3
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Pohon Suatu lanskap terdiri atas elemen lunak dan elemen keras. Pohon adalah salah satu elemen lunak pada suatu lanskap. Bentuk pohon dibangun oleh garis luar tajuk, struktur cabang dan ranting, serta pola pertumbuhannya (Carpenter, Lanpher, dan Walker 1975). Simonds (1983) menyatakan bahwa bagian pohon yang paling menarik adalah kanopi atau tajuk pohon karena dapat memberikan identitas dan karakter pada lingkungan. Booth (1983) membagi bentuk tajuk pohon menjadi 7 kelompok, yaitu globular (bentuk membulat), columnar (bentuk yang tinggi meramping), spread (bentuk yang menyebar), picturesque (bentuk eksotis/menarik), weeping (bentuk ranting-ranting menjurai), pyramidal (bentuk kerucut), dan fastigiate (bentuk tinggi ramping, ujungnya meruncing).
Gambar 1 Bentuk dasar tajuk pohon (Sumber: Booth 1983) Ukuran pohon secara langsung mempengaruhi skala ruang dan menciptakan komposisi yang menarik dalam desain (Booth 1983). Ukuran pohon terbagi atas tinggi pohon dan diameter tajuk. Berdasarkan tinggi, pohon dibagi atas: 1. pohon besar/pohon dewasa, tinggi pohon mencapai 40 ft (12 m) 2. pohon sedang, tinggi pohon maksimum 30-40 ft (9-12 m) 3. pohon kecil, tinggi pohon maksimum 15-20 ft (4,5-6 m)
4
Penempatan penanaman dan ketinggian pohon yang bervariasi dapat menciptakan kesan ruang dan keindahan yang artistik (Carpenter et al. 1975). Selain bentuk tajuk dan ukuran pohon, warna pada pohon juga mempengaruhi karakteristik pohon. Menurut Booth (1983), warna yang dihadirkan berasal dari beberapa bagian pohon, termasuk daun, bunga, buah, ranting, cabang, dan batang pohon.
Tekstur Pohon Tekstur adalah kualitas yang dapat diraba dan dapat dilihat yang diberikan ke permukaan oleh ukuran, bentuk, pengaturan, dan proporsi bagian benda. Tekstur juga menentukan sampai di mana permukaan suatu bentuk memantulkan atau menyerap cahaya (Ching 1996). Hannebaum (2002) menyatakan batang, daun, kulit kayu, dan tunas adalah penampilan fisik yang menentukan tekstur dari suatu tanaman. Tekstur tanaman yang berkisar dari halus hingga kasar dapat dilihat karena ukuran dan bentuk tanaman dan karena cahaya dan bayangan yang mengenainya.
Gambar 2 Faktor penentu tekstur tanaman (Sumber: Hannabeum 2002)
5
Daun, batang, dan tunas yang besar biasanya membuat efek kasar. Jumlah cabang dan daun dan jarak antardaun pun mempengaruhi tekstur. Tebal dan rapat daun menghasilkan tekstur yang sangat lembut, sedangkan daun yang menyebar memberi tekstur kasar. Bentuk dan corak daun juga mempengaruhi tekstur. Daun yang seragam akan terlihat lebih kasar jika dibandingkan daun yang bercampur walaupun ukurannya lebih besar. Tekstur tanaman dapat terasa sebagaimana yang terlihat. Salah satu cara untuk mempelajari tekstur tanaman adalah mendekatkan mata dan merasakan tanamannya. Daun, cabang, kulit kayu, dan tunas berbagai macam tanaman terasa jelas berbeda. Ada beberapa tanaman yang halus dan ada beberapa yang berduri, setiap rasa tersebut adalah karakter dari tekstur tanaman (Hannebaum 2002). Tekstur tanaman menurut Booth (1983) dipengaruhi oleh ukuran daun, ranting, ukuran