TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kebun Percobaan USU Kwala Bekala Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara tofografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Sedangkan pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat memanipulasi sumber daya alam dan manusia yang terdapat di aliran daerah sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya air dan tanah (Asdak, 2007). Kebun percobaan USU Kwala Bekala secara administratif tepatnya berada di desa Kwala Bekala, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Secara geografis kebun ini terletak pada 3 29' 18,6" LU dan 98 37' 26,3" BT. Iklim di lokasi ini berdasarkan klasifikasi Scmidt dan Ferguson termasuk iklim tipe A (14,3-33,3 %) dengan curah hujan rata-rata adalah 130 hari dan hari hujan terbesar terjadi pada bulan Oktober sampai dengan April. Suhu udara minimum adalah 22 oC dan maksimum adalah 34 oC (USU, 2009c). Jenis lapisan tanah di daerah Kwala Bekala terdiri dari 3 lapisan yakni, lapisan pertama adalah tanah pada lapisan ini mempunyai konsistensi rendah sampai medium berwarna coklat kekuningan sampai coklat gelap. Pada lapisan ini terkadang terdapat sedikit pasir halus yang merupakan tanda-tanda proses pelapukan dari batuan induknya. Lapisan kedua adalah pasir berlempung yang berwarna coklat sampai abu-abu dengan kadar air yang rendah sampai sedang/menengah. Pada lapisan ini terkadang terdapat hanya lapisan pasir murni
Universitas Sumatera Utara
dengan tingkat kepadatan yang rendah. Lapisan ketiga adalah batuan yang berwarna coklat gelap sampai abu-abu dan kadar air yang rendah dengan tingkat kepadatan yang rendah sampai sedang (USU, 2009a). Cara pengambilan contoh tanah dimulai dengan
memperhatikan
kebersihan permukaaan tanaman apakah bebas dari tanaman, daun-daunan, sisa tanaman dan kotoran hewan lainnya. Contoh tanah individual diambil dengan menggunakan alat-alat bor tanah dari lapisan tanah sedalam 10-20 cm. Contoh tanah yang diambil harus benar-benar tanpa pengolahan, tidak diambil dari selokan, persawahan, perumahan, jalanan, tanah bekas pembakaran ataupun tanah dari bekas penimbunan pupuk. Tujuan pengambilan contoh tanah adalah untuk mengetahui kapasitas kemampuan jika ingin melakukan penanaman pada lahan tersebut agar nantinya tidak terjadi kerusakan pada tanah (Sutedjo, 2004). Kondisi tapak Kwala Bekala memiliki kontur/kemiringan tanah yang cukup potensial untuk dimanfaatkan pada perancangan. Jika diolah dengan baik, kontur tapak akan bagus. Ketinggian tapak tertinggi adalah 94,38 meter di atas permukaan laut. Sementara titik terendah adalah 67,6 meter di atas permukaan laut. Keadaan tanah pada kawasan ini
merupakan
tanah ultisol
(USU, 2009b). Sasaran Umum Pengelolaan DAS Asdak (2007) mengemukakan bahwa sacara garis besar ada tiga sasaran umum yang ingin dicapai dalam pengelolaan DAS yakni ; yang pertama adalah rehabilitasi lahan terlantar/lahan yang masih produktif, tetapi digarap dengan cara yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air. Yang kedua adalah perlindungan lahan-lahan yang sensitif terhadap terjadinya erosi/longsor
Universitas Sumatera Utara
dan yang ketiga adalah melakukan peningkatan atau pengembangan sumber daya terutama sumber daya air. Sasaran ini digunakan untuk mencapai tujuan pengelolaan DAS yaitu, terjaminnya pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan, tercapainya keseimbangan ekologis sebagai penyangga kehidupan, terjaminnya kuantitas dan kualitas air sepanjang tahun, pengendalian aliran permukaan dan banjir serta pengendalian erosi tanah dan proses degradasi lahan lainnya. Pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam. Yang artinya bahwa hasil pertanian cukup menghasilkan/dapat memenuhi kebutuhan petani, tetapi tetap menjaga kelestarian sumber daya alam (Reijntjes, dkk, 1999). Erosi dan Sedimentasi Erosi adalah proses pengikisan dan pengangkutan bagian tanah yang disebabkan oleh pergerakan air, angin ataupun es. Erosi pada iklim basah disebabkan oleh limpasan air, pada kawasan iklim kering disebabkan oleh angin sedangkan pada
kawasan
iklim dingin disebabkan oleh es yang bergerak
(Trudgill, 1983). Erosi dapat juga disebut proses penghanyutan tanah oleh desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat perbuatan manusia. Pada dasarnya terdapat dua macam erosi yaitu erosi geologi (geological erosion) atau erosi normal dan erosi yang dipercepat (accelerated erosion). Erosi normal (erosi geologi) adalah erosi yang berlangsung
Universitas Sumatera Utara
secara alamiah, terjadi secara normal di lapangan melalui tahapan seperti pemecahan agregrat tanah kedalam partikel-partikel tanah menjadi butir-butiran kecil, pemindahan partikel tanah karena kekuatan angin dan pengendapan di tempat yang lebih rendah atau di dasar sungai. Erosi yang dipercepat adalah erosi yang proses terjadinya erosi dipercepat akibat tindakan atau perbuatan manusia yang bersifat negatif ataupun melakukan kesalahan dalam pelaksanaan pertaniannya (Kartasapoetra, dkk, 2005). Erosi air selalu mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah karena penyebabnya adalah air yang mengalir, demikian juga erosi yang disebabkan oleh es. Sedangkan erosi angin dapat mengarah kemana-mana, dapat berubah arah tergantung pada arah mata angin. Erosi dan sedimentasi dapat mengubah posisi tanah. Erosi yang terus-menerus akan menyebabkan lapisan atas pada tanah akan menjadi lapisan paling bawah di daerah sedimentasi dan sebaliknya (Notohadiprawiro, 1998). Faktor yang Menyebabkan Erosi Pada dasarnya erosi dipengaruhi oleh tiga faktor utama yakni 1) energi : hujan, air, limpasan, angin, kemiringan, dan panjang lereng. 2) Ketahanan : erobilitas tanah (ditentukan sifat fisik dan kimia tanah), 3) Proteksi : penutupan tanah baik oleh vegetasi atau ada tidaknya tindakan konservasi. Energi merupakan kemampuan potensial dari hujan, limpasan, atau angin untuk menyebabkan erosi. Ketahanan tanah dipengaruhi oleh kepekaan tanah dan sifat-sifat tanah seperti tekstur, struktur, bahan organik dan tingkat kesuburan tanah. Tanah bertekstur kasar mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi, sedangkan tanah yang bertekstur halus mempunyai kapasitas infiltrasi yang kecil sehingga dengan curah hujan
