TINJAUAN PUSTAKA
Bungkil Inti Sawit Kelapa sawit (Elaeis gueneensis, Jack) dalam susunan taksonominya tergolong ke dalam phillum Angiospermae, sub phillum Monocotyledonae, division Corolliferae, ordo Palmales, tribe Cocoineae, genus Elaeis dan spesies gueneensis (Hartadi dkk., 1990 ; Surbakti, 1982). Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun kenyataannya mampu hadir dan berkiprah di Indonesia dan berkembang dengan baik dan produk olahannya minyak sawit dapat menjadi salah satu komoditi perkebunan yang handal (Satyawibawa dan Widyastuti, 2000). Hasil pengolahan kelapa sawit
adalah minyak sawit (Palm Oil) dan
minyak inti sawit (Palm Kernel Oil). Hasil pengolahan ini mempunyai banyak kegunaan, baik sebagai bahan pangan atau non pangan seperti sabun. Di samping hasil utama perdapat tiga jenis hasil ikutan industri pengolahan kelapa sawit yang dapat dimaanfaatkan sebagai pakan ternak yaitu : bungil inti sawit (PKC), lumpur minyak sawit (POS), dan serat buah sawit (PPF) (Agustin, 1991). Bungkil inti sawit adalah limbah ikutan proses ekstrasi inti sawit. Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik (Devendra, 1977). Zat makanan yang terkandung dalam bungkil inti sawit cukup bervariasi, tetapi kandungan yang terbesar adalah protein berkisar antara 18-19% (Satyawibawa dan Widyastuti, 2000).
6 Universitas Sumatera Utara
7
Tabel 1. Kandungan nilai nutrisi bungkil inti sawit Zat Nutrisi Bahan kering (%) Protein kasar (%) Lemak kasar Serat kasar (%) TDN (%) ME (Cal/gr)
Kandungan (%) 92,6 15,4 2,4 16,9 72 2810
Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005)
PKC (Palm Kernel Oil) yang didapat merupakan limbah setelah setelah beberapa kali proses ekstrasi minyak dari inti buah kelapa sawit. PKC masih punya gizi PK 17,2%; SK 17,1%; NDF 74,3%; ADF 52,9%; LK 1,5%; Copper 20-25 ppm; Energi 11,1J/Kg (Ariff Umar et al., 1998 diditasi I Rahayu, 2002). Kandungan protein BIS lebih rendah dari bungkil lainnya.Namun demikian masih layak dijadikan sebagai sumber protein.Kandungan asam amino essensial cukup lengkap dan imbangan Ca dan P cukup baik (Lubis, 1992).Dari hasil analisa proksimat dapat dilihat dari nilai nutrisi BIS. Kandungan SK PKC yang tinggi yaitu 15,7% Yeong et al, 1981 disitasi Rahayu, 2002) adalah merupakan kendala apabila akan diberikan pada unggas secara langsung. Usaha memanipulasi PKC sebagai pakan broiler sudah dilakukan (Osei dan Amo, 1987; Chong et al, 1998 disitasi Rahayu, 2002) dan sebagai pakan petelur (Onwiduke, 1988; Wihandoyono et al, 2001 disitasi Rahayu, 2002) tetapi belum ada data yang menerangkan ayam hutan dan ayam kampung.