cabang, konfigurasi batang, seluruh habitat pertumbuhannya, dan jarak material tanaman tersebut dilihat. Pada jarak yang dekat, ukuran satu daun, bentuk, permukaan, dan susunannya pada ranting dapat menunjukkan faktor yang mempengaruhi secara visual, sedangkan jumlah dari cabang dan habitat pertumbuhan secara umum adalah variabel-variabel yang mempengaruhi tekstur saat tanaman terlihat secara lengkap dari suatu jarak. Tekstur mempengaruhi sejumlah faktor dalam sebuah komposisi penanaman, termasuk komposisi yang unity atau beragam, persepsi dari jarak, sifat warna, ketertarikan visual, dan suasana dari suatu desain. Tekstur tanaman biasanya diklasifikasikan menjadi kasar, sedang, dan halus dengan karakteristik dan kegunaannya yang potensial dalam lanskap. Tanaman bertekstur kasar biasanya dibentuk oleh daun yang besar dan tebal, batang yang besar (tidak kecil, ranting halus), dan habitat pertumbuhan yang terbuka. Tanaman bertekstur sedang dihasilkan dari daun dan cabang dengan ukuran yang sedang. Jika dibandingkan dengan tekstur kasar, tanaman bertekstur sedang lebih sedikit transparan dan kuat pada siluet. Tanaman dengan jumlah daun yang banyak dengan ukuran kecil memiliki tekstur yang halus. Pohon bertekstur halus mempunyai batang dan ranting yang ramping dan tumbuh dengan rapat (Booth, 1983).
6
Gambar 3 Tekstur ttanaman (Sumber: Boothh 1983) Teksstur pohon menurut m Mootloch (19911) mengacu pada bulir atau serat s secara visuaal, yaitu kek kasaran atauu kelembutaan pada perm mukaan pohhon. Pohon b bertekstur kasar k mempuunyai karaktteristik daunn yang besarr, jumlah raanting yang t tidak banyaak, dan temppat tumbuh yang bebass. Pohon beertekstur kassar terlihat m mendominas si apabila dikomposisikkan dengan tanaman berrtekstur haluus ataupun s sedang. Ku uatnya kesan dominasi teersebut dapaat membuat ppohon bertek kstur kasar b berguna sebbagai focal point. Pohoon bertekstuur kasar cennderung terrlihat maju m mendekati p pengamat dan n membuat rruang yang ditempatinya d a terkesan mengecil. m Sebaagian besar tanaman mempunyaii tekstur ssedang. Perran pohon b bertekstur seedang adalahh sebagai pennetral suatu komposisi ppenanaman dan d sebagai l latar belakan ng dimana pohon p berteekstur halus dan sedangg diperlihatk kan sebagai a aksen. Teksttur pohon beertekstur hallus dapat terrlihat dari jaarak yang deekat. Pohon b bertekstur h halus tidak memberi m kesan yang menonjol m padda suatu ruaang. Pohon b bertekstur halus h terkesaan sangat haalus dan lem mbut. Pohon bertekstur halus h dapat m menguatkan n pengaruh pohon berrtekstur kasar jika diggunakan sebbagai latar b belakang (M Motloch 19911).
7
Ashihara (1986) membagi tekstur menjadi tekstur sekunder dan tekstur primer. Tekstur sekunder terlihat pada jarak pandang jauh dimana pohon menjadi lebih dominan terlihat pada kerapatan cabang dan sifat pertumbuhan tanaman. Tekstur primer terlihat pada jarak dekat secara visual ditunjukkan oleh bentuk, ukuran, permukaan daun, dan batang serta letak daun pada batang. Daun pada pohon dengan berbagai tekstur dan bayangan yang ditimbulkan dapat menciptakan suasana lembut dan segar pada area beraspal.
Persepsi Manusia Porteus (1977) mendefinisikan persepsi sebagai suatu respons berbentuk tindakan yang dihasilkan dari kombinasi faktor internal manusia dengan faktor eksternalnya, yaitu keadaan fisik dan sosial. Menurut Laurie (1990) terdapat banyak faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu objek, persepsi ini dikondisikan oleh hubungan antara jarak dan ukuran objek yang dirasakan atau kecemerlangan objek tersebut. Penilaian seseorang terhadap suatu ruang pun dipengaruhi oleh kualitas fisik ruang tersebut dan kualitas psikologis dari pengalaman-pengalaman khusus yang pernah dialami. Porteus (1977) menyatakan manusia lebih bergantung pada indera penglihatan jika dibandingkan dengan indera lainnya karena penglihatan lebih siap untuk merespon objek tanpa menyebabkan terjadinya respon yang emosional. Persepsi yang berulang-ulang membentuk preferensi, yaitu suatu bentuk keputusan mental untuk lebih menyenangi, tertarik, dan memilih sesuatu dengan membandingkannya dengan objek lain. Persepsi ini digunakan sebagai dasar untuk menilai ruang dan keindahan suatu lanskap kota dari tekstur pohon sebagai elemen penyusunnya.
Ruang Ruang merupakan pengembangan dari sebuah bidang. Ruang mempunyai tiga-dimensi (panjang, lebar, dan tinggi), bentuk, permukaan orientasi, dan posisi (Ching 1996). Ching (1996) juga menyatakan bahwa ruang selalu melingkupi keberadaan manusia. Melalui volume ruang manusia bergerak, melihat bentuk, merasakan suara, merasakan angin bertiup, dan mencium bau semerbak bunga
8
ditaman. Bentuk visual ruang, dimensi dan skalanya, dan kualitas cahayanya bergantung pada persepsi kita akan batas-batas ruang yang ditentukan oleh unsurunsur pembentuknya. Setiap ruang dengan karakteristiknya dapat menyebabkan pengaruh pada pada penghuninya. Simonds (2006) menyatakan bahwa setiap ruang dengan desainnya dapat menyebabkan berbagai respon, antara lain sebagai berikut: 1. Ketegangan (Tension) Ketegangan pada suatu ruang dapat tercipta dengan adanya bentuk yang tidak stabil pada ruang, warna-warna yang bertabrakan, garis yang membuat ketidakseimbangan secara visual, tidak ada kesempatan mata untuk beristirahat, permukaan yang keras, terpoles atau bergerigi, elemen-elemen yang tidak dikenal, cahaya yang menyilaukan atau gelap, temperatur yang tidak nyaman, dan bunyi yang melengking, berdentang atau mengejutkan. 2. Relaksasi (Relaxation) Relaksasi dapat diciptakan oleh ruang yang memiliki karakteristik kesederhanaan, garis yang mengalir, objek dan material yang dikenal, struktur yang jelas dan stabil, horizontal, tekstur yang menyenangkan, bentuk yang menyenangkan dan nyaman, cahaya yang lembut, bunyi yang menenangkan dengan ukuran ruang yang bervariasi dari intim hingga tak terbatas. 3. Ketakutan (Fright) Ruang yang memberikan respon ketakuan memiliki kesan menyekap, jebakan yang terlihat jelas, tidak ada orientasi, area dan ruang tersembunyi, terdapat kemungkinan memberikan kejutan, memiliki tingkatan yang miring dan retak, bentuk yang tidak stabil, lantai yang licin, berbahaya, elemen yang tajam dan menonjol, ruangan tidak dikenal, mengejutkan dan aneh, terdapat simbol mengerikan, menyakitkan dan penyiksaan. 4. Kegembiraan (Gaiety) Ruang yang memberikan respon kegembiraan memiliki karakteristik ruangan yang bebas, pola dan bentuk yang mengalir, mengakomodasi pergerakan menikung, akrobatik atau berputar, sedikit pembatasan, terdapat bentuk, warna dan simbol yang menarik, temporal, santai, warna yang hangat dan terang,
9
pencahayaan yang berkedip atau cemerlang dan suara yang bersemangat atau berirama. 5. Perenungan (Contemplation) Ruang yang memberikan respon perenungan memiliki karakteristik lembut dan sederhana. Tidak ada elemen yang menyindir, tidak ada gangguan dari kekontrasan yang tajam, menggunakan simbol yang berhubungan dengan perenungan, terdapat kesan ruang yang terisolasi, pribadi, pemisahan, keamanan dan kedamaian. Mempunyai pencahayaan yang lembut dan tersebar, dan warna yang tenang. 6. Aksi dinamis (Dinamic action) Ruang yang memberikan respon aksi dinamis memiliki karakteristik bentuk yang mencolok, struktur yang berirama, material yang padat seperti batu, beton, kayu atau baja, tekstur kasar dan natural, ruangan diagonal, konsentrasi perhatian ruang pada focal point, warna yang kuat, dan bunyi yang cepat. 7. Perasaan cinta (Sensuous love) Ruang yang memberikan respon perasaan cinta memiliki karakteristik sangat privasi, orientasi ruang ke dalam, subjek sebagai focal point, skala intim, atap yang rendah, fluid lines, bentuk yang halus atau melingkar, bahan yang lembut, permukaan yang lentur, elemen yang eksotis dan pencahayaan yang lembut. 8. Kekaguman spiritual (Sublime spiritual awe) Ruang yang memberikan respon kekaguman spiritual memiliki karakteristik skala yang besar, bentuk yang tinggi, vertikal, orientasi ke atas, menggunakan material mahal dan permanen, konotasi dari keabadian, menggunakan warna putih yang melambangkan kesucian, pencahayaan yang bersinar menyebar. 9. Kekesalan (Displeasure) Ruang yang memberikan respon kekesalan memiliki karakteristik ruangan tidak sesuai untuk digunakan, tidak nyaman, tekstur yang mengganggu, penggunaan material yang tidak semestinya, tidak kuat. Rungan terkesan membosankan, muram, tidak rapi, warna yang tidak menyenangkan, temperatur yang tidak nyaman, pencahayaan yang mengganggu dan ruanggan yang tidak indah.
10
10. Kesenangan (Pleasure) Ruang yang memberikan respon kesenangan bagi penghuninya memiliki karakteristik ruang, bentuk, tekstur, warna, simbol, pencahayaan, suara dan aroma yang sesuai dalam penggunaannya. Memiliki kesatuan dengan keberagaman, hubungan yang harmonis dan memiliki keindahan.
Visual dan Estetika Karakter dan identitas suatu ruang dapat dibentuk oleh kualitas estetikanya. Estetika pemandangan merupakan salah satu sumber daya visual penting karena dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan memberikan efek visual yang menyenangkan. Perilaku manusia dapat dipengaruhi oleh kualitas estetika suatu lanskap secara langsung dan tidak langsung (Nassar 1988). Menurut Nassar (1988), kualitas estetik suatu lanskap dapat ditentukan oleh dua macam penilaian estetik, penilaian formal dan simbolik. Estetik formal menilai suatu obyek berdasarkan bentuk, warna, kompleksitas, dan keseimbangan suatu obyek. Sedangkan estetika simbolik menilai suatu obyek berdasarkan makna konotatif dari obyek tersebut setelah dialami oleh pengamat. Carpenter et al. (1975) mengemukakan bahwa selain memperhatikan fungsi, juga perlu diperhatikan segi fisiknya yaitu bagian tanaman yang mempunyai keunikan dan keindahan sendiri baik ditinjau dari segi warna, aroma, tekstur dan bentuk. Menurut Setyanti (2004), jika pohon dinilai sebagai objek lanskap maka dengan pendekatan penilaian kualitas visual dapat ditentukan karakter visual pohon secara terpisah sebagai salah satu penentu kualitas estetika lanskap. Higuchi (1988) menjelaskan struktur visual suatu lanskap ditentukan oleh terlihat atau tidaknya pemandangan dari satu titik pandang, jarak antara pengamat dan objek, sudut tampak, sudut elevasi dan cahaya. Menurut Hoobs (1995), ruang lingkup pandang pengamat terhadap objek dipengaruhi oleh pergerakan yang dilakukannya. Pengaruh kecepatan kendaraan terhadap ruang lingkup pandang pengemudi ditunjukkan Gambar 4.
