TINJAUAN PUSTAKA
A. Pariwisata Kata wisata (tourism) pertama kali muncul dalam Oxford English Dictionary tahun 1811, yang mendeskripsikan atau menerangkan tentang perjalanan untuk mengisi waktu luang. Orang pertama yang membuat sebuah petunjuk perjalanan wisata adalah Aimeride Picaud, warga Prancis yang memublikasikan bukunya tahun 1130 tentang perjalanan ke Spanyol. Awalnya perjalanan wisata sering berkaitan dengan perjalanan ibadah, eksplorasi geografis, ekspedisi ilmu pengetahuan, studi antropologi dan budaya, serta keinginankeinginan untuk melihat bentang alam yang indah(Hakim, 2004). Pariwisata adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan untuk menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk bersenangsenang, memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang atau waktu libur serta tujuantujuan
lainnya.
Sedangkan
menurut
UU
No.10/2009
tentang
Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah (Disbudpar, 2009). Dalam arti luas, pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata semakin berkembang sejalan perubahan-perubahan sosial, budaya, ekonomi, teknologi dan politik. Sebagai suatu aktivitas manusia, pariwisata adalah
Universitas Sumatera Utara
fenomena pergerakan manusia, barang, dan jasa yang sangat kompleks. Ia terkait erat dengan organisasi, hubungan-hubungan kelembagaan dan individu, kebutuhan
layanan,
penyediaan
kebutuhan
layanan,
dan
sebagainya
(Damanik dan Weber, 2006). B. Atraksi Wisata Atraksi wisata adalah pengembangan obyek fisik yang pada gilirannya dapat menyediakan kebutuhan pasar, dimana penempatan dan pengelolaannya harus
dapat
menumbuhkan
kepuasan
perjalanan
wisatawan.
Dalam
perencanaannya, sumber daya fisik dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori. Pertama; sumber daya alami (natural resources), misalnya: iklim, sumber daya alami, flora dan fauna adalah dasar kuat untuk banyak atraksi. Kedua; sumber daya buatan (man made); situs peninggalan sejarah, tradisi/ budaya, adalah basis untuk pengembangan daya tarik lain dalam segmen perjalanan. Hal yang sangat penting dalam menempatkan atraksi secara fisik adalah adanya perubahan setiap waktu yang dikarenakan dua hal. Pertama; karakteristik dari tempat ini dapat berubah karena adanya perubahan dari kondisi kota, kualitas sumber daya seperti sumber air, flora dan fauna, dan ini semua akan mempengaruhi pada kesuksesan dari atraksi wisata yang ditawarkan. Kedua; kesan dan minat pengunjung dapat naik atau turun seiring dengan perjalanan waktu. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, kebijaksanaan pembangunan secara umum, dan kecenderungan model saat itu (Nugraha, 2008). Walaupun secara geografis penyebaran atraksi tidak homogen dalam satu wilayah, dalam pengembangannya 3 (tiga) hal pokok yang perlu diperhatikan dalam penangan atraksi. Pertama; udara, daratan, dan akses air untuk
Universitas Sumatera Utara
menghubungkan dengan daerah asal pengunjung (aksesibilitas). Kedua; semua atraksi wisata dapat dihubungkan dengan kota besar yang paling dekat sebagai pusat pelayanan wisatawan. Kebanyakan dari jenis jasa yang digunakan oleh wisatawan adalah juga dapat digunakan oleh penduduk, yang pada gilirannya semuanya akan menyukai penempatan berkenaan dengan penambahan fasilitas kota untuk jasa rumah makan, pertunjukan, dan bahkan hotel. Ketiga; hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan lokasi adalah jarak keterjangkauan aset sumber utama atraksi dengan kota terdekat, terutama antisipasi terhadap kedatangan pengunjung dalam jumlah yang besar dan bersamaan. Semakin mudah jangkauan ke lokasi wisata, maka semakin pula obyek wisata tersebut mudah dikenal untuk dicoba dikunjungi (Nugraha, 2008). C. Ekowisata Ekowisata adalah kegiatan wisata yang memanfaatkan jasa lingkungan, baik itu alam (keindahannya, keunikannya) ataupun masyarakat (budayanya, cara hidupnya, struktur sosialny) dengan mengemukakan unsur-unsur konservasi, edukasi dan masyarakat setempat. Dalam buku A Guide for planners and Manager dituliskan bahwa ecoturism atau ekowisata adalah kegiatan wisata yang bertanggungjawab ke lingkungan
