BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kesehatan Reproduksi Remaja Kesehatan reproduksi adalah kesehatan fisik, mental dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi, serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit atau kecacatan (Kusmiran, 2011). Kesehatan Reproduksi (KR) secara umum didefinisikan sebagai kondisi sehat dari sistem, fungsi dan proses alat reproduksi yang kita miliki. Pengertian sehat tersebut tidak semata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial-kultural. Ada beberapa hal yang harus diketahui dalam perkembangan kesehatan reproduksi remaja, antara lain: pengenalan sistem, proses dan fungsi alat reproduksi (PKBI, 2000). 2.1.1 Pubertas dan Kematangan Seksual pada Remaja Haidtono dalam penelitian Leliana (2010) menyatakan bahwa pubertas berasal dari kata puber yaitu pubescent, kata lain pubescere berarti mendapatkan rambut kemaluan, yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menunjukan perkembangan seksual. Pada umumnya masa pubertas terjadi antara 12 - 15 tahun. Bila selanjutnya dipakai istilah puber, maka yang dimakasud adalah remaja sekitar masa pemasukan seksual. Jadi pemasukan seksual mudah terjadi sebelum masa remaja, namun manifestasi dari aspek - aspek yang lain baru jelas nampak pada usia 13 - 14 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Pubertas adalah situasi yang dialami remaja dalam masa peralihan dari anakanak menuju dewasa. Masa pubertas ini ditandai dengan berbagai perubahan fisik yang cukup menyolok maupun perubahan perasaan, pergaulan, pikiran dan perilaku. Masa pubertas berlangsung beberapa tahun. Selama itu remaja seringkali merasa bermasalah dengan dirinya sendiri maupun dengan orang sekitarnya. Bila orang tua dan dewasa bisa memahami pubertas yang sedang yang dialami remaja, maka hal itu bisa sangat membantu remaja menghadapi masalahnya. Pubertas pada anak perempuan biasanya dimulai sekitar usia sembilan, sepuluh atau sebelas tahun sedangkan pada laki-laki dimulai pada usia sebelas atau dua belas tahun (PKBI, 2000). Beberapa ciri pubertas pada laki-laki seperti perubahan fisik, yaitu: otot menguat, dan pertumbuhan tinggi dan besar badan pesat, tumbuh jakun, tumbuh bulu di ketiak, kemaluan dan sekitar wajah atau dada, kulit berminyak dan mulai berjerawat, lebih banyak berkeringat dan mengeluarkan bau badan, suara menjadi besar (Soejitningsih, 2010). Sedangkan perubahan pada fungsi organ reproduksi yaitu: hormon testosteron mulai lebih banyak berperan terhadap organ reproduksi, organ reproduksi mulai memproduksi sperma yang bisa keluar melalui ejakulasi dan mimpi basah, penis/zakar dan pelir membesar. Perubahan emosi/psikologis yang dialami seperti: timbul perhatian pada lawan jenis, ingin lebih diperhatikan dan diakui kedewasaannya, mulai lebih banyak memperhatikan penampilan diri, relatif lebih mudah terangsang secara seksual dan lain-lain (Soejitningsih, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Pada perempuan juga terjadi ciri pubertas perubahan fisik seperti: tumbuh payudara/buah dada, puting mulai menonjol keluar, bentuk tubuh mulai berlekuk sekitar pinggang dan pinggul, tumbuh bulu di ketiak dan sekitar kemaluan, kulit berminyak dan mudah berjerawat, lebih banyak berkeringat dan mengeluarkan bau badan. Sedangkan perubahan pada fungsi organ reproduksi antara lain: hormon estrogen dan progesteron mulai lebih banyak berperan terhadap organ reproduksi mulai mengalami haid menstrusi setiap bulan, indung telur membesar, dari vagina mulai keluar cairan putih bening agak kental. Pada perubahan emosi/psikologis seperti: menjadi lebih perasa/sensitif, ingin lebih diperhatikan, mulai lebih banyak memperhatikan penampilan diri, timbul perhatian pada lawan jenis, relatif lebih mudah terangsang secara seksual dan lain-lain (Ali dan Asrori, 2009). 2.1.2 Hormon Seks dan Peranannya Pada masa pubertas, otak memproduksi hormon khusus yang mengirim pesan kepada organ-organ reproduksi untuk mulai memproduksi hormon seks. Hormon seks pada perempuan disebut hormon esktrogen dan progestrone yang menghasilkan selsel telur. Hormon pada laki-laki adalah hormon testosteron yang menghasilkan sperma. Dengan bekerjanya hormon-hormon seks, pada masa pubertas ini beberapa kejadian khusus yang alamiah dan normal akan dialami oleh remaja, seperti: (PKBI, 2000) 1. Haid/Menstruasi/Datang Bulan pada Remaja Perempuan Masa pubertas pada perempuan ditandai dengan adanya haid satu bulan sekali. Hormon estrogenlah yang menyebaban sel telur dan indung telur matang. Setiap bulan satu sel telur tersebut dilepaskan. Pelepasan sel telur disebut ovulasi yang
Universitas Sumatera Utara
berasal dari kata ovum artinya telur. Apabila dalam perjalanan di saluran indung telur, sel telur tidak bertemu dengan sperma, maka sel telur akan sampai di rahim tanpa dibuahi. Bersama lapisan dinding rahim, sel telur yang dibuahi akan pecah dan keluar bersama dengan darah yang berasal dari dinding rahim. Sel telur yang luruh bersama darah itulah yang disebut dengan haid. Masa haid biasanya berkisar kurang lebih 5-7 hari. Haid yang pertama kali pada remaja perempuan disebut Menarche. Sejak haid pertama, perempuan akan mengalami siklus haid sekitar satu bulan sekali, berkisar antara 21 hari sekali sampai 28 hari sekali. 2. Mimpi Basah pada Remaja Laki-laki Mimpi basah adalah suatu kejadian ketika remaja laki-laki bermimpi mengenai sesuatu yang menyenangkan sampai mengeluarkan cairan yang agak lengket dari penisnya tanpa disadarinya. Mimpi basah adalah tanda laki-laki memulai masa pubertasnya. Mimpi basah umumnya terjadi setiap 2-3 minggu sekali. Tetapi tidak perlu khawatir bila itu tidak terjadi. Cairan yang keluar dari penis disebut air mani yaitu campuran antara mani dengan sperma. Sperma adalah sel yang dihasilkan laki-laki di dalam testis atau pelirnya atas perintah hormon testosterone. Testosterone adalah hormon yang paling berperan dalam pertumbuhan tubuh laki-laki. Jumlah sperma yang ada di dalam testis laki-laki berjuta-juta. Ereksi adalah pembesaran dan penegangan pada batang/penis akar atau alat kelamin laki-laki. Ereksi terjadi karena pembuluh darah di penis dipenuhi darah, bisa terjadi bila remaja laki-laki merasa terangsang secara seksual. Rangsangan bisa
Universitas Sumatera Utara
terjadi karena melihat gambar, film atau hal lain merangsang seperti tubuh perempuan, rangsangan juga bisa terjadi karena penisnya disentuh oleh orang lain atau oleh diri sendiri. Menggesek penis dengan tangan disebut onani atau masturbasi. Onani bisa mengakibatkan ereksi dan keluarnya sperma. 2.1.3 Perubahan Fisik Di antara perubahan fisik yang terjadi, yang paling tampak nyata pada masa pubertas adalah meningkatnya tinggi badan dan berat badan, serta kematangan seksual. Pada umumnya, lonjakan pertumbuhan yang menandai perubahan pubertas terjadi 2 tahun lebih awal pada anak perempuan dari pada anak laki-laki. Pada anak perempuan hal ini dimulai sekitar usia 10,5 tahun dan berlangsung selama 2,5 tahun. Sepanjang masa tersebut, anak perempuan bertambah tinggi badannya sekitar 3,5 inchi setiap tahun. Pada anak laki-laki lonjakan pertumbuhan dimulai sekitar usia 12,5 tahun dan juga berlangsung selama 2 tahun. Anak laki-laki pada umumnya selama waktu tersebut bertambah tinggi sekitar 4 inchi dalam setahun (Santrock, 2003). Pertumbuhan berat badan menggambarkan jumlah dari berbagai massa jaringan tubuh sehingga secara klinis sulit untuk di interpretasikan. Kenaikan berat badan selama masa pubertas sekitar 50% dari berat dewasa ideal. Di bandingkan dengan anak laki-laki, pacu tumbuh anak perempuan dimulai lebih cepat yaitu sekitar umur 8 tahun, sedangkan anak laki-laki baru pada umur 10 tahun. Tetapi pertumbuhan anak perempuan lebih cepat berhenti dari pada anak laki-laki. Anak perempuan umur 18 tahun sudah tidak tumbuh lagi, sedangkan anak laki-laki baru berhenti tumbuh pada umur 20 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Memasuki masa pubertas, remaja perempuan telah mencapai kira-kira 60% berat dewasa. Dalam masa 3-6 bulan sebelum pacu tumbuh badannya kenaikan berat badan hanya sekitar 2 Kg/tahun. Kemudian terjadi akselerasi dan akhirnya mencapai 8 Kg/tahun. Sekitar 95% remaja normal kecepatan kenaikan berat badanya sekitar antara 5,5-10,5 Kg/tahun, sedangkan pada remaja laki-laki, rata-rata kenaikan berat badan sekitar 9 Kg/tahun, dengan 95% rata-rata remaja laki-laki matur mengalami kenaikan berat badan 6-12 Kg/tahun (Soetjiningsih, 2010). Para peneliti menemukan bahwa karakteristik pubertas pada anak laki-laki berkembang dengan urutan sebagai berikut: Perubahan ukuran penis dan testikel, pertumbuhan rambut yang masih lurus didaerah kemaluan, sedikit perubahan suara, ejakulasi pertama (biasanya melalui mimpi basah, masturbasi), rambut kemaluan tumbuh menjadi ikal, mulai masa pertumbuhan maksimum, pertumbuhan rambut ketiak, perubahan suara semangkin jelas dan mulai tumbuh rambut di bagian wajah. Tiga hal yang paling jelas tampak mengenai kematangan seksual adalah bertambah panjangnya penis, membesarnya testis, dan tumbuhnya rambut wajah. Sedangkan ramaja putri pertumbuhan fisik pada awalnya payudara membesar atau rambut kemaluan mulai tumbuh. Kemudian tumbuh rambut ketiak. Sejalan dengan perubahan tersebut, tinggi badan bertambah dan pinggul menjadi lebih lebar dari pada bahu. Menstruasi pertama datang agak lambat di akhir siklus pubertas. Pada awalnya siklus menstruasi tidak teratur, dan mungkin juga tidak terjadi ovulasi pada setiap menstruasi selama beberapa tahun pertama sesudah menstruasi pertama (Santrock, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Perubahan Emosional/Psikologis Remaja
mengalami
perkembangan
pesat
dalam
aspek
intelektual.
Transformasi intelektual dari cara berpikir remaja memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat dewasa, tetapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak tetapi belum juga diterima sepenuhnya untuk masuk ke golongan dewasa. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja sering dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase” topan dan badai” (Ali dan Asrori, 2009). Adapun meningginya emosi terutama karena anak laki-laki dan perempuan berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaankeadaan itu (Hurlock, 2003). Masa remaja merupakan “topan dan badai”, masa stress full karena ada perubahan fisik dan biologis serta perubahan tuntutan dari lingkungan, sehingga diperlukan suatu proses penyesuaian diri dari remaja. 2.1.5 Penyebab Perubahan Pubertas Beberapa penyebab perubahan pubertas diantaranya yaitu: (1) Peran Kelenjar Pituitary, kelenjar ini mengeluarkan dua hormon yaitu hormon pertumbuhan yang berpengaruh dalam menentukan besarnya individu, dan hormon gonadotrofik yang merangsang gonad untuk meningkatkan kegiatan. Sebelum masa puber secara bertahap jumlah hormon gonadotrofik semakin bertambah dan kepekaan gonad
Universitas Sumatera Utara
terhadap hormon gonadotrofik dan peningkatan kepekaan juga semakin bertambah, dalam keadaan demikian perubahan-perubahan pada masa puber mulai terjadi. (2) Peran gonad dengan pertumbuhan dan perkembangan gonad, organ-organ seks yaitu ciri-ciri seks primer : bertambah besar dan fungsinya menjadi matang, dan ciri-ciri seks sekunder, seperti rambut kemaluan mulai berkembang. (3) Interaksi kelenjar pituitary dan Gonad – Hormon yang dikeluarkan oleh gonad, yang telah dirangsang oleh hormon gonadotrofik yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary, selanjutnya bereaksi terhadap kelenjar ini dan menyebabkan secara berangsur-angsur penurunan jumlah hormon pertumbuhan yang dikeluarkan sehingga menghentikan proses pertumbuhan, interaksi antara hormon gonadotrofik dan gonad berlangsung terus sepanjang kehidupan reproduksi individu, dan lambat laun berkurang menjelang wanita mendekati menopause dan pria mendekati climacteric (Hurlock, 2003). 2.1.6 Permasalahan Pada Remaja Pubertas Permasalahan remaja berkaitan dengan resiko TRIAD Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yaitu Seksualitas, NAPZA, HIV dan AIDS, rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja dan median usia kawin pertama perempuan. 1.