11
Gambar 4 Ruang lingkup pandangan pengendara (Sumber: Hoobs, 1995). Pendugaan Estetika Pemandangan Kualitas lanskap, termasuk kualitas visualnya, dapat diukur berdasarkan reaksi pengamat. Reaksi tersebut timbul karena persepsi yang dihubungkan dengan memori dan emosi (Eckbo 1964). Menurut Simonds (1983) sesuatu yang dinilai indah sebagai reaksi pengamat adalah yang mempunyai keharmonisan diantara bagian-bagiannya. Keindahan visual lanskap beserta elemennya merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat penting walaupun secara obyektif sulit diukur. Simonds (1983) juga menyatakan bahwa keindahan merupakan hubungan yang harmonis dari semua komponen yang dirasakan. Ukuran, bentuk, warna dan tekstur tanaman merupakan unsur yang mempengaruh kualitas.
12
Metode penilaian kualitas visual lanskap tersebut dapat dilakukan melalui tiga pendekatan. Ketiga pendekatan evaluasi visual adalah inventarisasi deskriptif, survey dan kuisioner dan pendugaan preferensi berdasarkan persepsi. Persepsi seseorang dalam menilai estetika lanskap dapat dinilai secara kuantitatif menggunakan metode Scenis Beauty Estimation (SBE) dan Semantic Differential (SD) (Daniel dan Boster 1976). Scenic Beauty diartikan sebagai keindahan alami (natural beauty), estetik lanskap (landscape esthetics), atau sumber pemandangan (scenic resource) untuk memecahkan kemonotonan. Scenic Beauty Estimation merupakan metode pengukuran kuantitatif terhadap suatu objek yang memiliki nilai estetika walaupun secara obyektif sulit diukur. Pengukuran scenic beauty bertujuan untuk menggambarkan perkembangan estetika alam melalui pertimbangan persepsi. Metode ini terdiri dari tiga langkah utama, yaitu pengambilan foto lanskap, presentasi slide foto, dan analisis data. Penilaian tersebut berdasarkan preferensi dengan menggunakan kuisioner untuk mengetahui preferensi responden terhadap suatu lanskap tertentu (Daniel dan Boster 1976). Pengukuran kualitas estetika visual pohon dapat dilakukan dengan menggunakan metode Scenic Beauty Estimation. Lestari (2005) dalam penelitiannya mengenai evaluasi kualitas estetika visual pohon pada lanskap jalan mendapatkan hasil bahwa pohon dengan bentuk tajuk menyebar memiliki nilai estetika tinggi. Pohon dengan bentuk tajuk bulat, kolumnar, kerucut dan menjurai memiliki nilai estetika sedang. Pohon dengan bentuk tajuk fastigiate dan eksotis memiliki nilai estetik yang rendah. Menurut Osgood, Suci, dan Tannenbaum (1975), teknik beda semantik (Semantic differential technique) dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sarana pengukuran psikologis dalam berbagai aspek, seperti dalam bidang kepribadian, sikap, komunikasi, dan sebagainya. Heise (2004) menyatakan metode Semantic Differential dapat digunakan untuk mengukur penilaian seseorang dengan menggunakan kata-kata dan konsep perantingan dalam skala bipolar tertentu dengan menggunakan sifat yang berbeda terhadap suatu obyek. Teknik beda semantik ini memiliki dua karakteristik unik yang membedakannya dengan teknik-teknik lainnya. Pertama, adalah pada cara
13
responden memberikan respon terhadap item pada skala beda semantik, dimana responden tidak diminta untuk memberikan respon setuju atau tidak setuju, akan tetapi justru diminta langsung memberikan bobot penilaian mereka terhadap suatu stimulus (Osgood, Suci, dan Tannenbaum 1975). Kedua teknik beda semantik ini tidak menggunakan pendekatan stimulus maupun pendekatan respon. Akan tetapi teknik ini menggunakan kata sifat sebagai karakteristik stimulus yang disajikan kepada responden. Kata sifat tersebut memiliki tiga dimensi utama yaitu evalutif, potensi dan aktivitas. Evaluasi memuat pasangan kata sifat seperti ’baik-buruk’, potensi untuk pasangan kata sifat seperti ’kuat-lemah’ dan aktivitas memuat pasangan kata sifat seperti ’aktif-pasif’. Metode semantic differential (SD) digunakan Setyanti (2004) dalam penelitiannya untuk mendapatkan hasil penilaian karakter visual arsitektur botanis pohon. Pohon dengan model Leeuwenberg yang diwakilkan oleh species Plumeria rubra dalam menghasilkan kesan indah, dinamis, rendah, horisontal, dekat, kecil, opening, struktur jelas, informal, terang dan gersang. Pohon dengan model Troll yang diwakilkan oleh Delonix regia menghasilkan kesan tinggi, horisolntal, besar, opening, siluet tidak terlalu signifikan, informal, rumit, panas, terang, gersang dan kuat. Kesan bertekstur halus, tinggi, vertikal, densitas sangat tinggi, besar, enclosure, dingin, formal dan sangat rindang dihasilkan oleh pohon dengan model Attim yang diwakilkan oleh Cassuarina equisetifolia.
Simulasi Menurut McHaney (1991) simulasi merupakan suatu model untuk menghasilkan kesimpulan yang dapat menyediakan pengetahuan dalam berbagai elemen dunia nyata, dengan konsep pemodelan yang diciptakan melalui program dengan menggunakan komputer. Pekerjaan simulasi meliputi pembuatan ramalan (prediksi), dan karena tidak ada cara untuk memperkirakan keadaan di masa mendatang, maka ramalan didasarkan pada proyeksi ekstrapolasi dari keadaan sekarang dan masa lalu (Hoobs 1995). Penggunaan komputer disini yaitu dengan cara melakukan simulasi melalui aplikasi computer-aided photo manipulation. Wiraksana (2004)
14
menyatakan aplikasi yang relatif digunakan dalam simulasi ialah computer-aided photo manipulation. Manipulasi foto ini mampu mengkomunikasikan hubungan dan bentuk visual karena foto merupakan representasi kenyataan yang paling mendekati sehingga sedikit interpresi diperlukan untuk meyampaikan pesan rancangan ke masyarakat. Selain itu juga digunakan aplikasi Adobe Photoshop CS2. Adobe Photoshop CS2 merupakan salah satu perangkat lunak yang dapat digunakan untuk pembuatan, penyuntingan, dan manipulasi tampilan termasuk koreksi warna, pemberian efek tampilan, dan sebagainya pada image. Dengan simulasi, keindahahan suatu lanskap dapat diprediksi. Dalam penelitian Laila (2003) diketahui, adanya perbedaan tinggi vegetasi dalam lanskap jalan melalui simulasi komputer dapat mempengaruhi keindahan lanskap tersebut. Lanskap jalan dengan barisan vegetasi tinggi memiliki nilai keindahan tinggi. Simulasi dengan menggunakan vegetasi ukuran sedang memerikan nilai keindahan yang sedang. Keindahan lanskap yang rendah didapatkan dengan simulasi lanskap jalan dengan vegetasi berukuran rendah.
Kerangka Pemikiran Secara umum kerangka pemikiran dalam penelitian ini diawali dengan mengetahui elemen-elemen lanskap. Lanskap tersusun atas elemen keras dan lunak. Salah satu elemen lunak yang sering dijumpai pada suatu lanskap adalah pohon. Secara visual tekstur merupakan salah satu unsur desain yang mempengaruhi keindahan suatu pohon selain ukuran, bentuk, warna dan lainnya. Pengamatan tekstur pohon secara visual dapat menimbulkan persepsi pada ruang yang ditempatinya. Pengukuran persepsi yang ditimbulkan tekstur pohon terhadap ruang dan keindahan dilakukan secara kuantitatif dengan metode Semantic Differential dan Scenic Beauty Estimation. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bagaimana suatu jenis tekstur berpengaruh terhadap persepsi seseorang mengenai sifat keruangan dan keindahan lanskap yang ditempati pohon dengan tekstur tertentu. Alur bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 5.
15
Elemen Lanskap
Elemen Keras Lanskap
Elemen Lunak Lanskap
Pohon
Ukuran
Bentuk Tajuk
Warna
Tekstur
Persepsi Sifat Keruangan Tapak
Gambar 5 Kerangka pemikiran
Lainnya
Persepsi Keindahan Visual Tapak