BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Stakeholder Theory Istilah stakeholder dalam definisi klasik (yang paling sering dikutip)
adalah definisi Freeman dan Reed (1983) yang menyatakan bahwa stakeholder adalah: “any identifiable group or individual who can affect the achivment of an organisation’s objectives, or is affected by the achievement of an organisation’s objectives” (Ulum; 2009). Berdasarkan teori stakeholder, manjemen organisasi diharapkan untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder mereka dan melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder. Teori ini menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk disediakan informasi tentang bagaimana aktivitas organisasi mempengaruhi mereka (sebagai contoh melalui polusi, sponsorship, inisiatif pengamanan, dan lain-lain), bahkan ketika mereka tidak dapat secara langsung memainkan peran yang konstruktif dalam kelangsungan hidup organiasasi (Ulum; 2009). Teori stakeholder menyatakan bahwa semua stakeholder mempunyai hak untuk memperoleh informasi mengenai aktifitas perusahaan yang mempengaruhi mereka. Menurut Deegan (2004) teori stakeholder menekankan akuntabilitas organisasi jauh melebihi kinerja keuangan atau ekonomi sederhana (Ulum; 2009).
12
13
Teori stakeholder lebih mempertimbangankan para posisi stakeholder yang dianggap powerfull. Teori stakeholder dapat diuji dengan menggunakan content analysis atas laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan merupakan cara paling efisien bagi organisasi untuk berkomunikasi dengan stakeholder. Menurut Guthire et al (2006) content analysis atas pengungkapan intellectual capital dapat digunakan untuk menentukan apakah komunikasi kepada stakeholder benar-benar dilakukan (Ulum; 2009). Menurut Deegan (2004) hubungan teori stakeholder dengan nilai tambah intellectual capital harus dipandang dari dua bidang yaitu bidang etika dan bidang manajerial (Ulum; 2009). Bidang etika menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi, dan manajer harus mengelola secara maksimal organiasasi untuk penciptaan nilai perusahaan. Dalam menciptakan nilai (value creation), perusahaan harus memanfaatkan seluruh potensi yang dimilikinya baik karyawan (human capital), aset fisik (physical capital), maupun modal struktural (structural capital). Hal ini dapat meningkatkan nilai tambah (value added) bagi perusahaan atau disebut juga dengan VAICTM yang kemudian akan mendorong kinerja keuangan perusahaan. Sedangkan, bidang manajerial menjelaskan bahwa para stakeholder harus mengendalikan sumber daya organisasi jika ingin meningkatkan kesejahteraan mereka. Kesejahteraan ini diwujudkan dengan meningkatnya return yang dihasilkan perusahaan.
14
2.1.2
Legitimacy Theory Teori legitimasi menurut Deegan (2004) berhubungan erat dengan teori
stakeholder (Ulum; 2009). Teori legitimasi menyatakan bahwa organisasi berkelanjutan mencari cara untuk menjamin keberlangsungan usaha mereka dalam batas norma-norma yang berlaku di masyarakat. Pandangan teori legitimasi menyatakan bahwa dalam menjalankan operasinya, organisasi harus sejalan dengan nilai-nilai masyarakat. Teori legitimasi menetapkan persepsi dan pengakuan publik sebagai dorongan utama dalam melakukan pengungkapan suatu informasi di dalam keuangan. Menurut Hendriksen (2002) Pengungkapan dapat didefinisikan sebagai penyajian informasi yang diperlukan untuk mencapai operasi yang optimum dalam pasar modal yang efisien. Organisasi dapat menggunakan pengungkapan untuk menunjukkan perhatian manajemen akan nilai sosial. Teori legitimasi memiliki hubungan erat dengan pelaporan intellectual capital yang dapat diukur dengan metode content analysis dari pelaporan tersebut. Perusahaan akan cenderung melaporkan intellectual capital mereka jika mereka memiliki tujuan khusus untuk melakukannya. Hal ini terjadi ketika perusahaan menemukan bahwa perusahaan tidak mampu melegitimasi statusnya berdasarkan tangible assets yang menjadi indikator kesuksesan perusahaan. Menurut pandangan teori legitimasi perusahaan akan terdorong untuk menunjukan intellectual capital dalam laporan keuangan untuk memperoleh legitimasi dari public atas kekayaan intelektual yang dimiliki perusahaan tersebut. Pengakuan
15
legitimasi publik ini menjadi penting bagi perusahaan untuk mempertahankan eksistensinya dalam lingkungan sosisal perusahaan.
2.2
Intellectual Capital
2.2.1
Pengertian Intellectual Capital Perhatian perusahaan terhadap pengelolaan intellectual capital beberapa
tahun terakhir ini semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena adanya kesadaran bahwa intellectual capital merupakan landasan bagi perusahaan tersebut untuk berkembang dan mempunyai keunggulan dibandingkan perusahaan lain. Ada beberapa definisi berbeda mengenai intellectual capital. Brooking (1996) mendefinisikan Intellectual Capital sebagai berikut : “IC is the term given to the combined intangible assets of market intellectual property, human-centred and infrastructure-which enable the company to function.” (Ulum; 2009).
Rooes et al (1997) menyatakan bahwa : “IC includes all the process and the assets which are not normally, shown on the balance-sheet and all the intangible assets (trademarks, patent and brands) which modern accounting methods consider.” (Ulum; 2009).
Stewart (1997) menyebutkan bahwa: “IC is intellectual material-kowledge, information, intellectual property, experience-that can be put to use to create wealth.” (Ulum; 2009).
Sedangkan Bontis (1998) mengakui bahwa: “IC is elusive, but once it is discovered and exploited, it may provide an organization with a new resource-base from which to compete and win.” (Ulum; 2009).
16
Intellectual capital mencakup semua pengetahuan karyawan, organisasi dan kemampuan mereka untuk meciptakan nilai tambah dan menyebabkan keunggulan kompetitif berkelanjutan. Menurut Bontis (1998) Intellectual capital dapat diidentifikasi sebagai seperangkat asset tak berwujud (sumber daya, kemampuan dan kompetensi) yang menggerakan kinerja organisasi dan penciptaan nilai (Ulum; 2009). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa intellectual capital merupakan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan yang nantinya akan memberikan keuntungan di masa depan yang dilihat dari kinerja perusahaan tersebut.
2.2.2
Komponen Intellectual Capital IFAC (1998) mengklasifikasi Intellectual Capital dalam tiga kategori,
yaitu: (1) Organizational Capital, (2) Relational Capital, dan (3) Human Capital. Organizational Capital meliputi a) intellectual; property dan b) infrastructure assets. Tabel 2.1 menyajikan pengklasifikasian tersebut beserta komponenkomponennya.
17
Tabel 2.1 Klasifikasi Intellectual Capital Organizational Capital
Relational Capital
Human Capital
1. Brands
1. Know-how
1. Patents
2. Customers
2. Educational
2. Copyrights
3. Customers
3. Vocational
Intellectual Property :
3. Design rights
loyalty
qualification
4. Trade secrets
4. Backlog orders
4. Work-related
5. Trademarks
5. Company names
knowledge
6. Service marks
6. Distribution
Infrastucture Assets: 1. Management philosophy 2. Corporate culture
channels 7. Business collaborations 8. Licensing agreements
3. Management
9. Favourable
processes
contacts
4. Information systems
10. Franchising agreements
5. Networking systems 6. Financial relations Sumber : IFAC (1998) (Ulum; 2009)
5. Work-related competencies 6. Entrepreneurial spirit, innovativeness, proactive reactive
and abilities,
changeability 7. Psychometric valuation
18
Pada umumnya, para peneliti menyatakan bahwa intellectual capital terdiri dari tiga komponen, yaitu: 1. Human Capital Human Capital merupakan kombinasi dari knowledge, skill, innovativeness, dan kemampuan individu dalam sebuah perusahaan. Menurut Bontis (1997) Human capital dinilai sangat penting bagi perusahaan karena sumber inovasi, strategi, pencapaian visi, proses reengineering dan penciptaan segala sesuatu yang mempengaruhi persepsi positif pasar terhadap perusahaan bertumpu kepada personal skill yang dimiliki oleh perusahaan sehingga perusahaan dapat mengungguli pesaing dan meningkatkan penjualan (Ulum; 2008). Human Capital dapat meningkat jika perusahaan dapat memanfaatkan dan mengembangkan pengetahuan, kompetensi, dan keterampilan karyawan secara efisien. Dengan memiliki karyawan yang berketerampilan dan berkeahlian maka
dapat
meningkatkan
kinerja
perusahaan
dan
menjamin
keberlangsungan perusahaan tersebut. Meningkatnya kinerja perusahaan juga akan meningkatkan persepsi pasar. 2. Structural capital Menurut Roos (1997) structural capital merupakan sesuatu yang menjadikan perusahaan tetap berdiri akibat nilai yang telah tercapai oleh perusahaan mulai bekerja dengan sendirinya untuk kemajuan perusahaan (Ulum; 2009). Structural capital menjadi infrastruktur perusahaan yang membantu meningkatkan produktivitas karyawan. Termasuk dalam hal ini
19
adalah database, organizational charts, process manuals, strategies, routines, dan segala hal yang membuatnilai perusahaan lebih besar daripada nilai materialnya. 3. Customer capital Customer capital adalah pengetahuan dari rangkaian pasar, pelanggan, supplier, hubungan baik antara pemerintah dengan industri atau hubungan baik dengan pihak luar perusahaan harus mampu menciptakan barang dan jasa yang berbeda dan memilih nilai lebih dimata konsumen.
Customer
capital
juga
meliputi
kemampuan
untuk
mengidentifikasi pasar yang ingin dibidik dan memposisikan perusahaan dalam pasar. Hal ini dapat tercipta melalui pengetahuan karyawan yang diproses dengan modal struktural yang akhirnya menghasilkan hubungan yang
baik
dengan
pihak
luar
(Petras,
1996,
Bontis,
2000)
(Widiyaningrum; 2004). 2.2.3 Value Addee Intellectual Coefficient (VAIC) Metode VAICTM dikembangkan oleh Pulic (1998), didesain untuk mengukur seberapa dan bagaimana efisiensi Intellectual Capital dan Capital Employed menciptakan nilai berdasarkan pada hubungan tiga komponen utama, yaitu (1) Human Capital, (2) Capital Employed, dan (3) Structural Capital. VAICTM merupakan alat untuk mengukur kinerja Intellcetual Capital perusahaan. Model ini relatif mudah dan memungkinkan untuk diimplementasikan karena dikonstruksi dari akun-akun dalam laporan keuangan perusahaan (neraca, laba rugi). Perhitungan dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan
20
value added (VA). Value Added adalah indikator paling obyektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation). VA dihitung sebagai selisih antara output dengan input (Ulum; 2009). Nilai output (OUT) merepresentasikan revenue serta keseluruhan produk dan jasa yang dijual di pasar, sedangkan Input (IN) meliputi seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Satu hal yang patut diperhatikan dalam model ini adalah bahwa beban karyawan (labor expenses) tidak termasuk ke dalam IN. Beban karyawan (labor expenses) tidak termasuk ke dalam IN karena karyawan berperan penting dalam proses penciptaan nilai. Proses value creation dalam suatu perusahaan dipengaruhi oleh efisiensi Human Capital (HC), Capital Employed (CE), dan Structural Capital (SC). 1. Value Added Capital Employed (VACA) Value Added Capital Employed adalah indikator untuk VA yang diciptakan oleh suatu unit physical capital. Public (1998) mengasumsikan bahwa jika 1 unit dari CE menghasilkan return yang lebih besar daripada perusahaan lain, maka hal itu menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah lebih baik dalam memanfaatkan CE-nya. Dengan demikian, pemanfaatan CE yang lebih baik merupakan bagian dari intellectual capital perusahaan (Ulum; 2009). Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan CE adalah ekuitas yang terdapat dalam perusahaan tersebut.
21
2. Value Added Human Capital (VAHU) Value Added Human Capital menunjukkan berapa banyak VA yang dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA dan HC mengindikasikan kemampuan dari HC untuk menciptakan nilai di dalam perusahaan. Dalam penelitian ini dimaksud dengan HC adalah jumlah seluruh beban yang dikeluarkan perusahaan untuk tenaga kerja. 3. Structural Capital Value Added (SCVA) Structural Capital Value Added mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai. SC bukanlah ukuran yang independen sebagaimana HC, SC dependen terhadap value creation. Artinya, semakin besar kontribusi HC dalam value creation, maka akan semakin kecil kontribusi SC dalam hal tersebut. SC adalah value added dikurangi human capital, yang hal ini telah diverifikasi melalui penelitian empiris pada sektor industri tradisonal (Ulum; 2009). Tahapan perhitungan VAIC adalah sebagai berikut: a) Menghitung Value Added (VA) VA = OUTPUT – INPUT Dimana : Output
: total penjualan dan pendapatan lain-lain
Input
: beban dan biaya-biaya (selain beban karyawan)
Value Added : selisih antara output dengan input
22
Pulic (1999) menjelaskan bahwa value added juga dapat dihitung dari akunakun perusahaan sebagai berikut (Ulum; 2009) : VA = OP + EC + D + A Keterangan : OP
: operating profit (laba operasi)
EC
: employee cost (beban karyawan)
D
: depreciation (depresiasi)
A
: amortization (amortisasi)
b) Menghitung Value Added Capital Employed (VACA) VACA merupakan indikator untuk VA yang diciptakan oleh suatu unit dari physical capital. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap unit dari CE terhadap value added organisasi. 𝑽𝑨
VACA = 𝑪𝑬 Keterangan: VACA
: Value Added Capital Employed (Rasio dari VA terhadap
CE) VA
: Value Added
CE
: Capital employed : dana yang tersedia (ekuitas, laba
bersih). c) Menghitung Value Added Human Capital (VAHU) VAHU merupakan indikator yang menunjukkan berapa banyak VA yang dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Rasio ini
23
mengindikasikan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam HC terhadap value added organisasi. 𝑽𝑨
VAHU = 𝑯𝑪 Keterangan: VAHU
: Value Added Human Capital (rasio dari VA terhadap HC)
VA
: Value Added
HC
: Human Capital (beban karyawan) Beban karyawan dalam penelitian ini menggunakan jumlah beban
gaji dan karyawan yang tercantum dalam laporan keuangan. d) Menghitung Structural Capital Value Added (STVA) Rasio
ini mengukur
jumlah SC
yang dibutuhkan untuk
menghasilkan 1 rupiah dari VA dan juga merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai. 𝑺𝑪
STVA = 𝑽𝑨 Keterangan: STVA
: Structural Capital Value Added
SC
: Structural Capital (VA-HC)
VA
: Value Added
e) Menghitung Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) VAIC menunjukkan kemampuan intellectual capital organisasi yang dapat juga dianggap sebagai BPI (Business Performance Indicator). VAIC merupakan penjumlahan dari ketiga komponen sebelumnya. VAIC = VACA + VAHU + STVA
24
2.3 Nilai Perusahaan Menurut Husnan (2004) yang dimaksud dengan nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Apabila, perusahaan menawarkan saham ke publik maka nilai perusahaan akan tercermin pada harga sahamnya. Salah satu tujuan perusahaan adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaannya. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan atau pemegang saham, sebab dengan nilai yang tinggi berarti menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Nilai perusahaan dapat tercermin melalui harga saham. Semakin tinggi harga saham berarti kemakmuran pemegang saham akan meningkat. Harga pasar saham juga menunjukkan nilai perusahaan. Pada dasarnya harga saham dihitung dari nilai sekarang tingkat pengembalian kepada investor dan dari perusahaan itu sendiri, yaitu untuk memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Jadi, dengan meningkatnya harga saham atau sudah barang tentu seorang pemegang saham akan menjadi lebih kaya atau lebih makmur. Fama (1987) menjelaskan bahwa nilai perusahaan akan tercermin dari harga pasar sahamnya (Cahyadi; 2012). Sementara itu Jensen (2001), menjelaskan bahwa untuk memaksimumkan nilai perusahaan tidak hanya nilai ekuitas saja yang harus diperhatikan, tetapi juga semua klaim keuangan seperti hutang, warran, maupun saham preferen (Cahyadi; 2012). Optimalisasi nilai perusahaan yang merupakan tujuan perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan, dimana satu keputusan keuangan yang diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan lainnya dan berdampak pada nilai perusahaan
25
(Fama dan French, 1998) (Cahyadi; 2012). Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham, sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (signaling theory). Nilai perusahaan dalam penelitian ini dapat diukur dengan menggunakan rasio nilai pasar atau nilai buku. Rasio harga pasar suatu saham yang terdapat nilai bukunya memberikan indikasi pandangan investor atas perusahaan. Perusahaan yang dipandang baik oleh investor (yang artinya perusahaan dengan laba dan arus kas yang aman serta terus mengalami pertumbuhan) dijual dengan rasio nilai buku yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan dengan pengembalian yang rendah (Brigham; 2010). Dalam penelitian ini rasio nilai pasar yang digunakan adalah Price Book Value (PBV). Rasio PBV ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh (Brigham, 2010). Rasio PBV merupakan perbandingan antara harga saham dengan nilai buku ekuitas. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa pasar semakin percaya akan prospek perusahaan tersebut. Price to book value dipilih sebagai ukuran kinerja karena menggambarkan besarnya premi yang diberikan pasar atas intellectual capital yang dimiliki perusahaan.
26
2.4
Kerangka Pemikiran
2.4.1
Pengaruh Intellectual Capital terhadap Nilai Perusahaan Ketertarikan akan intellectual capital bermula ketika Tom Stewart, pada
Juni 1991, menuliskan sebuah artikel “Brain Power-How Intellectual Capital is Becoming America’s Most Valuable Asset”, yang mengantar intellectual capital pada agenda manajemen (Ulum; 2009). Harisson dan Sullivan (2000) menambahkan bahwa di pertengahan tahun 1990, ditemukan dua jalur pemikiran mengenai intellectual capital. Jalur pertama mengenai “knowledge and brandpower”, yang berfokus pada penciptaan dan perluasan pengetahuan perusahaan. Pihak jalur pertama adalah Stewart, Edvisson, Sveiby dan lainnya. Sementara itu, jalur kedua mengenai “resources-based perspective”, yang berfokus pada bagaimana menciptakan profit dan kombinasi intellectual capital dan sumber daya berwujud yang unik milik perusahaan. Pihak jalur kedua adalah Itami, Sullivan, Teece dan lainnta. Tahun 1995 diadakan pertemuan bersama dan mendefinisikan bahwa “intellectual capital is knowledge that can be converted into profit”. Stewart (1998) mendefinisikan intellectual capital sebagai: “The sum if everything everybody in company knows that gives you a competitive edge in the market place. It is intellectual materialknowledge, information, intellectual property, experience that can be put to use to create wealth.” Dalam kutipan tersebut, Stewart menyatakan bahwa Intellectual Capital adalah gabungan dari semua (benda atau orang) yang dapat memberikan nilai pasar yang kompetitif berupa pengetahuan, informasi, property intelektual, pengalaman yang dapat menciptakan kekayaan bagi perusahaan. Stewart
27
berpendapat bahwa intellectual capital digunakan untuk tujuan menciptakan “wealth” atau kekayaan dengan menghasilkan aset yang lebih tinggi nilainya. Penelitian Widarjo (2011) menyebutkan bahwa Firer dan Williams (2003), Chen M.C dan S.J. Cheng Hwang (2005) dan Tan H.P dan Plowman (2007) telah membuktikan secara empiris bahwa intellectual capital berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Ulum (2008) melakukan studi tentang modal intelektual dengan menggunakan sampel perusahaan perbankan di Indonesia. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa modal intelektual yang diukur dengan Value Added Intellectual Coeficient (VAICTM) terbukti secara statistik berpengaruh terhadap kinerja perusahaan dimasa mendatang. Pulic (2000) (Ulum; 2009) menyarankan sebuah pengukuran tidak langsung terhadap intellectual capital yaitu dengan mengukur efisiensi dari nilai tambah yang dihasilkan oleh kemampuan intelektual perusahaan. Karena value added dapat dijadikan sebagai indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menujukkan kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai (value added). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input. Dimana output mempresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual dipasar, sedangkan input mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Value Added Intellectual Coeficient (VAICTM) merupakan instrumen untuk mengukur kinerja intellectual capital perusahaan. Value Added Intellectual Coeficient (VAICTM) mengindikasikan kemampuan intelektual organisasi yang dapat juga dianggap sebagai Business Performance Indicator (BPI). VAICTM merupakan penjumlahan dari 3 komponen sebelumnya yaitu: Value Added
28
Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) (Ulum, 2009). Chen dan Y. Hwang (2005) menyatakan bahwa investor akan memberikan nilai yang lebih tinggi pada perusahaan yang memiliki sumber daya intelektual yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki sumbed daya intelektual yang rendah (Widarjo; 2011). Nilai Perusahaan dapat direfleksikan oleh harga pasar dan harga saham. Sawir (2001) menjelaskan penilaian perusahaan adalah ukuran yang paling komprehensif untuk menilai hasil kerja perusahaan karena rasio pasar tersebut mencerminkan kombinasi pengaruh risikorisiko dan rasio hasil pengembalian (Kirana; 2013). Harmono (2001) menjelaskan nilai perusahaan dapat direfleksikan oleh harga pasar dan nilai intrinsik. Nilai intrinsik sebenarnya berasal dari saham, dan harga saham di pasar modal terbentuk berdasarkan kesepakatan antara permintaan dan penawaran investor, sehingga harga saham merupakan fair price yang dapat mencerminkan nilai dari perusahaan itu sendiri. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan atau investor, sebab dengan nilai yang tinggi berarti menunjukkan kemakmuran investor juga tinggi. Nilai perusahaan dapat tercermin melalui harga saham. Semakin tinggi harga saham berarti kemakmuran pemegang saham akan meningkat. Menurut Husnan (2004) nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Sementara itu, Keown (2008) menyatakan bahwa nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar.
29
Price to book value dipilih sebagai ukuran kinerja dalam menilai suatu perusahaan karena menggambarkan besarnya premi yang diberikan pasar atas modal intelektual yang dimiliki perusahaan. Seperti yang diungkapkan oleh Chen et al. 2005, bahwa terdapat hubungan positif antara intellectual capital dengan nilai pasar perusahaan. Jika intelektual dikelola dengan baik maka akan berdampak terhadap peningkatan kinerja dan nilai perusahaan. Usaha yang dilakukan manajemen perusahaan untuk meciptakan nilai tambah bagi perusahaan dapat dilakukan dengan cara mengelola dan meningkatkan intellectual capital yang dimiliki perusahaan, baik dari human capital, employed capital, dan structural capital. Apabila intellectual capital dikelola dengan baik makan akan memciptakan nilai tambah yang tercermin pada peningkatan nilai perusahaan yang dapat dilihat dari Price Book Value (PBV). Menurut Ulum (2008), intellectual capital diyakini dapat berperan penting dalam peningkatan nilai perusahaan maupun kinerja perusahaan. Cahyadi (2012) telah membuktikan bahwa intellectual capital (VAICTM) mempunyai pengaruh pada nilai perusahaan. Berdasarkan dari hasil penelitian sebelumnya dan untuk pengembangan hipotesis, maka untuk menggambarkan hubungan dari variabel independen dan variabel dependen dalam penelitian ini dikemukakan suatu kerangka pemikiran teoritis yaitu mengenai pengaruh intellectual capital terhadap nilai perusahaan pada perbankan di Indonesia. 2.4.2
Pengaruh Value Added Capital Employed terhadap Nilai Perusahaan Bontis dan Choo (2002) mengemukakan definisi relational capital atau
capital employed sebagai berikut :
30
“Relational capital respresents the potential on organizational has due to ex-firm intangible. These intangible include the knowledge embedded in customer, suppliers, the government, or related industry association.” (Ulum; 2009). Relational capital atau capital employed (CE) menurut definisi di atas menggambarkan hubungan harmonis yang dimiliki oleh perusahaan dengan mitranya serta menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya berupa physical capital, yang apabila kedua hal tersebut dikelola dengan baik akan menciptakan nilai tambah bagi perusahaan. Value Added Capital Employed merupakan ukuran untuk perusahaan di dalam mengelola physical capitalnya secara baik. Apabila perusahaan dapat mengelola physical capitalnya secara baik maka perusahaan dapat menciptakan nilai tambah yang tercermin pada peningkatan nilai perusahaan yang dilihat dari Price Book Value (PBV). 2.4.3
Pengaruh Value Added Human Capital terhadap Nilai Perusahaan Roos et al (2007) mendefinisikan Human Capital sebagai berikut : “All the attributes that relate to individuals as resources for the company and under the requirement that these attributes cannot be replaced by machines or written down on a piece of paper” (Ulum; 2009). Dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa, Human capital
menggambarkan
sumber daya yang dimiliki oleh manusia, seperti pengetahuan, keterampilan dan kompetensi untu mencapai keunggulan yang kompetitif. Human capital dikategorikan kedalam 12 bagian oleh Philips (2002) dalam Ulum (2009), yakni Innovation, Jon Satisfication, Organizational Commitment, Turnover, Tenure, Experience, Learning, Competencies, Educational level, HR Investment, Leadership dan Productivity.
31
Value Added
yang dimiliki perusahaan salah satunya dihasilkan oleh
efisiensi dari human capital. Efisiensi pada human capital
diukur dengan
menggunakan VAHU atau value added human capital. Tujuannya adalah mengindikasikan kemampuan human capital membuat nilai pada perusahaan. 2.4.4
Pengaruh Structural Capital Value Added terhadap Nilai Perusahaan Stewart (2000) mengemukakan definisi structural capital sebagai berikut : “Modal structural merupakan asset tidak berwujud milik perusahaan yang kemudian menjadi sesuatu yang bisa dikendalikan manajer dengan mudah.” (Ulum; 2009). Dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa, structural capital (SC)
menggambarkan modal yang dibutuhkan perusahaan untuk memenuhu proses rutinitas perusahaan dalam menghasilkan kinerja yang optimal, serta kinerja bisnis secara keseluruhan. Adapun tujuan modal struktural adalah mengumpulkan pengetahuan yang membantu pekerja sehingga dihargai pelanggan dan mempercepat arus informasi dalam perusahaan (Stewart, 1998). Structural capital terbagi menjadi beberapa jenis, seperti system operasional perusahaan, proses manufacturing, biaya organisasi, filosofi manajemen dan semua bentuk intellectual property yang dimililiki perusahaa. Structural capital mengemas human capital dan memungkinkannya untuk digunakan secara berulang dalam menciptakan nilai tambah. Apabila manajemen yang mampu mengelola structural capital dengan baik maka hal ini akan membantu meningkatkan nilai perusahaan.
32
Intellectual Capital
Dihitung dengan menggunakan model indikator VAICTM dengan cara menganalisis dan menjumlah koefisien-koefisien IC pada laporan keuangan VAICTM = VACA + VAHU + STVA
Employed Capital
Human Capital
Structural Capital
Diukur
Diukur
Diukur 𝑽𝑨
𝑽𝑨
VACA = 𝑪𝑨
VAHU = 𝑯𝑪
VA : Value Added
VA = Value Added
CE : Capital Employed : dana yang tersedia (ekuitas dan laba bersih)
HU = Human Capital (beban Terhadap karyawan)
Terhadap Nilai Perusahaan Diukur PBV =
𝑯𝒂𝒓𝒈𝒂 𝑺𝒂𝒉𝒂𝒎 𝑩𝒐𝒐𝒌 𝑽𝒂𝒍𝒖𝒆
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian
STVA =
𝑺𝑪 𝑽𝑨
SC = Structural Capital (VA-HC) VA = Value Added
33
Dari kerangka pemikiran yang telah dibahas dapat digambarkan model penelitian sebagai berikut: Intellectual Capital (VAICTM) VACA Nilai Perusahaan Perusahaan PBV
VAHU
STVA
Variabel Independen
Variabel dependen
Gambar 2.3 Paradigma Penelitian
34
2.5 Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2012): “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian”. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada faktafakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Atas dasar beberapa penelitian sebelumnya, penulis merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1
: Intellectual capital yang diukur dengan VAICTM (Value Added Intellectual
Capital)
berpengaruh
terhadap
nilai
perusahaan
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 20112013. H2
: Value Added Capital Employed (VACA) berpengaruh terhadap nilai nilai perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013.
H3
: Value Added Human Capital (VAHU) berpengaruh terhadap nilai nilai perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013.
H4
: Structural Capital Value Added (STVA) berpengaruh terhadap nilai nilai perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013.