BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kesehatan Reproduksi Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan system reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Widyastuti, 2009). Kesehatan reproduksi adalah kesehatan fisik, mental dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi, serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit atau kecacatan (Kusmiran, 2011). Kesehatan Reproduksi menurut Depkes RI, 1998 adalah suatu keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental
dan
kedudukan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi, dan pemikiran kesehatan reproduksi bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit, melainkan juga bagaimana seseorang dapat memiliki seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sesudah menikah. Implikasi dari definisi kesehatan reproduksi berarti bahwa setiap orang mampu memiliki kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu menurunkan serta memenuhi keinginanannya tanpa ada hambatan apapun, kapan, dan seberapa sering untuk memiliki keturunan ( Kusmiran, 2011).
9 Universitas Sumatera Utara
Kesehatan reproduksi mencakup tiga komponen yaitu : kemampuan (ability), keberhasilan (success), dan keamanan (safety). Kemampuan berarti dapat berproduksi. Keberhasilan berarti dapat menghasilkan anak sehat yang tumbuh dan berkembang. Keamanan berarti semua proses reproduksi termasuk hubungan seks, kehamilan, persalinan, kontrasepsi dan abortus seyogyanya bukan merupakan aktifitas yang berbahaya (Myntti, 1998). Indikator keamanan pada kehamilan adalah komplikasi kehamilan. Berdasarkan Konferensi Wanita sedunia ke IV di Beijing pada tahun 1995 dan Koperensi Kependudukan dan Pembangunan di Cairo tahun 1994 sudah disepakati perihal hak-hak reproduksi tersebut. Dalam hal ini (Cholil, 1996) menyimpulkan bahwa terkandung empat hal pokok dalam reproduksi wanita yaitu : 1. Kesehatan reproduksi dan seksual (reproductive and sexual health), 2. Penentuan dalam keputusan reproduksi (reproductive decision making), 3. Kesetaraan pria dan wanita (equality and equity for men and women), 4. Keamanan reproduksi dan seksual (sexual and reproductive security) 2.1.1
Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi Ruang lingkup kesehatan reproduksi sebenarnya sangat luas, sesuai dengan
defenisi yang tertera diatas, karena mencakup keseluruhan kehidupan manusia sejak lahir hingga mati. Untuk kepentingan Indonesia saat ini, secara nasional telah disepakati ada empat komponen prioritas kesehatan reproduksi menurut Widyastuti (2009), yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir Kehamilan dan persalinan merupakan penyebab kematian penyakit, dan kecacatan pada perempuan usia reproduksi di Indonesia, Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, melaporkan angka kematian ibu (AKI) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. 2. Keluarga Berencana Ketersediaan dan akses terhadap informasi dan pelayanan KB, dapat mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Jika semua perempuan mempunyai akses terhadap kontrasepsi yang aman dan efektif, diperkirakan kematian ibu 50%, termasuk menurunya risiko kesehatan reproduksi yang terkait dengan kehamilan, persalinan dan aborsi tidak aman. 3. Kesehatan reproduksi remaja Angka pernikahan dini (menikah sebelum berusia 16 tahun) hampir dijumpai di seluruh propinsi di Indonesia. Sekitar 10% remaja puteri melahirkan anak pertamanya pada usia 15-19 tahun. Kehamilan remaja yang meningkatkan resiko kematian dua hingga empat kali lebih tinggi dibandingkan perempuan yang hamil pada perempuan yang hamil pada usia lebih dari 20 tahun. 4. Pencegahan dan penanganan penyakit Menular Seksual, termasuk HIV/AIDS. Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan salah satu infeksi saluran reproduksi (ISR) yang ditularkan melalui hubungan kelamin (Widyastuti, 2009). Perempuan lebih mudah terkena ISR dibandingkan laki-laki, karena saluran reproduksi perempuan lebih dekat ke anus dan saluran kencing. Pada perempuan ISR
Universitas Sumatera Utara
data menyebabkan kehamilan di luar kandungan, kemandulan, kanker leher rahim, kelainan pada janin/ bayi, misalnya BBLR, infeksi bawaan, sejak lahir, bayi lahir mati, dan bayi lahir belum cukup umur. 2.1.2
Hak – Hak Reproduksi Hak-hak reproduksi merupakan hak pria dan wanita untuk memperoleh
informasi dan mempunyai akses terhadap metode keluarga berencana yang mereka pilih, aman, efektif, terjangkau serta metode-metode pengendalian kelahiran lainnya yang mereka pilih dan tidak bertentangan dengan hukum serta perundang-undangan yang berlaku. Hak-hak reproduksi meliputi hal-hal berikut (Kusmiran, 2012) : 1. Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi. Setiap wanita berhak mendapatkan informasi dan pendidikan yang jelas dan benar tentang berbagai aspek terkait dengan masalah kesehatan reproduksi. 2. Hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi. Setiap wanita
memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan dan perlindungan
kehidupan reproduksinya termasuk perlindungan dari resiko kematian akibat proses reproduksi. 3. Hak kebebasan berpikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi. Setiap wanita berhak untuk berpikir atau mengungkapkan pikirannya tentang kehidupan yang diyakininya. Perbedaan yang ada harus diakui dan tidak boleh menyebabkan terjadinya kerugian atas diri yang bersangkutan. Orang lain dapat saja berupaya merubah pikiran atau keyakinan tersebut namun tidak dengan
Universitas Sumatera Utara
pemaksaan akan tetapi dengan melakukan upaya advokasi dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). 4. Hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan. Setiap perempuan yang hamil dan akan melahirkan berhak untuk mendapatkan perlindungan dalam arti mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik sehingga terhindar dari kemungkinan kematian dalam proses kehamilan dan melahirkan tersebut. 5. Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak. Setiap orang berhak untuk menentukan jumlah anak yang dimilikinya serta jarak kelahiran yang diinginkan. 6. Hak atas kebebasan dan keamanan yang berkaitan dengan kehidupan reproduksinya. Hak ini terkait dengan adanya kebebasan berpikir dan menentukan sendiri kehidupan reproduksi yang dimiliki oleh seseorang. 7. Hak untuk bebas dari penganianyaan dan perlakuan buruk termasuk perlinungan dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan dan pelecehan seksual. Wanita berhak mendapatkan perlindungan dari kemungkinan berbagai perlakuan buruk di atas karena akan sangat berpengaruh pada kehidupan reproduksi. Penganiayaan atau tindakan kekekerasan lainnya dapat berdampak pada trauma fisik maupun psikis yang kemudian dapat saja berpengaruh pada kehidupan reproduksinya.