dan
kawasan-kawasan alam dengan melestarikan
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
setempat
(Fandeli dan Mukhlison, 2000). Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Ekowisata merupakan konsep pengembangan pariwisata Ekowisata yang berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
Universitas Sumatera Utara
pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah setempat. Ekowisata memiliki banyak defnisi yang seluruhnya berprinsip pada pariwisata yang kegiatannya mengacu pada lima elemen penting yaitu: a. Memberikan pengalaman dan pendidikan kepada wisatawan yang dapat meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap daerah tujuan wisata yang dikunjunginya. Pendidikan diberikan melalui pemahaman akan pentingnya pelestarian lingkungan, sedangkan pengalaman diberikan melalui kegiatankegiatan wisata yang kreatif disertai dengan pelayanan yang prima. b. Memperkecil dampak negatif yang bisa merusak karakteristik lingkungan dan kebudayaan pada daerah yang dikunjungi. c. Mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan dan pelaksanaannya. d. Memberikan keuntungan ekonomi terutama kepada masyarakat lokal, untuk itu, kegiatan ekowisata harus bersifat provit (menguntungkan). e. Dapat terus bertahan dan berkelanjutan. Beberapa karakteristik ekowisata yang membedakannya dengan wisata konvensional antara lain (Damanik dan Weber, 2006) : a. Semua kegiatan wisata berbasis pada pelestarian alam b. Penyedia jasa wisata tidak hanya menyiapkan atraksi tetapi juga menawarkan peluang bagi mereka untuk lebih menghargai lingkungan c. Objek daya tarik wisata merupakan basis kegiatan wisata
Universitas Sumatera Utara
d. Kegiatan wisata ditujukan pula untuk mengumpulkan dana yang akan digunakan bagi pelestarian objek dan daya tarik wisata dan membantu pengembangan masyarakat setempat secara berkelanjutan e. Perjalanan wisata menggunakan alat transportasi dan akomodasi lokal f. Berupa wisata berskala kecil, dalam arti jumlah wisatawan maupun usaha jasa yang dikelola D. Penawaran (Supply) dan Permintaan (Demand) Pariwisata Kotler dan Armstrong (2008) mengemukakan definisi penawaran (supply) dan permintaan (demand) secara umum. Supply diartikan sebagai sejumlah barang, produk atau komoditas yang tersedia dalam pasar untuk dijual kepada orang yang membutuhkannya. Demand (permintaan) diartikan sebagai keinginan seseorang terhadap produk atau barang tertentu. Penawara meliputi semua produk yang dihasilkan oleh kelompok perusahaan termasuk kelompok industri pariwisata yang akan ditawarkan kepada pengunjung, sedangkan demand lebih menunjukkan kepada permintaan atas barang atau produk yang ingin dibeli dengan
harga
tertentu
yang
diikuti
dengan
kekuatan
untuk
membeli
(purcashing power). Modal atraksi wisata yang menarik kedatangan wisatawan secara garis besar ada tiga, yaitu atraksi alam, atraksi kebudayaan, dan atraksi manusia itu sendiri. Modal tersebut dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata, baik in situ maupun ex situ, yaitu di luar tempatnya yang asli, misalnya dijadikan kebun raya di lain tempat dan sebagainya. Atraksi alam yang dimaksudkan adalah alam fisik, flora dan faunanya. Ada beberapa alasan mengapa alam itu menarik bagi wisatawan, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a.
Banyak wisatawan yang tertarik oleh kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan di alam terbuka seperti pegunungan, pantai dan hutan.
b.
Sering dijumpai orang mengadakan perjalanan hanya sekedar untuk menikmati suasana pedesaan atau kehidupan di luar kota.
c.
Wisatawan ada yang menyukai tempat-tempat tertentu yang mungkin mengandung kenangan dan kesenangan tersendiri, sehingga setiap kali ada kesempatan untuk pergi, mereka akan kembali ke tempat-tempat tersebut.
d.
Alam juga sering menjadi bahan studi kasus untuk penelitian, khususnya dalam widya wisata. Untuk keperluan ini yang penting ialah daerah dengan jenis flora dan fauna yang khas dan langka (Nugraha, 2008). Dalam industri pariwisata, pada umumnya penawaran pariwisata
mencakup segala sesuatu yang ditawarkan oleh tempat wisata kepada pengunjung aktual maupun pengunjung potensial. Avenzora (2003) dalam Ma’mur (2011) menyatakan bahwa berbicara tentang recreation supply adalah berbicara tentang (1) apa dan berapa banyak dapat diberikan, (2) kapan dapat diberikan dan (3) kepada siapa dapat diberikan.
Penawaran dalam pariwisata menunjukkan
khasanah atraksi wisata alami dan buatan manusia, jasa-jasa maupun barangbarang yang kira-kira akan menarik orang-orang untuk mengunjungi suatu negara tertentu. Atraksi budaya adalah kebudayaan dalam arti luas tidak hanya meliputi kebudayaan tinggi seperti kesenian atau perikehidupan kraton dan sebagainya. Akan tetapi juga meliputi adat istiadat dan segala kebiasaan yang hidup di tengahtengah suatu masyarakat; cara berpakaiannya, cara berbicaranya, kegiatannya dan sebagainya, serta semua tingkah laku dan hasil karya (act and artefact) suatu
Universitas Sumatera Utara
masyarakat. Tidak hanya kebudayaan yang masih hidup, akan tetapi juga kebudayaan yang berupa peninggalan-peninggalan atau tempat-tempat bersejarah (Nugraha, 2008). Damanik dan Weber (2006) menyatakan bahwa elemen penawaran pariwisata sering disebut dengan triple A’s yang terdiri dari atraksi, aksesibilitas, dan amenitas. Secara singkat atraksi dapat diartikan sebagai objek wisata (baik yang bersifat tangible maupun intangible) yang memberikan kenikmatan terhadap wisatawan. Atraksi dapat dibagi menjadi tiga, yakni alam, budaya,dan buatan, aksesibilitas
mencakup
keseluruhan
infrastruktur
transportasi
yang
menghubungkan wisatawan dari, ke, dan selama di daerah tujuan wisata. Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan, seperti Bank, penukaran uang, telekomunikasi, dan lain-lain Menurut Wahab (1992) penawaran pariwisata ditandai oleh tiga ciri khas utama. Pertama, pariwisata merupakan penawaran jasa-jasa, sehingga produk yang ditawarkan tidak mungkin ditimbun dan harus dimanfaatkan di tempat produk tersebut berada. Konsumen harus mendatangi produk yang ditawarkan tersebut. Kedua, produk yang ditawarkan bersifat kaku (rigid) sehingga sulit sekali untuk mengubah sasaran penggunaannya di luar pariwisata. Ketiga, penawaran pariwisata harus bersaing ketat dengan penawaran barang-barang dan jasa-jasa yang lain karena pariwisata belum menjadi kebutuhan pokok manusia. Permintaan sebagai aspek yang penting dalam pengembangan obyek wisata dikuatkan oleh pendapat Seymor Gold (1980) yang menyatakan bahwa salah satu unsur terpenting dan harus dimengerti dalam perencanaan rekreasi
Universitas Sumatera Utara
adalah konsep permintaan, karena berkembangnya sikap skeptis terhadap ketentuan-ketentuan teknik kuantitatif permintaan sama dengan refleksi berarti dari ketertarikan atau partisipasi dalam rekreasi (Nugraha, 2008). Unsur-unsur penting dalam permintaan wisata adalah wisatawan dan penduduk lokal yang menggunakan sumber daya (produk dan jasa) wisata. Basis utamanya adalah ketersediaan waktu dan uang pada kelompok tersebut. Ketersediaan sumberdaya hanya sebagai pemicu perjalanan. Faktor lain yang ikut berperan adalah aksesibilitas yang semakin mudah pada produk dan objek wisata. Distribusi pendapatan yang lebih merata dan penghasilan yang lebih meningkat akan mendorong semakin banyaknya permintaan perjalanan wisata. Pendidikan yang semakin
meningkat
membuat wawasan
seseorang semakin
luas.
Keingintahuan dan minat untuk mempelajari sesuatu yang baru ikut meningkat, selain itu apresiasi terhadap tempat dan budaya yang berbeda semakin tinggi. Semua ini menjadi pendorong yang kuat bagi orang untuk berwisata (Damanik dan Weber, 2006). Faktor permintaan pariwisata adalah pasar wisatawan domestik maupun internasional dan masyarakat lokal yang melihat atraksi-atraksi wisata, menggunakan fasilitas-fasilitas dan menikmati pelayanan wisata. Morley (1990) diacu dalam Ross (1998) menyatakan bahwa permintaan pariwisata tergantung pada karakteristik pengunjung, kondisi tempat wisata dan kondisi masyarakat sekitar tempat wisata. Selain itu, permintaan pariwisata sangat erat kaitannya dengan masalah iklim dan kondisi lingkungan hidup tempat tinggal seseorang (Damanik dan Weber, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Nugraha (2008) ada 3 jenis permintaan yang didasarkan pada penggunaan, desain dan manajemen dari suatu tempat rekreasi, yaitu: a.
Latent demand, adalah permintaan rekreasi yang sudah melekat dan ada di masyarakat, tetapi tidak terefleksikan pada penggunaan fasilitas eksisting. Tipe permintaan ini berdasar pada model pemilihan waktu luang (leisure time). Jenis permintaan ini berdasar pada pendapat ahli bahwa penawaran (supply) menciptakan permintaan (demand), orang akan menggunakan kesempatanyang ada jika mereka disediakan, dan menjadi tugas perencana untuk menyediakan berbagai macam alternatif pilihan yang berbeda.
b.
Induced demand, adalah latent demand yang dapat distimulasi atau dirangsang dari kondisi masyarakat umum (public) dengan melalui alat media massa dan proses pendidikan. Induced demand mempengaruhi seseorang untuk mengubah kebiasaan rekreasinya dengan alat yang dirasa efektif.
c.
Expressed demand, adalah pemakaian atau partisipasi yang berkenaan dengan pilihan rekreasi eksisting. Disini akan digambarkan apa yang orang kerjakan berdasarkan apa yang mereka suka lakukan (latent demand) atau dikondisikan untuk dilakukan (induced demand). Sifat dan karakterisitik permintaan wisata berbeda dengan permintaan
produk yang dihasilkan oleh perusahaan manufaktur (tangible goods). Sifat dan karakteristik dari demand pariwisata meliputi: (1) elastis terhadap besarnya pendapatan dan biaya perjalanan (elasticity), (2) sangat peka dan sensitif terhadap keadaan sosial, politik dan keamanan tempat yang dikunjungi (sensitivity), (3) bersifat ekspansi dengan adanya peningkatan yang terjadi terus menerus setiap tahun (expansion) dan (4) tergantung terhadap musim (seasonality) (Yoeti, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Analisis pengembangan atraksi wisata hakekatnya menekankan pada analisis terhadap kondisi pemuasan (satisfying) antara penyediaan/ penawaran (supply) dengan kebutuhan/ permintaan (demand). Oleh karena itu pendekatan pengembangan tidak bisa hanya berangkat dari sisi produk atau sisi penawaran saja (product driven), sehingga dengan pendekatan ini produk yang dikembalikan akan dapat diterima dan diapresiasi oleh pasar wisatawan (Nugraha, 2008). E. Penilaian Potensi Ekowisata Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menilai suatu lokasi rekreasi adalah dengan pendekatan biaya perjalanan. Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan informasi tentang jumlah uang yang dikeluarkan dan waktu yang digunakan orang untuk mencapai tempat rekreasi, untuk mengestimasi nilai manfaat dari upaya perubahan kualitas lingkungan dari tempat rekreasi yang dikunjungi. Data tersebut lalu dipakai untuk mengestimasi kurva permintaan hipotesis untukk lokasi rekreasi tersebut. Makin jauh tempat tinggal seseorang yang datang memanfaatkan fasilitas dari suatu objek wisata maka akan makin kurang harapan pemanfaatan tempat (barang lingkungan) tersebut. Pemakai jasa yang bertempat tinggal dekat tempat rekreasi diharapkan mendapatkan jasa lingkungan lebih banyak karena harga yang diukur dengan biaya perjalanan lebih rendah dari pemakaian yang sebenarnya. Biaya perjalanan adalah biaya yang dikeluarkan pengunjung untuk kegiatan wisata, yang meliputi biaya konsumsi selama wisata dikurangi dengan biaya konsumsi sehari-hari jika tidak melakukan perjalanan wisata, biaya transportasi, biaya dokumentasi dan biaya lainnya yang dikeliarkan sehubungan dengan kegiatan wisata perorang. Selain itu juga terdapat
Universitas Sumatera Utara
biaya waktu untuk responden yang mensubsitusikan waktu dengan pendapatan (Fitriani, 2008). Salah satu metode untuk menaksir jumlah maksimum seseorang bersedia membayar adalah dengan metode kontingensi. Metode ini dilakukan dengan mewawancarai secara perorangan masing-masing pengunjung dewasa yang berkunjung ke daerah rekreasi tersebut berdasarkan penelitian diperoleh kesediaan membayar dari setiap pengunjung. Pendekatan ini dilakukan dengan cara menentukan kesediaan membayar (willingness to pay) dari konsumen. Pendekatan ini dapat diterapkan pada keadaan yang dapat menimbulkan ketenangan (amenity) seperti pemandangan alam, kebudayaan, historis dan karakteristik lain yang unik serta situasi lain yang data harganya tidak ada. Asumsi yang digunakan dalam metode kontingensi menurut Davis dan Johnson (1987) dalam Safri et.al (1996) : a. Responden harus repesentatif dan comparable untuk semua survei b. Pada survei pertama, pengunjung harus mempunyai kemampuan cukup untuk mengembangkan nilai kreatif. c. Wawancara dan kuisioner secara obyektif dapat menentukan nilai manfaat tanpa ada keadaan interpretasi dari masing-masing responden. F. Perencanaan Pengembangan Ekowisata Pengembangan ekowisata harus dapat menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem. Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, tiga prinsip dasar pengembangan
ekowisata
meliputi
prinsip
konversi,
prinsip
partisipasi
masyarakat, dan prinsip ekonomi (Rahim, 2008). Prinsip konservasi berarti mampu memelihara, melindungi, dan atau berkontribusi untuk memperbaiki
