BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Pengertian Inovasi pengertian inovasi telah ditelaah dari berbagai sudut pandang dan disiplin ilmu, seperti manajemen bisnis, sosiologi, antropologi dan psikologi. Masalah yang sering muncul ketika pertama kali mengkaji inovasi adalah masalah bagaimana inovasi didefinisikan. Ada kecenderungan para peneliti memberi redaksi definisi yang relatif berbeda. Menurut Roger dan Shoemaker (1971), inovasi merupakan ide-ide baru, praktik-praktik baru, atau objek-objek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat sasaran. Pengertian baru disini, mengandung makna bukan sekedar baru diketahui oleh pikiran, melainkan juga baru karena belum dapat diterima secara luas oleh seluruh masyarakat dalam arti sikap dan juga baru dalam pengertian belum diterima dan diterapkan oleh seluruh warga masyarakat setempat. Menurut Rogers (1995) Inovasi sebagai sebuah ide dan praktek, atau obyek yang di persepsikan sebagai sesuatu yang baru oleh seorang individu atau unit adopsi yang lain. Thomson dan Eveland (1967) mendefinisikan inovasi sama dengan teknologi, yaitu suatu desain yang digunakan untuk tindakan instrumental dalam rangka mengurangi ketidak teraturan suatu hubungan sebab akibat dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi, inovasi dapat dipandang sebagai suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu. Fullan (1996) menyatakan bahwa tahun 1960 an adalah era dimana banyak inovasi-inovasi pendidikan kontemporer diadopsi, seperti matematika, kimia dan fisika baru, mesin belajar (teaching macine), pendidikan terbuka, pembelajaran individu, pengajaran secara team (team teaching) dan termasuk dalam hal ini adalah sistem belajar mandiri.
Sedangkan Rogers menyatakan bahwa inovasi adalah “an idea, practice, or object perceived as new by the individual” (suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap atau dirasa baru oleh individu). Dengan definisi ini maka kata persepsi menjadi kata yang penting karena pada mungkin suatu ide, praktek atau benda akan dianggap sebagai inovasi bagi sebagian orang tetapi bagi sebagian lainnya tidak tergantung apa yang dirasakan oleh individu terhadap ide, praktek atau benda tersebut.
2. Atribut Inovasi Faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan pihak adopter dalam membuat keputusan untuk menerima atau menolak produk
jika dikaitkan dengan
pemikiran Rogers (1983) dalam penyebaran inovasi (diffusion of innovation) dipengaruhi oleh 5 (lima) karakteristik inovasi yaitu, (1) persepsi keunggulan relatif, (2) persepsi kesesuaian, (3) persepsi kompleksitas atau kerumitan, (4) persepsi ketercobaan, dan (5) persepsi keterlihatan. Masing-masing aspek dijadikan sebagai patokan dalam penerimaan produk inovatif karena dianggap sudah mampu mewakili semua aspek kemampuan individu dalam menerima produk inovatif. Rogers (1995) mengidentifikasikan bahwa persepsi individu mengenai karakteristik inovasi tersebut mempengaruhi kecepatan pengadopsian suatu inovasi. Kecepatan relatif difusi inovasi dalam suatu sistem sosial biasanya diekspresikan dengan berlakunya rentang waktu sebelum anggota sistem sosial lainnya akan mengadopsi inovasi. Kecepatan pengadopsian berarti bahwa orang tersebut
lebih
cepat
dalam
waktu
sebelum
anggota
sistem
lainnya
melakukannya. Hasil dari penelitian Rogers (1983) dikembangkan oleh Karahana et al (1999) dan Yiu et al (2007) yang mengemukakan ada lima karakteristik inovasi (atribut inovasi perbankan) penting yang dapat mempengaruhi keputusan adopsi :
a.
Persepsi Kemudahan Penggunaan Kemudahan merupakan suatu inovasi yang dianggap penting. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi. Konsep ini menunjukkan tingkat sejauh mana sebuah inovasi dipersiapkan sulit untuk dipahami dan digunakan. Tingkat adopsi produk inovatif akan tinggi jika individu merasakan adanya kemudahan penggunaan produk yang ditawarkan oleh produk inovatif (Marshall, Rainer dan Morris, 2003). Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
b. Persepsi Resiko Keuangan Kerumitan merupakan inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi. Konsep ini menunjukkan tingkat sejauh mana sebuah inovasi dipersiapkan sulit untuk dipahami dan digunakan. Tingkat adopsi produk inovatif akan tinggi jika individu merasakan adanya kemudahan penggunaan produk yang ditawarkan oleh produk inovatif (Marshall, Rainer dan Morris, 2003). Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi. c.
Kesesuaian Kesesuian atau kompatibilitas merupakan inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan
pengadopsi. Sebagai contoh apabila suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible). Konsep ini menunjukkan bahwa tingkat adopsi produk inovatif akan tinggi jika individu merasakan adanya kesamaan nilai-nilai atau keyakinan yang ditawarkan oleh produk inovatif (Gahtani, 2003). Definisi ini menyiratkan dua jenis kesesuaian, yaitu normatif atau kesesuaian kognitif yang mengacu pada kesesuaian dengan apa yang dirasakan atau yang dipikirkan tentang inovasi, dan kesesuaian praktis atau operasional yang mengacu pada kesesuaian pada apa yang dilakukan oleh pengguna. d. Persepsi Kemanfaatan (Keunggulan Relatif) Keunggulan relatif merupakan suatu inovasi dianggap lebih atau unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi ekonomi, prestise, sosial, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi. Konsep keunggulan relatif menunjukkan bahwa tingkat adopsi produk inovatif akan tinggi jika individu merasakan adanya keuntungan atau manfaat yang ditawarkan oleh produk inovatif. Keunggulan relatif merupakan Keunggulan
relatif
inovasi dipersepsikan lebih baik dari yang digantikan. dalam
mengadopsi
inovasi
dipersepsikan
sebagai
tersediannya benefit yang lebih besar untuk mengadopsi inovasi dari pada mempertahankan status quo (kwon and Zmud, 1987). Rogers (1995) mendefinisikan
keunggulan
relatif
sebagai
keunggulan
sebuah
dibandingkan ide sebelumnya atau ide-ide yang menjadi tandinganya.
e. Kualitas Informasi dan Bimbingan oleh Bank
inovasi
Kualitas informasi dan bimbingan oleh bank merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi seseorang untuk mengadopsi teknologi internet banking. Nasabah harus mengetahui dan memahami inovasi produk perbankan yang dikenalkan oleh bank mereka. Nasabah akan mengadopsi teknologi baru dari produk tersebut tergantung pada pemahaman mereka tentang produk yang akan mereka adopsi. Ini menjadi tugas dari pihak perbankan untuk memberikan pengetahuan yang jelas atas manfat dan resiko yang akan didapatkan, serta bimbingan dari perbankan yang secara intens kepada nasabahnya agar mereka benar-benar paham bagaimana menggunakan teknologi inovasi tersebut secara baik dan benar (Laukkanen dan Kiviniemi, 2010).
3. Proses Keputusan Inovasi Proses keputusan inovasi ialah proses yang dilalui individu mulai dari pertama tahu adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keuputusan setuju terhadap inovasi, penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi, dan konfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya. Proses keputusan inovasi bukan kegiatan yang dapat berlangsung seketika, tetapi merupakan serangkaian kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu, sehingga individu atau organisasi dapat menilai gagasan yang baru itu sebagai bahan pertimbangan untuk selanjutnya akan menolak atau menerima inovasi dan menerapkannya.Menurut Roger, proses keputusan inovasi terdiri dari 5 tahap, yaitu tahap pengetahuan, tahapan bujukan, tahapan keputusan, tahap implementasi dan tahap konfirmasi. Kelima tahap tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: a. Tahap Pengetahuan (Knowledge). Proses keputusan inovasi dimulai dengan tahap pengetahuan yaitu tahap pada saat seorang menyadari adanya suatu inovasi dan ingin tahu bagaimana fungsi inovasi tersebut. Pengertian menyadari dalam hal ini bukan memahami tetapi
membuka diri untuk mengetahui inovasi. Seseorang menjadi atau membuka suat inovasi tentu dilakukan secara aktif bukan secara pasif. Seseorang menyadari
perlunya
mengetahui
inovasi
biasanya
tentu
berdasarkan
pengamatan tentang inovasi itu sesuai dengan kebutuhannya, minat atau mungkin juga kepercayaannya. b. Tahap Bujukan (Persuation). Pada tahap
persuasi dari proses keputusan inovasi, seseorang membentuk
sikap menyukai atau tidak suka terhadap inovasi. Seseorang tidak dapat menyukai inovasi
sebelum ia tahu lebih dulu tentang inovasi. Dalam tahap
persuasi ini lebih banyak keaktifan mental yang memegang peran. Seseorang akan bersaha mengetahui lebih banyak tentang inovasi dan menafsirkan informasi yang diterimanya. Disinilah peranan karakteristik inovasi dalam mempengaruhi proses keputusan inovasi. Dalam tahap persuasi ini juga sangat penting peran keamampuan untuk mengantisipasi kemungkinan penerapan inovasi di masa datang. Perlu ada kemampuan untuk memproyeksikan penerapan inovasi dalam pemikiran berdasarkan kondisi dan situasi yang ada. Diharapkan hasil tahap persuasif akan mengarahkan proses keputusan inovasi atau dengan kata lain ada kecenderungan kesesuaian antara menyukai inovasi dan menerapkan inovasi. c. Tahap Keputusan (Decision) Tahap keputusan dari proses inovasi, berlangsung jika seseorang melakukan kegiatan yang mengarah untuk menetapkan menerima atau menolak inovasi. Menerima inovasi berarti sepenuhnya akan menerapkan inovasi. Menolak inovasi berarti tidak akan menerapkan inovasi. Sering terjadi seseorang akan menerima inovasi setelah ia mencoba lebih dahulu. Bahkan jika mungkin mencoba sebagian kecil lebih dahulu, baru kemudian dilanjutkan secara keseluruhan jika sudah terbukti berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi tidak semua inovasi dapat dicoba dengan dipecahkan menjadi beberapa bagian.
Inovasi yang dapat dicoba bagian demi bagian akan lebih cepat diterima. Dapat juga terjadi percobaan cukup dilakukan sekelompok orang dan yang lain cukup memepercayai dengan hasil percobaan temannya. Perlu diperhatikan bahwa dalam kenyataan pada setiap tahap dalam proses keputusan inovasi dapat terjadi penolakan inovasi. d. Tahap Implementasi (Implementation) Tahap implementasi dari proses keputusan inovasi terjadi apabila seseorang menerapkan inovasi. Dalam tahap implementasi ini berlangsung keaktifan baik mental maupun perbuatan. Keputusan penerima gagasan atau ide baru dibuktikan dalam praktik. Pada umumnya implementasi tentu mengikuti hasil keputusan inovasi. Tetapi dapat juga terjadi karena sesuatu hal sudah memutuskan menerima inovasi tidak diikuti implementasi. Biasanya hal ini terjadi karena fasilitas penerapan yang tidak tersedia.
e. Tahap Konfirmasi (Confirmation) Dalam tahap konfirmasi ini seseorang mencari penguatan terhadap keputusan yang telah diambilnya dan dapat menarik kembali keputusannya jika memang diperoleh informasi yang bertentangan dengan informasi semula. Tahap konfirmasi ini sebenarnya berlangsung secara berkelanjutan sejak terjadi keputusan menerima atau menolak inovasi yang berlangsung tak terbatas.
4. Pengertian Internet Banking Internet banking adalah salah satu pelayanan jasa bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet, dan bukan merupakan bank yang hanya menyelenggarakan layanan perbankan melalui internet (Bank Indonesia, 2004). Internet banking membuka paradigma baru,
struktur baru dan strategi yang baru bagi retail bank, dimana bank menghadapi kesempatan dan tantangan yang baru (Mukherjee dan Nath, 2003).
a. Sejarah Internet banking di Indonesia Tahun 2000, implementasi internet banking dan mobile banking mulai di lakukan oleh beberapa Bank di Indonesia. Bank di Indonesia mulai memasuki dunia maya. Beberapa situs Internet banking di Indonesia: 1. 1998, Bank Internasional Indonesiahttps://www.bankbii.com/ 2. 2001, Bank Sentral Asia (BCA) https://ibank.klikbca.com/ 3. 2003, Bank Mandiri https://ib.bankmandiri.co.id/ 4. 2005, Bank PermataNet https://www.permatanet.com 5. 2007, Bank Negara Indonesia https://ibank.bni.co.id/ b. Jenis layanan internet bangking: 1. Melakukan transfer uang non tunai 2. Cek saldo dan pemindahan buku 3. Membayar tagihan 4. Isi ulang pulsa elektrik 5. Pembayaran e-commerce 6. Informasi kartu kredit 7. Melihat informasi kurs
5. Pengertian Adopsi Internet Banking Adopsi internet banking merupakan salah satu alternatif untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan kepada nasabah. Disatu sisi, adopsi internet banking merupakan kewajiban terkait fenomena e-service dan komitmen dari aspek pemberdayaan nasabah melalui aplikasi teknologi berbasis layanan mandiri atau self-services technologies (SSTs). Disisi lain, adopsi internet banking menuntut sejumlah konsekuensi yang tidak mudah, misal program
edukasi dan sosialisasi kepada nasabah agar adopsi bisa diterima dengan baik dan memberi kualitas pelayanan terbaik (Polasik dan Wisniewski, 2009).
B.
Perumusan Hipotesis
1. Pengaruh persepsi kemudahan penggunaan terhadap adopsi Internet banking. Persepsi kemudahan penggunaan menggambarkan sejauh mana internet banking mudah untuk dipahami dan di operasikan. Black et al (2001) menyatakan bahwa inovasi yang pelanggan rasakan sebagai suatu hal yang kompleks akan mengambil banyak waktu untuk dipahaminya sebelum di adopsi. Bank perlu memberikan arahan dan instruksi secara tepat agar nasabah nya mampu memahami inovasi produk ini secara tepat. Penelitian yang dilakukan oleh Kent et al (2008) mengemukakan bahwa persepsi kemudahan penggunaan mempunyai peran penting dalam atribut inovasi, maka dari itu persepsi kemudahan penggunaan berpengaruh secara positif terhadap seseorang mengadopsi inovasi perbankan tersebut (internet banking). Persepsi kemudahan penggunaan menunjukkan bagaimana suatu inovasi produk tersebut mempunyai fitur yang mudah dipahami dan dipelajari oleh orang yang menggunakannya. Dengan penjelasan seperti di atas dapat dirumuskan hipotesis: H1
: Persepsi kemudahan penggunaan berpengaruh positif terhadap adopsi Internet banking.
2. Pengaruh persepsi resiko keuangan terhadap adopsi Internet banking.
Persepsi resiko keuangan mengacu pada potensi kerugian keuangan ka rena kesalahan transaksi atau rekening penyalahgunaan dari Bank. Hal ini merupakan persepsi yang wajar bagi kebanyakan nasabah, inovasi ini merupakan hal yang baru bagi mereka dengan tingkat manfaat yang begitu besar dan resiko dari teknologi ini. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa persepsi
resiko
keuangan
merupakan
faktor
penting
yang
dapat
mempengaruhi seseorang untuk mengadopsi internet banking (Tan dan Teo, 2000; Polatoglu dan Ekin, 2001). Howcroft et al (2002) menemukan bahwa masalah keamanan menjadi faktor utama yang dapat mempengaruhi adopsi layanan perbankan elektronik, ia berpendapatan bahwa resiko dianggap sebagai atribut yang penting, terutama berlaku untuk layanan yang berifat tangible. Persepsi tentang resiko keuangan merupakan faktor yang penting dalam penentuan seseorang dalam mengadopsi inovasi tersebut, jika pihak penyedia layanan dapat meyakinkan nasabah dengan tingkat sekuritas yang benar-benar aman, itu akan menjadi bahan pertimbangan bagi seorang yang akan mengadopsi teknologi inovasi perbankan tersebut. Dengan penjelasan di atas dapat dirumuskan hipotesis: H2
: Persepsi resiko keuangan berpengaruh positif terhadap adopsi Internet banking.
3. Pengaruh kesesuaian terhadap adopsi Internet banking. Ketika satu inovasi perbankan sesuai dengan apa yang dibutuhkan nasabah, maka hal ini akan berpengaruh pada seseorang akan mengadopsi teknologi tersebut, dan persepsi ketidakpastian dari nasabah akan menurun. Sherry (1997) dan McKenzie (2001) menyatakan bahwa suatu inovasi yang tidak compatible atau sesuai dengan kebutuhan seseorang, maka hal ini akan berpengaruh negatif terhadap adopsinya.
Kesesuaian didefinisikan sebagai sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan dari pengguna inovasi tersebut. Gerrad dan Cummingham (2003) berpendapat bahwa kesesuaian merupakan atribut inovasi yang penting yang dapat mempengaruhi adopsi inovasi perbankan elektronik. Kesesuaian dianggap sebagai faktor penentu apakah inovasi tersebut akan diadopsi atau tidak, sesuai dengan kebutuhan atau belum. Jika fitur dari inovasi perbankan tersebut sudah sesuai dan memenuhi kebutuhan nasabah, maka kemungkinan lebih inovasi tersebut akan diadopsi. Dengan penjelasan seperti di atas dapat dirumuskan hipotesis: H3
: Kesesuaian berpengaruh positif terhadap adopsi Internet banking.
4. Pengaruh persepsi kemanfaatan terhadap adopsi Internet banking. Persepsi kemanfaatan
didefinisikan
sebagai sejauh mana
seseorang percaya bahwa mengunakan produk inovasi tertentu akan meningkatkan kinerja pekerjaannya. Suddaraj dan Wu (2013) menyatakan bahwa persepsi kemanfaatan merupakan faktor penting yang menentukan seseorang mengadopsi inovasi online banking. Hal ini juga didukung oleh penelitian Kolondisky et al (2004) yang mengindikasikan bahwa persepsi kemanfaatan mempunyai hubungan yang positif terhadap adopsi dari produk inovasi elektronik perbankan. Persepsi kemanfaatan dikatakan sebagai keunggulan relatif, bahwa suatu sistem inovasi baru ini memliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh sistem lain. Persepsi kemanfaatan dianggap menjadi indikator yang dapat meningkatkan produktifitas, efektifitas, serta efisiensi dari transaksi. Sehingga hal ini menjadi faktor yang dapat mempengaruhi adopsi inovasi perbankan. Dengan penjelasan seperti di atas dapat dirumuskan hipotesis: H4
: Persepsi kemanfaatan berpengaruh positif terhadap
adopsi Internet banking. 5. Pengaruh kualitas informasi dan bimbingan oleh bank terhadap adopsi Internet banking. Faktor
penting
yang
mempengaruhi
nasabah
sebelum
menggunakan inovasi perbankan adalah jumlah informasi yang sudah mereka punya dan pahami tentang internet banking. Menurut Sathye (1999), penggunaan layanan internet banking adalah suatu pengalaman yang cukup baru bagi banyak orang, rendahnya kesadaran internet banking merupakan faktor utama yang menyebabkan orang tidak mengadopsi internet banking. Lee dan Chung (2009) menyatakan bahwa secara empiris bahwa kualitas informasi dan bimbingan oleh bank dari bank mempunyai dampak yang positif terhadap adopsi teknologi inovasi perbankan. Kualitas informasi yang diberikan oleh bank ketika produk inovasi baru diperkenalkan akan menciptakan kesadaran bagi nasabah dan meningkatkan kepercayaan ketika inovasi perbankan tersebut diadopsi. Kualitas informasi menjadi penting untuk diperhatikan, karena dengan informasi yang jelas dan mudah dipahami akan mempengaruhi orang dalam mengambil keputusan untuk mengadopsi inovasi perbankan elektronik tersebut. Dengan penjelasan seperti di atas dapat dirumuskan hipotesis: H5
: Kualitas informasi dan bimbingan oleh bank berpengaruh positif terhadap adopsi Internet banking.
Dari perumusan hipotesis yang telah dijabarkan diatas, maka kerangka penelitian dapat digambarkan:
Atribut Inovasi Perbankan
Persepsi Kemudahan Penggunaan H1 Persepsi Resiko Keuangan
H2
Kesesuaian
H3
Persepsi Kemanfaatan
H4
Kualitas Informasi dan Bimbingan oleh Bank
Adopsi Internet Banking
H5
Gambar 3.1.Kerangka Konseptual Pengaruh Atribut Inovasi Perbankan Terhadap Adopsi Internet banking.
Atribut inovasi perbankan yang didalamnya meliputi (persepsi kemudahan penggunaan, persepsi resiko keuangan, kesesuaian, persepsi kemanfaatan, kualitas informasi dan bimbingan oleh bank) yang berpengaruh secara bersama-sama maupun secara parsial terhadap adopsi internet banking. Kerangka konseptual yang mendasari penelitian ini adalah pengaruh atribut inovasi perbankan terhadap adopsi internet banking pada pengguna Internet banking di Surakarta.