Universitas Sumatera Utara
8. Hak mendapatkan manfaat kemajuan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya. Setiap wanita berhak mendapatkan manfaat dari kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan terkait dengan kesehatan reproduksi, serta mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya dan sebenar-benarnya dan kemudahan akses untuk mendapatkan pelayanan informasi tentang Kesehatan Reproduksi Wanita 9. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga. Setiap individu harus dijamin kerahasiaan kehidupan kesehatan reproduksinya terkait dengan informasi pendidikan dan pelayanan misalnya informasi tentang kehidupan seksual, masa menstruasi dan lain sebagainya. 10. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan kehidupan reproduksi. Setiap individu dijamin haknya : kapan, dimana, dengan siapa, serta bagaimana ia akan membangun keluarganya. Tentu saja kesemuanya ini tidak terlepas dari norma agama, sosial dan budaya yang berlaku (ingat tentang adanya kewajiban yang menyertai adanya hak reproduksi). 11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya. Setiap orang tidak boleh mendapatkan perlakuan diskriminatif berkaitan dengan kesehatan reproduksi karena ras, jenis kelamin, kondisi sosial ekonomi, keyakinan/agamanya dan kebangsaannya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3
Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Kesehatan Reproduksi Menurut Nugroho, dkk (2010) secara garis besar dapat dikelompokkan empat
faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi : 1. Faktor sosial ekonomi dan demografi (terutama kemiskinana, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi serta lokasi tempat tinggal yang terpencil). 2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain). 3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang membeli kebebasannya secara materi). 4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor sosiodemografi (penghasilan dan tempat pelayanan), pengetahuan keluarga tentang masalah kesehatan reproduksi perempuan, dan sikap keluarga tentang masalah kesehatan reproduksi perempuan, merupakan faktor yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam KB (Widodo, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.1.4
Konsep Pemikiran Tentang Kesehatan Reproduksi Perempuan Menurut
Depkes
(2007)
pembangunan
kesehatan
bertujuan
untuk
mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Demi tercapainya derajat kesehatan yang tinggi, maka wanita sebagai penerima kesehatan, anggota keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan harus berperan dalam keluarga, supaya anak tumbuh sehat sampai dewasa sebagai generasi muda. Oleh sebab itu wanita, seyogyanya diberi perhatian sebab : 1. Wanita menghadapi masalah kesehatan khusus yang tidak dihadapi pria berkaitan dengan fungsi reproduksinya. 2. Kesehatan wanita secara langsung mempengaruhi kesehatan anak yang dikandung dan dilahirkan. 3. Kesehatan wanita sering dilupakan dan ia hanya sebagai objek dengan mengatas namakan “pembangunan” seperti program KB, dan pengendalian jumlah penduduk. 4. Masalah kesehatan reproduksi wanita sudah menjadi agenda Intemasional diantaranya
Indonesia
menyepakati
hasil-hasil
Konferensi
mengenai
kesehatan reproduksi dan kependudukan di Beijing dan Kairo. Berdasarkan pemikiran di atas kesehatan wanita merupakan aspek paling penting disebabkan pengaruhnya pada kesehatan anak-anak. Oleh sebab itu pada wanita diberi kebebasan dalam menentukan hal yang paling baik menurut dirinya sesuai dengan kebutuhannya dimana ia sendiri yang memutuskan atas tubuhnya sendiri. Jadi perempuan adalah makhluk yang unik.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5
Indikator Permasalahan Kesehatan Reproduksi Wanita Dalam pengertian kesehatan reproduksi secara lebih mendalam,bukan semata-
mata sebagai pengertian klinis (kedokteran) saja tetapi juga mencakup pengertian sosial (masyarakat). Intinya goal kesehatan secara menyeluruh bahwa kualitas hidupnya sangat baik. Namun, kondisi sosial dan ekonomi terutama di negara-negara berkembang yang kualitas hidup dan kemiskinan memburuk, secara tidak langsung memperburuk pula kesehatan reproduksi wanita. Indikator-indikator permasalahan kesehatan reproduksi wanita di Indonesia antara lain: 1. Kemiskinan Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang sejak dahulu membelenggu sebagian masyarakat / keluarga di Indonesia. Adanya krisis ekonomi, maka jumlah penduduk miskin makin bertambah terutama di pedesaan yang umumnya bersumber dari sektor pertanian yang berpengaruh terhadap tingkat pendapatan, serta tingkat pendidikan kepala rumah tangga yang rendah. Secara umum misalnya, penyebab kemiskinan mencakup ketiga faktor kultural, struktural, dan faktor natural. Salah satu penyebab kemiskinan kultural, khususnya di daerah terkebelakang di mana penghasilan lebih kecil dari pendapatan (Meity, 2005). 2. Pendidikan yang rendah. Menurut Sumadi (1998) proses pendidikan yaitu proses dimana pendidik dengan sengaja dan penuh tanggung jawab memberikan pengaruh kepada anak didik, demi kebahagiaan anak didik. Tingkat pendidikan yang rendah mempengaruhi tingkat
Universitas Sumatera Utara
kesehatan. Orang yang berpendidikan biasanya mempunyai pengertian yang lebih besar terhadap masalah-masalah kesehatan dan pencegahannya. Minimal dengan mempunyai pendidikan yang memadai seseorang dapat mencari uang, merawat diri sendiri, dan ikut serta dalam mengambil keputusan dalam keluarga dan masyarakat. Rukmini dan Wiludjeng (2005) meneliti tentang gambaran penyebab kematian ibu di beberapa Rumah sakit menyimpulkan bahwa kematian ibu paling banyak terjadi diusia reproduktif yaitu 20-30 tahun dan dengan bertambahnya paritas, ibu yang mengalami kematian mempunyai status ekonomi yang rendah. Pendidikan ibu yang diteliti kebanyakan sampai SD bahkan ada yang tidak bersekolah. 3. Budaya kawin muda Karena tidak mempunyai latar pendidikan yang bagus atau putus sekolah, maka kebanyakan orang tua menikahkan anaknya di usia dini. Jadi masih banyak sekali masyarakat awam yang belum tau, pada umur berapakah yang paling bagus untuk perempuan dan laki – laki menikah. Hal ini dimaksudkan agar mentalnya dan organ reproduksi sudah matang dan nantinya mampu menghasilkan keturunan yang bagus, serta menuju kea rah kesejahteraan keluarga. Di negara berkembang termasuk Indonesia kawin muda pada wanita masih banyak terjadi (biasanya di bawah usia 18 tahun). Hal ini banyak kebudayaan yang menganggap kalau belum menikah di usia tertentu dianggap tidak laku. Idealnya, penurunan proporsi penduduk muda mengurangi biaya untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga sumber daya dapat dialihkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Meity, 2005).
Universitas Sumatera Utara
4. Kekurangan gizi dan kesehatan yang buruk Selain kawin muda, hal yang juga perlu diperhatikan adalah masalah gizi dalam keluarga setelah menikah. Jika pendidikan seorang wanita, atau wawasannya luas, maka seorang perempuan akan mampu memilah dan memilih makanan apa yang baik dan sehat untuk dirinya dan untuk kelurganya. Bila asupan gizi / energi yg dibutuhkan ibu tidak mencukupi dari makanan yang dikonsumsi, kehamilan atau kesehatan reproduksi tersebut riskan turun. Dampak dari ketimpangan ini antara lain adalah ibu mengalami anemia. Hak reproduksi perempuan berkaitan dengan kemiskinan, hal ini dapat dilihat dari jumlah perempuan yang hidup dalam kemiskinan lebih banyak dari pada lakilaki. Karena terbatasnya akses perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi. Rendahnya
pendapatan
mengakibatkan
perempuan
tidak
memeriksakan
kehamilannya.Keluarga juga tidak dapat membeli makanan yang dibutuhkan ibu hamil. Karena anggapan bahwa kehamilan merupakan peristiwa alamiah sehingga harus ditanggung resikonya oleh perempuan (Hidayat,2005).