Seksualitas
Masalah seks pada remaja sering kali mencemaskan para orang tua, juga pendidik, pejabat pemerintah, para ahli dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk – bentuk
Universitas Sumatera Utara
tingkah laku ini bisa bermacam – macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersanggama. Objek seksual bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri (IDI, 2002) Sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak apa- apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang dapat ditimbulkan. Tetapi, pada sebagian perilaku seksual yang lain, dampaknya bisa cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah misalnya pada para gadis – gadis yang terpaksa menggugurkan kandungannya Simkins (1984) dalam Sarwono (2011). Dalam sebuah laporan dimajalah Gatra dinyatakan bahwa tinggkat aborsi di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara yaitu mencapai dua juta kasus dari jumlah kasus dinegara–negara ASEAN yang mencapai 4,2 juta kasus per tahun. Data organisasi kesehatan dunia mengenai kasus aborsi tersebut terungkap pada Talk Show “Virginitas dan Fenomena Aborsi” yang digelas dimakasar, sabtu 25 maret 2006. Akibat psikososial lainya adalah ketegangan mental, dan kebingungan akan peran sosial yang tiba–tiba berubah jika seorang gadis tiba – tiba hamil. Juga akan terjadi cemoohan dan penolakan dari masyarakat sekitarnya. Akibat lainnya adalah terganggunya kesehatan dan resiko kehamilan serta kematian bayi yang tinggi. Selain itu, juga ada akibat–akibat putus sekolah dan akibat–akibat ekonomis karena diperlukan biaya perawatan dan lain – lain. 2.
NAPZA
Seperti diketahui narkoba dan zat adiktif lainnya mempunyai dampak terhadap sistem syaraf manusia yang menimbulkan berbagai perasaan. Sebagian dari
Universitas Sumatera Utara
narkoba itu meningkatkan gairah, semangat, dan keberanian, sebagian lagi menimbulkan perasaan mengantuk, sedangkan yang bisa menyebabkan rasa tenang dan nikmat sehingga bisa melupakan segala kesulitan. Oleh karena efek-efek inilah beberapa remaja menyalahgunakan narkoba dan zat adiktif lainnya. Tetapi sebagaimana semua orang pun tahu, jika mengonsumsi narkoba dan alkohol itu dalam dosis yang berlebihan bisa membahayakan jiwa orang yang bersangkutan. Padahal sifat narkoba itu antara lain adalah menimbulkan ketergantungan (kecanduan) pada pemakainya. Makin besar ketergantungan sehingga pada suatu saat tidak bisa melepaskan diri lagi.Pada tahap ini remaja yang bersangkutan bisa menjadi kriminal, atau menjadi pekerja seks untuk sekedar memperoleh pembeli narkoba (PKBI, 2000). Menyadari akan bahaya narkoba ini, hampir pemerintah seluruh dunia mempunyai undang-undang anti narkoba. Berbagai upaya dan tindakan (oleh aparat keamanan dan hukum) juga telah dilakukan untuk memberantas sindikat-sindikat pembuat dan pengedar narkoba yang tidak berizin. Banyak sekali dana telah terbuang bahkan jiwa melayang dalam usaha pemberantasan narkotika, akan tetapi sampai sekarang penyalahagunaan zat-zat berbahaya ini tidak pernah dapat diberantas dengan tuntas. Berdasarkan data dari badan narkotika nasional tahun 2008, menunjukan bahwa jumlah pengguna napza sampai dengan 2008 adalah 115.404 dimana 51.986 dari total pengguna adalah mereka yang berusia remaja. Mereka yang pelajar sekolah berjumlah 5.484 dan mahasiswa 4.055 (BkkbN, 2012).
Universitas Sumatera Utara
3. HIV dan AIDS Jumlah kasus baru AIDS periode Januari – Septembes 2011 sebesar 1805 kasus. Data tersebut merupakan fenomena gunung es artinya data tersebut hanya yang dilaporkan saja. Sedangkang kasus AIDS secara kumulatif, kasus AIDS sampai dengan Juni 2011 sebesar 26.483 kasus. Dari jumlah kasus tersebut, 45,99% diantaranya adalah kelompok usia 20 – 29 tahun. Jika dikaitkan dengan karakteristik AIDS yang gejalanya baru muncul setelah 3 – 10 tahun terinfeksi, maka hal ini semakin membuktikan bahwa sebagian besar dari mereka yang terkena AIDS telah terinfeksi pada usia yang lebih muda (BkkbN, 2012). 4. Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja Hasil SDKI tahun 2007 dalam BkkbN 2012 menunjukan bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja relatif masih rendah. Remaja perempuan yang tidak tahu tentang perubahan fisiknya sebanyak 13.3% hampir separuh remaja perempuan tidak mengetahui kapan seorang remaja memiliki atau masa suburnya. Sebaliknya, dari survei yang sama, pengetahuan dari responden remaja laki–laki yang mengetahui masa subur perempuan lebih tinggi (32,3%) dibanding dengan responden remaja perempuan (29%). Mengetahui pengetahuan remaja laki–laki tentang mimpi basah lebih tinggi (24,4%) dibandingkan dengan remaja perempuan (16,8%). Pengetahuan remaja laki – laki tentang menstruasi lebih rendah (33%) dibandingkan dengan remaja perempuan (76,2%).
