TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa sawit memiliki umur ekonomis 25 tahun, setelah umur 26 tahun sebaiknya diremajakan karena pohon sudah tua dan terlalu tinggi atau lebih dari 13 meter sehingga menyulitkan untuk dipanen (Risza, 1994). Bakar (2003), dinyatakan bahwa volume peremajaan tersebut dihasilkan limbah batang yang mengandung kayu dalam jumlah besar. Berdasarkan data statistik perkebunan tahun 2000 dalam Bakar (2003), dinyatakan bahwa volume peremajaan pada tahun 2001-2005 seluas 59.712 ha yang menghasilkan 11 juta m3 dalam bentuk log atau 3,6 juta m3 dalam bentuk kayu gergajian. Tahun 2021-2025 luas areal perkebunan diperkirakan seluas 229.948 ha, yang akan menghasilkan volume log sebesar 42,3 juta m3 melebihi total produksi kayu dari hutan alam ini. Batang sawit dapat dijadikan sebagai bahan baku pengganti atau substitusi kayu dan serat, seperti industri pulp, perabot dan papan pertikel karena tingkat ketersediannya yang berlimpah sepanjang tahun. Lubis et al (1994) menyatakan bahwa batang kelapa sawit mengandung serat dan parenkim dimana keduanya dapat digunakan dengan tujuan yang berbeda parenkim mengandung pati yang tinggi khususnya pada bagian atas batang. Densitas atau kerapatan batang menurun dengan naiknya ketinggian batang. Oleh karena itu cara pemanfaatan batang kelapa sawit yang paling tepat adalah sebagai berikut: 1. Bagian bawah sampai ketinggian 2 meter dapat dimanfaatkan untuk furniture (tiger wood) karena pada bagian ini mempunyai karakteristik khusus yaitu terdapat bercak-bercak hitam yang populer disebut sebagai tiger wood yang dapat dijadikan sebagai perabot eksotik.
Universitas Sumatera Utara
2. Bagian atas (> 2 meter) dapat dimanfaatkan dengan dua cara, yaitu: serat untuk papan serat atau papan partikel, sedangkan parenkim dapat digunakan sebagai pakan ternak. Sifat penting dari sawit Hasil penelitian menunjukkan bahwa batang sawit mempunyai sifat yang sangat beragam dari bagian luar ke pusat batang dan sedikit bervariasi dari bagian pangkal ke ujung batang. Beberapa sifat penting dari kayu sawit untuk setiap bagian batang disajikan pada Tabel 1 Tabel 1. Pengujian Sifat-sifat penting kayu sawit Sifat-sifat penting Berat Jenis Kadar Air (%) Kekakuan Lentur (kg/cm²) Keteguhan Lentur (kg/cm²) Susut Volume (%) Kelas Awet Kelas Kuat Sumber : Bakar (2003)
Tepi 0,35 156 29.996 296 26 V III-V
Bagian dalam batang Tengah Pusat 0,28 0,20 257 365 11.421 6.980 129 67 39 48 V V V V
Komponen limbah batang kelapa sawit Prayitno dan Darnoko (1994) menjelaskan bahwa pohon kelapa sawit yang akan diremajakan mempunyai tinggi 9-12 meter dengan diameter 45-65 cm yang diukur pada ketinggian 1,5 meter dari tanah. Bagian kulitnya mempunyai ketebalan sekitar 3-3,5 cm (Gambar 1). Kayu kelapa sawit terdiri atas serat dan parenkim. Kandungan parenkim ini meningkat pada bagian batang. Parenkim kelapa sawit bagian atas mengandung pati sampai 40% kadar air kayu kelapa sawit segar cukup tinggi sekitar 65%
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Penampang lintang kelapa sawit (foto oleh E. Bauker, 2005 dalam Erwinsyah, 2008) Pohon sawit tergolong famili palmae, mempunyai ”kayu” dengan komposisi sel utama berupa jaringan pembuluh (vascular bundles) (Gambar 2) dan jaringan parenkim (Rahayu,2001). Jaringan pembuluh disusun/ terdiri atas jaringan serat, pembuluh penyalur makanan atau metaxylem (meta dan proto). Fungsi utama jaringan pembuluh adalah sebagai penyokong batang, dimana sel mengandung serabut tebal dan mengandung silika. Parenkim berdinding tipis dan mengandung karbohidrat yang tinggi (Coto, 2003).