2.2 Ibu Hamil Ibu hamil adalah seseorang yang mengalami perubahan terutama pada alat kandungan dan juga organ lainnya (Manuaba, 1998). Untuk memahami kembalinya kemampuan hamil pada seorang wanita yang pernah menggunakan alat kontrasepsi maka pertama kali harus dipahami dahulu adalah kehamilan alamiah manusia. Kehamilan adalah suatu keadaan istimewa bagi seorang wanita sebagai calon ibu,
Universitas Sumatera Utara
karena pada masa kehamilan akan terjadi perubahan fisik yang memengaruhi kehidupannnya (Kristiyanasari, 2010). Kehamilan juga merupakan suatu proses reproduksi yang perlu perawatan khusus, agar dapat berlangsung dengan baik (Depkes, 2001a). Masa kehamilan adalah suatu masa yang dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya hamil normal adalah 280 hari (9 bulan 7 hari, atau 40 minggu) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Masa kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu: 1) Triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan (pertambahan berat badan sangat lambat yakni sekitar 1,5 kg). 2) Triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan (penambahan berat badan 4 ons per minggu). 3) Triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan (penambahan berat badan keseluruhan 12 kg) (Waryono, 2010). Pada trimester pertama ibu hamil sering merasakan ngantuk, sering kencing, payudara dan perut mulai membesar, mulai merasakan mual dan muntah serta mulai ngidam. Memasuki trimester kedua rasa mual dan muntah biasanya telah hilang nafsu makan nulai membaik, payudara membesar dengan cepat dan gerakan bayi mulai terasa. Pada trimester ketiga ibu hamil kadang-kadang merasa sedikit sesak bila bernafas, karena bayi menekan paru-paru ibu. Ibu hamil sering merasakan kepanasan dan berkeringat, sering kencing karena kepala bayi mulai masuk ke rongga panggul dan sering merasa sakit pinggang dan cepat lelah (Depkes, 1996). Terjadinya
Universitas Sumatera Utara
kehamilan dapat dilihat dari tanda-tanda sebagai berikut telat haid lebih dari 7 hari, perut membesar, mual dan payudara tegang (Depkes, 2001b).
2.3 Aspek Keamanan Aspek keamanan merupakan suatu aspek yang menyatakan kondisi kehamilan yang aman pada ibu hamil, dengan indikator tidak terjadi komplikasi kehamilan. 2.3.1 1.
Komplikasi Kehamilan Pengertian Komplikasi Kehamilan Komplikasi kehamilan adalah kegawat daruratan obstetrik yang dapat
menyebabkan kematian pada ibu dan bayi (Prawirohardjo, 2009). Pada penelitian Julian (2003) menyatakan bahwa sebanyak 45% wanita tidak tahu mengenai jenis komplikasi dalam kehamilan, lebih dari 50% responden tidak tahu mengenai komplikasi dalam masa persalinan dan nifas. Komplikasi kehamilan sebenarnya dapat dicegah, minimal diperingan walau 15 - 20 % kehamilan normal dapat berubah menjadi komplikasi pada saat persalinan. Salah satu cara yang efektif adalah dengan cara deteksi dini risiko tinggi kehamilan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur oleh petugas kesehatan. Hasil penelitian Senewe,dkk (2001) bahwa ada hubungan antara komplikasi kehamilan dengan komplikasi persalinan dengan nilai OR= 2,88.
Universitas Sumatera Utara
Jenis komplikasi pada kehamilan adalah: a. Keguguran Banyak perempuan mengalami keguguran bukan hanya satu kali, bahkan ada yang bisa lebih dari tiga kali keguguran. Semua perempuan akan mengalami kesedihan hingga trauma karena keguguran, apalagi jika diharuskan di kuret, sakit yang dialami bisa melebihi sakit karena melahirkan. Keguguran merupakan gagalnya kehamilan sebelum memasuki usia ke-20 minggu, biasanya ditandai dengan flek hingga pendarahan. Faktor yang memicu keguguran, diantaranya :
Aktivitas berat selama hamil
Stres
Virus
Infeksi
Rahim lemah
Dan Lain-Lain Keguguran terjadi berulang-ulang harus segera ditangani dengan serius agar
secepatnya mendapatkan solusi. Itu sebabnya ketika perempuan yang sudah mengalami keguguran ketika akhirnya dia akan hamil kembali harus dalam penanganan dokter agar bisa terus terawasi perkembangan janin di perut dan bisa meminimalisir terjadinya keguguran kembali. b. Pre-eklamsia Pre-eklamsia merupakan kehamilan yang disertai dengan naiknya tekanan darah ibu hamil.
Universitas Sumatera Utara
Pre-eklamsia biasanya ditandai dengan gejala :
Pusing atau sakit kepala berlebihan Sakit kepala yang menunjukkan masalah yang serius adalah sakit kepala yang menetap dan tidak hilang dengan beristirahat, sakit kepala dapat bertahan lebih dari 2-3 jam. Kadang-kadang dengan sakit kepala yang hebat tersebut, penglihatan ibu menjadi kabur dan berbayang. Sakit kepala yang hebat dalam kehamilan merupakan gejala dari preeklamsi.
Tekanan darah naik Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg dan diastolik 15 mmHg dari normal
Bengkak pada wajah, tangan dan kaki Hampir dari separuh ibu hamil akan mengalami bengkak yang normal pada kaki yang biasanya muncul pada sore hari. Bengkak biasanya hilang setelah beristirahat dan meninggikan kaki. Keadaan ini dapat dikatakan normal, akan tetapi bengkak dapat menunjukkan masalah serius jika muncul pada muka dan tangan, tidak hilang setelah beristirahat, dan disertai dengan keluhan fisik yang lain dan bertahan lebih dari 24 jam. Bila dibiarkan keadaan ini dapat membahayakan ibu dan janin. Odema yang terjadi merupakan akumulasi cairan yang menyeluruh dan berlebihan dalam jaringan terutama pada tangan dan wajah merupakan gejala dari preeklamsi.
Umumnya, kehamilan dengan komplikasi ini akan membuat ibu melahirkan secara Caesar.
Universitas Sumatera Utara
c. Kehamilan ektopik Kehamilan yang terjadi jika janin berkembang di luar rahim. Kondisi ini jarang terjadi namun sangat membahayakan janin jika sampai terjadi karena janin bisa berkembang dengan baik jika berada dalam rahim dengan mendapatkan berbagai nutrisi yang akan membantunya berkembang ketika dia sedang berada aman dalam rahim ibunya. Maka, kehamilan ektopik ini bukan hanya membuat janin tidak tumbuh namun juga membuatnya tidak bisa bertahan lama. d. Perdarahan Darah ini bisa dianggap wajar jika tidak terjadi terus menerus, namun akan sangat membahayakan jika darah yang keluar berlebihan, berbau, dan terus menerus muncul. Sebaiknya wanita hamil yang mengalami pendarahan harus waspada sebab perdarahan yang terjadi pada saat kehamilan berlangsung, biasanya akan menyebabkan keguguran. Namun selain itu ibu yang sedang hamil ataupun telah melahirkan juga perlu waspada adanya perdarahan karena bisa jadi merupakan gejala kanker. e. Plasenta previa Kondisi yang terjadi pada kehamilan, dimana plasenta berada pada posisi menutup mulut rahim sehingga jika tidak diatasi dengan baik maka akan menyebabkan perdarahan. Jika hal ini terjadi sebaiknya ibu hamil segera memeriksakan diri ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang serius.