Universitas Sumatera Utara
5. Median Usia Kawin Pertama Perempuan Menurut SDKI tahun 2007 dalam BkkbN 2012, median usia kawin pertama perempuan adalah 19,8 tahun. Hasil penelitian puslitbang kependudukan BkkbN tahun 2012 menemukan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi median usia kawin pertama perempuan diantaranya yaitu faktor sosial, ekonomi, budaya dan tempat tinggal (desa/kota). Diantara beberapa faktor tersebut ternyata faktor ekonomi yang paling dominan terhadap median usia kawin pertama perempuan. Hal ini dilatarbelakangi alasan kemiskinan karena tidak mampu membiayai sekolah anaknya sehingga orang tua ingin anaknya segera menikah, ingin lepas tanggung jawab dan orangtua berharap setelah anaknya menikah akan mendapat bantuan ekonomi.
Berdasarkan data dan kondisi yang diinginkan tersebut diatas, menunjukkan betapa besarnya jumlah remaja Indonesia yang terganggu kesempatanya untuk melanjutkan sekolah, memasuki dunia kerja, mulai berkeluarga dan menjadi anggota masyarakat secara baik. Sejumlah itu pula remaja yang tidak siap untuk melanjutkan tugas dan peran sebagai generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat mengantar negara Indonesia menjadi negara berdaulat dan bermartabat.
2.2 Kesiapan Remaja Kesiapan berasal dari kata “siap” mendapat awalan ke- dan akhiran –an. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2003) kesiapan adalah suatu keadaan bersiapsiap untuk mempersiapkan sesuatu. Kesiapan menurut kamus psikologi adalah tingkat perkembangan dari kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk
Universitas Sumatera Utara
mempraktekkan sesuatu (Chaplin, 2006). Kesiapan juga merupakan suatu kondisi dimana seseorang telah mencapai pada tahapan tertentu atau dikonotasikan dengan kematangan fisik, psikologis, spiritual dan skill (Yusnawati 2007). Slameto (2010) kesiapan adalah keseluruhan kondisi yang membuatnya siap untuk memberi respon atau jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi. Penyesuaian kondisi pada suatu saat akan berpengaruh pada kecenderungan untuk memberi respon. Dari beberapa teori itu dapat disimpulkan bahwa kesiapan adalah suatu kondisi yang dimiliki baik oleh perorangan maupun suatu badan dalam mempersiapkan diri baik dalam menghadapi sesuatu yang ada pada dirinya untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Yusuf (2002) ada tiga aspek mengenai kesiapan, yaitu: 1.
Aspek Pemahaman, yaitu kondisi dimana seseorang mengerti dan mengetahui kejadian yang dialaminya bisa dijadikan sebagai salah satu jaminan bahwa dia akan merasa siap menghadapi hal-hal yang terjadi. Asumsi peneliti, Masa pubertas bagi remaja merupakan salah satu fase yang harus dijalani seorang remaja dalam kehidupannya, dan kecemasan yang mereka alami dapat menyebabkan mereka sangat sulit menjalani masa ini. Masih banyak remaja yang tidak siap untuk menghadapi masa pubertas dengan kekhawatiran yang berlebihan. Kekhawatiran ini berawal dari pemikiran seseorang bahwa dirinya akan menjadi tidak sehat karena tidak bisa merawat diri disaat masa pubertas, dan tidak percaya diri.
Universitas Sumatera Utara
2.
Aspek Penghayatan, yaitu sebuah kondisi psikologis dimana seseorang siap secara alami bahwa segala hal yang terjadi secara alami akan menimpa hampir semua orang adalah sesuatu yang wajar, normal, dan tidak perlu dikhawatirkan. Asumsi peneliti, bahwa bagi remaja dapat menjalani pubertas dengan baik, diperlukan kemauan diri untuk memandang hidup sebagai sebuah harapan, dan dibutuhkan pikiran yang positif dalam memandang setiap kejadian/ peristiwa yang dialami.
3.
Aspek Kesediaan, yaitu suatu kondisi psikologis dimana seseorang sanggup atau rela untuk berbuat sesuatu sehingga dapat mengalami secara langsung segala hal yang seharusnya dialami sebagai salah satu proses kehidupan. Asumsi peneliti, apabila seorang remaja dapat berpikir secara positif, maka mereka dapat melalui masa pubertas dengan mudah seperti mengalami proses menstruasi untuk putri dan mimpi basah untuk putra. Namun sebaliknya, apabila orang tersebut berpikir negatif tentang pubertas, maka keluhan-keluhan yang muncul akan semakin memberatkan hidupnya. Hubungan sikap dengan kesiapan anak dalam menghadapi manarche yaitu,
siswa yang mempunyai sikap positif tentang manarche, dalam artian mereka senang dan bangga, dikarenakan mereka menganggap dirinya sudah dewasa secara biologis, maka dikatakan telah siap menghadapi manarche (Suryani dan Widyasih, 2008). Berdasarkan penelitian Fonna (2012) di Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen menunjukkan bahwa variabel pengetahuan berpengaruh terhadap kesiapan pra menopause. Pengetahuan responden kurang baik dalam menghadapi pra
Universitas Sumatera Utara
menopause sebesar 51,3%, sedangkan kesiapan mental responden lebih banyak yang kurang baik yaitu 54,7%. Kurangnya kesiapan mental respon dilatarbelakangi karena kurangnya pengetahuan dan peran petugas kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian Triana (2010) di SD Harapan Medan menunjukkan bahwa sebagian besar upaya yang baik dalam mempersiapkan masa pubertas pada anaknya sebesar 78,2% dan sebesar 21,8% menunjukkan upaya yang kurang. Upaya orang tua dalam mempersiapkan anaknya mengahadapi masa pubertas adalah segala usaha yang dilakukan oleh orang tua dengan tujuan agar anak siap menghadapi masa pubertas dan permasalahan yang mungkin muncul. Antara lain: Pembinaan religius, meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, interaksi orang tua dan anak, menanamkan konsep diri yang positif, mengkondisikan lingkungan keluarga yang harmonis dan kondusif, pengawasan peer group, memfasilitasi tersedianya media massa yang terpercaya, partisipasi dalam program kesehatan reproduksi remaja dan peer education di sekolah.