Gambar 2 . Jaringan pembuluh (vascular bundles) dengan satu vessel (foto oleh E. Bauker, 2005 dalam Erwinsyah, 2008)
Universitas Sumatera Utara
Lebih jelas berikut ini disajikan pada Gambar 3. Struktur anatomi bagian batang kelapa sawit secara makroskopis.
Gambar 3. Jaringan mikroskopis vascular bundles batang sawit dan keberadaan parenkim, vessel, serat, dan phloem (foto oleh E. Bauker, 2005 dalam Erwinsyah, 2008) Jika dilihat pada arah longitudinal, maka struktur mikroskopis vascular bundles batang sawit dan keberadaan parenkim, vessel, serat, dan phloem terlihat dan tersaji pada Gambar 4.
Gambar 4. Struktur mikroskopis vascular bundles batang sawit dan keberadaan parenkim, vessel dan serat dilihat dari arah longitudinal (foto oleh Erwinsyah, 2008)
Universitas Sumatera Utara
Kelemahan batang kelapa sawit Batang sawit memeliki jumlah kekurangan : tidak kuat, tidak awet, mempunyai susut yang sangat besar dan seterusnya, sehingga tidak dapat digunakan dalam bentuk alami. Penggunaan batang sawit sebagai kayu solid setidaknya mempunyai empat kelemahan yaitu stabilitas dimensi rendah, kekuatan rendah, keawetan rendah, dan sifat permesinan jelek, sehingga dari dulu limbah batang sawit diabaikan, bahkan dianggap sebagai limbah mengganggu (Bakar,2003). Balfas (2003) menambahkan secara umum terdapat hal yang kurang menguntungkan dari kayu sawit dibandingkan kayu biasa diantaranya adalah: 1. Kandungan air pada batang segar sangat tinggi (dapat mencapai 500%). 2. Kandungan zat pati sangat tinggi (pada jaringan parenkim dapat mencapai (45 %) 3. Keawetan alami sangat rendah. 4. Kadar air kesetimbangan relatif tinggi. 5. Dalam proses pengeringan terjadi kerusakan parenkim yang disertai dengan perubahan dan kerusakan fisis secara berlebihan terutama pada bagian kayu berkerapatan rendah. 6. Dalam pengolahan mekanis batang sawit lebih cepat menumpulkan pisau, gergaji, dan amplas. 7. Kualitas permukaan kayu setelah pengolahan relatif lebih rendah. 8. Dalam proses pengerjaan akhir (finishing) memerlukan bahan yang lebih banyak.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu masalah serius dalam pemanfaatannya adalah sifat higroskopis yang berlebihan. Meskipun telah dikeringkan hingga kadar air tanur, batang sawit dapat kembali menyerap air dari udara hingga mencapai kadar air lebih dari 20%. Pada kondisi ini beberapa jenis cendawan dan jamur dapat tumbuh subur baik pada permukaan kayu maupun bagian dalam kayu sawit. Hal ini terutama sangat berhubungan dengan karakteristik kimia kayu sawit yang memiliki kandungan ekstraktif (terutama pati) yang lebih banyak dibandingkan kayu biasa. Persentase kandungan dan kelarutan karakteristik kimia kayu sawit lebih besar/banyak dibandingkan kayu biasa seperti agathis dan jati disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik Kimia Kayu Sawit, Agathis, dan Jati. Sifat Kimia Kandungan (%) Selulosa Lignin Pentosan Abu Silika Kelarutan (%) Alkohol-Benzen Air Dingin Air Panas 1 % NaOH
Sawit
Agathis
Jati
54,38 23,95 19,36 2,02 1,34
52,54 24,7 12,6 1,1 0,1
47,5 29,9 14,4 1,4 0,4
8,90 12,02 16,37 24,87
2,0 0,6 1,3 7,3
4,6 1,2 11,1 19,8