Universitas Sumatera Utara
f. Diabetes gestasional Kondisi kehamilan yang dibarengi dengan naiknya gula darah sang ibu sehingga hal ini beresiko menyebabkan bayi lahir dengan berat badan lebih dan beresiko menderita diabetes. Kondisi ini bisa di minimalisir dengan pola makan yang sesuai anjuran dokter agar gula darah sang ibu bisa menurun bahkan kembali normal. g. Keluar Cairan per Vagina Jika keluarnya cairan ibu tidak terasa, berbau amis, dan warna putih keruh, berarti yang keluar adalah air ketuban. Jika kehamilan belum cukup bulan, hati-hati akan adanya persalinan preterm dan komplikasi infeksi intrapartum. h. Gerakan Janin Tidak Terasa Kesejahteraan janin dapat diketahui dari keaktifan gerakannya, minimal adalah 10 kali dalam 24 jam. Jika kurang dari itu, maka waspada akan adanya gangguan janin dalam rahim. Bayi harus bergerak paling sedikit 3 kali dalam periode 3 jam. Gerakan bayi akan lebih mudah terasa jika ibu berbaring atau beristirahat dan jika ibu makan dan minum yang baik. Jika ibu tidak merasakan gerakan janin selama 12 jam atau sesudah kehamilan 22 minggu, kemungkinan dapat terjadi solusio plasenta, rupture uteri, gawat janin dan kematian janin.jika ditemukan hal ini pada ibu hamil, cepat rujuk ke fasilitas kesehatan (Salmah, 2006). 2. Faktor Risiko Kehamilan Yang dimaksud risiko kehamilan adalah keadaan menyimpang dari normal, yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi.(Meilani, 2009). Ibu hamil yang berisiko adalah ibu hamil yang mempunyai
Universitas Sumatera Utara
faktor risiko dan risiko tinggi (Depkes RI,2003). Menurut Manuaba (2008) golongan ibu hamil berisiko meliputi : 1. Ibu hamil risiko rendah yaitu ibu hamil dengan kondisi kesehatan dalam keadaan baik dan tidak memiliki faktor-faktor risiko berdasarkan klasifikasi risiko sedang dan risiko tinggi, baik dirinya maupun janin yang dikandungnya. Misalnya, ibu hamil primipara tanpa komplikasi,kepala masuk PAP minggu ke-36 2. Ibu hamil risiko sedang yaitu ibu hamil yang memiliki satu atau lebih faktor risiko tingkat sedang. Misalnya ibu yang usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, tinggi badan kurang dari 145 cm. Faktor ini dianggap nantinya akan memengaruhi kondisi ibu dan janin, serta memungkinkan terjadinya penyulit pada waktu persalinan. 3. Ibu hamil risiko tinggi yaitu ibu hamil yang memiliki satu atau lebih dari satu faktor-faktor risiko tinggi, antaralain adanya anemia pada ibu hamil. 3. Faktor Penyebab Kehamilan Risiko Kehamilan risiko adalah keadaan buruk pada kehamilan yang dapat memengaruhi keadaan ibu maupun janin apabila dilakukan tatalaksana secara umum seperti yang dilakukan pada kasus normal (Manuaba, 2008). Banyak faktor yang menyebabkan mengapa kehamilan dapat berisiko bagi ibu hamil maupun anak yang dikandungnya. Menurut Manuaba (2008) : 1) Penyebab kehamilan risiko rendah adalah a. Primipara tanpa komplikasi.
Universitas Sumatera Utara
Primipara adalah wanita yang pernah 1 kali melahirkan bayi yang telah mencapai tahap mampu hidup (viable). Kehamilan dengan presentase kepala, umur kehamilan 36 minggu dan kepala sudah masuk PAP b. Multipara tanpa komplikasi adalah wanita yang telah melahirkan 2 janin atau lebih c. Persalinan spontan dengan kehamilan prematur dan bayi hidup Persalinan spontan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggi, tetapi berat badan lahir melebihi 2.500 gram. 2) Kehamilan risiko sedang adalah kehamilan yang masuk ke dalam kategori “4 terlalu“ a. Umur ibu terlalu muda (< 20 tahun). Pada usia ini rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik dan relatif masih kecil, biologis sudah siap tetapi psikologis belum matang. b. Umur ibu terlalu tua (> 35 tahun). Pada usia ini kemungkinan terjadi problem kesehatan seperti hypertensi, diabetes mellitus, anemis, saat persalinan terjadi persalinan lama, perdarahan dan resiko cacat bawaan. c. Jarak kehamilan terlalu dekat (> 2 tahun). Bila jarak anak terlalu dekat, maka rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik, pada keadaan ini perlu diwaspadai kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama atau perdarahan.
Universitas Sumatera Utara
d. Jumlah anak terlalu banyak (> 4 anak). Ibu yang memiliki anak lebih dari 4, apabila terjadi hamil lagi, perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya persalinan lama, karena semakin banyak anak, rahim ibu makin melemah. e. Ibu dengan tinggi badan kurang dari 145 cm. Pada ibu hamil yang memiliki tinggi badan kurang dari 145 cm, dalam keadaan seperti itu perlu diwaspadai adanya panggul sempit karena dapat mengalami kesulitan dalam melahirkan. f. Kehamilan lebih bulan (serotinus). Kehamilan yang melewati waktu 42 minggu belum terjadi persalinan. 3) Kehamilan risiko tinggi adalah suatu keadaan dimana kondisi ibu hamil yang bisa menyebabkan janin yang dikandungnya tidak dapat tumbuh dengan sehat bahkan dapat menimbulkan kematian dan janin, seperti anemia, malaria, TBC Paru, riwayat obstetri buruk, penyakit jantung, infeksi menular seksual dan Diabetes Mellitus. 4. Pencegahan Komplikasi Kehamilan Pencegahan komplikasi pada kehamilan dapat dicegah melalui pelayanan asuhan antenatal. Adapun pelayanan kesehatan selama masa kehamilan seorang ibu yang diberikan sesuai dengan pedoman pelayanan antenatal yang telah ditentukan (Mandriwati, 2008). Pelayanan antenatal merupakan pelayanan terhadap individu yang bersifat preventif care untuk mencegah terjadinya masalah yang kurang baik bagi ibu maupun
Universitas Sumatera Utara
janin.