Kesiapan mental yang baik harus dimiliki oleh remaja yang memasuki masa pubertas untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi masa tersebut dengan cara yang lebih baik, artinya segala perubahan yang dialami baik fisik maupun psikologis dapat lebih diterima secara bijaksana. Oleh sebab itu, ketika remaja tersebut memasuki pubertas harus bisa menerapkan hal-hal yang berkaitan tentang pubertas, misalnya kebersihan diri, sehingga setiap remaja dapat menjalani hari-harinya dengan hidup yang lebih berkualitas dan mempunyai rasa percaya diri ketika remaja dapat berinteraksi dengan temannya.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Proses Belajar Aktif Kesehatan Reproduksi Remaja ntuk Orangtua Banyak orang dewasa seperti orang tua, guru, pemuka masyarakat, dan tokoh pemuda tidak siap membantu remaja menghadapi masa pubertas. Akibatnya remaja tidak memiliki cukup pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapi berbagai perubahan gejolak dan masalah yang sering timbul pada masa remaja. Mereka kemudian terjebak dalam masalah fisik, psikologis dan emosional yang kadangkadang sangat merugikan seperti stres dan depresi, kehamilan tidak diinginkan, penyakit dan infeksi menular seksual, dan lain-lain. Hal ini sebetulnya tidak perlu terjadi bila mereka lebih memahami berbagai proses perubahan yang akan terjadi pada dirinya sehingga lebih siap menghadapi persoalan pubertas, seksualitas dan kesehatan reproduksi. Penyebaran informasi mengenai kesehatan reproduksi remaja masih sangat dibutuhkan karena selama ini seluk beluk kesehatan reproduksi masih belum cukup dipahami baik oleh orang dewasa maupun remaja sendiri. Informasi ini sesungguhnya berguna untuk: 1) meningkatkan kesadaran dan pemahaman remaja maupun orang dewasa mengenai pentingnya kesehatan reproduksi remaja; 2) mempersiapkan remaja menghadapi dan melewati masa pubertas yang seringkali cukup berat; 3) melindungi anak dan remaja dari berbagai resiko kesehatan reproduksi seperti Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS serta Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD); 4) membuka akses pada informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja melalui sekolah maupun luar sekolah.
Universitas Sumatera Utara
Orang tua perlu memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja sedini mungkin kepada anak remaja. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan mengapa informasi kesehatan reproduksi sudah mendesak untuk diberikan pada orang tua, yaitu: 1) anak remaja adalah individu yang masih berada dalam tanggung jawab orang tuanya, dan sangat umum/wajar jika orang tua adalah orang yang paling peduli pada proses tumbuh kembang anak remajanya; 2) bagi anak remaja sendiri, orang tua adalah pihak yang paling penting dan sangat besar pengaruhnya. Akan lebih nyaman bila informasi kesehatan reproduksi diberikan oleh orang yang disayangi dan dipercaya; 3) dewasa ini pubertas lebih cepat dialami oleh remaja karena perbaikan gizi dan nutrisi sehingga orang tua harus lebih awal memberi pengetahuan yang berkaitan dengan perubahan-perubahan pada anak remajanya; 4) anak dan remaja mudah sekali terpapar pada informasi yang buruk dan menyesatkan mengenai seks melalui berbagai media. Kesiapan orang tua akan membantu anak untuk menghadapi dan menerima perubahan tersebut secara wajar. Anak akan menyadari bahwa perubahan fisik, psikologis, dan sosial yang dialaminya adalah sesuatu yang normal dan bukan kelainan atau penyimpangan. Pengetahuan ini akan menjadi dasar yang kuat bagi anak dalam mengambil keputusan-keputusan penting yang menyangkut kesehatan reproduksinya. Dengan demikian remaja diharapkan akan siap melewati masa remajanya dengan lebih mantap dan memasuki masa dewasa yang lebih cerah. Tujuan proses belajar aktif ini adalah: 1) memberikan pemahaman tentang beberapa topik penting menyangkut seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja; 2) penekanan
Universitas Sumatera Utara
mengapa topik-topik tersebut penting untuk melindungi remaja; 3) bantuan bagi orang dewasa yang tidak siap memberikan pengetahuan yang dibutuhkan remaja. Sasaran proses belajar aktif ini diperuntukkan bagi orang tua remaja, guru atau anak remaja, melalui perantaraan fasilitator dalam menyampaikan materi kesehatan reproduksi dengan cara-cara yang mudah dipahami, menyenangkan serta sesuai untuk kelompok orang tua/guru. Secara teoritis materi kesehatan reproduksi untuk orang tua dan guru tidak berbeda, tetapi proses belajar bisa dilakukan terpisah, sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi di lapangan (PKBI, 2000).