Universitas Sumatera Utara
sumberdaya alam. Prinsip partisipasi masyarakat didasarkan atas musyawarah dan persetujuan masyarakat setempat, serta peka dan menghormati nilai-nilai sosialbudaya dan tradisi keagamaan yang dianut masyarakat di sekitar kawasan. Prinsip ekonomi memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya secara berimbang antara kebutuhan pelestarian lingkungan dan kepentingan semua pihak. Selain itu juga sebaiknya dilandasi dengan prinsip edukasi (mengandung unsur pendidikan untuk mengubah perilaku seseorang menjadi memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya) serta prinsip wisata (memberikan kepuasan kepada pengunjung). Prinsip pengembangan ekowisata berdasarkan peraturan menteri dalam negeri nomor 33 tahun 2009 adalah sebagai berikut: a. Kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata b. Konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan, dan memanfaatkan secara lestari sumberdaya alam yang digunakan untuk ekowisata c. Ekonomis, yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya serta memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan d. Edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan untuk mengubah persepsi seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab, dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya e. Memberikan kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung;
Universitas Sumatera Utara
f. Partisipasi masyarakat, yaitu peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata dengan menghormati nilai-nilai sosial-budaya dan keagamaan masyarakat di sekitar kawasan; dan g. Menampung kearifan lokal. Damanik dan Weber (2006) menyatakan bahwa pengembangan ekowisata dapat optimal tergantung tiga faktor kunci, yaitu faktor internal, eksternal, dan struktural. Faktor internal antara lain meliputi potensi daerah, pengetahuan operator wisata tentang keadaan daerah baik budaya maupun alamnya serta pengetahuan tentang pelestarian lingkungan dan partisipasi penduduk lokal terhadap pengelolaan ekowisata. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar yang meliputi kesadaran wisatawan akan kelestarian lingkungan, kegiatan penelitian dan pendidikan di lokasi ekowisata yang memberi kontribusi terhadap kelestarian lingkungan dan penduduk lokal. Adapun faktor struktural adalah faktor yang berkaitan dengan kelembagaan, kebijakan, perundangan dan peraturan tentang pengelolaan ekowisata baik ditingkat lokal, nasional maupun internasional. G. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Secara administratif Danau Linting masuk dalam wilayah kabupaten Deli Serdang - Sumatera Utara, tepatnya di desa Sibunga-bunga Hilir, kecamatan Sinembah Tanjung Muda. Wilayah kabupaten Deli Serdang pada umumnya berada pada ketinggian 0 – 500 meter di atas permukaan laut dan berada pada wilayah yang relatif datar hingga bergelombang dengan kemiringan dominan berkisar 0 -15%, namun pada daerah tertentu terdapat kemiringan yang relatif bergelombang hingga terjal dengan kemiringan lereng berkisar antara 15 – 40%.
Universitas Sumatera Utara
Daerah STM Hulu merupakan salah satu daerah kecamatan yang berada pada ketinggian >500 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan 0 - 40%. Luas wilayah STM Hulu berdasarkan ketinggian adalah 14.170 ha pada ketinggian 0500 mdpl, 7.846 ha pada ketinggian 500-1000 mdpl dan 322 ha pada ketinggian > 1000 mdpl. Akses jalan menuju danau ini cukup bagus, hanya ada beberapa daerah yang sedikit rusak namun tidak mengganggu perjalanan. Perjalanan menuju Danau ini dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi berupa mobil dan sepeda motor atau bisa juga dengan menggunakan angkutan umum dari beberapa rute, yaitu : 1. Medan - Deli Tua - Patumbak - Talun Kenas - Sibiru-biru - STM Hilir Tiga Juhar – Sibunga-bunga Hilir 2. Medan - Simpang Amplas - Patumbak - Talung Tenas - Sibiru-biru - STM Hilir -Tiga Juhar – Sibunga-bunga Hilir 3. Lubuk Pakam - Jalan Raya Galang - Bangun Purba - STM Hilir - Tiga Juhar – Sibunga-bunga Hilir 4. Tanjung Morawa - Bangun Purba - Sibiru-biru - STM Hilir - Tiga Juhar
Universitas Sumatera Utara