Pelayanan
antenatal
merupakan
upaya
kesehatan
perorangan
yang
memperhatikan precisi dan kualitas pelayanan medis yang diberikan. Agar dapat melalui persalinan dengan sehat dan aman diperlukan kesiapan fisik dan mental ibu, sehingga ibu dalam keadaan status kesehatan yang optimal. Keadaan kesehatan ibu yang optimal sangat berpengaruh bagi pertumbuhan janin yang dikandungnya. Pemeriksaan kehamilan sebaiknya dilakukan sedini mungkin, segera setelah seorang wanita merasa dirinya hamil. Dalam pemeriksaan antenatal selain kuantitas (jumlah kunjungan), perlu diperhatikan pula kualitas pemeriksaannya. Kebijakan program pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 (empat) kali selama kehamilan, minimal 1 (satu) kali pada trimester pertama = K1, 1 (satu) kali pada trimester kedua = K2, 2 (dua) kali pada trimester ketiga = K3 & K4. Pelayanan antenatal selengkapnya mencakup banyak hal meliputi antara lain: a. Anamnesis yaitu pencarian riwayat kehamilan terdahulu seperti gangguan kehamilan b. Pengukuran tinggi badan yang dilakukan satu kali dan penimbangan berat badan yang dilakukan setiap ibu hamil memerikasakan kehamilannya. c. Pengukuran tinggi fundus uteri untuk menaksir usia kehamilan, dilakukan dengan perabaan perut (Leopold I-IV) d. Pemeriksaan panggul, dilakukan dengan maksud : 1) Memeriksa ada tidaknya kelainan atau penyakit pada jalan lahir 2) Mengadakan pemerikasaan untuk membuktikan bahwa ibu hamil
Universitas Sumatera Utara
3) Untuk mengetahui apakah ibu panggul sempit. e. Penghitungan denyut jantung janin (DJJ) f. Pemeriksaan kesehatan secara umum, meliputi pengukuran tekanan darah dan denyut jantung ibu, dan pemeriksaan faal tubuh. g. Pemerikasaan Hb dengan menggunakan metode sahli Antenatal Care selain memberikan pelayanan juga merupakan suatu media komunikasi untuk mempromosikan perilaku hidup sehat, gizi yang baik selama hamil, membantu pengambilan keputusan persalinan dan mengidentifikasi ibu hamil resiko tinggi termasuk ibu hamil dengan KEK (Depkes, 2001b). Menurut Depkes (2004) ada sedikit penurunan persentase pemeriksaan kehamilan menurut data SKRT 1992, SKRT 1995 dan Surkesnas 2001 yaitu masingmasing 78,7%, 77,9% dan 76,3%. Rendahnya cakupan kunjungan ibu hamil ke fasilitas kesehatan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya faktor demografi, budaya dan sosial ekonomi. 5. Penanganan Komplikasi Kehamilan a. Penanganan Perdarahan (PUSDIKNAKES RI, 2003). 1.
Lakukan penilaian awal untuk segera menentukan kondisi pasien (gawat darurat, komplikasi berat atau masih cukup stabil),
2.
Periksa konsistensi uterus, yang merupakan langkah pertama, karena 8090% perdarahan postpartum berhubungan dengan atonia uteri,
3.
Jika kontraksi bersifat atonik, masase untuk menstimulasi kontraksi,
Universitas Sumatera Utara
4.
Jika uterus gagal berkontaksi segera setelah masase lakukan kompresi bimanual sebagai tambahan stimulasi kontraksi uterus,
5.
Pada kondisi gawat darurat, segera upayakan stabilisasi pasien sebelum melakukan tindakan lanjutan (evaluasi medik atau merujuk),
6.
Penilaian medik untuk menetukan tindakan di fasilitas kesehatan setempat atau rujuk ke rumah sakit. Bila pasien syok atau kondisinya memburuk akibat perdarahan hebat, segera atasi komplikasi tersebut dengan pemasangan infus dan pemberian oksigen,
7.
Gunakan jarum infus besar (16 gauge atau lebih besar) dan berikan tetesan cepat (500 ml dalam 2 jam pertama) larutan fisiologis atau riger laktat,
8.
Kemungkinan hamil ektopik pada pasien hamil muda dengan syok berat,
9.
Bila terdapat tanda-tanda sepsis, berikan antibiotika yang sesuai,
10. Temukan dan hentikan segera sumber perdarahan, 11. Lakukan
pemantauan
ketat
tentang
kondisi
pascatindakan
dan
perkembangan selanjutnya. b. Penanganan Pre- eklamsi 1. Jika kehamilan < 37 minggu, tangani secara rawat jalan, 2. Pantau tekanan darah, proteinuria, dan kondisi janin setiap minggu, 3. Jika kondisi janin memburuk, atau terjadi pertumbuhan janin terhambat, rawat dan teminasi kehamilan,
Universitas Sumatera Utara
4. Jika tekanan dastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolik di antara 90-100 mmHg. , 5. Pasang infus ringer laktat dengan jarum besar, 6. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi Overload, 7. Kateterisasi urin untuk mengukur volume pengeluaran dan proteinuria, 8. Jika jumlah urin < 30 ml per jam infus cairan pertahankan dan pantau kemunkinan odem paru, 9. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Karena kejang dan aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin, 10. Obsevasi tanda-tanda vital, denyut jantung janin setiap jam. c. Penanganan Infeksi 1. Rawat jalan bila tanpa komplikasi, rawat inap bila disetai komplikasi, 2. Upaya pencegahan merupakan cara paling menguntungkan, 3. Kenali tanda dan gejala dan jenis pemeriksaan spesifik, 4. Tegakkan diagnosis sedini mungkin, 5. Tirah baring, 6. Pemberian antibiotika, 7. Pemeliharaan personal higyene
Universitas Sumatera Utara
2.4
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aspek Keamanan dalam Kesehatan Reproduksi pada Ibu Hamil
2.4.1 Karakteristik Keluarga Beberapa ahli mempunyai kesamaan dalam mengemukakan pendapatnya tentang pengertian keluarga. Bailon dan Maglaya (1976) mendefinisikan keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi yang saling berinteraksi satu sama lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya. Apabila kesehatan reproduksi seseorang terganggu, misalnya suami atau istri menderita kemandulan, tentu akan mempengaruhi bentuk keluarga. Keluarga yang terbentuk dari pasangan suami istri yang mandul tersebut adalah keluarga inti tanpa anak.12 Selain itu, besarnya keluarga juga berpengaruh. Di dalam keluarga yang besar dan miskin, anak-anak dapat menderita karena penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak orang. Struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap kesakitan (penyakit menular dan gangguan gizi) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu keluarga besar karena besarnya tanggungan secara relatif mungkin harus tinggal berdesakdesakan di dalam rumah yang luasnya terbatas sehingga memudahkan penularan penyakit menular di kalangan anggota-anggotanya. Karena persediaan harus digunakan untuk anggota keluarga dengan jumlah besar, maka mungkin pula mereka tidak dapat membeli cukup makanan yang bernilai gizi cukup atau tidak dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh kesehatan terhadap fungsi keluarga banyak macamnya. Apabila kesehatan kepala keluarga terganggu dapat mengancam terganggunya berbagai fungsi keluarga terutama fungsi ekonomi. Sedangkan apabila kesehatan ibu rumah tangga yang terganggu dapat mengganggu fungsi afektif dan sosialisasi. 1. Umur Umur mempunyai pengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Umur ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun memiliki resiko sedang yang kemungkinan akan memberikan ancaman kesehatan dan jiwa ibu maupun janin yang selama kehamilan, persalinan dan nifas. (Manuaba, 2008) Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro, 2005). Hasil penelitian Supriatiningsih (2009) ada hubungan antara usia ibu dengan komplikasi kehamilan. Berdasarkan penelitian Senewe, dkk (2001) proporsi ibu yang mengalami komplikasi saat persalinan pada kelompok umur kurang 20 dan 35 tahun keatas adalah 28%, lebih besar daripada proporsi untuk yang berumur 21-34 tahun sebesar 22%. Menurut BKKBN (2007) bahwa jika ingin memiliki kesehatan reproduksi yang prima seyogyanya harus menghindari “4 terlalu” dimana dua diantaranya adalah menyangkut dengan usia ibu. T yang pertama yaitu terlalu muda artinya hamil pada
Universitas Sumatera Utara
usia terlalu muda adalah wanita yang hamil usianya kurang dari 20 tahun yang dapat berisiko keguguran, preeklamsia (tekanan darah tinggi, oedema, proteinuria), eklampsia (keracunan kehamilan), timbulnya kesulitan persalinan, bayi lahir sebelum waktunya, berat bayi lahir rendah, merembesnya air seni ke vagina, keluar gas dan veses/tinja kevagina, kanker leher rahim dan risiko ini. T yang kedua adalah terlalu tua adalah yang kehamilannya diatas usia 35 tahun dengan risiko keguguran, preeklamsia, eklamsia, timbulnya kesulitan kehamilan, berat bayi lahir rendah dan cacat bawaan (Suryani, 2008). Ibu yang melahirkan anak pada usia remaja akan memiliki beberapa risiko kesehatan seperti keguguran, eklampsia, anemia, kematian janin, dan bayi baru lahir (Gueye, 1990), sedangkan ibu yang melahirkan pada usia tua memiliki cenderung melahirkan dengan jarak interval yang dekat (Nath, et al., 1999). Penelitian di Purworejo menyatakan bahwa umur ibu hamil mempunyai hubungan yang bermakna terhadap perawatan kehamilannya (Dasuki, et al., 1997). Menurut penelitian Najah (2004), bahwa ada pengaruh umur ibu terhadap komplikasi kehamilan yaitu perdarahan postpartum. 2
Pendidikan Ibu Menurut Depkes RI (2002), pendidikan yang dijalani seseorang memiliki
pengaruh pada
peningkatan
kemampuan
berfikir,
dimana
seseorang yang
berpengetahuan tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih rasionil umumnya terbuka menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah.