Universitas Sumatera Utara
8
Tabel 2. Kompisi Zat Nutrisi BIS Zat Nutrisi Bungkil Inti Sawit BK (%) 92,68a 91,11b 89-90e PK (%) 15,4a 15,40b 16-21,30e a b LK (%) 2,40 7,71 0,70-6,10e SK (%) 16,90a 10,50b 14-16e c ABU 5,18 3-4e a BETN (%) 39 43,60-55,30e TDN (%) 72a 81d a Ca (%) 0,30 P (%) 0,19a EM (Kkal/Kg) 2810a Sumber : a. Aritonang (1986). b. Lab. Nutrisi Jurusan Peternakan FP USU (2000). c. Lab. Ilmu Makanan Ternak IPB Bogor (2000). d. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor (2000). e. Sumber Tim Penulis PS (1998) disitasi Waruwu (2002). Enzim Hemicell Hemicell adalah enzim berbasis proprietari dan unik pakan aditif untuk digunakan
dalam
makanan
unggasayam untuk
meningkatkan
keseragaman kawanan ternak dan dapat mengurangi stres, kekebalan pada hewan, membantu pencernaan . Beberapa bahan pakan, termasuk bungkil kedelai, mengandung β-Mannan, sebuah serat anti-nutrisi yang menghambat kinerja ayam pedaging hidup.Hemicell® mendegradasi dan menghilangkan β-Mannan. βmannan merupakan polisakarida dengan beberapa mannosa yang membentuk ikatan rantai. Matriks nilai dari Hemicell® yang telah dikembangkan digunakan dalam merumuskan ransum broiler. Hemicell
®
dapat
adalah produk non-
transgenik (Chemgen Corporation, 2000). Penambahan Hemicell ®ke dalam ransum yang sudah ada tanpa modifikasi lain memberikan dampak positif terhadap populasi ternakjika ditinjau secara
Universitas Sumatera Utara
9
individu dibandingkan populasi ternak yang memperoleh perlakuan tanpa adanya penambahan Hemicell ® didalam ransumrantai (Chemgen Corporation, 2000). Enzim hemicell berasal dari hasil fermentasi dari Bacillus lentus.Hemicell ini mengandung β-mannase tinggi yang dapat menurunkan β-mannan, serat dalam makanan yang diberikan, β-mannan dan turunannya yaitu β-galaktomannan merupakan faktor anti nutrisi bagi hewan monogastrik.Pemberian 2-4% dalam makanan dapat menyebabkan pertumbuhan lambat dan mengurangi efesiensi pemberian ransum untuk broiler (Tabel 3 dan 4).Konsekuensinya β-mannan memperlambat pertumbuhan dan mengurangi efesiensi pemberian ransum (Chemgen, 1999).Pengaruh negatif dari β-mannan dan perbandingan hasil penggunaan β-mannan dengan β-mannase pada broiler, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3. Efek negatif β-mannan (β-galaktomannan) Umur (hari)
PBB
FCR
Kontrol
15
0.243
1.752
Kontrol + 4 essens β-galaktomannan
15
0.158
2.272
Perbedaan
-
0.085
0.520
Sumber : Andersoon et al., (1964) Poultry Science 43; 1091-1097
Tabel 4. Pebandingan hasil penggunaan β-galaktomannan dan β-mannase Umur (hari) PBB
FCR
Kontrol
14
0.168 1.480
Kontrol + 2% β-galaktomannan
14
0.186 1.960.
Kontrol + 2% β-galaktomannan dan β-mannase
14
0.172 1.550
Sumber : Ray et al., (1982) Poultry Science 61; 488-494
Universitas Sumatera Utara
10
Mekanisme Kerja Enzim Hemicell Enzim bereaksi dalam pembentukan suatu senyawa kompleks antara enzim dengan substratnya sehingga memungkinkan enzim dapat bekerja pada substrat tersebut. Senyawa kompleks ini kemudian dipecah untuk menghasilkan suatu senyawa lain dan enzim yang tidak berubah. E+S
ES
E+P
Dimana E adalah enzim dan S adalah subtrat, ES adalah kompleks enzim dan subtrat dan P adalah hasil baru yang dihasilkan oleh aksi enzim. Peranan enzim dalam saluran pencernaan ditujukan terhadap pencernaan pati, lemak dan protein (Wahyu, 1992).Kadang kala enzim ditambahkan ke dalam ransum dengan maksud mempercepat pencernaan ransum tersebut atau mempertinggi penggunaannya (Anggorodi, 1994). Banyak polisakarida termasuk galaktan, mannan, silan, araban dan asam uronat didapatkan di dalam fraksi hemicellulosa dari tanam-tanaman.Istilah hemicellulosa menunjukkan komponen-komponen tanaman yang tidak larut dalam air yang mendidih, larut di dalam alkali yang diencerkan dan didegradasi oleh asam yang deiencerkan.Penelitian menunjukkan bahwa ayam dapat menggunakan hemicellulosa sebagai sumber energi tapi dalam keadaan terbatas.Beberapa hidrolisa dapat terjadi di dalam proventriculus dan gizzard dalam lingkungan asam atau di dalam perut sederhana dari hewan, juga pencernaan melalu mikroba di dalam usus dapat melepaskan sejumlah energi (Wahyu, 1992).