Sumber : Balfas (2003)
Balfas (2003) juga mengatakan bahwa kayu sawit memiliki beberapa hal yang sangat menguntungkan dengan kayu biasa, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Harga kayu atau biaya eksploitasi sangat rendah. 2. Warna kayu cerah dan lebih seragam. 3. Tidak mengandung mata kayu. 4. Relatif tidak memiliki anisoptropis
Universitas Sumatera Utara
5. Mudah diberi perlakuan kimia 6. Mudah dikeringkan 7. Pada bagian atas cukup padat (kerapatan > 500 gr/cm3) tidak dijumpai perubahan atau kerusakan yang berarti. Kayu Komersial yang Diperdagangkan Menurut Sitorus (2009), pemanfaatan kayu-kayu berkualitas baik seperti ulin, merbau, meranti, damar sangat sedikit dan terbatas. Hal ini diakibatkan oleh harga kayu-kayu tersebut cukup mahal dan stok kayu yang sedikit bahkan tidak ada disuplai lagi dari hutan. Jenis-jenis kayu yang ada di panglong hanya terdiri atas beberapa jenis kayu saja, jenis kayu yang dulunya yang jarang dipergunakan, saat ini banyak ditemukan di pasaran dan digunakan sebagai konstruksi bangunan serta keperluan lainnya. Adapun jenis kayu tersebut adalah kayu buah-buahan serta kayu hutan lainnya yang kurang awet serta beberapa jenis kayu dengan kelas kuat I-II. Kayu – kayu yang beredar di pasaran dibagi dalam 5 kelas, yaitu: 1. Sembarang keras (SK) Kampung, merupakan jenis kayu yang berasal dari perkampungan penduduk baik itu yang tumbuh liar/alami maupun tanaman yang dibudidayakan seperti pohon buah-buahan, seperti durian (Durio zibethinus), nangka (Arthocarpus integra), rambutan (Nephelium lappaceum). 2. Sembarang keras (SK) hutan, jenis kayu campuran yang berasal dari hutan yang tumbuh secara alami dan bukan merupakan jenis tanaman yang sering dibudidayakan. Kayu SK Hutan adalah jenis kayu yang dulunya tidak komersial namun saat ini sudah dimanfaatkan karena stok kayu dari
Universitas Sumatera Utara
hutan alam sangat terbatas. Seperti ingul/surian (Toona sureni Merr), mersawa (Anisoptera spp), rengas (Gluta rengas L). 3. Kayu meranti (Shorea spp), meranti batu (Shorea platyclados), meranti gembung (Shorea leprosula Mig), dan keruing (Dipterocarpus spp) 4. Kayu damar laut (Shorea spp Roxb). 5. Kayu merbau (Intsia spp), merupakan jenis kayu yang memiliki kualitas terbaik saat ini diperdagangkan di panglong. Jenis kayu merbau ini juga memiliki warna lebih gelap jika dibandingkan dengan jenis kayu lainnya. Banyak jenis kayu komersial yang disebutkan oleh Martawijaya et al (1981) dalam atlas kayu Indonesia tidak ditemukan atau diperdagangkan lagi, diantaranya adalah jenis kayu sungkai (Peronema canescens Jack), Eboni (Diospyros celebica Back) yang merupakan jenis kayu kelas kuat I-II. Kayu Lapis Kayu lapis juga dikenal dengan sebutan tripleks atau multipleks. Sesuai dengan namanya, kayu lapis terbentuk dari beberapa lapis lembaran kayu. Lembaran-lembaran tersebut direkatkan dengan tekanan tinggi dan menggunakan perekat khusus. Kayu lapis yang terdiri atas tiga lembar kayu disebut tripleks. Sedangkan yang terdiri atas lebih dari tiga lembar kayu, disebut multipleks. Jumlah lapisan ini harus selalu ganjil, sebab jumlah ganjil diyakini