2.4 Keluarga Inti Keluarga inti (keluarga batih) merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu, keluarga inti lazimnya terdiri dari suami/ayah, istri/ibu, dan anak-anak yang belum menikah (Soekanto, 1990). Haviland (1993), keluarga inti (nuclear family) adalah unit dasar yang terdiri atas ibu, ayah, dan anak yang belum berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sarwono (2011), bahwa keluarga merupakan lingkungan primer hampir setiap individu, sejak ia lahir sampai datang masanya meninggalkan rumah dan membentuk keluarga sendiri, dan menurut Khairuddin (1997), keluarga mempunyai sistem jaringan interaksi yang lebih bersifat hubungan interpersonal, dimana masing-masing anggota dalam keluarga dimungkinkan mempunyai intensitas hubungan satu sama lain, antara ayah, ibu, dan anak, maupun anak-dengan anak. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan keluarga inti adalah unti
Universitas Sumatera Utara
terkecil dalam masyarakat yang dikukuhkan dalam hubungan nikah yang terdiri dari suami/ayah, istri/ibu, dan anak-anak yang belum berdiri sendiri. Pada keadaan normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah keluarga. Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang terdiri atas orangtua, dan anak yang tinggal serumah. Keluarga merupakan media sosialisasi yang pertama dan utama atau yang sering dikenal dengan istilah media sosialisasi primer. Melalui keluarga maka anak mengenal dunianya dan pola pergaulan sehari-hari. Arti pentingnya keluarga sebagai media sosialisasi primer bagi anak terletak pada pentingnya kemampuan yang diajarkan pada tahap ini. Orang tua umumnya mencurahkan perhatian untuk mendidik anak agar memperoleh dasar-dasar pergaulan hidup yang benar dan baik melalui penanaman disiplin, kebebasan, dan penyerasian (Alfin, 2010). Keluarga merupakan dimana anak akan diasuh dan dibesarkan yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangannya. Terutama keadaan ekonomi rumah tangga, serta tingkat kemampuan orang tua merawat juga sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan jasmani anak. Sementara itu tingkat pendidikan orang tua juga mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan rohaniah anak terutama kepribadian dan kemajuan pendidikannya (Dalyono, 2012). Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Lingkungan keluarga yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan remaja adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Pola Asuh Keluarga.
Proses sosialisasi sangat dipengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga, diantaranya sebagai berikut: a.
Sikap orang tua yang otoriter (mau menang sendiri, selalu mengatur, semua perintah harus diikuti tanpa memperhatikan pendapat dan kemauan anak) akan sangat berpengaruh pada perkembangan kepribadian remaja. Remaja akan berkembang menjadi penakut, tidak memiliki rasa percaya diri, merasa tidak berharga, sehingga proses sosialisasi menjadi terganggu.
b.
Sikap orang tua yang permisif (serba boleh, tidak pernah melarang, selalu menuruti kehendak anak, selalu memanjakan) akan menumbuhkan sikap ketergantungan dan sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial di luar keluarga.
c.
Sikap orang tua yang selalu membandingkan anak-anaknya, akan menumbuhkan persaingan tidak sehat dan saling curiga antar saudara.
d.
Sikap orang tua yang berambisi dan terlalu menuntut anak-anaknya akan mengakibatkan anak cenderung mengalami frustasi, takut gagal, dan merasa tidak berharga.
e.
Orang tua yang demokratis, akan mengikuti keberadaan anak sebagai individu dan makhluk sosial, serta mau mendengarkan dan menghargai pendapat anak. Kondisi ini akan menimbulkan keseimbangan antara perkembangan individu dan sosial sehingga anak akan memperoleh suatu kondisi mental yang sehat.
Universitas Sumatera Utara
2. Kondisi Keluarga Hubungan orang tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian remaja. Sebaliknya orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga dan anak akan melarikan diri dari keluarga. Keluarga yang tidak lengkap karena perceraian atau kematian atau keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang dapat memengaruhi perkembangan jiwa remaja. Bila hubungan remaja dengan anggota keluarga tidak harmonis selama masa remaja, biasanya kesalahan terletak pada kedua belah pihak. Seringkali orang tua untuk memperbaiki konsep mereka tentang kemampuan anak mereka setelah anak menjadi lebih besar. Akibatnya orang tua memperlakukan remaja mereka seperti ketika masih anak-anak (Hurlock, 2003). Teknologi komunikasi menyebabkan masuknya norma dan nilai baru dari luar dan perkembangan-perkembangan dalam masyarakat sendiri pun menyebabkan timbulnya norma dan nilai baru. Pada gilirannya, norma dan nilai baru itu masuk ke dalam lingkungan keluarga sehingga terjadilah berbagai macam konflik dan kesenjangan dalam keluarga. Peran orang tua dalam komunikasi dengan remaja terbatas dalam hal-hal tertentu saja seperti pendidikan, pelajaran, kesehatan atau keuangan. Sementara untuk masalah-masalah pergaulan dan khususnya masalahmasalah seksual, remaja cendrung untuk lebih banyak bertanya kepada temantemannya (Sarwono, 2011). Orang tua juga sering tidak tau tentang kebutuhan anak tentang informasi pergaulan sehat dan menganggap anak-anaknya akan baik-baik saja. Akibatnya
Universitas Sumatera Utara
banyak sekali orang tua yang akhirnya terperangah setelah anak gadisnya yang dulu lugu itu sudah kehilangan kegadisannya, hanya karena pergaulan bebas. Kalau saja orang tua dapat memperhatikan perilaku hidup remaja saat pubertas, maka pastilah mereka menyadari bahwa anak-anaknya memerlukan informasi yang cukup. Orang tua sebaiknya dapat dijadikan sebagai tempat remaja berkonsultasi sehingga adanya keterbukaan dalam keluarga. Orang tua bisa menjadi psikolog amatiran, asal saja mau meluangkan waktu untuk memperhatikan anaknya dengan seksama. Sedikit sajaada perubahan, mulai dari cara berdandan, cara berpakaian dan prestasi disekolah, maka orang tua bisa memprediksikan kondisi anak itu. Itu sebabnya Nadesul menyarankan, perlunya informasi seks bagi remaja. WHO yang merupakan badan kesehatan dunia membuktikan, bahwa pendidikan seks untuk remaja telah berdampak positif, namun kalangan masyarakat indonesia umumnya masih meragukannya (BkkbN, 2012). Peran orang tua amatlah besar dalam memberikan alternatif jawabannya dari hal-hal yang muncul pada saat remaja pubertas. Orang tua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban atau alternatif supaya remaja bisa berfikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orang tua yang kaku akan memberikan jawaban yang tidak bijak membuat remaja bingung (Suryani dkk, 2008).
2.5 Dukungan Sosial Orford (1992) menyatakan dukungan sosial adalah : “Something that an individual person processes and which can be assessed by putting certain wellchosen questions to that particular person”. Definisi di atas menunjukkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
dukungan sosial adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu yang hanya dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada individu tersebut. Sarafino (1990) dukungan sosial adalah
adanya orang-orang yang
memperhatikan, menghargai, dan mencintai. Pengertian tersebut hampir selaras dengan yang dikemukakan oleh Sarason (dalam Kunjtoro, 2002), yang mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan orang lain yang mencintai dan mau melakukan sesuatu yang dapat memberikan keuntungan emosional seperti mendorong, menolong, bekerja sama, menunjukan persetujuan, cinta dan afeksi fisik yang diperoleh dari orangorang yang dapat dipercaya maupun yang berarti bagi dirinya. Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2010). Dalam semua tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan. Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sosial sebagai koping keluarga, baik dukungandukungan yang bersifat eksternal maupun internal terbukti sangat bermanfaat. Dukungan sosial keluarga eksternal antara lain sahabat, pekerjaan, tetangga, sekolah, keluarga besar, kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat
Universitas Sumatera Utara
ibadah, praktisi kesehatan. Dukungan sosial keluarga internal antara lain dukungan suami atau istri, dari saudara kandung, atau dukungan dari anak (Friedman, 2010)
Sarason (dalam Kuntjoro, 2002). Berpendapat bahwa dukungan sosial mencakup 2 (dua) hal, yaitu : a.
Jumlah atau sumber dukungan sosial yang tersedia : merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan.
b.
Tingkat kepuasan akan dukungan sosial yang diterima : berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi. Menurut Sarason (dalam Kuntjoro, 2002), dukungan sosial bukan sekedar
memberikan bantuan, tetapi yang penting adalah bagaimana persepsi si penerima terhadap makna dari bantuan itu. Hal ini erat hubungannya dengan ketepatan dukungan sosial yang diberikan, dalam arti bahwa orang yang menerima sangat merasakan manfaat bantuan bagi dirinya, karena sesuatu yang aktual dan memberikan kepuasan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah sesuatu yang dimiliki individu yang hanya dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada individu tersebut dan memberikan bantuan, dorongan, serta penerimaan apabila individu mengalami kesulitan. Bantuan atau pertolongan tersebut dapat berbentuk fisik, perhatian, emosional, pemberian informasi dan pujian.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian Gloria (2009) di di Kota Medan yang mengalami early-maturation, menunjukkan bahwa ada pengaruh positif antara dukungan sosial keluarga inti pada sikap remaja puber perempuan terhadap earlymaturation. Pengaruh positif ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang diterima remaja puber perempuan dari keluarga inti, maka akan semakin positif sikap yang ditunjukkan remaja tersebut terhadap earlymaturation. Berdasarkan hasil penelitian Mindo (2008) dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial orang tua dengan prestasi belajar anak pada usia sekolah dasar. Semakin besar dukungan sosial orang tua maka semakin tinggi prestasi belajar anak, sebaliknya semakin kecil dukungan sosial orang tua maka semakin rendah prestasi belajar anak. Disamping itu juga dukungan sosial orang tua subjek pada penelitian ini tergolong positif. Hal ini mungkin karena adanya kesadaran orang tua terhadap keterlibatannya pada pendidikan anaknya. Dari penelitian ini juga dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan pada dukungan sosial orang tua antara laki-laki dan perempuan yaitu lakilaki cenderung lebih besar dukungan sosial orang tua yang diterima dibandingkan dengan perempuan. Menghadapi situasi yang penuh tekanan pada masa pubertas, menyebabkan remaja butuh dukungan sosial. Dukungan sosial merupakan bantuan yang berasal dari orang lain seperti teman dan keluarga. Pada saat menghadapi masa pubertas seorng remaja akan mendapatkan tekanan dari berbagai banyak hal baik tekanan dari lingkungan sekolah, pergaulan maupun lingkungan keluarga oleh karena itu sangat
Universitas Sumatera Utara
dibutuhkan dukungan dari orang tua untuk mengarahkan remaja dalam menghadapi tekanan yang ada di sekitarnya. Dukungan sosial yang dapat diberikan orang tua kepada remaja adalah dalam bentuk kenyamanan, perhatian, penghargaan dan keterbukaan. Dukungan sosial yang diterima remaja akan memiliki keyakinan bahwa mereka merasa dicintai, bernilai,dan mereka akan terbuka kepada orang tua sehingga remaja menganggap bahwa orang tua merupakan penolong bagi mereka. Oleh karena itu dukungan yang berasal dari keluarga khussnya berasal dari orang tua akan menolong remaja untuk siap menghadapi masa pubertas. 2.5.1 Jenis Dukungan Sosial Keluarga Friedman (2010) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya. Dukungan sosial dapat berupa pemberian infomasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai. Bentuk dukungan keluarga yaitu : (Friedman, 2010) 1. Dukungan emosional Perasaan subjek bahwa lingkungan memperhatikan dan memahami kondisi emosional. Orang yang menerima dukungan sosial semacam ini merasa tentram, aman, damai yang ditunjukkan dengan sikap tenang dan bahagia. Sumber dukungan ini paling sering dan umum adalah diperoleh dari pasangan hidup atau anggota
keluarga, teman dekat dan sanak saudara yang akrab dan memiliki
hubungan harmonis. Berupa ungkapan empati, perhatian, maupun kepedulian
Universitas Sumatera Utara
terhadap individu yang bersangkutan. Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan. Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh keluarga sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol 2. Dukungan informasi Perasaan subjek lingkungan memberikan keterangan yang cukup jelas mengenai hal-hal yang harus diketahuinya. Dukungan informatif ini dapat diperoleh dari dokter, perawat dan juga tenaga kesehatan lainnya. Keluarga berfungsi sebagai sebuah
kolektor
dan
disseminator
(penyebar)
informasi
tentang
dunia.
Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi. 3. Dukungan instrumental Perasaan subjek bahwa lingkungan sekitarnya memberikan fasilitas-fasilitas yang diperlukan, seperti alat-alat atau uang yang dapat meringankan penderitaannya. Dukungan seperti ini umumnya berasal dari keluarga. Dukungan instrumental
Universitas Sumatera Utara
merupakan yang paling sederhana untuk didefinisikan, yaitu dukungan yang berupa bantuan secara langsung dan nyata. Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti pemberian uang, pemberian barang, makanan serta pelayanan. Bentuk ini dapat mengurangi stress karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang behubungan dengan materi. Dukungan instrumental sangat diperlukan terutama dalam mengatasi masalah yang dianggap dapat dikontrol 4. Dukungan penilaian Perasaan subjek bahwa dirinya diakui oleh lingkungan mampu berguna bagi orang lain dan dihargai usaha-usahanya. Sumber dukungan ini dapat bersumber dari keluarga, masyarakat atau instansi (lembaga) tempat penderita pernah bekerja. Dukungan penilaian adalah dukungan dari keluarga dalam bentuk memberikan umpan balik, membimbing dan memberikan penghargaan melalui respon positif dalam memecahkan masalah. Memberikan support, penghargaan dan penilaian yang positif merupakan bentuk dukungan penilaian keluarga. dengan adanya dukungan penghargaan ini, remaja masa pubertas akan mendapat penghargaan/ pengakuan atas kemampuannya walaupun sifatnya kecil dan sedikit berpengaruh.
2.6 Budaya Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.. Kebudayaan berasal
dari
kata
sansekerta buddayah,
yang
merupakan
bentuk
jamak
Universitas Sumatera Utara
dari buddhi, yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan berarti halhal yang bersangkutan dengan akal. Adapun ahli antropologi yang merumuskan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah Taylor, yang menulis dalam bukunya: “Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan lain, serta kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Ranjabar, 2006). Kebudayaan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang karena pola hidup yang ada di masyarakat itu akan memberikan suatu gambaran seseorang melakukan tindakan (Notoatmodjo, 2007). Masa remaja merupakan masa yang kritis dalam siklus perkembangan seseorang. Di masa ini banyak terjadi perubahan dalam diri seseorang sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Remaja tidak dapat dikatakan lagi sebagai anak kecil, namun juga belum dapat dikatakan sebagai orang dewasa. Hal ini terjadi oleh karena di masa ini penuh dengan gejolak perubahan baik perubahan biologik, psikologik, mapun perubahan sosial. Pada
masa pubertas seringkali memicu
terjadinya konflik antara remaja dengan dirinya sendiri (konflik internal), maupun tidak diselesaikan dengan baik maka akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan remaja tersebut di masa mendatang, terutama terhadap pematangan karakternya dan tidak jarang memicu terjadinya gangguan mental. Salah satu faktor yang berperan saat menghadapi masa pubertas remaja adalah budaya lokal. Buday lokal akan mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk nilai-nilai moral yang diyakinimya. Secara perlahan, remaja mulai mencampurkan nilai-nilai moral yang beragam yang berasal dari berbagai sumber ke dalam nilai moral yang mereka anut, bila terjadi kegagalan atau gangguan proses identitas diri ini maka terbentuk kondisi kebingungan peran (role confusion). Role confusion ini sering dinyatakan dalam bentuk negativisme seperti, menentang dan perasaan tidak percaya akan kemampuan diri sendiri. Negativisme ini merupakan suatu cara untuk mengekspresikan kemarahan akibat perasaan diri yang tidak adekuat akibat dari gangguan dalam proses pembentukan identitas diri di masa remaja ini. Jika pembentukan ini terganggu maka remaja dapat menunjukkan berbagai pola perilaku antisosial dan perilaku menentang yang tentunya mengganggu interaksi remaja tersebut dengan lingkungannya, serta dapat memicu berbagai konflik. 2.7 Landasan Teori Dukungan keluarga bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan berarti bagi individu seperti keluarga inti yaitu ayah dan ibu. Keluarga mempunyai empat fungsi dukungan (Friedman, 2010). Proses yang pertama adalah dukungan
emosional. Perasaan tertekan dapat dikurangi dengan
membicarakannya dengan keluarga. Harga diri dapat meningkat, depresi, kecemasan akan kesiapan dapat dihilangkan dengan penerimaan yang tulus dari keluarga dekat. Proses yang kedua dalah dukungan Informasi yaitu komunikasi tentang opini dan kenyataan yang relevan tentang kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapi oleh individu. Dukungan informasi keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan yang dierikan oleh keluarga dalam bentuk memberikan saran atau masukan, nasihat atau arahan, dan memberikan informasi-informasi penting yang sangat dibutuhkan. Proses yang ketiga adalah dukungan
instrumental. Stres yang dialami individu dapat dikurangi bila individu
mendapatkan pertolongan untuk memecahkan masalahnya. Pertolongan ini dapat
Universitas Sumatera Utara
berupa informasi tentang cara mengatasi masalah atau pertolongan berupa uang. Proses yang keempat adalah dukungan penilaian. Menjadi bagian dalam suatu aktivitas waktu luang yang kooperatif dan diterimanya seseorang dalam suatu kelompok sosial dapat menghilangkan perasaan kesepian dan menghasilkan persaan sejahtera serta memperkuat ikatan sosial. Hasil penelitian oleh Lee, dkk (2010) di Korea Selatan, meneliti tentang dukungan sosial dapat mengurangi perasaan depresi setelah didiagnosis kanker payudara. Studi ini menilai bahwa dukungan sosial orang-orang terdekat dapat memberikan rasa percaya dan perasaan dihargai bagi penderita kanker payudara, dimana dukungan positif ini dapat mengurangi perasaan cemas stress dan depresi yang dialami perempuan setelah didiagnosis kanker payudara. Temuan dari studi ini dapat menyebabkan pemahaman yang lebih baik tentang kontribusi dukungan sosial dapat bermanfaat untuk kesehatan mental dalam 1 tahun pengobatan pertama, dan dapat meningkatkan kualitas kesehatan yang berhubungan dengan kehidupan pasien kanker payudara.
Universitas Sumatera Utara
2.8 Kerangka Konsep Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan terarah, alur penelitian ini digambarkan dalam kerangka konsep berikut ini : Variabel Independen
Variabel Dependen
Dukungan sosial keluarga inti : 1. Dukungan emosional 2. Dukungan informasi 3. Dukungan instrumental
Kesiapan remaja menghadapi pubertas
4. Dukungan penilaian
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat dilihat bahwa dukungan sosial yang terdiri dari dukungan emosional, informasional, instrumental, dan penilaian berpengaruh terhadap kesiapan remaja menghadapi pubertas.
Universitas Sumatera Utara