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat
mau
melakukan
tindakan-tindakan
(praktik)
untuk
memelihara
(mengatasi masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan selain merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian keluarga juga berperan dalam penyusunan makanan untuk rumah tangga maupun pola pengasuhan (Yuliana, 2004). Tingkat pendidikan formal diduga mempunyai peranan yang cukup besar dalam menentukan sikap dan perilaku ibu terhadap kegiatan pemilihan makanan (Sulistyowati, 1987). Menurut Tinker dan Koblinsky (1994), diacu dalam Hardinsyah (2000) menyatakan bahwa pendidikan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kesehatan ibu hamil. Menurut J. S Lesinki faktor pendidikan dan sosial ekonomi diperhitungkan sebagai faktor risiko tinggi yang dapat mempengaruhi kehamilan karena kedua faktor ini menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan jiwa dan rahim, mempengaruhi cara pemilihan tempat dan penolong persalinan sehingga dapat menimbulkan risiko saat persalinan atau saat hamil. Menurut Thedeus dan Maine (1990) yang dikutip dari suryani (2008), dari beberapa penelitian yang dilakukan berbagai negara menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara penggunaan pelayanan obstetrik dan tingkat pendidikan ibu.
Universitas Sumatera Utara
Status pendidikan ibu berpengaruh terhadap pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan, karena status pendidikan mempengaruhi kesadaran dan pengetahuan wanita tentang kesehatan. Hal yang sering menjadi penghambat bagi pemanfaatan jasa pelayanan tersebut adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan ibu tentang halhal yang berkaitan dengan perilaku kesehatan. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan wanita sangat bervariasi, mulai dari tidak mengetahui tempat jasa pelayanan kesehatan yang tersedia hingga kurangnya pemahaman tentang manfaat pelayanan, tanda-tanda bahaya atau kegawatan yang memerlukan pelayanan. Sebagai contoh, di banyak Negara, kehamilan tidak dianggap sebagai kondisi yang memerlukan perawatan kecuali jika ada komplikasi kehamilan sampai trimester kedua karena mereka tidak menyadari atau mengabaikan pentingnya pelayanan. Tingkat pendidikan ibu mempunyai hubungan yang bermakna terhadap perawatan kehamilannya (Dasuki, et al., 1997). Senada dengan hal ini Nagdeve (2003) mengatakan bahwa variabel yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan (antenatal care) adalah tingkat pendidikan. 3
Beban Kerja Beban Kerja adalah kemampuan tubuh untuk menerima pekerjaan dapat
berupa beban fisik dan beban mental. Everly, dkk (dalam Munandar, 2001) mengatakan bahwa beban kerja adalah dimana pekerja dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu tertentu. Beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara jumlah pekerjaan dengan
Universitas Sumatera Utara
waktu. Setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, untuk itu perlu dilakukan upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU Kesehatan No 36 Tahun 2009). Menurut Irwandy (2007), beban kerja adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang ibu hamil mengalami keguguran. Wanita bekerja jauh lebih lama dari pada pria, berbagai penelitian yang telah dilakukan di seluruh dunia rata-rata wanita bekerja 3 jam lebih lama. Akibatnya wanita mempunyai sedikit waktu istirahat, lebih lanjut terjadinya kelelahan kronis, stress, dan sebagainya. Kesehatan wanita tidak hanya dipengaruhi oleh waktu kerja, tetapi juga jenis pekerjaan yang berat, kotor dan monoton bahkan membahayakan. Beban kerja yang terlalu berat membuat seorang perempuan mengalami kecapekan dan mudah terserang penyakit. Terlebih lagi bila seorang perempuan tidak punya cukup waktu untuk istirahat dan tidak memperoleh cukup perhatian akan kondisi kesehatannya (Depkes, 1996). Beban kerja yang terlalu berat mempengaruhi resiko kehamilan. Beban kerja dapat dibedakan atas beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit atau kurang (Munandar, 2008) :
Universitas Sumatera Utara
a. Beban kerja berlebih Beban kerja berlebih, timbul sebagai akibat dari kegiatan yang terlalu banyak diberikan kepada ibu hamil untuk diselesaikan dalam waktu tertentu. Munandar (2008) menyatakan bahwa beban kerja berlebih secara fisik dan mental adalah melakukan terlalu banyak kegiatan baik fisik maupun mental, dan ini dapat merupakan sumber stres pekerjaan. Adanya beban berlebih mempunyai pengaruh yang tidak baik pada kesehatan pekerja. Menurut Munandar (2008) yang mengutip pendapat Friedmen dan Rosenman (1974) menunjukkan bahwa desakan waktu tampaknya memberikan pengaruh tidak baik, pada sistem cardiovasculer, terutama serangan jantung prematur dan tekanan darah tinggi. b. Beban kerja terlalu sedikit atau kurang Beban kerja terlalu sedikit atau kurang, merupakan sebagai akibat dari terlalu sedikit pekerjaan yang akan diselesaikan, dibandingkan waktu yang tersedia menurut standar waktu kerja, dan ini juga akan menjadi pembangkit stres. 4
Jarak Kehamilan Jarak Kehamilan adalah waktu sejak kehamilan sebelumnya sampai terjadi
kehamilan berikutnya. Jarak yang begitu dekat dapat menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan. Bila jarak antar kelahiran anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik, kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan terjadinya komplikasi kehamilan. Hasil penelitian di Amerika Latin dan Caribbia menyatakan jarak kelahiran yang pendek < 6 bulan meningkatkan risiko kematian maternal, perdarahan trimester
Universitas Sumatera Utara
tiga, KPD, endometriasis purpuralis, dan anemia. Sementara jarak kehamilan yang panjang >59 bulan meningkatkan risiko preeklampsia dan eklampsia (Conde-Agudelo & Belizan, 2000). Menurut penelitian Yuniarti (2004), ibu yang memiliki jarak kelahiran kurang dari 2 tahun berisiko 2, 82 kali mengalami komplikasi kehamilan. Menurut Sitorus yang dikutip dari Setianingrum (2005), bahwa risiko proses reproduksi dapat ditekan apabila jarak minimal antar
kelahiran 2 tahun. Hasil
penelitian Supriatiningsih (2009) ada hubungan antara jarak kelahiran dengan komplikasi kehamilan. Pengaturan kelahiran merupakan suatu upaya agar setiap keluarga memahami dan menyadari tentang prinsip keterbatasan manusia. Seorang istri akan menghadapi kesulitan manakala masa kesuburannya tidak dikelola secara bijaksana dan teratur. Seorang ibu yang terlalu sering, terlalu banyak, terlalu dekat dalam mengatur kehamilannya akan sangat mengganggu terhadap berbagai sisi kehidupan dirinya dan seluruh anggota keluarga lainnya, misalnya masalah kesehatan, kehidupan sosial, ekonomi dan pendidikan (BKKBN, 1999). 5
Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga dengan ibu hamil dibutuhkan untuk menyediakan