Universitas Sumatera Utara
11
Itik Mojosari Alabio (MA) Berdasarkan klasifikasi ilmiahnya itik dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom, animalia, Filum, chordate, kelas: Aves, Ordo: Anseri Formes, family Anatide: Sub Familly Denggrocygininae, Oksiurinae, anatidae, aytinae, marginae. Sementara berdasarkan tipenya, pengklasifikasian itik dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu itik petelur seperti Indian runer, khaki campebel, Tegal, Bali, Alabio, Mojosari; itik pedaging seperti peking, rouen, Aylesbury, Muscoopy, Cayuga; serta itik ornamental (itik hias) seperti east Indian, call (grey cal), mandarin, Blue swedies, crested dan wood. Itik alabio merupakan hasil persilangan itik asli Kalimantan dengan itik peking. Nama alabio sendiri diberikan oleh drh.Saleh Puspo, seorang ilmuan yang melakukan pendalaman terhadap itik ini pada tahun 1952, sedangkan nama alabio diambil dari nama sebuah kota kecamatan di kabupaten hulu sungai Utara yang terkenal sebagai tempat pemasaran itik. Ciri- ciri dari itik alabio antara lain sebagai berikut: Tubuh berukuran lebih besar dari pada itik petelur lain Sikap berdirinya tidak terlalu tegak, yakni membuat sudut ±60º dengan dasar tanah Bobot badan itik betina dewasa 1,6-1,8 kg dan itik jantan dewasa 1,8- 2,0 kg Warna bulu pada betina kuning keabu- abuan dengan bulu sayap, ekor, dada, leher, dan kepala sedikit kehitaman. Sedangkan untuk itik jantan warna bulu cenderung lebih gelap dan pada sayap terdapat beberapa helai bulu suri berwarna hijau kebiru- biruan. Mempunyai garis putih diatas mata yang menyerupai alis
Universitas Sumatera Utara
12
Paruh dan kaki berwarna kuning, baik pada jantan maupun betina Produksi telur rata- rata 249 butir per tahun ( Supriyadi, 2009). Itik mojosari banyak ditemukan di Desa Modopuro, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.Sedangkan, penyebarannya mencakup daerah Jawa Timur dan Jawa Barat.Itik Mojosari mempunyai ciri- ciri spesifik sebagai berikut.
Bulu pada betinanya berwarna coklat tua kemerahan dengan beberapa variasi yang tampak diseluruh permukaan tubuh, sedangkan pada jantan bulu pada bagian kepala, leher, dan dada berwarna coklat gelap mendekati hitam, bagian perut agak keputih- putihan, serta pada bagian punggung coklat tua. Bulu dibagian ekornya melengkung keatas dan pada bagian sayap terdapat bulu suri yang berwarna hitam mengkilap.
Paruh dan kaki itik mojosari betina berwarna hitam, sedangkan pada itik jantan paruh dan kaki tampak lebih hitam dari betina.
Selain itu, ada juga itik mojosari (betina dan jantan) yang berwarna putih polos dengan warna paruh dan kaki kuning. Itik seperti ini sering disebut itik mojosari putih. Namun, populasinya sudah sangat jarang.
Bobot telur itik mojosari coklat rata- rata 69 g dan itik mojosari putih 65,2 g.
Produksi telur itik mojosari coklat 238 butir per tahun dan itik mojosari putih 219 butir per tahun ( Supriyadi, 2009). Berat Patokan Itik ( Standard Weight): Jantan dewasa: 9 lbs (4,086 Kg),
Betina dewasa: 8 lbs (3,632 Kg), Jantan muda: 8 lbs (3,632 Kg), Betina muda: 7 lbs (3,178 Kg) (Samosir, 1983).