Universitas Sumatera Utara
yang cukup rendah akan tetap menimbulkan limpasan permukaan. Proteksi berhubungan dengan penutupan tanah baik dengan bahan alami ataupun bahan lainnya. Di bidang pertanian penutupan tanah dilakukan dengan pengelolaan tanaman (metode vegetatif). Vegetasi mampu mempengaruhi erosi karena adanya a) intersepsi air hujan oleh tajuk dan absorbsi energi air hujan sehingga memperkecil erosivitasnya, b) pengaruh terhadap limpasan permukaan, c) peningkatan aktivitas biologis dalam tanah dan d) peningkatan kecepatan kehilangan air karena transpirasi (Rahim, 2000). Arsyad (2006) erosi merupakan salah satu penyebab utama degradasi lahan. Besarnya erosi pada suatu lahan ditentukan oleh lima faktor yaitu: Jumlah dan intensitas hujan (erosivitas hujan), kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah), Bentuk lahan (kemiringan dan panjang lereng), vegetasi penutup tanah, dan tingkat pengelolaan tanah. 1. Faktor Energi Ketersediaan air dan udara dalam tanah tergantung pada curah hujan, perembesan air, kedalaman perakaran, tekstur partikel-partikel tanah, struktur dan bahan organik tanah. Pengambilan atau pengubahan penutup vegetasi juga mempengaruhi koefisien air larian dan tingkat rembesan. Perubahan dalam aliran sungai kecil dan perembesan dapat mempengaruhi aliran sungai kecil. Aliran air pada lahan yang berlebihan bisa menyebabkan erosi tanah. Lapisan atas tanah yang paling penting dengan jumlah unsur hara yang relatif lebih besar terbawa akan mengendap di tempat lain sebagai sedimen (Reijntjes, dkk, 1999). Erosivitas hujan merupakan daya hujan untuk melakukan erosi terhadap tanah. Erosivitas hujan adalah
salah
satu variabel
yang dihitung dalam
Universitas Sumatera Utara
penentuan besarnya erosi pada suatu daerah. Besarnya nilai erosiviatas hujan dihitung dengan persamaan Bols (1978) bahwa EI30 = 6,119 (CH)1,21(HH)-0.47 (maxp) 0,53. Dimana EI30 adalah erosivitas hujan, CH (curah hujan), HH (hari hujan),
maxp
(besarnya
hujan
harian
maksimum
dalam
satu
bulan)
(Ginting dan Putuhena, 2005). Besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan penyebaran hujan ke permukaaan tanah, kecepatan aliran permukaan serta kerusakan erosi yang ditimbulkannya. Tabel 1. Klasifikasi curah hujan Intensitas hujan (mm/jam) 0-5 5-10 11-25 26-50 51-75 >75
Klasifikasi Sangat rendah Rendah Sedang Agak tinggi Tinggi Sangat tinggi
Sumber: Arsyad. S., 1989. Tidak semua air hujan mengakibatkan erosi tetapi tergantung pada intensitasnya. Pritz (1999) menyimpulkan bahwa untuk intensitas hujan sekitar 30-60 mm/jam hanya sekitar 10% dari hujan yang menimbulkan erosi, tetapi untuk intensitas hujan yang lebih besar dari 100 mm/jam maka kemungkinan akan menimbulkan erosi walaupun intensitas hujan besar namun jika berlangsungnya tidak terlalu lama, maka hujan tidak akan mengakibatkan erosi. Jadi dapat disimpulkan bahwa intensitas hujan sangat berhubungan dengan ukuran median butiran air hujan (Pritz 1999 dalam Hardiyatmo 2006). Laju dan volume limpasan air permukaan pada suatu kejadian hujan berhubungan langsung dengan lama hujan dan intensitas hujan. Ketika hujan dalam intensitas yang rendah, air akan memenuhi pori-pori tanah hingga jenuh. Bila hujan terus berlangsung maka limpasan air permukaan yang dihasilkan akan
Universitas Sumatera Utara
besar pula karena tanah yang telah jenuh tidak akan dapat menyerap air yang jatuh. Hujan yang jatuh pada tanah yang jenuh akan langsung melimpah menjadi aliran air (Amaru dan Sudjono, 2007). Angin memiliki pengaruh positif dan negatif pada pertanian. Angin mempengaruhi suhu dan penguapan dari tanah. Semakin kuat angin maka kehilangan tanah akan semakin banyak karena tiupan angin. Tanah berpasir sangat peka
terhadap
angin.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut
petani
dapat
melakukan/memberi perlindungan dengan barisan vegetasi, pepohonanan yang terbesar atau dinding. Erosi tanah dapat terjadi sebagai akibat aliran radiasi, angin, air dan seringkali karena kombinasi ketiga-tiganya. Erosi akan sangat hebat terjadi khususnya pada lahan dengan lereng yang curam, panjang serta struktur tanah yang mudah longsor dimana penutup vegetasi tidak mencukupi untuk menahan terpaan hujan deras, sedimentasi terjadi dimana kecepatan arus air berkurang yaitu pada dasar lereng ditempat pengumpulan air (Reijntjes dkk, 1999). 2. Ketahanan Tanah Erodibilitas tanah/kepekaan tanah adalah kemampuan tanah untuk mengalami erosi. Nilai erodibilitas tanah sangat dipengaruhi oleh data struktur tanah, bahan organik tanah, tekstur dan permeabilitas tanah sehingga erodibilitas tanah dapat diperbaiki dengan meningkatkan/menjadikan kemantapan agregat tanah yang ideal melalui penambahan bahan seperti bahan organik. Kemiringan dan panjang lereng serta faktor vegetasi dan pengelolaan tanah merupakan faktor yang paling sering dikelola untuk mengurangi jumlah aliran permukaan serta menurunkan laju dan jumlah erosi.
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik profil tanah yang sangat menentukan tingkat erodibilitas tanah adalah kedalaman tanah dan sifat lapisan tanah. Kedalaman tanah sampai lapisan kedap atau bahan induk akan menentukan jumlah air yang meresap ke dalam tanah. Sedangkan sifat lapisan tanah sangat berpengaruh terhadap laju peresapan air ke dalam tanah. Jumlah dan laju peresapan air ke dalam tanah sampai lapisan kedap sangat menentukan besarnya aliran permukaan dan hal ini sangat menentukan daya rusak dan daya angkut dari aliran permukaan. Tanahtanah yang dangkal seperti entisol, umumnya mempunyai kemampuan untuk menampung air relatif rendah, sedangkan untuk tanah ultisol atau alfisol keberadaan horizon bawah permukaaan yang bersifat kedap dapat menjadi faktor penghambat proses peresapan air ke dalam tanah (Dariah, dkk, 2009a). 3. Proteksi Konservasi tanah dapat diartikan sebagai penempatan sebidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Usaha konservasi tanah ditujukan untuk; (1) mencegah kerusakan tanah oleh erosi, (2) memperbaiki tanah yang rusak dan (3) memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah agar dapat digunakan secara lestari. Teknik atau metode konservasi tanah dan air dapat digolongkan dalam tiga golongan utama, yaitu : (a) teknik konservasi vegetatif (sering disebut sebagai teknik metode biologi; (b) teknik konservasi mekanik; (c) teknik konservasi kimia atau metode kimia (Dariah, dkk, 2009b).
Universitas Sumatera Utara
a) Metode Vegetatif Adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisa-sisanya untuk mengurangi jumlah dan daya rusak hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan melakukan a) Reboisasi (menanami kembali hutan yang gundul); b) Countour strip cropping adalah bercocok tanam dengan beberapa jenis tanaman semusim dalam strip-strip yang berselang-seling menurut garis kontur dan c) Croups rotation adalah usaha penanaman jenis tanaman secara bergantian dalam suatu lahan. b) Metode Mekanik Adalah semua perlakuan fisik mekanik yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, serta meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Berikut bentuk-bentuk metode mekanik.; a) Countour plowing adalah membajak searah garis kontur, sehingga terjadilah alur-alur horisontal, b) Guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang searah garis kontur atau memotong lereng untuk menahan, c) Terassering adalah menanam tanaman dengan sistem teras di daerah lereng. c) Metode Kimia Adalah dengan menggunakan preparat kimia sintetis atau alami. Preparat ini disebut Soil Conditioner atau pemantap struktur tanah. Sesuai dengan namanya Soil Conditioner ini digunakan untuk membentuk struktur tanah yang stabil. Senyawa yang terbentuk akan menyebabkan tanah menjadi stabil Metode ini jarang diterapkan karena mahal serta kurang efisien untuk daerah yang luas (Suhendar, dkk, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Vegetasi sangat penting dalam melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, selain itu dapat menurunkan kecepatan dan volume limpasan permukaan, menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui sistem perakaran dan serasah yang dihasilkan dan mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air. Pada saat tidak terdapat vegetasi kemampuan fungsi-fungsi yang dapat mencegah erosi menjadi berkurang atau bahkan menjadi tidak ada sama sekali. Tajuk tanaman yang belum terbentuk dan dalam keadaan lahan yang gembur (baru diolah) sehingga tenaga kinetik dari hujan dan limpasan permukaan menyebabkan tanah menjadi mudah terkelupas dan partikel-partikel mudah terangkut ke tempat yang lebih rendah (Asdak, 2007). Pengolahan tanah meliputi pemeliharaan kandungan bahan organik tanah, praktek pembajakan, dan penstabilan tanah. Penambahan bahan organik ke dalam tanah berfungsi tidak saja untuk mempertahankan kesuburan tanah, tetapi juga dapat meningkatkan kapasitas tanah untuk meretensi air, dan menstabilkan agregat tanah. Tanah dengan kandungan bahan organik kurang dari 2 persen biasanya paling peka terhadap erosi. Karena itu perlu penambahan bahan organik hingga angka tersebut. Penambahan bahan organik ke tanah perlu memperhatikan jenis tanah, karena hal itu berhubungan dengan faktor isohumik jumlah humus yang dihasilkan persatuan bahan organik (Rahim, 2000). Pada pengolahan lahan menurut kontur, pembajakan dilakukan menurut kontur atau memotong lereng, sehingga terbentuk jalur-jalur tumpukan tanah dan alur menurut kontur. Pengolahan lahan menurut kontur akan lebih efektif apabila diikuti dengan penanaman menurut kontur pula, yaitu larikan tanaman dibuat sejajar dengan kontur. Efek utama pengelolaan menurut kontur adalah
Universitas Sumatera Utara
terbentuknya penghambat aliran permukaan yang memungkinkan penyerapan air dan menghindarkan pengangkutan tanah. Oleh karena itu, di daerah kering pengolahan
menurut
kontur
sangat
efektif
dalam
pengawetan
air
(Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008). Cepat atau lambatnya air mengalir tergantung pada derajat kemiringan tanah, semakin tinggi derajat kemiringan suatu lahan maka air akan semakin cepat mengalir ke bawah (laju erosi akan semakin cepat). Untuk mengurangi kemiringan maka perlu dilakukan berbagai konservasi tanah terutama dalam pembuatan sengkedan dalam bentuk; − Membuat sengkedan menurut tingginya kontur − Setiap teras dilengkapi dengan rorak atau lubang penampung air hujan − Lereng-lereng teras diperkuat dengan batu-batuan atau rumput, sedangkan batas teras diperkuat dengan batuan atau dengan tanaman lamtoro − Jalanan harus ditanami rumput untuk mengurangi pengikisan. Bahaya erosi dapat diatasi bila air hujan yang jatuh tidak langsung jatuh ke atas tanah, namun tertampung terlebih dahulu oleh daun-daunan tanaman. Erosi dapat diatasi dengan mengatur cara penanaman, melakukan pencegahan secara mekanis dengan pembuatan teras, dan memperhatikan cara pemeliharaan tanamannya. Pemeliharaan tanaman dapat dilakukan dengan menggemburkan tanah dan menutup tanah dengan mulsa bahan organik atau plastik (Rismunandar, 1993). Pengolahan tanah bertujuan untuk ; − Memperbaiki struktur tanah. Dimana tanah yang baik untuk budidaya tanaman ubi kayu seharusnya memiliki struktur tanah remah/gembur sejak fase awal pertumbuhan tanaman hingga panen.
Universitas Sumatera Utara
− Menekan pertumbuhan gulma. Hal ini dilakukan agar ubi kayu tidak bersaing dengan berbagai gulma dalam mengambil hara tanah, pupuk ataupun air − Menerapkan sistem konservasi tanah untuk memperkecil peluang terjadinya erosi. Tabel 2. Efektivitas pengolahan tanah konservasi dan produktif Perlakuan Tanpa olah tanah (TOT) Cangkul 1 kali Bajak traktor 2 kali Bajak traktor 2 kali + guludan
Hasil ubi segar (Ton/Ha) 15,0 14,3 19,0 25,4
Tanah tererosi (Ton/Ha/thn) 7,6 10,3 66,8 30,8
Sumber : Prihandana, dkk., 2007 Tanaman penutup tanah merupakan tanaman tambahan di samping tanaman utama. Fungsi tanaman ini menutupi lahan pada waktu musim bera (istirahat) dan melindungi dari erosi oleh angin, hujan dan suhu yang tinggi. Pupuk hijau adalah penutup tanah yang berfungsi untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburannya. Tumbuhan penutup tanah dan pupuk hijau bertujuan untuk melindungi tanah dari erosi dan kekeringan serta memperbaiki tingkat kelembaban tanah dan sirkulasi air, menghambat perkembangan gulma (tanaman penutup tanah menghambat sinar matahari), membantu memperbaiki struktur tanah sebagai aktivitas biologis tanah yang lebih baik dan pergerakan akar, dan membantu menambah kandungan bahan organik dan humus pada tanah. Penggunaan
tanaman penutup tanah
harus sesuai dengan jenis tanaman
(Ochoa dan Oyarzun, 2009). Proses Erosi Erosi terdiri dari tiga proses yakni; detachment (pelepasan partikel-partikel tanah), Transportation (penghanyutan partikel-partikel tanah) dan deposition (pengendapan partikel
tanah
yang
telah dihanyutkan).
Detachment
Universitas Sumatera Utara
terjadi sebagai akibat timpaan titik-titik
curah
hujan yang
menimpa
permukaan tanah. Iklim, tanah, topografi, waktu dan pendayagunaan tanah oleh manusia
merupakan
faktor-faktor
utama
yang
mempengaruhinya
(Foster and Meyer,1973). Dua peristiwa utama erosi, yaitu pelepasan dan pengangkutan merupakan penyebab erosi tanah yang penting. Dalam proses erosi, pelepasan butir tanah mendahului peristiwa pengangkutan, tetapi pengangkutan tidak selalu diikuti oleh pelepasan. Agen pelepasan tanah yang penting adalah tetesan butir hujan yang jatuh dipermukaan tanah. Tetesan air hujan akan memukul permukaan tanah, mengakibatkan gumpalan tanah menjadi butir-butir yang lebih kecil dan terlepas. Butir-butir tanah yang terlepas tersebut sebagian akan terlempar ke udara (splash) dan jatuh lagi diatas permukaan tanah dan sebagian kecil akan mengisi pori-pori kapiler tanah, sehingga akan menghambat proses infiltrasi (Vadari, dkk, 2009). Erosi di Indonesia pada umumnya terjadi akibat air hujan yang jatuh di permukaan tanah menyebabkan tanah terciprat, lepas dari ikatan remahnya menjadi butiran halus (splash erosion) dimana tanah dibawahnya menjadi padat sehingga daya resap menjadi kurang dan akhirnya ketika musim hujan air hujan hanya sedikit yang diresapkan dan sebagian besar mengalir di permukaan hanyut dan akan terus berlanjut ke laut. Saat ini luas lahan kering yang digunakan untuk tanaman pangan memiliki kemiringan yang dimulai dari 0-15%, lahan ini masih dapat digunakan untuk menanam tanaman pangan apabila menerapkan kaidahkaidah konservasi tanah air (Soepardja, 1991). Tahapan erosi yang menyebabkan kehilangan beberapa millimeter lapisan tanah yang dimulai dari lapisan paling atas disebut erosi permukaaan. Untomo dan
Universitas Sumatera Utara
Soelistyari (1998) menggolongkan erosi permukaaan kedalam erosi antar alur dan erosi alur. Erosi antar alur dimulai dengan terjadinya erosi percikan yang terjadi pada awal hujan, tetapi setelah terjadi genangan air pada tanah erosi dilanjutkan dengan erosi alur. Erosi alur terjadi karena adanya pengumpulan aliran air limpasan permukaan sehingga mempunyai daya rusak yang lebih besar. Bila ukuran alur sangat besar dan
tanah tidak
pengolahan lahan konvensional, maka alur
dapat diperbaiki dengan
tersebut berhubungan langsung
dengan saluran pembuang utamanya. Erosi ini disebut erosi selokan (gully erosion) bisa mencapai lebar 3 m dengan kedalaman 2-3 m. Pengangkutan tanah yang terjadi secara berangsur-angsur akan menyebabkan longsor. Longsor terjadi karena kekuatan geser tanah sudah tidak mampu menahan beban massa tanah (Untomo dan Soelistyari 1998 dalam Utomo 1989). Erosi terjadi karena desakan-desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah maupun sebagai tindakan/perbuatan manusia. Pada dasarnya terdapat dua macam erosi yaitu erosi geologi atau erosi normal dan erosi yang dipercepat. Erosi normal (geological erosion) juga disebut erosi alami yaitu erosi yang berlangsung secara alamiah dan terjadi secara normal di lapangan melalui tahapan seperti; pemecahan agregrat tanah atau bongkahan tanah kedalam partikel tanah menjadi butiran tanah yang kecil, pemindahan partikel baik melalui penghanyutan maupun karena kekuatan angin dan pengendapan partikel tanah yang terpindahkan ke tempat yang lebih rendah.
Erosi secara alamiah tidak
menimbulkan masalah yang cukup serius karena partikel-partikel tanah yang terangkut seimbang dengan banyaknya tanah yang terbentuk ditempat yang lebih rendah. Erosi dipercepat (accelerated erosion) adalah proses terjadinya erosi
Universitas Sumatera Utara
akibat tindakan/perbuatan manusia yang bersifat negatif atau melakukan kesalahan dalam pengelolaan lahan. Erosi ini sangat merugikan karena bagianbagian tanah yang terhanyutkan jauh lebih besar dibandingkan dengan pembentukan tanah yang terjadi. Penipisan tanah akan terus berlanjut bila tidak segera diatasi (Kartasapoetra, 1989). Tingkat Bahaya Erosi Erosi yang diperbolehkan dinyatakan sebagai suatu laju yang
tidak
boleh melebihi laju pembentukan tanah. Pengikisan di bagian atas selalu diikuti oleh pembentukan lapisan tanah baru pada bagian bawah profil tanah, tetapi laju pembentukan ini pada umumnya tidak mampu mengimbangi kehilangan tanah karena erosi dipercepat. Secara alami laju kehilangan tanah yang diperbolehkan tergantung dengan kondisi tanah dan secara umum laju erosi yang diperbolehkan (Edp) untuk kebanyakan tanah di Indonesia pada lahan miring/perbukitan adalah sebesar 25 mm/thn atau setara dengan 25 ton/Ha/tahun sedangkan untuk daerah yang bertofografi datar Edp yang disarankan adalah 10 ton/Ha/tahun (Rahim, 2000). Penetapan besarnya erosi dilakukan dengan dua cara yaitu: (1) pengukuran secara langsung menggunakan metode petak kecil (kolektor air larian dan sedimentasi) dan (2) perhitungan (prediksi) menggunakan persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation). 1. Pengukuran secara langsung dengan metode petak kecil Metode petak kecil adalah salah satu metode yang digunakan langsung dilapangan dengan menggunakan plot yang berbentuk segi empat memanjang
Universitas Sumatera Utara
mengikuti garis lereng dengan meletakkan drum sebagai kolektor untuk menampung aliran permukaan dan sedimen yang dihasilkan. Ukuran standar petak kecil adalah 22 m dan lebarnya 2 m. Disekeliling petak kecil dibatasi dengan sekat yang terbuat dari karpet, seng atau bahan lainnya yang bisa menahan laju aliran air dengan lebar karpet 20 cm, dimana 10 cm ditanam dan 10 cm dibiarkan berada di atas permukaan tanah (Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008). Aliran permukaan dan sedimen yang berasal dari petak kecil dialirkan melalui pipa yang dihubungkan menuju kolektor. Kolektor yang digunakan pada umumnya adalah tangki penampung dimana pada setiap tangki di bor dengan ketinggian dan diameter yang sama agar bila aliran permukaan terlalu besar maka air akan keluar melalui lubang tersebut, sehingga hasil akhir dari air atau sedimen yang keluar dihitung dengan mengalikan hasil akhir sesuai dengan jumlah lubang yang disediakan. 2. Perhitungan (Prediksi) Laju Erosi Menggunakan Persamaan USLE Universal Soil Loss Equation (USLE) adalah prediksi erosi yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith dengan persamaan sebagai berikut:
A = R × K × L × S × C × P ......................................................... (1) dimana : A = banyaknya tanah tererosi (ton/(ha.thn)). R = faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan tahunan yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30). K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak
Universitas Sumatera Utara
percobaan yang panjangnya 72,6 kaki (22,1 meter) terletak pada lereng 9 %, tanpa tanaman. L = faktor panjang lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 72,6 kaki (22,1 meter) di bawah keadaan yang identik. S = faktor kecuraman lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik. C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu tanah dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi tanah dari tanah yang identik tanpa tanaman. P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (pengolahan dan penanaman menurut kontur, penanaman dalam strip, guludan, teras menurut kontur), yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus tersebut terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng, dalam keadaan yang identik. Metode USLE adalah metode yang dianggap sebagai rumus yang paling mendekati kenyataan dibanding dengan rumus yang lain, karena variabel-variabel yang berpengaruh terhadap besarnya kehilangan tanah dapat diperhitungkan secara terperinci (Arsyad, 2006). Masing-masing
faktor
tersebut
akan
ditentukan
nilainya
dengan
mempergunakan rumus berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Faktor Erosivitas Hujan (R) Data curah hujan dari stasiun pengamatan hujan lokasi penelitian, selama 15 tahun terakhir. Data curah hujan ini digunakan untuk mengetahui faktor erosivitas hujan ( R) melalui persamaan Bols (1978) : 12
R = ∑ (EI 30 )i ....................................................................................... (2) i =1
Dimana : EI 30 = 6,119 (CH)1,21 .(HH)-0.47 . (P.Max) 0.53 ........................................ (3) CH
= rata-rata curah hujan bulanan (cm)
HH
= jumlah hari hujan per bulan (hari)
P.Max
= curah hujan maksimum selama 24 jam pada bulan yang bersangkutan (cm)
b. Faktor Erodibilitas Tanah (K) Faktor erodibilitas tanah (K) atau faktor kepekaan erosi tanah dihitung dengan persamaan Wischmeier dan Smith (1978) : 2,713 M [1.14 ] (10) [-4] (12 - a) + 3,25(b - 2) + 2,5(c - 3) .................... (4) K= 100
Dimana : K
= Faktor erodibilitas tanah
M
= Parameter ukuran partikel yaitu (5% debu + % pasir sangat halus) (100 - % liat) jika data tekstur yang tersedia hanya data % debu, % pasir, dan %liat, maka %liat sangat halus dapat diperoleh dengan sepertiga dari persentase pasir (Hammer, 1978 dalam Hardoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008)
Universitas Sumatera Utara
a
= bahan organik tanah (% C x 1,724)
b
= Harkat struktur tanah (Tabel 3)
c
= Harkat permeabilitas profil tanah (Tabel 4)
Tabel 3. Harkat struktur tanah Kelas Struktur Tanah (Ukuran diameter) Granular sangat halus Granular halus Granular sedang sampai kasar Gumpal, lempeng, pejal Sumber : Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008.
Harkat 1 2 3 4
Tabel 4. Harkat permeabilitas tanah Kelas Kecepatan Permeabilitas Tanah Sangat lambat (<0,5 cm/jam) Lambat (0,5-2,0 cm/jam) Lambat sampai sedang (2,0-6,3 cm/jam) Sedang (6,3-12,7 cm/jam) Sedang sampai cepat (12,7-25,4 cm/jam) Cepat (>25,4 cm/jam) Sumber : Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008.
Harkat 6 5 4 3 2 1
Bila tekstur tanah yang tersedia telah diketahui seperti persentase debu dan pasir sangat halus, persentase bahan organik, struktur tanah dan permeabilitas tanah maka erodibilitas tanah dapat ditentukan dengan menggunakan nomograf (gambar 1) dengan cara: − Persentase debu dan pasir sangat halus yang sudah diketahui, ditetapkan pada titik yang bersesuaian pada sumbu tegak sebelah kiri dari nomograf − Dari titik perpotongan ditarik garis horizontal hingga memotong grafik persentase pasir yang bersesuaian − Tarik garis vertikal hingga memotong grafik kelas lahan organik yang bersesuaian − Tarik garis horizontal ke kanan hingga memotong grafik kelas struktur tanah yang bersesuaian
Universitas Sumatera Utara
− Dari titik perpotongan tarik garis vertikal ke bawah hingga memotong kelas permeabilitas tanah yang bersesuaian − Dan dari titik perpotongan tersebut tarik garis horizontal ke kiri hingga memotong skala indeks erodibilitas K.
Gambar 1. Nomograf untuk menghitung nilai K menurut Wischmeier dalam Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008 c. Faktor Topografi (LS) Faktor ini merupakan gabungan antara pengaruh panjang dan kemiringan lereng. Faktor S adalah rasio kehilangan tanah per satuan luas di lapangan terhadap
Universitas Sumatera Utara
kehilangan tanah pada lereng eksperimental sepanjang 22,1 m (72,6 ft) dengan kemiringan lereng 9%. Persamaan yang diusulkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) dapat digunakan untuk menghitung LS :
LS = L1 / 2 (0,00138S 2 + 0,00965S + 0,0318) ........................................ (5)
Dengan : S = Kemiringan lereng (%) L = Panjang lereng (m) d. Faktor Penutup dan Konservasi Tanah (CP) Faktor pengelolaan tanaman merupakan rasio tanah yang tererosi pada suatu jenis pengelolaan tanaman terhadap tanah yang tererosi pada kondisi permukaan lahan yang sama, tetapi tanpa pengelolaan tanaman. Untuk jenis tanaman dengan rotasi tanaman tertentu atau dengan cara pengelolaan pertanian dapat menggunakan tabel 5 karena faktor pengelolaan tanah dan tanaman penutup tanah (C) serta faktor teknik konservasi tanah (P) diprediksi berdasarkan hasil pengamatan lapangan dengan mengacu pustaka hasil penelitian tentang nilai C dan nilai P pada kondisi yang identik. Tabel 5. Nilai faktor penutup vegetasi (C) untuk berbagai tipe pengelolaan tanaman No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Pengelolaan Tanaman Ubi kayu Ubi kayu + kacang tanah Padi + sorghum Padi + kedelai Kacang tanah + cabe Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha Kacang tanah + kacang tunggak Padi + mulsa jerami 4 ton/ha Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ha Kacang tanah + mulsa kacang tanah Kacang tanah + mulsa jerami Padi + mulsa crotaria 3 ton/ha Pola tumpang gilir + mulsa jerami 3 ton/ha Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanaman Pola tanam berurutan Pola tanaman tumpang gilir
Nilai Faktor C 0,181 0,195 0,345 0,417 0,495 0,049 0,571 0,096 0,120 0,259 0,377 0,387 0,079 0,347 0,498 0,588
Sumber : Hardjoamidjojo dan sukartaatmadja, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6. Nilai faktor (P) untuk berbagai tindakan konservasi tanah No. 1. 2.
Tindakan Khusus Konservasi Tanah Tanpa tindakan pengendalian erosi Teras bangku Konstruksi baik Konstruksi sedang Konstruksi kurang baik Teras tradisional 3. Strip tanaman Rumput bahia Clotararia 4. Dengan kontur 5. Teras tradisional Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur Kemiringan 0-8 % Kemiringan 8-20 % 6. Kemiringan > 20 % 7. Penggunaan sistem kontur 8. Penggunaan sistem strip(2-4 m lebar) 9. Penggunaan mulsa jerami 10. 11. 1 ton/ha 12. 3 ton/ha 13. 6 ton/ha 14. Penggunaan pemantap tanah(60 gr/1/m2 (CURASOL) Padang rumput (sementara) Strip cropping dengan clotataria(lebar 1 m, jarak antar strip 4,5 m) Penggunaan sistem strip(lebar 2 m-4 m) 15 Penggunaan mulsa jerami(4-6 ton/ha) Penggunaan mulsa kadang-kadang(4-6 ton/ha) Ubi kayu Sumber : Asdak, 2007.
Nilai P 1,00 0,04 0,15 0,35 0,40 0,40 0,64 0,20 0.40 0,50 0,75 0,90 0,10-0,020 0,10-0,30 0,8 0,5 0,3 0,20-0,50 0,10-0,50 0,64 0,20 0,06-0,20 0,20-0,40 0,0461
Tabel 7. Nilai CP dari beberapa tipe penggunaan lahan No. 1. 2. 3. 4 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Tipe Penggunaan Lahan Hutan tidak terganggu Hutan tanpa tumbuhan rendah Hutan tanpa tumbuhan rendah dan seresah Semak/belukar tidak terganggu Semak/belukar sebagian ditumbuhi rumput Kebun campuran Pekarangan Perkebunan tanaman keras dengan tanaman penutup tanah Perkebunan tanaman keras hanya sebagian tanaman penutup tanah Rumput penutup alang-alang Rumput penutup alang-alang dibakar setiap tahun Rumput sereh wangi Rumput penutup tanah dengan baik Tanaman tegalan, umbi-umb ian Tanaman tegalan kacang-kacangan Pertanian umum dengan : - Memakai mulsa - Teras bangku - Guludan Sumber : Hammer, 1981
Nilai CP 0,01 0,01 0,5 0,01 0,1 0,07 0,2 0,01 0,07 0,02 0,06 0,65 0,01 0,63 0,36 0,14 0,04 0,14
Universitas Sumatera Utara
Laju Erosi yang Masih dapat Ditoleransikan (T) Untuk menghitung nilai laju erosi yang masih dapat ditoleransikan dipergunakan rumus Hammer (1981), sebagai berikut: T=
Dimana :
EqD xBd ...................................................................................... (6) RL
T
= Laju erosi dapat ditoleransi (mm/ha.thn)
EqD
= faktor kedalaman tanah x kedalaman efektif tanah (cm)
RL
= Resource life (300 dan 400 tahun) (tahun)
Bd
= Bulk density (kerapatan massa) (gr/cm3)
Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman tanah sampai sejauh mana tanah dapat di tumbuhi akar dan menyimpan cukup air. Nilai faktor kedalaman tanah dipengaruhi oleh jenis tanah seperti disajikan pada tabel 8. Tabel 8. Nilai faktor kedalaman tanah pada berbagai jenis tanah No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
USDA Aqualfs Udalfs Ustalfs Aquents Arents Fluvents Orthents Psamments Andepts Aquepts Tropepts Alballs Aqualls Rendolls Udolls Ustolls Aquox Humox Orthox Ustox Aquods Ferrods Hummods Arthods Aquults Humults Udults
Sub Order dan Kode (AQ) (AD) (AU) (EQ) (ER) (EV) (EO) (ES) (IN) (IQ) (IT) (MW) (MQ) (MR) (MD) (MU) (OQ) (OH) (OO) (OU) (SQ) (SI) (SH) (SO) (UQ) (UH) (UD)
Faktor Kedalaman Tanah 0.9 0.9 0.9 0.9 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 0.95 1.0 0.75 0.9 0.9 1.0 1.0 0.9 1.0 0.9 0.9 0.9 0.95 1.0 0.95 0.8 1.0 0.8
Universitas Sumatera Utara
28 Ustults 29 Uderts 30 Ustearts Sumber : Hammer, 1981
(UU) (VD) (VU)
0.8 1.0 1.0
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Tingkat bahaya erosi (TBE) ditentukan dengan membandingkan erosi aktual (A) dengan erosi yang masih dapat ditoleransikan (T) di daerah itu dengan rumus (Hammer, 1981): TBE = A/T .......................................................................................... (7) Kriteria tingkat bahaya erosi dapat disajikan pada tabel 9 Tabel 9. Kriteria tingkat bahaya erosi Nilai < 1.0 1.10 – 4.0 4.01 – 10.0 >10.01
Kriteria/Rating TBE Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Sumber : Hammer, 1981
Kondisi Lahan Tanaman Pangan (Ubi Kayu) Di Indonesia ketela pohon dijadikan sebagai makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung. Usaha peningkatan produksi dapat dilakukan melalui perbaikan dan penggunaan varietas unggul, teknik bercocok tanam secara intensif dan pola tanam yang tepat. Tanaman ubi kayu dapat beradaptasi secara luas di daerah yang beriklim tropis, dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi (10 m-1500 mdpl) namun pertumbuhan optimal diperoleh
pada
ketinggian
(10-700 mdpl). Dengan iklim yang ideal, pada suhu minimum 10 oc, kelembaban udara antara 60%-65% dengan curah hujan antara 700 mm-1500 mm/thn. Dengan penyinaran matahari selama 10 jam/hari. Jenis tanah yang ideal adalah jenis tanah alluvial, latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol dan andosol. Tanah
Universitas Sumatera Utara
sebaiknya berstruktur remah dan konsistensi gembur banyak mengandung bahan organik (Suhardi dkk, 2002). 1. Kemiringan Lahan Budidaya Tanaman Ubi Kayu
Pemilihan jenis tanaman semusim yang cocok ditanam pada lahan miring sama saja dengan jenis tanaman pada lahan datar, namun untuk tanah yang kurang mengandung unsur hara sebaiknya tidak ditanam ubi kayu karena dapat merusak kondisi tanah. Untuk mengurangi pengikisan tanah, penanaman harus dilakukan searah garis kontur. Teras guludan/pematang sangat cocok digunakan pada lahan yang mempunyai kemiringan 10-15% dengan tujuan untuk mengurangi kecepatan air yang mengalir jika hujan turun. Sehingga erosi dapat dicegah dan peresapan air kedalam tanah lebih banyak karena air tertahan agak lama (Setiawan, 1999). Cara menentukan lokasi dan besar kemiringan lereng di lahan ubi kayu adalah dengan menggunakan alat pengukur kemiringan yaitu Abney Level. Lereng yang akan kita ukur kemiringannya, hendaknya bebas dari segala hambatan, agar lebih mudah dalam pengamatan. Membidik dengan Abney Level melalui lubang pengamatan bisa dilakukan dari puncak lereng ke dasar lereng atau sebaliknya. kemudian diatur skalanya dengan cara memutar
Abney Level. Angka yang
ditunjukkan oleh jarum pada skala merupakan derajat atau persen kemiringan dari lereng yang dicari. Pada lahan ubi kayu didapatkan kemiringan 70 atau sekitar 15,6%. 2. Kondisi Tanah Budidaya Tanaman Ubi Kayu
Ubi kayu (Manihot
esculenta)
merupakan tanaman yang
dapat
memberikan hasil yang tinggi walaupun tumbuhnya pada lahan yang kurang subur ataupun lahan dengan curah hujan yang rendah. Tanaman ubi kayu tumbuh
Universitas Sumatera Utara
dengan baik di daerah panas dengan suhu rata-rata 25oC-29oC sehingga cocok pada daerah dibawah ketinggian 1500 m di atas permukaan laut. Pertumbuhan akan berlangsung dengan baik apabila terdapat distribusi curah hujan sekitar 1000-1500 mm/thn. Bibit diambil dari potongan batang sepanjang 20-30 cm yang diambil dari batang bagian tengah atau bagian bawah dan penanamannya diatur hingga kemiringan batang 45o dan sebagian batang tertanam dalam tanah dengan jarak tanam 1m x 1m (Kartasapoetra, 1988). Ubi kayu merupakan penghasil karbohidrat dan dapat digunakan sebagai bahan pangan pokok pengganti subsidi beras, kudapan (snack) pakan ternak dan sebagai bahan baku industri. Laju pertumbuhan tanaman ubi kayu lebih cepat pada umur 3-6 bulan dan mulai menurun setelah berumur 7-9 bulan. Laju pertumbuhan tanaman tergantung dari sifat varietas yang digunakan. Ubi kayu termasuk salah satu tanaman yang toleran terhadap kondisi lahan kering namun pertumbuhannya akan terganggu bila selama 6 bulan pertama sering mengalami kekurangan air. Agar tanaman mendapat curah hujan/unsur hara yang tepat khususnya pada musim kemarau maka jarak tanaman perlu lebih dilebarkan lagi dari jarak tanaman yang biasa digunakan (Kartasapoetra, 1988).
Universitas Sumatera Utara