lebih kuat dibandingkan dengan genap (Annisa, 2008). Ketebalan kayu lapis bervariasi, mulai dari 3 mm, 4 mm, 9 mm, dan 18 mm. Sedangkan ukuran penampangnya adalah 120 cm x 240 cm. Kayu lapis bisa digunakan sebagai material untuk kitchen set, tempat tidur, lemari, atau meja (Annisa, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), kayu lapis adalah produk panel dari vinir-vinir kayu yang direkatkan bersama sehingga serat sejumlah vinir tegak lurus dan lainnya sejajar sumbu panjang panel. Pada kebanyakan tipe kayu lapis, serat setiap dua lapisan sekali diletakkan sejajar yang pertama. Kayu lapis terdiri atas lapisan-lapisan vinir yang berjumlah ganjil (3, 5, 7, dst), tetapi ada juga kayu lapis kayu lunak yang terbuat dari 4 atau 6 lapisan vinir. Tsoumis (1991), mendefenisikan kayu lapis adalah produk panel yang dibuat dengan cara merekatkan lembaran vinir menjadi lembaran yang selangseling. Karakteristik kayu lapis ditunjukkan oleh permukaan serat yang sudutnya berturut-turut dengan baik, tetapi sering dibuat dengan merekatkan dua lembaran dengan serat yang paralel. Secara umum permukaan serat yang sudutnya berturutturut dengan baik, tetapi sering dibuat dengan merekatkan dua lembaran dengan serat yang paralel. Secara umum permukaan kayu lapis biasanya berjumlah tiga atau lima kadang-kadang tujuh atau sembilan lapis, tetapi boleh juga sama (empat atau lebih) saat kedua permukaan vinir secara paralel. Lembaran vinir dipilih menurut bentuk pembuatan kayu lapis dekoratif (furniture dan dinding panel) dipilih vinir dengan permukaan dari tingkatan mutu berdasarkan penampilan dan warna mengingat permukaan tengah dan belakang vinir tingkatannya menurun baik untuk jenis vinir yang sama atau jenis yang berbeda. Kayu lapis untuk maksud konstruksi pokok kriterianya adalah kekuatannya bukan penampilan dari produk (Panshin, 1980).
Universitas Sumatera Utara
Bahan Baku Pembuatan Kayu Lapis Kayu lapis biasanya dibuat dari lapisan-lapisan kayu dan perekat yang sering digunakan adalah perekat formaldehida. Perekat formaldehida tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dipikirkan untuk mencari perekat lainnya yang lebih aman untuk digunakan (Tsoumis, 1991). Proses Proses pembuatan kayu lapis dilakukan dengan mengoleskan campuran perekat pada permukaan vinir (lembaran kayu) kayu pertama dan merekatkannya dengan permukaan vinir kayu kedua begitu seterusnya hingga beberapa lapis. Setelah pelaburan selesai, dilakukan pengempaan dingin (cold press) vinir-vinir atau lembaran serat kayu yang telah direkatkan pada suhu ruang dengan durasi dan tekanan tertentu. Langkah berikutnya adalah pengempaan panas (hot press) vinir-vinir kayu yang sudah direkatkan tersebut pada suhu antara 1000 – 1200 C dengan durasi tekanan tertentu sehingga dihasilkan kayu lapis. Keteguhan rekat (shear strength) mencapai angka lebih besar dari 7 kilogram force per sentimeter persegi (kgf/cm2). Angka ini menandakan bahwa kayu lapis memenuhi standar untuk interior I dan interior II, yaitu interior dengan tingkat kekuatan sedang dan kuat (Anonim, 2008).
Gambar 6. Kayu lapis
Universitas Sumatera Utara