kebutuhan ibu hamil dalam pemeliharaan kesehatan ibu hamil. Ibu hamil berisiko terjadi masalah kesehatan, tidak hanya masalah nutrisi tetapi juga masalah yang berhubungan dengan sistem tubuhnya. Menurut USDHHS (1990, dalam Hitcock, 1999) menjelaskan bahwa pendapatan yang kurang merupakan faktor risiko karena tidak dapat memenuhi kebutuhannya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Miler dan Meineres (1997) Engel sebagai pelopor dalam penelitian tentang pengeluaran rumah tangga. Penelitian Engel melahirkan empat butir kesimpulan, yang kemudian dikenal dengan hukum Engel. Keempat butir kesimpulannya yang dirumuskan tersebut adalah jika pendapatan meningkat, maka persentase pengeluaran untuk konsumsi pangan semakin kecil, persentase pengeluaran untuk konsumsi pakaian relatif tetap dan tidak tergantung pada tingkat pendapatan, persentase pengeluaran untuk konsumsi keperluan rumah relatif tetap dan tidak tergantung pada tingkat pendapatan dan jika pendapatan meningkat, maka persentase pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, rekreasi, barang mewah dan tabungan semakin meningkat. Penelitian di Tanzania menemukan hasil bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan (ANC) oleh wanita hamil berhubungan dengan status sosial ekonomi keluarga.. Faktor ekonomi, yang membuat kebutuhan gizi tidak terpenuhi, merupakan penyebab secara mekanisme biologis yang tidak tampak yang dapat menyebabkan anemia selama kehamilan. Anemia disebabkan karena kekurangan cadangan zat besi karena ketidak-seimbangan antara kebutuhan dan penyediaan. Asupan zat besi dalam tubuh dari makanan yang rendah, absorbsi yang buruk, atau kebutuhan yang meningkat (Andrews, 1999; Ramakhrisnan, 2002). Penelitian Marti et al. (2001) di Venezuela melaporkan beberapa faktor ekonomi status sosial ekonomi yang rendah, berhubungan dengan kelahiran prematur. Selain tingkat pendidikan tingkat pendapat diduga turut berpengaruh terhadap kejadian KEK pada ibu hamil. Perubahan pendapatan secara langsung dapat
Universitas Sumatera Utara
memengaruhi konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya penurunan pendaptan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli (Madanijah, 2004). Peningkatan pendapatan akan diikuti oleh perubahan-perubahan dalam susunan makan. Keluarga dan masyarakat yang berpenghasilan rendah cenderung membelanjakan uangya untuk makanan dan bahan pangan. Pada kondisi ini orang tidak memikirkan kualitas pangan yang dikonsumsinya. Menurutnya peningkatan penghasilan keluarga, biasanya diikuti oleh peningkatan penyediaan lauk pauk (Suhardjo, 1989). Tingkat pendapatan yang tinggi akan memberi peluang yang lebih besar bagi keluarga untuk memilih pangan yang lebih baik, baik dari segi jumlah maupun jenisnya (Roedjito, 1989). Persentase belanja pangan bila dibandingkan dengan kebutuhan lainnya dapat dijadikan indikator untuk melihat tingkat kemakmuran suatu rumah tangga atau masyarakat. Semakin besar proporsi belanja untuk pangan berarti ekonomi semakin rendah, demikian pula sebaliknya semakin rendah proporsi belanja pangan kelas ekonomi semakin tinggi. Masalah lain yang terjadi adalah semakin tinggi proporsi belanja pangan bukan berarti semakin baik bahan pangan yang dikonsumsi bahan sebaliknya semakin tinggi proporsi belanja pangan semakin besar belanja dialokasikan pada makanan pokok sumber energi terutama beras. Jenis lauk yang dikonsumsi lebih banyak lauk nabati karena harganya murah. Seandainya membeli
Universitas Sumatera Utara
lauk hewani biasanya lauk hewani dengan harga murah seperti ikan asin yang berkualitas rendah (Depkes, 2003a). 6
Besar keluarga Banyak anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Jumlah
anggota keluarga yang besar tanpa diimbangi peningkatan pendapatan akan mengakibatkan pendistribusian pangan dalam keluarga tidak merata. Pangan yang tersedia untuk satu keluarga besar mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Suhardjo, (1989) juga menyatakan bahwa hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dengan kekurangan gizi sangat nyata pada masing-masing keluarga terutama pada keluarga miskin. Ada kemungkinan pangan yang tersedia untuk keluarga besar hanya cukup dikonsumsi oleh keluarga kecil. Kondisi ini jelas tidak cukup mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar. Menurut Khomsan dan Kusharto (2004), wanita yang berpendidikan rendah sudah biasanya mempunyai anak lebih banyak dibandingkan dengan yang berpendidikan lebih tinggi. Mereka yang berpendidikan rendah umumnya tidak dapat memahami dampak negatif dari mempunyai banyak anak. Untuk mengalami gangguan kesehatan dan menyebabkan angka kematian anak dan ibu tinggi. Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan ibu yang sedang hamil, terutama pada keluarga miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika jumlah keluarganya kecil. Sumber pangan dan gizi yang tersedia untuk ibu hamil pada keluarga yang jumlahnya besar mungkin cukup untuk keluarga yang jumlahnya kecil
Universitas Sumatera Utara
tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada ibu hamil pada keluarga yang besar. Menurut Azma (2003) pada status ekonomi rendah keluarga dengan jumlah anggota keluarga besar tentu berbeda dari jumlah anggota keluarga kecil dalam pemerataan makanan. Keluarga dengan jumlah anak besar dan jarak kelahiran yang dekat akan menimbulkan masalah. Pendapatan dalam keluarga yang pas-pasan dan mempunyai keluarga yang besar maka pemerataan dan kecukupan makanan dalam keluarga kurang sehingga dapat menyebabkan kekurangan gizi. Kekurangan gizi pada wanita makin bertambah apabila ada pendapat bahwa makanan lebi diutamakan pada pria atau bapak yang menafkahi dalam keluarga. 7
Budaya Kondisi sosial budaya (adat istiadat) dan kondisi lingkungan (kondisi
geografis) berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi. Situasi budaya dalam hal ini adat istiadat saat ini memang tidak kondusif untuk help seeking behavior dalam masalah kesehatan reproduksi di Indonesia (Muhammad, 1996). Hal ini dikemukakan berdasarkan realita, bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya sudah terbiasa menganggap bahwa kehamilan merupakan suatu hal yang wajar yang tidak memerlukan antenal care. Hal ini tentu berkaitan pula tentang pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya antenal care dan pemeliharaan kesehatan reproduksi lainnya. Dalam masyarakat Jawa, kehamilan (dan kemudian kelahiran bayi) merupakan peristiwa yang penting dalam siklus hidup manusia. Oleh karena itu ibu
Universitas Sumatera Utara
dan keluarga melakukan serangkaian aktivitas ritual untuk menyambutnya. Faktor kekerabatan (suami, orang tua, nenek) masih memberikan peran yang penting dalam tindakan-tindakan si ibu berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan pasca persalinan, baik dalam memberikan nasehat (karena mereka sudah berpengalaman menjalani peristiwa tersebut) maupun pengambilan keputusan siapa penolong persalinan dan sarana pelayanan apakah yang akan dipergunakan. Kegiatan budaya suatu keluarga, kelompok masyarakat, suatu negara atau suku bangsa mempunyai pengaruh yang kuat dan kekal terhadap apa, kapan dan bagaimana penduduk makan. Kebudayaan tidak menentukan pangan apa, tetapi untuk siapa dan dalam keadaan bagaimana pangan tersebut dimakan. Pola kebudayaan yang berkenan dengan suatu masyarakat dan kebiasaan pangan yang mengikutinya, berkembang di sekitar arti pangan dan penggunaannya yang cocok. Pola kebudayaan ini mempengaruhi orang dalam pemilihan pangan (Suhardjo, Haridnsyah & Riyadi, 1987). Menurut Madanijah (2004) faktor budaya yang menyangkut aspek sosial, ekonomi, politik dan proses budaya mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis pangan, pengelolaan pangan, cara konsumsi pangan (termasuk siapa, kapan dan dimana). Kebiasaan makan merupakan gambaran dari kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan seperti tata krama makan, frekuensi makan, pola makan, kepercayaan tentang makanan (pantangan), distribusi makanan antar anggota keluarga, daya terima terhadap makanan dan cara pemilihan makanan yang hendak dimakan (Suhardjo, 1989).