Universitas Sumatera Utara
13
Itik raja merupakan itik hasil persilangan antara itik Mojosari dan Itik alabio. Dinamakan itik Raja karena itik ini mempunyai keunggulan pertumbuhan yang lebih cepat dari pada itik lainnya, dagingnya lebih tebal, dan aromanya tidak terlalu amis. Keunggulan lain dari itik raja ialah tahan terhadap penyakit dan lebih tahan stress, baik akibat perubahan cuaca maupun adanya suara-suara yang bising. Dengan keunggulannya tersebut, itik raja layak dijadikan bibit pilihan bagi peternak yang akan berbisnis dalam itik pedaging dan/potong. Kebutuhan kandungan nutrisi yang terkandung dalam pakan itik pedaging dan petelur berbeda.Itik raja yang merupakan itik pedaging membutuhkan kandungan nutrisi yang tepat yang harus tersedia dalam pakan.Pada Tabel 5 merupakan kebutuhan itik pedaging. Tabel 5. Kebutuhan gizi itik pedaging Zat Makanan
Starter & Rasio EP Finisher Rasio EP Grower Energi Metabolik (Kcal/Kg) 2800 2900 Protein (%) 16 (22)* 181 (131) 15 193 Lysin (%) 0,9 0,7 Methionin + Cystin (%) 0,8 0,55 Vitamin A (IU) 4000 4000 Vitamin D (ICU) 220 500 Riboflavin (mg) 4 4 Panthothenic Acid (mg) 11 10 Niacin (mg) 55 40 Pyridoxin (mg) 2,6 3 Calcium (%) 0,6 2,75 Phosporus (%) 0,6 0,6 Sodium (%) 0,15 0,15 Manganese (mg) 40 25 Magnesium (mg) 500 500 Sumber : NRC (1984) * Bila dinaikkan menjadi 22% untuk 2 minggu pertama, (rasio 131) akan diperoleh Kecepatan pertumbuhan yang lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
14
Konsumsi Pakan Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsure nutrisi yang ada dalam pakan tersebut. Secara bilogis itik mengkonsumsi makanan untuk proses hidupnya. Kebutuhan energi untuk fungsi-fungsi tubuh dan memperlancar reaksi-reaksi asam amino dari tubuh.Hal ini menunjukkan bahwa ternak itik dalam mengkonsumsi makanannya digunakan untuk kebutuhan ternak tersebut (Wahyu, 1985). Konsumsi ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : umur, palatabilitas ransum, aktivitas ternak, energy ransum dan tingkat protein. Juga ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari ransum yang diberikan serta penggolongannya.Ransum yang diberikan pada ternak harus sesuai dengan umur dan berdasarkan kebutuhan, hal ini bertujuan selain untuk mengefesiensikan jumlah ransum pada ternak juga untuk mengetahui sejauh mana pertambahan berat badan yang dicapai (Anggorodi, 1979). Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ransum adalah palatabilitas ransum yang meliputi bau, rasa, dan tekstur. Lebih lanjut Tilman dkk., (1986) menjelaskan bahwa semakin palatebel suatu bahan pakan maka semakin banyak jumlah ransum yang dikonsumsi. Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak, bila pakan diberikan ad libitum.Kesehatan ternak juga sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan.Ternak yang sedikit, walaupun gejala penyakitnya belum jelas, nafsu makannya turun dan cenderung malas berjalan ke tempat pakan maupun minum. Pada keadaan suhu lingkungan yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan, nafsu makan akan menurun dan konsumsi air meningkat. Akibatnya, otot-otot
Universitas Sumatera Utara
15
daging
lambat
membesar
dan
daya
tahan
tubuh
pun
menurun
(Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000). Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake) adalah jumlah makanan yang tidak sengaja dikonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad bilitum. Konsumsi adalah faktor essensial yang merupakan dasar untuk hidup dan menyesuaikan dengan kondisi tubuh serta stress yang diakibatkan oleh lingkungan, makanan yaitu sifat dan komposisi kimia makanan yang dapat mempengaruhi konsumsi (Parakkasi,1995). Menurut Cahyono (1998), konsumsi juga dipengaruhi oleh palatabilitas pakan tersebut. Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan konsumsi kimia serta kualitas pakan.Salah satu yang menjadi penentu tingkat konsumsi adalah keseimbangan zat makanan dan palatabilitas. Tingkat perbedaan konsumsi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatibiltas). Menurut Departemen Pertanian (2002), yang dapat membuat daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsi pakan adalah palatabilitas. Makanan yang berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih baik dibandingkan dengan makanan berkualitas rendah, sehingga kualitas pakan yang relatif sama maka tingkat konsumsinya juga relatif sama (Parakkasi, 1995). Semakin banyak serat kasar yang terdapat dalam suatu bahan makanan makan semakin tebal dinding sel dan akibatnya semakin rendah daya cerna dari bahan makanan (Anggorodi, 1979).
Universitas Sumatera Utara
16
Pertambahan Bobot Badan Tillman et al,.(1986) mengemukakan bahwa pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan diketengahkan dengan pertumbuhan badan tiap hari, tiap minggu, atau tiap waktu lainnya. Pertumbuhan adalah suatu
proses yang sangat komplek meliputi
pertambahan bobot badan dan pertambahan seluruh jaringan tubuh secara serentak dan merata. Lebih lanjut Anggorodi (1985) menjelaskan bahwa pertumbuhan merupakan manisfestasi perubahan-perubahan dalam unit pertumbuhan terkecil yakni sel yang mengalami hiperplasi atau pertambahan jumlah sel hipertropi atau pembesaran ukuran sel. Pertumbuhan murni menurut Anggorodi (1979) adalah pertambahan dalam bentuk dan bobot jaringan-jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali lemak).Kemampuan ternak mengubah zat-zat nutrisi ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan.Pertambahan bobot badan merupakan salah satu criteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah tingkat serat kasar dalam ransum. Lubis (1980) menjelaskan bahwa tingkat serat kasar yang tinggi dalam ransum akan menurunkan konsumsi ransum yang pada gilirannya pertumbuhan juga akan menjadi lambat. Sebaliknya apabila kandungan serat kasar dalam ransum terlalu rendah mengakibatkan laju ransum dalam pencernaan meningkat sehingga dapat menurunkan pertumbuhan (Siregar dkk., 1982).
Universitas Sumatera Utara
17
Maynard dan Loosli (1979) menyatakan bahwa pertumbuhan merupakan peningkatan dalam struktur jaringan seperti otot, tulang dan organ, serta deposit lemak jaringan adipose.Menurut Preston dan Leng (1987), pertumbuhan jaringan banyak berhubungan dengan sintesis lemak dan protein.Bahan (substrat) yang dibutuhkan adalah asam-asam amino untuk deposit protein, asam asetat, butirat, dan asam-asam lemak rantai panjang untuk sintesi lemak. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang dapat digunkan
untuk
mengevaluasi
kualitas
bahan
makanan
ternak,
karena
pertumbuhan yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah satu indikasi pemanfaatan zat-zat makanan dari ransum yang diberikan. Dari data pertambahan bobot
badan
akan
diketahui
nilai
suatu
bahan
pakan
bagi
ternak
(Church dan Poond, 1980). Pertumbuhan umunya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan melalui penimbangan berulang-ulang, yaitu setiap hari, setiap minggu atau setiap waktu lainnya (Tillman et al., 1989). Konversi Ransum Konversi ransum (feed converse ratio) adalah perbandingan jumlah konsumsi ransum pada satu minggu dengan pertambahan bobot badan yang dicapai pada minggu itu, bila rasio kecil berarti pertambahan bobot badan itik memuaskan atau itik makan dengan efesien. Hal ini dioengaruhi oleh besar badan dan bangsa itik, tahap produksi, kadar energy dalam ransum, dan temperatur lingkungan (Rasyaf, 2000). Konversi ransum adalah ransum yang habis dikonsumsi itik dalam jangka waktu tertentu dibandingkan dengan pertambahan bobot badan (pada waktu
Universitas Sumatera Utara
18
tertentu) semakin baik mutu ransum semakin kecil konversinya (Rasyaf, 1995). Menurut Tillman et al., (1991), semakin banyak ransum yang dikonsumsi untuk menghasilkan satu satuan produksi maka makin buruk lah konversi ransum. Baik buruknya konversi ransum ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya ransum, temperatur, lingkungan dan tujuan pemeliharaan serta genetik. Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah yang dikonsumsi pada waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan bobot badan atau produksi yang dihasilkan) dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan adalah indikator teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisensi penggunaan pakan, semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin baik (Anggorodi, 1979). Konversi pakan diukur dari jumlah bahan kering yang dikonsumsi dibagi dengan pertambahan bobot badan persatuan waktunya.Konversi pakan khusunya pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, pertambahan bobot badan dan nilai kecernaan. Dengan memberikan kualitas pakan yang baik ternak akan
tumbuh
lebih
cepat
dan
lebih
baik
konversi
pakannya
(Martawidjaya, et al., 1999). Angka konversi ransum menunjukkan tingkat penggunaan ransum dimana jika angka konversi semakin kecil maka penggunaan ransum semakin efisien dan sebaliknya jika angka konversi besar maka penggunaan ransum tidak efisien (Campbell, 1984). Konversi ransum dilihat dari konsumsi ransum ternak dan hubungannya terhadap pertambahan bobot badan.Tabel 6 menunjukkan laju pertumbuhan dan konsumsi itik. Tabel 6. Laju pertumbuhan dan konsumsi makanan itik pedaging
Universitas Sumatera Utara
19
Umur (minggu)
♂
Berat ♀ badan (Kg)
♂ Konsumsi ♀ seminggu (Kg)
♂ Konsumsi ♀ kumulatif (Kg)
1
0.27
0,27
0,22
0,22
0,22
0,22
2
0,78
0,74
0,77
0,73
0,99
0,95
3
1,38
1,28
1,12
1,11
2,11
2,05
4
1,96
1,82
1,28
1,28
3,40
3,33
5
2,49
2,30
1,48
1,43
4,87
4,76
6
2,96
2,73
1,63
1,59
6,50
6,35
7
3,34
3,06
1,68
1,63
8,18
7,98
3,29
1,68
1,63
9,86
9,61
8 3,61 Sumber : NRC (1984) Bobot potong
Bobot potong adalah bobot yang didapat dengan cara penimbangan bobot itik setelah dipuasakan selam 12 jam. Bobot potong perlu diperhatikan karena berpengaruh terhadap bobot karkas, oleh karena itu diperhatikan kualitas dan kuantitas karkas dari ransum yang dikonsumsi, sehingga didapat pertumbuhan yang baik. Tujuan utama pemberian ransum adalah untuk menghasilkan pertumbuhan yang paling cepat sedapat mungkin dengan jumlah pakan yang paling sedikit, serta hasil akhir yang memuaskan dalam jangka waktu ekonomis yang pendek (Blakely and Bade, 1998). Karkas Itik Karkas merupakan daging bersama tulang dari hasil pemotongan setelah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut, isi rongga perut, darah dan bulu (Rasyaf, 1992).
Universitas Sumatera Utara
20
Klasifikasi kualitas karkas unggas didasarkan atas tingkat keempukan dagingnya.Unggas yang dagingnya empuk, yaitu unggas yang daging karkasnya lunak, lentur, kulitnya bertekstur halus dan kartilago sternalnya fleksibel. Unggas dengan keempukan daging sedang diidentifikasikan dengan umur yang relatif lebih tua, kulit yang kasar dan kartilago sternalnya kurang fleksibel (Swatland, 1984 disitasi
Soeparno, 1994).Untuk mendapatkan bobot karkas yang tinggi
dapat dilakukan dengan memberikan ransum dengan imbangan yang baik antara protein, vitamin, mineral dan dengan pemberian ransum yang berenergi tinggi (Scott et al.,1982). Menurut Siregar (1980) bahwa karkas yang baik berbentuk padat dan tidak kurus, tidak terdapat kerusakan kulit ataupun dagingnya.Sedangkan karkas yang kurang baik mempunyai daging yang kurang padat pada bagian dada sehingga kelihatan panjang dan kurus.Pada dasarnya mutu dan persentase bobot karkas dipengaruhi oleh galur, jenis kelamin, umur, bobot dan kualitas makanan yang dibentuk.Hal ini juga didukung oleh Berg dan Butterfield (1972) yang menyatakan bahwa karkas yang baik ditandai dengan jumlah daging yang maksimum, sedangkan tulangnya minimum dan jumlah lemak yang optimum. Persentase Karkas Karkas merupakan bagian tubuh yang penting dalam produksi daging. Karkas ayam pedaging adalah bagian tubuh setelah ayam dipotong dan dikeluarkan isi rongga perut tanpa kaki dan kepala, namun dapat pula ditambah dengan giblet (hati, jantung dan limpa) dan leher (Snyder dan Orr, 1964).Bobot karkas normal adalah 60-75 % dari berat tubuh.Sedangkan persentase karkas
Universitas Sumatera Utara
21
adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup dikalikan 100 % (Siregar, 1994). Persentase karkas merupakan faktor yang penting untuk menilai produksi ternak, karena produksi erat hubungannya dengan bobot hidup, dimana semakin bertambah bobot hidupnya maka produksi karkasnya semakin meningkat (Murtidjo, 1987). Hal ini ditegaskan lagi oleh Ahmat dan Heman (1992) disitasi Presdi (2001) menyatakan bahwa ayam yang bobot tubuhnya tinggi akan menghasilkan persentase karkas yang tinggi, sebaliknya ayam yang bobot hidupnya rendah akan menghasilkan persentase karkas yang rendah. Lemak Abdominal Lemak abodominal merupakan lemak yang terdapat disekitar rongga perut atau juga disekitar ovarium.Lemak sebagai sumber energi sangat efesien dalam jumlah atau 2.5 kali lebih tinggi dari kandungan karbohidrat.Namun pemakaian lemak untuk konsumsi unggas hanya dibolehkan sekitar 5 % dari jumlah total ransum. Hal ini disebabkan kandungan lemak yang tinggi akan menghambat ovulasi (Triyantini, 1997). Menurut Haris (1997) yang menyatakan bahwa perlemakan tubuh diakibatkan dari konsumsi energi yang berlebih yang akan disimpan dalam jaringan tubuh yaitu pada bagian intramuscular, subkutan dan abdominal. Ditambahkan lagi oleh Tilman et al. (1986) yang menyatakan bahwa kelebihan energi pada ayam akan menghasilkan karkas yang mengandung lemak lebih tinggi dan rendahnya konsumsi menyebabkan lemak dan karbohidrat yang disimpan dalam glikogen rendah.
Universitas Sumatera Utara
22
Soeparno (1994) menyatakan lemak karkas yang tinggi sebagai kaibat dari perlakuan pakan berenergi tinggi yang menyebabkan sintesis lemak dan karbohidrat lebih besar dibanding dengan perlakuan pakan berenergi rendah sehingga terjadi kenaikan persentase lemak intra muskuler dan menurunkan kadar air. Sementara itu Ketaren, et al. (1999) menyatakan bahwa pemberian produk terfermentasi pada ayam pedaging meskipun tidak menyebabkan perubahan yang berarti terhadap persentase karkas, tetapi dapat menurunkan kadar lemak abdominalnya. Komot (1989) menyatakan bahwa diantara faktor - faktor yang mempengaruhi lemak tubuh, maka faktor ransum adalah yang paling berpengaruh. Perlemakan tubuh diakibatkan dari konsumsi energi pakan yang berlebih yang akan disimpan dalam jaringan tubuh yaitu bagian dari intramuskuler, subkutan dan abdominal (Haris, 1997). Saluran Pencernaan Mc Donald et al. (1988) menyatakan pencernaan merupakan proses penguraian bahan pakan menjadi senyawa lebih sederhana untuk diabsorbsi dan dipakai oleh jaringan tubuh. Proses pencernaan bahan pakan pada hewan berlangsung mekanis, enzimatis dan mikrobia. Proses pencernaan mekanis pada unggas berlangsung karena kontraksi otot – otot sepanjang saluran cerna, proses pencernaan kimiawi melibatkan enzim yang disekresikan sepanjang saluran cerna dan pencernaan mikroba berlangsung karena aktivitas mikrobia terutama pada usus besar. Unggas mempunyai saluran cerna yang sangat pendek, sehingga proses pencernaan berlangsung sangat cepat.
Universitas Sumatera Utara
23
Menurut Nickel et al. (1987) sistem pencernaan unggas terbagi dua bagian yaitu saluran cerna utama yang terdiri dari mulut, esopagus, lambung, usus kecil, usus besar dan kloaka dan kelenjar pelengkap (asesoris) yaitu hati dan pankreas. Lebih lanjut dinyatakan esopagus pada unggas berbeda dengan ternak lainnya karena bagian distal mengalami pelebaran membentuk kantong yang dikenal dengan tembolok.Lambung unggas dibedakan menjadi lambung kelenjar dan lambung otot atau anela. Usus kecil unggas dibedakan menjadi 3 bagian yaitu duadenum, jejenum dan ileum, sedang usus besar unggas dibedakan atas sekum sebanyak 2 buah dan kolon pendek, kloaka yang bersifat multifungsi. Makanan yang berasal dari lambung masuk ke dalam gizard yang tidak terdapat pada hewan non ruminansia lain. Gizard mempunyai otot – otot kuat yang dapat berkontraksi secara teratur untuk menghaluskan makanan sampai menjadi bentuk pasta ke dalam usus halus. Biasanya gizard mengandung grit (batu kecil dan pasir) yang akan membantu melumatkan biji – biji (Tillman dkk., 1991). Usus besar unggas sangat pendek jika dibandingkan hewan non ruminansia lain, terutama dibandingkan babi. Bila kenyataan ini dihubungkan dengan jalannya makanan di kolon dan sekum, diketahui bahwa ada aktifitas jasad renik dan usus besar unggas tetapi sangat rendah jika dibandingkan hewan non ruminansia lain. Kenyataan sangat diragukan apakah selulase mengalami hidrolisa dalam usus besar ini, namum ada petunjuk bahwa hemiselulase mengalami sedikit hidrolisa. Diragukan pula apakah vitamin B yang terbentuk dapat diabsorbsi dalam usus besar, sehingga sintesa vitamin B menjadi tidak penting lagi bagi pemenuhan kebutuhan hewan kecuali bila unggas makan fesesnya sendiri yang kaya akan vitamin B (Tillman dkk., 1991).
Universitas Sumatera Utara
24
Pakan yang dimakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan dam anatomi saluran pencernaan dan organ dalam unggas.Adanya serat kasar dalam ransum dilaporkan dapat meninkatkan bobot rempela (Ulupi, 1990).Hasil penelitian Syamsuhaidi (1997) pada ayam pedaging menunjukkan bahwa pemberian Duckweed hingga taraf 40% dapat meningkatkan panjang usus halus dan seka.Saluran pencernaan merupakan organ yang paling penting untuk mengubah pakan menjadi daging dan telur yang bernilai gizi tinggi.Oleh karena itu, pengaruh penggunaaan BIS yang di beri imbuhan pakan terhadap saluran pencernaan itik perlu diteliti. Peningkatan persentase bobot saluran pencernaan dan organ dalam merupakan salah satu bentuk adaptasi itik terhadap ransum yang diberikan. Menutur Sturkie (1976), unggas yang diberi ransum berserat kasar tinggi cenderung mempunyai saluran pencernaan yang lebih besar dibanding dengan unggas pemakan biji-bijian atau karnivora. Ulupi (1990) melaporkan bahwa itik yang diberi ransum dengan kadar serat kasar 13 dan 17 % mempunyai bobot rempela yang nyata lebih berat dibandingkan itik yang diberikan ransum dengan kadar serat kasar 5 dan 9 %. Peningkatan bobot rempela diduga disebabkan bekerja lebih berat untuk mencerna pakan yang mengandung serat kasar yang tinggi.Panjang saluran pencernaan diperoleh dari pengukuran panjang masinmasing saluran pencernaan dalam satuan centimeter (cm) ( Sumiati dan Sumirat, 2003).
Universitas Sumatera Utara