T I N J A U A N PUSTAKA Gulma Air: Duckweed
Gulma
air
adalah tumbuhan
yang sebagian
atau seluruh
daur hidupnya berada ditempat yang berair dan yang menimbulkan kerugian pada berbagai usaha manusia
Selanjutnya menurut Mitchell dalam Mangoendihardjo
1982). (1982)
(Mangoendihardjo,
bahwa
gulma
air
yaitu, yang tumbuh (1) di dalam air
dibedakan dalam
di bagian tepi
(submerged w e e d s ) ,
beberapa
(marginal
Submerged
weeds) ,
( 2)
(3) muncul di permukaan air
( e m e r g e d w e e d s ) , dan ( 4 ) yang mengapung bebas weeds).
golongan
(free floating
w e e d s sebagaian besar mempunyai akar dan
semua bagian tanaman berada di bawah permukaan air, ada juga emergent
weeds
akarnya berada
dalam
tanah tetapi
sebagian
besar bagian batang dan daunnya muncul di atas permukaan air (Van zon, 1977) . Menurut Soerjani (1980), gulma air pada dasarnya merugikan manusia, tetapi sebagai tumbuhan tentu ada saja peranannya yang mungkin menguntungkan.
Duckweed
berperan sebagai
penghasil hijauan yang marnpu mengikat energi matahari, sebagai bahan makanan mahluk
lainnya, membantu peredaran udara
dalam air melalui peristiwa fotosintesa, membantu pengendapan bahan-bahan yang terbawa oleh air.
Disamping itu juga dapat
menyerap kelebihan zat hara yang menyebabkan pencemaran air. Ramlan
( 1991 )
mengemukakan bahwa gulma air dapat juga
mengganggu ekosistem dengan membatasi penetrasi sinar mataha-
ri di bawah pemukaan air , tetapi sebaliknya beberapa gulma air sangat berguna sebagai penghasil oksigen selama proses Ditambahkan oleh Duffield
fotosintesis.
(1981) bahwa duck-
weed dapat mengurangi aerasi permukaan, meningkatkan aktifitas
heteropik
mikroorganisme
dan
meningkatkan
pelepasan
oksigen ke atmosfir melalui fotosintesis. Skillcorn
et al.
(1993) melaporkan bahwa tanaman air
khususnya duckweed memberikan harapan sebagai tanaman komersial yang baru Sistem
terutama di negara yang sedang berkembang.
aquaculture mempunyai
dibandingkan
potensi yang
terristerial
dengan
lebih produktif
agriculture
dan
sangat
potensial untuk meningkatkan produksi protein. Menurut Rodger diteliti karena
et dl.
morfologi
duckweed penting untuk
duckweed merupakan
:
disetiap wilayah, menutupi 40 tahun,
( 1978) ,
atau
-
bentuk
tanaman yang dominan
100% permukaan air sepanjang
pertumbuhamya
memungkinkan
untuk pengambilan spesimen yang dapat merefleksikan habitat tumbuhan air dan kondisi kimia pada tiap-tiap daerah sampling. weed
Ditambahkan oleh Wedge dan Burris (1982) bahwa duck-
dapat
tumbuh
baik
daerah
beriklim
sedang maupun
tumbuh di permukaan kolam yang dangkal.
tropis, dan dapat Menurut Leng et dl. pada temperatur 6
di
-
(1994) duckweed dapat tumbuh dengan baik
33 OC dengan pH 5
baik pada pH 6.5 - 7.5.
-
9, dan akan lebih
Duckweed (Family Lemnaceae)
merupakan tanaman kecil
yang mengapung bebas dengan penyebaran yang sangat luas diseluruh dunia.
Ada empat genera yaitu:
Spirodela, Lemna,
Wolffia dan Wolffiella dan terdiri dari sekitar
40
spesies.
Tanaman ini secara relatif mempunyai morfologi yang sederhana dan tidak mempunyai batang atau kehidupan yang lengkap dan selalu terdiri dari daun yang berbentuk oval dalam jumlah sedikit bahkan ada yang berdaun tunggal, panjangnya biasanya mencapai 5 mm.
Tiap-tiap daun tidak semuanya mempunyai akar
dan sangat jarang berbunga.
Reproduksi seksual jarang terja-
di, hampir semua reproduksinya berlangsung secara vegetatif. Selanjutnya dikemukakan bahwa tanaman ini hidup dalam bentuk koloni dan membentuk lapisan hijau di atas pennukaan air, serta mempunyai kemampuan tumbuh yang sangat cepat 1976 ;
Pancho
dan
Soerjani,
1978) .
seperti
(N.A.S . ,
terlihat
pada
Gambar 1. Menurut Andersen
et al.
(1985) duckweed termasuk tana-
man C 3 , dengan tingkat fotorespirasi yang tinggi. nya
dilaporkan bahwa
keseirnbangan antara
fotorespirasi tergantung dari
Selanjut-
fotosintesis dan
rasio C 0 2 : 0 2 pada
atrnosfir.
Dengan meningkatnya level C02 di udara, atau menurunnya level 0 2 , fotorespirasi dapat
menurun dan fotosintesis meningkat
akibatnya pertumbuhan meningkat. Hasil penelitian Wedge dan Burris (1982) tentang pengaruh
temperatur dan intensitas cahaya pada proses
fotosinte-
sis, dapat diperoleh indikasi apakah duckweed termasuk tanaman C3 atau C 4 . temperatur
Berdasarkan respon fotosintesis terhadap
duckweed
bukan
termasuk
tanaman C3.
Seperti
contoh bunga matahari yang termas.uk tanaman C3, temperatur optimumnya 20°c
dengan intensitas cahaya 300 pE m-2.det-1 -
1800 pE m-2.det-1, dan apabila temperatur naik di atas 20°c fotosintesis
akan
menurun,
temperatur optimum 30 -
sedangkan
mempunyai
duckweed
3 5 O ~ . Tetapi dari hasil penelitian
yang lain lebih cenderung menggolongkannya ke tanaman C3. Beberapa (recovering)
species dari nutrien
pada
duckweed
air
dapat
limbah,
memanfaatkan
duckweed
menyerap
nutrien melalui akar dan permukaan daun bagian bawah, tingkat pertumbuhan eksponensial memungkinkan koloni duckweed mengabsorbsi nutrien dalam jumlah banyak (NAS, 1976; Ice dan Couch, 1987).
Leng et dl.
rap nutrien melalui
(1994) menambahkan bahwa duckweed menyesemua bagian permukaan daun, sehingga
pemupukan dapat dilakukan dengan menebarkan, melarutkan dan menyemprot.
Hasil penelitian Zuberer (1984) melaporkan bahwa
dipermukaan tanaman, termasuk
bagian
daun
dan
akar
dapat
didiami oleh bakteri dan mikroorganisma lainnya. Dari beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa duckweed merupakan tanaman yang sangat efisien dalam ha1 mengubah atau membersihkan nutrien dan polutan yang lain dari air limbah menjadi jaringan dengan kandungan protein tinggi dan dapat dimakan
(Mbagwu dan Adeniji, 1988).
Selanjutnya dinyatakan
bahwa duckweed dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mampu menghasilkan produk (bahan pakan) dengan jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, khususnya apabila tumbuh pada tempat yang kaya nutrien seperti tempat pembuangan limbah ternak. Duckweed
mempunyai kemampuan yang besar untuk mem-
bersihkan
air
polusi
dan
menyerap
nitrogen,
fosfor
dan
substan organik seperti sukrosa dan asam amino dalam jumlah besar
(Andersen
et
al. 19851, dan bernilai tinggi sebagai
pakan ternak sumber protein
penghasil methan
(Reddy e t dl.
1989, Walkel dan Younos, 1987) . Menurut Oron (19901, tingkat pertumbuhan relatif d u c k weed
bervariasi antara 0.31 hari-'
dalam jangka waktu 3 hari
dan 0.24 hari-I untuk jangka waktu 10 hari, tetapi kandungan proteinnya menurun dari 32% menjadi
20%. dengan rata-rata
produksi bahan kering sekitar 12 g.m-2.hari-1.Untuk memperoleh tingkat pertumbuhan relatif dan kadar protein yang lebih tinggi disarankan supaya duckweed ditanam pada kolam dengan kedalaman sekitar 30 cm.
Pada kondisi yang baik produksi
maksimumnya dapat mencapai 28 g.m-2.hari-1 (Sutton dan Ornes 1975). Apabila dilakukan pemanenan tiap hari duckweed punyai
crop
growth
rate
(CGR)
kering (Mbagwu dan Adeniji, 1988)
14.9
g.m-2.hari-'
membahan
.
Produksi biomassa dari duckweed menurut Reddy dan DeBusk (1985) adalah 16.1 ton bahan kering ha-'
tahun-I.
Rata-rata
pertumbuhan mencapai maksimal pada kepadatan yang rendah dan
menurun pada kepadatan yang tinggi.
Menurut beberapa hasil
penelitian yang disitasi oleh Leng
et
al.
(1994) bahwa
produksi bahan kering d u c k w e e d pada kondisi yang alami mencapai 10
-
20 ton ha-'
tahun-l, sedangkan pada kondisi yang
mendekati kondisi optimum dapat mencapai 79 ton ha-' Pola
pertumbuhannya
menyerupai
pertumbuhan
tahun-'.
eksponensial
unicellular algae dan mempunyai potensi yang tinggi untuk menghasilkan bahan pakan ternak. Secara umum pertumbuhan d u c k w e e d dipengaruhi oleh temperatur dan intensitas penyinaran serta konsentrasi nutrien dalam air (Leng et al, 1994).
Selanjutnya dilaporkan bahwa
massanya dapat menjadi dua kali lipat dalam waktu
16 jam
sampai dua hari pada ketersediaan nutrien, sinar matahari dan temperatur air yang optimal. Kawabata duckweed
et al.
(1986) menyatakan bahwa pertumbuhan
pada sawah yang ditanami padi memberikan beberapa
keuntungan yaitu dapat menyerap kelebihan nutrien pada tanaman padi dan sebagai pembersih pada saluran irigasi, serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan pupuk. Kandungan Nutrien Duckweed
Boyd dan Scarsbrook (1975) menyatakan bahwa sampel bahan kering dari beberapa spesies gulma air mempunyai kadar protein dan karbohidrat yang
tinggi dengan kadar serat
yang
rendah,. sehingga mempunyai kemungkinan untuk dapat digunakan
sebagai bahan pakan ternak. Banerjee dan Matai (1990) melaporkan bahwa
30 spesies
dari tumbuhan air mempunyai nilai bahan kering sekitar 4-16%; 29 spesies mempunyai kadar protein lebih dari 10%.
Selanjut-
nya dilaporkan bahwa tanaman air mempunyai serat kasar yang rendah
dan
tinggi
kadar
lemak
dan
abu
jika
dibandingkan
dengan hijauan yang biasa diberikan pada ternak.
Sebanyak 18
tanaman air mengandung abu dibawah IS%, dan jika dibandingkan dengan hijauan konvensional , 12 tanaman air tampaknya mempu nyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Menurut Rusoff mengandung
(1980) duckweed kering matahari
et dl.
protein
kasar
sekitar 25.2
protein konsentratnya berkisar dari 37.5
-
sedangkan
36.5%.
Kandungan
44.7%.
asam amino esensialnya dari protein konsentrat lebih baik jika
dibandingkan
methionin.
dengan
standar
FA0
isoleusin 3.6;
:
amino
lysin 4.0; methionin
leusin 6.7; phenilalanin
dan
valin
0.9.
duckweed
dapat
digunakan
3.1
asam
Selanjutnya dilaporkan bahwa rata-rata kandungan
asam aminonya (g/100 g protein) adalah 0.9;
kecuali
Oleh
karena
secara
itu
protein
efektif
threonin
4.2;
konsentrat
sebagai
suplemen
protein pada ransum yang rendah kadar lysinnya seperti ransum dengan bahan dasar jagung atau beras. Kandungan nutrien duckweed menurut beberapa peneliti dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan N u t r i e n Duckweed Menurut Beberapa
Peneliti
-
N u t r en ~
A
B
C
E
D
............................ Bahan k e r i ng
6
4.93
P r o t e i n kasar
20.4
29.88
Kal s i um
Fosfor
1
1.1
1.4-3
0.48
24.4
-
................... 25.21
8.70
6.57
29.30
27.80
1.55
-
1.22
1.87
-
1.75
2.8
5.5
1.33
4.90
4.09
4-6
Serat kasar
7-10
15.7
9.6
10.4
9.3
13.52
6.90
10.56
Abu
8-14
17.2
15.03
12.3
14.5
17.99
15.44
14.77
32.1
41.95
-
38.98
42.9
-
Keterangan
:
5.33
37.6
Rataan
Lemak kasar
BETN
3.8
%
G
F
-
A = National Academy of Sciences (1976) B = Banerjee dan Matai (1990) C = Rusof f et al. (1980) D = Boyd dan Scarsbook (19751 E = Culley et al. (1981) F = La1 dan Pathak (1988) G = Hassan dan Edwards (1992)
Duckweed mempunyai kandungan nitrogen yang cukup tinggi
yaitu 6 - 7%. rendah kadar abu , dan tinggi kadar proteinnya sehingga
cocok
sebagai
kalium sekitar 1.5 kan bahwa
jika
-
bahan
pakan
ternak,
dengan
kadar
3% (N.A.S,-1976). Selanjutnya dikemuka-
dilakukan panen
tiap
hari,
1
ha
duckweed
menghasilkan protein kasar hampir sama dengan produksi 60 ha tanaman kedelai tiap tahun. lihatkan
bahwa
duckweed
Beberapa hasil analisis memper-
lebih
kaya
asam
amino
lisin
dan
arginin jika dibandingkan dengan alfalfa, tapi rendah kandungan methioninnya
Culley
et al. (1981) melaporkan bahwa duckweed yang di-
kembangbiakkan pada penampungan limbah ternak yang mempunyai kandungan nitrogen sekitar 30 mg liter-'
mempunyai kandungan
protein kasar yang cukup tinggi (37.6%). duckweed memberikan harapan yang besar untuk peningkatan produksi dan kualitas pakan secara menyeluruh, tetapi belum dilakukan secara lengkap dengan menggunakan teknologi yang tinggi.
Leng
et dl.
(1994) menyatakan, duckweed yang tumbuh pada air yang kaya akan nutrien mempunyai konsentrasi mineral langka, K dan P serta pigmen yang tinggi terutama karoten dan xanthophyll, sehingga
tepung
duckweed
penting
sekali
sebagai
suplemen
untuk unggas dan ternak lainnya, dan merupakan sumber vitamin A dan B yang baik untuk manusia.
Menurut Oron
et
al.
(1987) kadar protein duckweed
mencapai 25% berat kering, dan pada kondisi yang baik hasil protein tahunamya mencapai 12 ton-ha-Ijauh melampui tanaman bahan pakan konvensional laimya, sedangkan menurut Hassan dan
Edwards
menurut
(1992) mengandung
Andersen
et dl.
protein
(1985)
kasar
30-40%.
21-33%, dan
Dewanji
(1993)
mempelajari profil komposisi kimia dari ekstrak daun beberapa gulma
air
sekitar 6.1
termas.uk duckweed, ternyata mengandung
-
8.79, l3-karoten 462.5
-
nitrogen
674.7 pg.g-l, dan poly-
phenol 1.3-2.9%. Hasil sampingan setelah diekstraksi protein daunnya, masih kadar nitratnya
mengandung (0.23 -
2.1
-
3.2% nitrogen dan
0.65%). dan bahan
rendah
ini masih dapat
digunakan sebagai tambahan pakan pada ternak ruminansia.
Duckweed yang segar menurut Leng
et al. (1994) mengan-
dung air sekitar 92 - 94%, duckweed dengan pertumbuhan yang lambat mempunyai
kadar
serat dan
kandungan protein yang rendah.
abu
yang
tinggi
dengan
Selanjutnya dinyatakan bahwa
duckweed yang tumbuh pada air yang sedikit (miskin) nutrient
mengandung
protein
kasar
15-25% dan
serat
kasar
15-30%.
sedangkan yang tumbuh pada kondisi yang ideal dan dipanen secara reguler mengandung protein kasar 5 -
15%.
kasar
35-43% dan
serat
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 2
tentang perbandingan kandungan nutrien duckweed dengan tepung biji kapas. Tabel 2. Perbandingan Kandungan Nutrien Duckweed dengan Tepung Biji Kapas Protein kasar
Lemak kasar
..............
Temuat tumbuh ; Natural lagoon Armidale Sewerage
15-35 40-43
Tepung biji kapas
42
Serat kasar %
.............
5-4
8-25 5
1.5
13
4.4
Abu
Sumber: Stambolie dan Leng (1994) dalam Leng
15 13 7
et dl.
(1994)
Protein duckweed mempunyai susunan asam amino esensial yang lebih baik dan lebih menyerupai protein hewani dari pada protein tanaman laimya al.,
19941, sehingga
(Hillman dan Culley dalam Leng
duckweed
dapat
dimanfaatkan
et
sebagai
sumber protein yang mempunyai kualitas tinggi untuk meningkatkan produksi ternak.
Komposisi asam amino dari duckweed bahan
pakan
biji-bijian,
menurut Mbagwu dan Adeniji
dan
bahan
dibandingkan dengan
pakan
sumber
protein
(1988) dapat dilihat pada Tabel 3
dan Gambar 2 . Tabel 3 .
Asam ami no
Lysin Histidin Argi n i n
FA0
4.2 -
AS. ASpt.
-
Threonin
2.8
Seri n AS. Glu. Pro1in
-
Gl y s i n A1 ani n
V a l in
4.2
Methionin 2.2 I s o l e u s i n 4.2 Leusin Tyrosin Pheni 1 .
4.8 2.8
Komposisi Asam Amino Duckweed dibandingkan dengan Bahan Pakan Lainnya, dan Rekomendasi dari FA0 Jagung
Sorgum
Bungki 1 Bungki 1 kapas kedele
~ e p u n gBungki 1 darah kacang
. . . g/100 g p r o t e i n . . . . . 3.88 9.08 1.99 1.88 6.04 1.59 3.32 1.07 3.86 6.28 7.72 3.72 2.14 4.31 1.44 1.83 2.80 3.95 10.05 7.10 7.40 3.05 1.51 2.89 3.18 1.82 2.32 1.64 2.46 5.04 6.31 1.79 2.63 0.59 0.66 1-19 2.68 1.13 1.28 2.42 4.71 10.05 2.10 2.49 1.16 2.99 6.51 2.44
Keterangan : a). Mbagwu dan Adeniji (1988) b) . Porath et dl. (1979)
Duckweed a) b)
Kandungan asam amino esensial pada duckweed lebih tinggi daripada yang direkomendasikan oleh FAO, kecuali asam amino methionin hanya 61.42 dari rekomendasi
(Mbagwu dan Adeniji,
Di negara-negara dunia
ketiga yang banyak mengkon-
sumsi jagung, sorgum dan beras
duckweed dapat dimanfaatkan
1988).
sebagai suplemen lysin di dalam makanan. Pada Tabel 3 ternyata protein duckweed hapat dimanfaatkan
sebagai
suplemen
lysin,
threonin,
valin,
methionin,
isoleusin dan leusin dalam bungkil kapas dan bungkil kedele, methionin dan
isoleusin dalam
tepung darah dan
semua asam
amino esensial dalam bungkil kacang.
kedele
Gambar 2. Perbandingan Kandungan Asam Amino Methionin dan Lysin dari beberapa Sumber Bahan Pakan
Kegunaan Dnckwecd
Gufta dan Lamba (1976) menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengontrol gulma air adalah dengan memanfaatkannya, seperti untuk
bahan
pakan
ternak, kompos, gasbio, sumber
protein dan karoten serta dapat mengurangi polusi.
Selanjut-
nya dinyatakan bahwa beberapa gulma air mempunyai kecernaan protein
kasar yang
bahan pakan
tinggi dan
ternak.
dapat
dimanfaatkan sebagai
Ditambahkan oleh Matai
(1976) bahwa
beberapa gulma air diketahui sangat potensial sebagai penghasil protein dengan demikian perlu dipertimbangkan penggunaannya sebagai bahan pakan ternak. Menurut Oron
et dl.
(1985)
biomassa duckweed mengan-
dung protein kasar di atas 30% bahan kering, dapat digunakan alternatif untuk ternak, karena mudah
sebagai bahan pakan
dipanen dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Ditambahkan oleh Oron
et dl.
(1987) bahwa duckweed merupakan
gulma air yang menyapung bebas mempunyai kemampuan tinggi untuk menyerap NH3
dan mengasimilasikamya menjadi protein
yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein alternatif bagi ternak.
Selain itu dapat pula meminimumkan kehilangan
air akibat evapotranspirasi karena permukaan air tertutup oleh duckweed. Duckweed merupakan bahan pakan yang disukai oleh ikan,
itik, angsa dan beberapa unygas liar lainnya.
Dari hasil pe-
nelitian terakhir duckweed ang diberikan pada unggas yang
sifatnya penelitian pendahuluan, tampaknya memberikan harapan yang baik (N.A.S.,1976) . Beberapa percobaan telah dilakukan dalam ha1 penggunaan duckweed sebagai pakan ternak, Culley
et al.
(1981) melapor-
kan bahwa duckweed dapat ditambahkan dalam ransum ayam. itik, babi, sapi kambing dan domba yang hasilnya lebih baik atau pertumbuhan relatifnya sama dengan ransum kontrol, selanjutnya
pemberian
pada
ayam
petelur
menghasilkan
pertambahan
bobot badan yang sama, tetapi mempunyai konsumsi pakan dan produksi telur yang lebih baik dengan ransum kontrol. Gaigher
et al.
(1984) melaporkan hasil penelitiannya
pada ikan. Pemberian pakan yang terdiri dari duckweed dan pellet, ternyata memberikan hasil yang sama dengan pellet saja,
tetapi
Selanjutnya
mempunyai
konversi
pakan
yang
lebih
baik.
dilaporkan bahwa kalau hanya diberikan duckweed
ternyata 65% dari duckweed yang dikonsumsi diasimilasikan dan 26% dikonversikan ke ikan, sedangkan campuran duckweed dan
pellet 70% diasimilasikan dan hanya 21% yang dikonversikan. Yakupitiyage
( 1991)
melaporkan bahwa pember'ian duckweed pada
ikan ternyata paling bagus hasilnya jika dibandingkan dengan azolla pinnata,
cassava dan ipomoea aquatica .
Selanjutnya
dilaporkan bahwa bahan pakan dari tanaman terdapat faktorfaktor pembatas seperti sifat fisik dan kimia, struktur dan fisiologi sehingga mengganggu spesies ikan dan lingkungan, mengakibatkan
rendahnya efisiensi asimilasi pada bahan pakan
dari tanaman tersebut.
Hassan dan Edwards (1992) memberikan duckweed pada ikan Nile tilapia (Oreochromis niloticusl, hasilnya ternyata bahan pakan duckweed mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap komposisi
karkas,
yaitu
meningkatkan kadar
karkas dan menurunkan kadar lernak karkas. duckweed yang
(moisture)
air
Apabila diberikan
segar ke dalam kolam pemeliharaan
ikan maka
phitoplankton akan tumbuh baik karena adanya dekomposisi dari duckweed yang berlebihan dan juga dari feces ikan. phytoplankton
menjadi
tinggi
kemungkinan
karena
Biomass cepatnya
terjadi dekomposisi daun duckweed yang begitu kecil. ga
duckweed
sangat potensial
sebagai pakan
Sehing-
nonkonvensional
untuk tilapia karena tinggi kandungan protein dan mempunyai kecernaan
yang
tinggi.
Ditambahkan
oleh
Ali
dan
Leeson
(1994) bahwa duckweed mempunyai kandungan nutrien dan potensi yang cukup tinggi serta dapat digunakan dalam pakan unggas baik pada daerah tropis maupun subtropis, dan cocok sebagai sumber protein pada
ransum unggas
Rokonuddin et a1 . , 1993) Haustein
et al.
(Majid et al.,
1992 dan
.
(1990) melaporkan bahwa penggunaan
duckweed 0, 15, 2 5 , dan 40% dalam ransum menghasilkan produksi dan rata-rata bobot telur yang sarna dengan ransum kontrol yang
isoenergi
dan
isoprotein.
Telur
yang
berasal
dari
Leghorn dengan 15 dan 25% duckweed mempunyai kadar protein lebih
tinggi dibandingkan dengan
duckweed
juga
dengan
nyata
telur kontrol.
meningkatkan
Penggunaan
pigmentasi
kuning
telur.
Selanjutnya dilaporkan bahwa duckweed dapat digunakan
sebagai bahan pengganti kedele dan tepung ikan dalam ransum ayam
petelur,
khususnya
di
negara-negara yang
bahan-bahan
tersebut masih diimport. Haustein
et dl.
(1992) melakukan penelitian pada
pedaging dengan memberikan duckweed 0-40%
ayam
selama tiga minggu
dan dua minggu berikutnya diberikan ransum standar, hasilnya memperlihatkan bahwa semakin tinggi level duckweed
(di atas
15%) cenderung menyebabkan turunnya konsumsi pakan dan pertambahan
bobot
badan.
Duckweed
dapat
menggantikan
tepung
alfalfa (lucerna) sebagai sumber protein dalam ransum konvensional unggas, ransum yang mengandung 10% duckweed menghasilkan pertumbuhan yang paling baik (Leng Hamid et dl.
(1993) melaporkan
et dl. 1994).
hasil penelitiannya pada
itik dengan ransurn kontrol mengandung 120 g.kg-' dalam
ransum, pada
umur
4
-
20 minggu
tepung ikan
diberikan
duckweed
sebagai pengganti tepung ikan sebanyak 40, 60 dan 80 g.kg-l. Ternyata penggantian tepung ikan sebanyak 40 dan 60 g.kg-I mempunyai pertumbuhan yang bagus, dengan konsumsi pakan yang lebih rendah, tetapi mempunyai konversi pakan yang sama dengan ransum perlakuan lainnya.
relatif
Selanjutnya disimpul-
kan bahwa duckweed dapat digunakan sebagai supplemen protein untuk
pertumbuhan
anak
itik
dan
dapat
menggganti
protein hewani (seperti tepung ikan) dalam ransum.
sumber
Menurut Porath
et al. (19851 bahwa duckweed dapat digu-
nakan sebagai pengganti pada domba muda.
bahan pakan yang kaya protein hewani
Berbagai uraian dan gambaran tentang peng-
gunaan biomassa duckweed sebagai sumber protein telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. La1 dan Pathak
(1988) telah melakukan percobaan pada
domba selama 52 hari dengan mengganti 50% bagian konsentratnya dengan duckweed temyata perbedaan konsumsi bahan kering, k e c e m a a n protein kasar dan TDN nya tidak nyata dibandingkan dengan
ransum basal
(kontrol). Domba
yang
mendapat
ransum
basal dan yang mendapat duckweed masing-masing mempunyai kecernaan bahan kering 54.26
dan 53.47%
dan 57.7%; konsumsi pakan 2.27 badan.
Rusoff
perah,
ternyata
tingkat
;
dan 2.29
ekstrak eter
73.26
kg BK/100 kg bobot
et al. (1978) mencoba memberikamya pada sapi duckweed:silase
pertumbuhan yang
lebih
jagung tinggi
(2:l)
menghasilkan
dibandingkan dengan
pemberian silase jagung:konsentrat, dengan ransum rumput dan tidak mengganggu kesehatan. Kegunaan lain dari duckweed sebagai penghasil biogas.
yaitu dapat dimanfaatkan
Biogas yang dihasilkan sekitar 176
liter.kg-I substrat bahan kering
serta slurry yang dihasil-
kan dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik (Jain
et
al. 1990) . Ahmad
et al.
(1990) melaporkan bahwa pemberian dua ton
padi dalam pot menghasilkan 22.95 g setiap pot dibandingkan dengan
kontrol
hanya
Pemberian 100 kg N-ha-'
menghasilkan
18.65
g
setiap
pot.
menghasilkan 39.12 g dan apabila di
dukweed
terjadi
peningkatan
produksi
kombinasikan
dengan
padi 24.64%.
Jadi dua ton biomassa kering duckweed ekuivalen
dengan 18 kg N-ha-'.
Pakan Serat dalam Ransum Pakan
serat
serat kasar fisik
dan
mempunyai pengertian yang
(crude fiber).
kimia
dapat
nutrisi
fiber) .
dikenal
diartikan
juga
sebagai bahan
istilah
pakan
cukup tinggi. serat
pakan
yang Dalam
(dietary
Menurut Piliang dan Djojosubagio (1990), serat kasar
terutama terdiri dari lignin dan atau
dengan
Pakan serat berdasarkan bentuk
mempunyai kandungan serat kasar yang ilmu
berbeda
rnateri
yang
tertinggal
selulosa, merupakan bahan
setelah
bahan
pakan
tersebut
mengalami proses pemasakan dengan asam keras dan basa keras, sedangkan serat pakan selain lignin dan selulosa juga mengandung hemiselulosa, gum dan pektin dan beberapa karbohidrat lain yang biasanya tidak dapat dicerna
.
Penelitian tentang serat kasar sudah banyak dilakukan dan ternyata bahwa serat kasar hanya dapat dimanfaatkan tubuh melalui proses fermentasi saluran pencernaan, sedangkan pada unggas proses tersebut sangat terbatas sehingga bahan pakan yang mengandung serat kasar tinggi pada u m u m y a sukar dimanf aatkan .
Dalam
sistimatika
susunan
zat makahan,
karbohidrat
dipisahkan menjadi bahan ekstrak tanpa nitrogen (crude fiber).
serat kasar
(BETN) dan
BETN mengandung banyak gula dan
pati yang bersifat mudah dicerna, sedangkan serat kasar yang benyak mengandung lignin dan selulosa bersifat sukar dicerna (Sutardi, selulosa
1980)
.
Selanjutnya
bahkan
dan
dinyatakan
sebagian besar
bahwa
sebagian
lignin sering dijumpai
dalam komponen BETN hijauan. Anderson
et al.
(1994) meneliti tentang pengaruh beb-
erapa sumber serat pakan terhadap lemak serum dan hati pada tikus.
Hasilnya ternyata serat pakan (oat gum, guar gum dan
pektin) menyebabkan konsentrasi kholesterol yang
nyata
lebih
serat pakan mudah
serum dan
rendah dibanding dengan yang
sellulosa.
hati
mendapatkan
Ransum yang mengandung serat yang
larut dan yang tidak larut
(seperti serat kedele dan
dedak gandum) tidak mempengaruhi nilai kholesterol serum dan hati, tetapi nyata lebih rendah dengan yang mendapatkan serat sellulosa. Huang
(1980) mencoba memberikan pakan serat sampai 20%
pada tikus, ternyata dapat menurunkan kholesterol dan total lemak dalam darah setelah 4 rninggu pemberian pakan. kan
Anugwa
et
dl.
(1989) mencoba
memberikan
tinggi kandungan serat pakan pada babi,
ransum
lambung
yang
ternyata babi yang
mendapatkan serat pakan yang tinggi mempunyai bobot saluran pencernaan dan
Sedang-
relatif
(stomach) yang lebih tinggi
setelah 34 dan 48 hari pemberian pakan.
Hasil penelitian tentang pengaruh serat pakan terhadap lemak plasma, kholesterol hati dan feces pada tupai dilaporkan
oleh Jonnalaganda
minggu
konsentrasi
et al.
kholesterol
(1993) bahwa setelah umur 4 plasma
dan
kholesterol
HDL
plasma nyata menurun dan konsentrasi kholesterol VLDL dan W L plasma nyata lebih rendah. men j adi
tinggi,
sehingga
Ekskresi kholesterol total feces serat
pakan
dalam
ransum
secara
efektif menyebabkan hypocholesterolamic pada tupai. Frigard
et al.
(1994) telah melakukan
penelitian
tentang degradasi serat oleh enzym dan pengaruhnya terhadap performan
produksi,
lemak
serum dan komposisi kimia
ayam pedaging dengan ransum dasar serat gandum.
tubuh
Dari peneli-
tian tersebut dilaporkan bahwa pada umur 3 minggu percobaan, dari serat pakan yang diberi enzym dihasilkan bobot badan dan konsentrasi kolestrol
serum masing-masing 23 dan 37% lebih
tinggi dari yang tidak diberikan enzym.
Kadar lemak tubuh
cenderung lebih tinggi dan kadar protein secara keseluruhan lebih rendah pada ayam yang mendapatkan ransum yang ditambahkan enzym, juga dapat meningkatkan kecernaan bahan organik, protein kasar, pati,
lemak kasar dan komponen serat pakan.
Pada ayam yang tidak mendapatkan enzym dalam ransumnya menghasilkan pertumbuhan, kecernaan nutrien, retensi lemak tubuh dan konsentrasi kholesterol serum yang lebih rendah. Robbin dan Ballew (1984) mengemukakan bahwa ayam peda-
ging yang diberi makanan secara bebas akan memproduksi lemak sekitar 7 persen dari
tubuh minggu
dan
lemak
tubuh
ini
bobot
badan
menjadi
pada
umur
meningkat
-
1
sekitar
3 12
persen pada umur 4 - 6 minggu. Terdapatnya penimbunan lemak tubuh dalam karkas merupakan masalah yang serius dalam peternakan ayam pedaging (Akiba et al. 19941, ha1 ini dapat merugikan karena mengurangi bobot
setelah
diolah
(dimasak) dan
terdapatnya
kholesterol
yang
dapat mengganggu kesehatan manusia (Mihardja, 1981). Kegemukan pada ayam pedaging dipengaruhi oleh beberapa faktor
termasuk genetik,
1986). ayam
(Leenstra,
Manipulasi nutrisi dapat mengurangi perlemakan pada
pedaging
protein, dapat
nutrisi dan lingkungan
dengan
rasio
mengeksploitasi
energi:protein,
mempengaruhi
(Akiba, 1988).
deposisi
dan
lemak
Sedangkan Cahaner
kandungan kandungan
pada
et al.
energi lemak
karkas
dan
dan
pakan hati
(1986) jumlah lemak
abdomen pada ayam pedaging dapat dimanipulasi melalui jalur genetik, ini diindikasikan dengan berkurangnya lemak karkas apabila
dilakukan seleksi ulang dan
korelasi dengan jaringan adiposa. line)
mempunyai
meningkat
bobot
dengan
terjadi perubahan, 1 ine)
terjadi
adiposa.
relatif
bertambahnya
Ayam yang besar (Hight-fat beberapa
umur
sedangkan pada
penurunan
bobot
diperkirakan mempunyai
atau
jaringan yang
lain
ayam yang kurus
relatif
adiposa
beberapa
tidak
(Low-fat jaringan
Konsentrasi lemak pada semua jaringan adiposa 5-10%
lebih tinggi pada ayam yang gemuk
(Hight-fat line), konsen-
trasi lemak hati dan plasma darah juga lebih tinggi dari pada ayam yang kurus. lebih
banyak
Pada ayam tipe berat karena konsumsi pakan
akan
diiringi
oleh
peningkatan
ketersediaan
nutrien untuk lipogenesis (Sizemore dan Siegel, 1993). Walaupun lemak abdominal bervariasi dengan perbedaan level energi dan protein dalam pakan, tetapi nilainya tidak mempunyai hubungan dengan deposisi lemak total karkas (Surnmer et a1
.
sumsi
1992 , deposisi lemak karkas berhubungan dengan konenergi.
Ditambahkan
oleh
Waldroup
et
dl.
(1996)
bahwa dengan meningkatnya tingkat pertumbuhan dan penggunaan pakan maka ayam pedaging akan meningkatkan konsumsi energi. Tingginya level energi sering dipergunakan untuk mengakumulasi lemak abdominal terlalu banyak, tetapi tidak berhubungan secara
konsisten
antara
rataan
energi
energy) dengan bobot lemak abdominal.
diet
(Mean dietary
Persentase karkas akan
menurun dengan tingginya level energi, sedangkan lemak abdominal tidak dipengaruhi oleh meningkatnya level energi asalkan rasio energi:protein tetap konstan. Lemak abdominal biasanya lebih sensitif terhadap faktor nutrisi
daripada jaringan adiposa laimya,
karena biasanya
depot lemak pada subkutan, inter dan intramuskuler berkembang lebih cepat dari pada depot abdominal (Evans, 1979). Pakan bi j i-bij ian dan sumber protein merupakan faktor yang mempengaruhi perlemakan pada ayam pedaging. dl.
Akiba
et
(1987) melaporkan bahwa kandunqan lemak abdominal, kon-
sentrasi
trigliserida hati
serta
konsentrasi kortikosteron
plasma dipengaruhi oleh sumber protein pakan.
Bobot
badan
dan konsumsi pakan tidak nyata dipengaruhi oleh sumber bahan pakan,
sedangkan kandungan
lemak pakan dan
sumber protein
dengan nyata mempengaruhi bobot badan dan konsumsi pakan pada umur 8 minggu. Dari beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa pakan serat dapat mencegah timbulnya penyakit tertentu pada manusia dan mempengaruhi nutrisi pada manusia Ban hewan. pakan
serat
ternyata
mempengaruhi
metabolisme
Selanjutnya lemak
dan
atheroclerosis dan dapat mencegah penyakit akibat bahan racun yang ada dalam ransum (Akiba dan Matsumoto 1980). Selanjutnya dilaporkan bahwa pakan serat pada ayam dapat menurunkan kadar lemak hati, konsentrasi lemak plasma, koneentrasi kholesterol serum dan tidak berpengaruh terhadap retensi energi, nitrogen dan lemak. Menurut beberapa laporan yang dikutip oleh McNughton (1978) menyatakan bahwa dengan meningkatnya pakan serat dalam ransum secara nyata menurunkan kadar kholesterol dalam serum dan atau ditandai dengan berkurangnya deposisi pada arteri. Selanjutnya dari hasil penelitiannya dilaporkan bahwa pemberian pakan serat dapat menurunkan kadar kholesterol telur dan trigliserida plasma, sedangkan kholesterol dalam plasma tidak berbeda dengan nyata pada beberapa level pakan serat. Suatu penelitian telah dilakukan oleh Chen
et
dl.
(1984) tentang pemberian sayuran pada tikus, hasilnya ternyata
menurunkan
kandungan
lemak
dan
total
kholesterol
pada
hati, serum darah dan feces. Story dan Furumoto dalam Beyer dan Jensen (1993) menya-
takan bahwa
ekskresi asam empedu termasuk kholesterol akan
meningkat dengan pemberian pakan serat, sebagai akibat dari berkurangnya ketersediaan kholesterol untuk bergabung menjadi lipoprotein. Beyer sorbose
dan Jensen
dalam
pakan
(1993) melaporkan bahwa menyebabkan
turunnya
pemberian
produksi
telur,
konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan serta bobot telur dan kuning telur, selanjutnya dilaporkan bahwa sorbose secara nyata menurunkan kadar kholesterol dan very low density lipo protein
(VLDL) plasma kira-kira 50 persen jika dibandingkan
dengan ayam yang mendapat ( 1990)
ransum kontrol.
Furuse
et al.
melaporkan bahwa ransum ayam petelur yang mengandung
10 atau 20 persen sorbose sangat nyata menurunkan konsentrasi trigliserida, kholesterol, kilomikron dan low density lipoprotein
(LDL) dalam serum.
Noy dan Sklan (1995) melakukan penelitian tentang proses pencernaan
dan penyerapan
nutrien
pada
ayam muda.
Bobot
badan dan konsumsi pakan meningkat dengan tajarn setelah umur 10 hari dan bersamaan dengan itu waktu perjalanan pakan pada usus menurun sekitar 32%.
jaringan duodenum mensekresi ami-
lase, trypsin dan lipase hanya sedikit pada umur 4 hari dan akan meningkat masing-masing 100, 50 dan 20 kali lipat pada umur 21 hari. pada umur
4
Pencernaan nitrogen akan meningkat dari 78%
bari menjadi
92% pada umur 21 hari, sedangkan
pencemaan asarn lemak dan p a t i berkisar antara 8 2 periode yang sama.
-
89% p a d a
Ini menunjukkan bahwa pencernaan pati dan
lipid d a l a m pertumbuhan ayam bukan merupakan faktor pembatas.
Pada
waktu
ayam
baru
menetas,
metabolisme
energi
berubah
suplainya dari lemak kuning telur kesumber karbohidrat dari luar
(bahan pakan) .
kali
selama periode pertumbuhan dan perubahan terjadi pada
Konsumsi pakan a k a meningkat beberapa
saluran pencernaan dan sekresinya meningkat mengikuti perkembangan saluran pencernaan. Penelitian yang lain melaporkan tentang meningkatnya konsentrasi enzym pankreatik selama periode setelah menetas. Konsentrasi amilase dan tripsin pada pankreas akan meningkat tajam selama umur 21 hari (Krogdahl dan Sell, 1989) .
Selan-
jutnya konsentrasi lipase pankreas sedikit meningkat setelah menetas, dan ada indikasi bahwa pencernaan lemak akan meningkat selama minggu-rninggu awal setelah menetas. Pada hari pertama setelah menetas bobot bagian saluran pencernaan meningkat
lebih cepat
dibandingkan dengan bobot
badan
(Sell
bobot
relatif saluran pencernaan tetap konstan.
et dl.
1991). akan tetapi setelah umur 4 hari Perubahan
pada ukuran saluran pencernaan dan mukosa usus dapat mempengaruhi tingkat lamanya pakan dalam saluran pencernaan dan efisiensi penyerapan. Palo
et dl.
(1995) meneliti pengaruh pembatasan nutrien
terhadap performan dan perkembangan saluran pencemaan pada ayam pedaging.
Hasilnya ternyata bahwa perlakuan tidak mem
pengaruhi bobot daging dada dan lemak abdominal, selain itu persentase lemak karkas, protein kasar, abu, dan bahan kering tidak dipengaruhi oleh pembatasan pakan.
Bobot
badan
dan
saluran pencernaan berkurang dengan nyata dengan pembatasan
pakan pada umur 14 hari.
Pembatasan pakan tidak menurunkan
bobot relatif organ kecuali hati. Yamauchi
et al.
(1995) menyatakan bahwa morfologi dan
fungsi dari usus halus akan berubah tergantung dari kondisi nutrien, dan morfologinya selama perkembangan.
akan berbeda diantara breed
ayam
Ukuran villi usus berhubungan dengan
fungsi penyerapan dan akan berubah oleh aktivitas sel mitosis dari sel epithel.
Tinggi villous dilaporkan nyata berhu-
bungan dengan fungsi penyerapan pada kelinci dan tergantung dari jurnlah sel epithel pada ayam.