Universitas Sumatera Utara
Sering kali ditemukan pada kebiasaan makan ibu hamil adanya makanan pantangan terhadap berbagai jenis bahan makanan seperti ikan dan sebagainya. Ada juga wanita hamil hanya dibolehkan makan nasi dengan sedikit garam saja sedang jenis makanan lain tidak diperkenankan (Moehji, 2003). Pantangan tersebut tidak akan membantu ibu ketika akan melahirkan, ataupun sesudah melahirkan, bahkan akan berdampak negatif pada bayi yang dilahirkan karena keadaan kesehatannya jauh dari memuaskan (Moehji, 2003). Tabu yang jelas merugikan kondisi gizi dan kesehatan sebaiknya diusahakan untuk dikurangi bahkan kalau dapat dihilangkan. Lain halnya dengan tabu yang menguntungkan keadaan gizi dan kesehatan. tabu semacam ini diusahakan untuk diperkuat atau dilestarikan (Sediaoetama, 1999). Khumaidi (1994) mengemukakan bahwa hal distribusi pangan dalam suatu keluarga masih ada budaya yang memprioritaskan anggota keluarga tertua untuk mengkonsumsi hidangan. Prioritas uatama biasanya kepala keluarga yang diikuti oleh anggota keluarga prioritas berikutnya dan prioritas terakhir biasanya ibu. Pendistribusian makanan didasarkan pada status hubungan antar anggota bukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan gizi. Hal ini akan berdampak negatif terhadap kualitas dan kuantitas yang didapat oleh masing-masing anggota keluarga.
2.5 Landasan Teori Di dalam bukunya Ilmu Perilaku Kesehatan, Notoatmodjo (2010) menulis bahwa Anderson (1974) menggambarkan model sistem kesehatan (health system model) berupa model kepercayaan kesehatan. Di dalam model Anderson terdapat 3
Universitas Sumatera Utara
kategori utama yaitu: karakteristik predisposisi (predisposing), karakteristik pendukung (enabling) dan karakteristik kebutuhan (need). Ketiga karakteristik tersebut dinyatakan sebagai berperan di dalam proses membuat keputusan dan partisipasi seseorang menggunakan jasa pelayanan kesehatan. 1. Karakteristik predisposisi (predisposing characteristics) Karakteristik predisposisi dimiliki oleh setiap individu. Karakteristik ini dimiliki berdasarkan nilai-nilai individu seperti yang digilongkan ke dalam 3 kelompok sub karakteristik : a. Ciri-ciri demografis : a) kelamin, b) umur b. Struktur sosial dan hubungannya : a) pendidikan, b) pekerjaan, suku bangsa, keyakinan agama atau keyakinan etnis c. Tingkat kepercayaan pada manfaat suatu tindakan kesehatan yang diberikan oleh pihak-pihak pemberi pelayanan 2. Karakteristik pendukung (enabling characteristics) Karakteristik pendukung selalu dibutuhkan individu supaya mampu melaksanakan partisipasi ataupun kegiatan yang sebenarnya dipeerlukan. Faktor predisposisi saja tidak otomatis menyanggupkan individu melaksanakan niatnya untuk melangsungkan proses penyehatan dirinya sendiri tersebut. Banyak hal yang diperlukan memerlukan bantuan pihak luar untuk pelaksanaannya. Oleh Notoatmodjo dikatakan bahwa penggunaan sarana kesehatan yang digratiskan sepenuhnya oleh pihak Pemerintah sekalipun, sering memerlukan biaya transpor dan biaya dukungan biaya belanja harian, ketika pengguna jasa meninggalkan pekerjaan sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
Diperlukan pihak lingkungan supaya mampu memberikan dukungan untuk memenuhi keperluan individu yang tidak memiliki cukup biaya. 3. Karakteristik pendukung (need characteristics) Karakteristik kebutuhan (need caharacteristics) kembali berakar pada individu pengguna jasa. Pengguna jasa memiliki persepsi menaggapi tindakan partisipasi apa yang ia akan jalani berdasarkan tingkat prioritas kebutuhan secara utuh. Pengguna jasa memiliki kemampuan dan kecenderungan membuat keputusan berdasarkan analisa apakah yang ia lakukan itu termasuk pada prioritas penting atau tidak. Di mata setiap individu banyak variasi kebutuhan dengan tingkat prioritas yang berbeda-beda. Faktor Predisposisi : - Karakteristik Individu dan keluarga - Pengetahuan - Sikap - Tindakan - Kepercayaan - Persepsi - Nilai-nilai budaya
Faktor Pendukung : - Lingkungan fisik - Fasilitas/Sarana Kesehatan
Faktor Kebutuhan : - Dukungan keluarga - tokoh informasi - Informasi petugas kesehatan
Aspek Keamanan Ibu hamil
Gambar 2.1 : Kerangka Teori
Universitas Sumatera Utara
2.6 Kerangka Konsep Berdasarkan pada landasan teori di atas, maka pada penelitian ini dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Variabel Dependen
Variabel Independen
Aspek Keamanan dalam Kesehatan Reproduksi Pada Ibu Hamil 1. Aman : jika tidak mengalami komplikasi kehamilan
Karakteristik Keluarga : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Umur Ibu Pendidikan Beban kerja Jarak Kehamilan Pendapatan Keluarga Besar Keluarga Budaya
Komplikasi Kehamilan 2. Tidak aman : jika mengalami komplikasi kehamilan
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara