BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komputasi 2.1.1. Metode Analitik dan metode Numerik Persoalan yang melibatkan model matematika sering kali muncul dalam berbagai ilmu pengetahuan, seperti dalam bidang fisika, kimia, ekonomi, atau pada bidang rekayasa (engineering), seperti Teknik Sipil, Teknik Mesin, Teknik Elektro dan sebagainya. Seringkali model matematika muncul dalam bentuk yang rumit. Model yang rumit ini bisa saja diselesaikan dengan metode analitik, tetapi membutuhkan waktu dan langkah-langkah yang panjang sekali atau mungkin tak dapat diselesaikan karena belum ada bentuk rumus aljabar yang baku. Bila metode analitik ini tidak lagi dapat diterapkan, maka solusi persoalan masih dapat dicari dengan menggunakan metode numerik (Bobbin, 2008). Metode numerik adalah suatu teknik penyelesaian yang diformulasikan secara matematis dengan cara operasi hitungan atau aritmatik dan dilakukan secara berulang-ulang dengan bantuan komputer atau secara manual. Dengan menganalisis suatu permasalahan yang didekati dengan menggunakan metode numerik, umumnya melibatkan
angka-angka
perhitungan panjang dan
dalam
jumlah
banyak
dam
melewati
lama. Namun dengan munculnya berbagai
komputer, masalah tersebut
dapat
diatasi
dengan
mudah.
Sebuah
proses software model
matematika secara sederhana dapat didefinisikan sebagai sebuah formulasi atau persamaan yang mengekpresikan suatu sistem atau proses dalam istilah matematika (Setiawan, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan utama antara metode numerik dan metode analitik terletak pada dua hal yaitu: Solusi dengan menggunakan metode numerik selalu berbentuk angka. Sedangkan dengan metode analitik yang biasanya menghasilkan solusi dalam bentuk fungsi matematika yang selanjutnya fungsi matematik tersebut dapat dievaluasi untuk menghasilkan nilai dalam bentuk angka (Munir, 2006). Perbedaan hasil antara solusi analitik (eksak) dengan solusi numerik atau yang biasa disebut error (kesalahan). Adanya diminimalisasi
error
dalam
pendekatan
secara
numerik
dapat
dengan mengambil selang interval perhitungan yang lebih kecil
(Setiawan, 2006). 2.1.2 Konsep Dasar Simulasi Simulasi adalah proses yang diperlukan untuk operasionalisasi model untuk meniru tingkah laku sistem yang sesungguhnya. Dengan demikian simulasi dapat juga diartikan sebagai suatu sistem yang digunakan untuk memecahkan atau menguraikan persoalan-persoalan dalam kehidupan nyata yang penuh dengan ketidakpastian, dengan atau tidak menggunakan metode tertentu dan lebih ditekankan pada pemakaian untuk mendapatkan solusi (Djunaidi dkk, 2006). Ini meliputi berbagai kegiatan seperti penggunaan diagram alir dan logika komputer, serta penulisan kode komputer dan penerapan kode tersebut pada komputer
untuk menggunakan
masukan
dan
menghasilkan
keluaran
yang
diinginkan. Karena pada penggunaannya modeling dan simulasi adalah proses yang berhubungan sangat erat. Adapun langkah-langkah dalam simulasi dilakukan seperti pada alur Gambar 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.2 Landasan Teori Induksi magnet pada magnet permanen yang menghasilkan kuat medan magnet akan menghasilkan pemagnetan. Jika ada magnet permanen yang tak dililitkan kawat berarus akan menimbulkan intensitas magnet dari kutub magnet tersebut saja (sutrisno,Tan Ik Gie, 1983). Magnet dalam kasus ini dapat dianggap berupa magnet kotak (ernpat-persegi panjang). Induksi magnetnya bukan berasal dari arus listrik (muatan listrik) melainkan dari arus pengangkutan yang tidak diketahui sampai sekarang muatan magnetnya (monopol magnet) (R.R.John, F. J. Milford, R. W. Christy, 1993). Untuk memudahkan perhitungan kuat medan magnet, maka dicoba untuk membuat
algoritmanya
sehingga
dihasilkan
program
lengkap
yang
menggunakan metoda numerik dengan menggunakan bahasa pemrograman Fortran dari prinsip diferensial parsial berhingga. Bahasa pemrograman Fortran telah lama digunakan oleh para ilmuwan dalam memecahkan permasalahan matematis karena merupakan bahasa pemrograman yang terstruktur. Selain itu bahasa pemrograman Fortran sangat cocok sekali dipakai untuk kasus numerik karena hasil program sesuai seperti yang diharapkan oleh para pemrogram. Seperti yang disebutkan bahwa penyelesaian program berdasarkan prinsip turunan parsial berhingga, maka perkiraan turunan (differential) tersebut dapat digambarkan sebagai jaringan titik hitungan (pias) pada bidang XY yang dapat dibagi menjadi sejumlah pias segi empat dengan sisi ∇x dan ∇y . Panjang pias dalam arah x adalah ∇x dan dalam arah y adalah ∇y . Dengan menggunakan jaringan titik hitungan dalam gambar 1, semua diferensial ditulis
Universitas Sumatera Utara
pada titik hitungan (i,j) (Bambang Atmojo,1992).
Gambar 1. Jaringan titik hitungan dalam bidang x-y (sumber: Bambang Atmojo, 1992)
2.2.1 Potensial Magnet Semua bahan tersusun dari atom dan setiap atom terdiri dari elektron yang bergerak. Rangkaian elektron ini yang masing-masing tertambat pada suatu atom tunggal disebut arus atom. Tadinya arus atom akan menimbulkan induksi. Induksi medan magnet bukan hanya berasal arus listrik ataupun kumparan berarus dalam magnet, tapi juga berasal dari magnet permanen, yaitu suatu bahan yang menimbulkan medan magnet walaupun tak ada arus listrik dialirkan dari luar. Hukum Ampere menyatakan bahwa dalam vakum, integral garis atau jumlah garis induksi magnet total yang keluar dari suatu lintasan yang berbentuk lingkaran dl = 2πr .
(1)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Pentahkikan hukum rangkaian Ampere untuk geometri kawat panjang lures. (sumber: John R Reitz, Frederick J Milford, Robert W Christy, 1993) adalah ∫ B.dl = 2πrB.
(2)
Nilai B terletak pada jarak r dari kawat penghantar diberikan oleh B(r ) =
µ0 i , 2πr
(3)
dan ini merupakan garis singgung lingkaran yang berjari-jari r berpusat pada penghantar tersebut. Dari gambar 2 dihasilkan
∫ B.dl =
2π
µ0 I
∫ 2πr rdθ = µ I ,
(4)
0
0
C merupakan daerah tertutup yang mengandung elemen-elemen garis dl. Penggunaan teorema divergensi dapat diubah menjadi integral permukaan, yang akan bernilai nol bila dipilih permukaan yang terletak diluar batas yang J-nya tidak nol sehingga menghasilkan teorema Stoke ∇xB = µ0 J ,
(5)
J adalah rapat arus (Am-2) . Dasar hukum lain dari bentuk loop tertutup, yaitu : ∇.B = 0
(6)
Universitas Sumatera Utara
Suatu loop arus kecil menghasilkan medan B yang menyerupai medan listrik dekat dipol listrik, sehingga sebuah moment dipol magnet dapat diidentifikasi dengan Loop. Sebuah magnet dapat dianggap, sebagai suatu daerah yang mengandung sejumlah besar elemen loop yang memberikan kenaikan nilai terhadap moment dipol per volume yang dikenal sebagai megnetisasi M = lim
1 ∑ mi atau sering disebut rapat dipol. Magnetisasi memberi saharn ∆v i
terhadap B dan itu dapat dicari dari persamaan (5), sehingga ∇xB = µ0 J + µ0∇xM
(7)
Dari persamaan tersebut dapat dicari hubungan B dengan sebuah medan magnet H, yaitu: B = µ 0 (H + M )
(8)
Dari persamaan (4) dihasilkan H, yaitu: ∇xH = J , Sebab H =
(9)
B
µ0
−M
(10)
Karena pada magnet permanen tidak mengandung arus listrik, maka ∇xH = 0,
(11)
sehingga kita dapat mendefinisikan potensial magnet skalar φ , yaitu: H = −∇φ
(12)
Dari persamaan (3) dan (5) dihasilkan
∇.H = −∇.M ,
(13)
atau bentuk dari potensial magnet skalar adalah: ∇ 2φ = ∇.M
(14)
Universitas Sumatera Utara
persamaan diatas disebut juga persamaan Poisson untuk potensial dan analog dengan elektrostatik.
2.2.2 Kondisi Batas Pada Permukaan Magnet Daerah batas yang terjadi pada magnet dan ruang hampa dimana
medan
magnet dan kuat medan magnet continiu dapat digambarkan pada gambar dibawah
Gambar 2.2
Medan magnet dekat batas antara dua medium yang menjelaskan kondisi batas pada H. (sumber : A. D. Boardman, 1980)
Gambar 2.3
Medan magnet dekat batas antara dua medium yang menjelaskan kondisi pada batas B (sumber : A. D. Boardman, 1980))
Universitas Sumatera Utara
Kondisi batas potensial magnet pada permukaan magnet terletak di antara dua medium, dalam hal ini medium tersebut ialah bahan magnet dengan ruang hampa. Diantara daerah tersebut tidak mengandung arus listrik, sehingga persamaan baru dapat diturunkan dari persamaan (10) dan (6). Pengintegrasian permukaan pada persamaan (10) menghasilkan
∫ H .dl = 0,
(14)
dan integral garis di seluruh sudut permukaan magnet, batas antara dua daerah, yang medan magnetnya dinamakan H1 dan H2 dapat ditunjukkan pada gambar 2.2 diatas. H 1 .dl − H 2 .dl + 0(dh) = 0,
(15)
dh merupakan elemen panjang. Persamaan (15) menunjukkan bahwa komponen tangensial H kontinu sepanjang batas, dinyatakan sebagai ^
n x( H1 − H 2 ) = 0,
(16)
^
Simbol n merupakan vektor satuan terhadap permukaan. Sedangkan bentuk potensial skalarnya ^
n x(∇φ1 − ∇φ 2 ) = 0
(17)
dan pengintegrasian sepanjang batas daerah menghasilkan
φ1 = φ2
(18)
dengan demikian potensial kontinu sepanjang batas. Kondisi batas kedua diturunkan dari persamaan ∇.B = 0 dengan menggunakan teorema Gauss menghasilkan integral terhadap lintasan (garis)
∫ B.ds = 0
(19)
s
Batas permukaan magnet ditandai oleh garis putus-putus pada gambar 2.3. Integral lintasan menghasilkan
Universitas Sumatera Utara
^
^
B2 . n ds − B1 . n ds + 0(dh) = 0,
(20)
persamaan diatas menunjukkan bahwa komponen normal B adalah kontinu. Jika dua daerah mempunyai magnetisasi M1 dan M2, maka pensubstitusian B = µ0 (−∇φ + M ) menghasilkan
(− ∇φ1 + M 1 ). n = (− ∇φ 2 + M 2 ). n ^
^
(21)
Persamaan diatas merupakan kondisi batas pada gradien φ . Hal itu dapat dilihat dari persamaan (21). Karena persamaan tersebut beranalog dengan elektrostatik, ^
maka bentuk M . n sesuai dengan hukum rapat dipol magnetik permukaan. Komponen normal medan magnet H tak kontinu dengan selisih komponen magnetisasi. Akibatnya medan magnet bagian dalam magnet berlawanan arah terhadap magnetisasi dan dikenal sebagai medan demagnetisasi.
2.2.3 Model Masalah Masalah komputasi adalah untuk menghitung medan magnet pada daerah dalam dan luar daerah dua dimensi magnet segiempat dengan pemecahan persamaan (13) yang disebut juga persamaan Poisson untuk potensial magnet skalar. M(r) adalah sebuah vektor konstan, yang dari persamaan (13) menghasilkan persamaan Laplace dua dimensi ∂ 2φ ∂ 2φ + =0 ∂x 2 ∂y 2
(22)
Persamaan (22) menyatakan bahwa pada bagian dalam magnet dan daerah diluar magnet ada kuat medannya kecuali di sepanjang batas daerah yang nilainya diberi nol. Pada jarak yang jauh dari magnet, potensial akan menyerupai momen dipol magnet kecil m=MV, V adalah volume magnet.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Skema yang menggambarkan posisi magnet dan derah diluar batas yang mempunyai medan magnet dan arah pada kuadran positive (I), (sumber : A. D. Boardman, 1980)
Jika magnet dibagi 4 kuadran, setelah itu diambil posisi magnet dan daerah batas medan magnet pada kuadran pertama (I), maka dapatlah dimungkinkan untuk menghitung solusi numerik persaman (22) terhadap batas
kotak dengan jarak tertentu. Hal ini berarti bahwa
sama dengan
0 pada batas, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.4 . Pendekatan solusi akhir dapat dicari dengan penambahan ukuran kotak (magnet).
2.2.4 Persamaan Diferensial Terbatas (Berhingga) Persamaan Laplace (22) dapat dicari pemecahan solusinya dengan
Universitas Sumatera Utara
pemecahan matematik yaitu turunan berhingga terhadap
.
Turunan pertamanya dengan metoda maju (forward) dan mundur (backward) serta temusat (concentric) ialah
(23.a)
(23.b)
(23.c)
(23.d)
(Sumber : Bambang Atmojo, 1992)
atau jika x diganti i dan y diganti j, maka empat persamaan diatas menjadi
(23.e)
Universitas Sumatera Utara
(23.f)
(23.g)
(23.h)
(Sumber : Bambang Atmojo, 1992)
Turunan kedua dari sebuah fungsi tunggal variable f(x) ditabulasi sama dengan interval x dapat dicari pendekatannya menggunakan ekspansi Tailor
(24)
dimana h adalah interval. Untuk sebuah fungsi daret dua variable f(xy) dapat di anggap pada titik-titik di pias kuadrat dengan integer i dan j. Oleh karena itu x= ih; y= jh (i, j=l, 2, 3 ... ) Dari persamaan (24) dapat memodifikasi persamaan Laplace menjadi persamaan
elemen terbatas tertentu. Untuk
sehingga dihasilkan persamaan
baru, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
(25)
Persamaan (25) yang masing-masing menunjukkan posisi pias (garis kuat medan). Persamaan (25) dapat juga digambarkan menjadi sebuah matriks
dengan cara proses iterasi. Lima nilai
pada persamaan (25)
disebut membentuk bintang (gambar 2.5). Jika empat nilai diketahui pendekatannya, maka persamaan (25) dapat digunakan untuk mendapatkan nilai
kelima. Pada proses iterasi nilai
yang kita sebut
harus ditunjukkan ke masing-masing pias (mesh). Pada batas, nilai
dapat diketahui secara tepat dari bagian luar, tapi dapat
ditentukan nilai
pada bagian dalam daerah sesuai keinginan kita.
Pada kasus ini
diatur menjadi nilai konstan (dalam hal ini
Universitas Sumatera Utara
dimisalkan diberi nilai 0.5).
dapat dicari dengan menggunakan
persamaan (25) ke masing-masing pias, sehingga nilai
dihasilkan
(26)
Gambar 2.5 Bintang dari fungsi nilai yang dibutuhkan untuk mendekati
dititik bulat hitam (i, j). Ukuran tiap-tiap bulat hitam (pias) berukuran h. (sumber : A.D. Boardman, 1980)
Jika nilai
di substitusi ke persamaan (25), sehingga bagian dalam
kurung sebelah kiri tidak bernilai 0, tapi mempunyai nilai residual yang kita
sebut Rij. Nilai tersebut mengukur selisih antara
dengan nilai
Universitas Sumatera Utara
. Pada perulangan prosedur, nilai baru
dihitung dari
dapat
. Proses iterasi ini terus belanjut sampai nilai
tak berubah. Dari persamaan (26) nilai
ditampilkan kolom per kolom dan
dapat
akan terhitung sebelum
terhitung, sehingga dari persamaan (26) dihasilkan persamaan (27) yaitu :
(27)
Satu cara yang merubah nilai potensial magnet scalar
dengan
menambahkan fraksi kecil yaitu residual Rij dikenal SOR (relaksasi sukses). Untuk iterasi ke n, penampakan titik bulat hitam (pias) kolom per kolom
Universitas Sumatera Utara
menggunakan formula
(28)
adalah parameter konvergensi yang nilainya berada diantara, 1 dan 2. Pada kasus ini kita hanya menggunakan seperempat daerah magnet batang, seperti ditunjukkan pada gambar 2.6 Formula iterasi dari persamaan (26) dan (28) tak dapat digunakan untuk titik-titik di permukaan magnet karena. persamaan Laplace tidak dapat digunakan atau tak kontinu (discontinue). Juga tidak dapat digunakan pada batas daerah, karena nilainya berada pada daerah luar magnet. Kondisi selanjutnya dapat dijelaskan dengan memperhatikan batas OY . Untuk i=1, residualnya adalah
(29)
nilai
disebut juga nilai fiktif sebab berada diluar daerah. Untuk
kondisi khusus penerapan nilai fiktif pada batas dibutuhkan untuk menghitung
residual dan biasanya dapat dinyatakan sebagai fungsi
bagian
Universitas Sumatera Utara
dalam daerah batas. Gambar 2.6. Sebuah gambar bulat (pias) hitam didepan permukaan magnet OACB yang merupakan seperempat daerah (kuadran I) dari gambar 2.4. (sumber: A. D. Boardman, 1980) 2.2.4.1 Daerah diluar Batas
Pada daerah ini
dan tidak termasuk bagian proses iterasi.
2.2.4.2 Sumbu tegak OY Garis Y terletak sepanjang sumbu Y (gambar 2.7). Medan pada sumbu x negatif (y>0) merupakan pencerminan dari kuadrant pertama.
disini nilai medan fiktif
adalah
(30)
Penggunaan persamaan diatas pada formula bintang untuk Ri,j menghasilkan formula SOR, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
(31)
Gambar 2.7 Simetri
garis
OY
menunjukkan
posisi
titik
fiktif
titik
fiktif
(sumber: A.D. Boardman, 1980)
Gambar 2.8 Simetri
garis
OX
menunjukkan
posisi
(sumber: A.D. Boardman, 1980)
Gambar 2.9 Batas magnet AC (sumber: A.D. Boardman, 1980)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Batas magnet BC (sumber: A.D. Boardman, 1980)
Nilai n’ dengan n-1. Formula ini digunakan pada j>0 dan titik O serta titik B
yang nilai
-nya tidak ada.
2.2.4.3 Sumbu Simetri OX Garis OX terletak sepanjang sumbu x. Dari simetri medan magnet H tegak lurus dengan OY, sehingga
(32)
(33)
Persamaan (33) berarti bahwa nilai
Lagi pula, H sepanjang OX yang gradiennya
fiktif
sepanjang OX adalah sama.
harus kontinu. Nilai
dapat dicari dari penggunaan formula turunan depan
Universitas Sumatera Utara
(forward difference) sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2.8
(34)
substitusikan persamaan. (34) ke formula bintang untuk residual, formula iterasi SOR menjadi
(35)
tergantung bagaimana titik bulat hitam di tampilkan. Ternyata persamaan ini
redundannya. Oleh karena itu, nilai
adalah nol diluar batas.
2.2.4.4 Batas Magnet AC
Pada batas magnet AC nilai
adalah kontinu pada batas,
sehingga secara otomatis mempunyai iterasi. Karena magnetisasi tidak tegak lurus dengan AC, kontinuitas komponen normal B menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
adalah kontinu. Penggunaan formula turunan maju (forward difference) menghasilkan (lihat gambar 2.9)
(36)
Pada batas ini, diluar titik C menandakan bahwa nilai potensial fiktif pada batas BC ialah
(37)
2.2.4.5 Pada Batas Magnet BC
Sekali lagi
kontinu, tapi sekarang dari persamaan (21),
gradien pada y tak kontinu (diskontinuitas) sama dengan harga mutlak M, yaitu :
(38)
Universitas Sumatera Utara
Dalam bentuk turunan terbatas, persamaan (38) menjadi (lihat gambar 2.10)
(39) oleh karena itu diluar titik C tapi didalam titik B dapat dihasilkan
(40)
2.2.4.6 Pada Titik C Disini berlaku persamaan dari persamaan (39) dan (41) sehingga
(41)
atau
(42)
Skema iterasi secara cepat diprogram untuk sebuah komputer. Ada beberapa kriteria untuk memenuhi syarat konvergensi yang dapat diterapkan. Kriteria Pertama, residual Rm dengan magnet terbesar dapat dihentikan sampai iterasi ke n dan nilai residual lebih kecil dari nilai yang kits beri proses dihentikan.
Universitas Sumatera Utara
Dengan kata lain nilai residual Rij harus lebih kecil dari Rm. Kriteria kedua menggunakan akar kuadrat residual rata-rata (root-mean-square average residuals) harus lebih besar Residual magnet dari. Iterasi berhenti ketika salah satu dari dua kriteria terpenuhi.
(43)
Komponen medan magnet H dihitung dalam prosedure sudut menggunakan formula beda hingga untuk gradien:
(44)
(45) Garis OX dan OY tidak termasuk, tapi simetri Hx=0. Pada penelitian ini juga ada
perhitungan arah (sudut) kuat medan magnet
(46)
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara