita dapat seluruhnya, sebagan atau tidak sama sekali. Oleh karena itu kepatuhan penderita dapat dibedakan menjah patuh dan tidak patuh. Patuh : Pada keadaan ini penderita tidak hanya berobat secara teratur sesuai batas waktu yang htetapkan, melainkan juga patuh memakai (minum) obat secara teratur sesuai petunjuk. Sedangkan tidak patuh terjadi dalam bentuk :
a. Penderita berobat teratur tetapi tidak memakai(minwn) obat secara teratur. b. Penderita berobat tidak teratudlalai berobat (defaulting)
c. Penderita putus berobat atau tidak menggunakan obat sama sekali (Drop out). Menurut Schlossberg (1994) faktor yang menjadikan penderita untuk tidak patuh, termasuk menghentikan pengobatan antara lain: merasa sembuMebih baik, waktu yang panjang dalam pengobatan, tidak tersedianya transportasi, penampilan kleadaan klinik, banyak dan macarn obat, efek samping obat dan biaya pengobatan, kurang penjelasan penggunaan obat, dan tidak tersedianya sistem pendukung yang berintersaksi dengan pasien. Sedangkan menurut Cuneo (1989) beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita dalam ha1 berobat adalah karena faktor obatnya, faktor penderitanya, faktor petugas kesehatan dan faktor penyalutnya.
Namun
demikian menurut Mangunnegoro (1985) masalah TB paru yang sampai saat ini rnasih merupakan masalah kesehatan masyarakat, lebih banyak disebabkan kegagalan non medis daripada kegagalan medis.