TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Sejarah Singkat Tanaman jenis palmae yang buahnya menghasilkan minyak sawit ini dikenal dengan nama latin Elaeis guineensis Jacq, berasal dari Afrika. Tanaman ini dibawa dan diperkenalkan ke Indonesia pada tahun 1848 oleh orang Belanda yang menanamnya di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat. Sekarang sawit sudah berkembang sangat pesat pesat, terutama di Indonesia dan Malaysia. Dikatakan bahwa secara bersamaan Indonesia dan Malaysia menguasai lebih 95% produksi sawit dunia (FWI/ GFW, 2001). Di Indonesia perkebunan kelapa sawit pertama kali dikembangkan dan diusahakan secara massal di Sumatera Utara dan Lampung sejak tahun 1970 (Bakar, 2003). Kelapa Sawit saat ini telah berkembang pesat di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia, dan justru bukan di Afrika atau Amerika yang dianggap sebagai daerah asalnya (Risza, 1994). Sawit menjadi populer setelah revolusi industri pada akhir abad ke-19 yang menyebabkan permintaan minyak nabati untuk bahan pangan dan industri sabun menjadi tinggi. Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa bagi negara. Indonesia merupakan salah satu negara produsen utama minyak sawit. Penyebaran kelapa sawit di Indonesia yaitu, di daerah Aceh, pantai timur Sumatera, Jawa, dan Sulawesi (Fauzi et al, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi Tanaman Sawit Klasifikasi botani kelapa sawit diuraikan sebagai berikut (Pahan, 2006) : Divisi
: Embryophyta Siphonagama
Kelas
: Angiospermae
Ordo
: Monocotyledonae
Famili
: Arecaceae (dahulu disebut Palmae)
Subfamili
: Cocoideae
Genus
: Elaeis
Spesies
: E. guineensis Jacq E. oleifera (H.B.K.) Cortes E. odora Varietas kelapa sawit digolongkan berdasarkan (Fauzi et al, 2004) :
1. Ketebalan tempurung dan daging buah, diantaranya yaitu Dura, Pisifera, Tenera, Macro carya, dan Diwikka-wakka. 2. Warna kulit buah yaitu : Nigrescens, Virescens, dan Albescens. Ciri Fisiologis Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang,
dan
daun,
sedangkan
bagian
generatif
yang
merupakan
alat
perkembangbiakan terdiri dari bunga dan buah (Fauzi et al, 2004). Kelapa sawit tingginya dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak yang dapat digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Kelapa sawit berkembang biak dengan biji, tumbuh di daerah tropis, pada ketinggian 0 - 500 meter di atas permukaan laut. Kelapa sawit menyukai tanah yang subur, di tempat terbuka dengan kelembaban tinggi. Kelembaban tinggi itu antara lain ditentukan oleh adanya curah hujan yang tinggi, yaitu sekitar 2000-2500 mm setahun (Pahan, 2006). Daun Seperti tanaman palma lainnya, daunnya merupakan daun majemuk. Daun berwarna hijau tua dan pelapah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya sangat mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang Batang tanaman diselimuti bekas pelapah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga menjadi mirip dengan tanaman kelapa. Akar Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi. Bunga Bunga jantan dan betina terpisah dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk
Universitas Sumatera Utara
lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul. Buah Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Buah terdiri dari tiga lapisan, yaitu : 1. Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin. 2. Mesoskarp, serabut buah 3. Endoskarp, cangkang pelindung inti Inti sawit merupakan endosperm dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi (Pahan, 2006). Potensi Kelapa Sawit Perkebunan kelapa sawit saat ini telah berkembang tidak hanya yang diusahakan oleh perusahaan negara, tetapi juga perkebunan rakyat dan swasta. Tahun 2003 luas areal perkebunan rakyat mencapai 1.827 ribu ha (34,9%), perkebunan negara seluas 645 ribu ha (12,3%), dan perkebunan besar swasta seluas 2.765 ribu ha (52,8%). Ditinjau dari bentuk pengusahaannya, perkebunan rakyat (PR) memberi andil produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar 3.645 ribu ton (37,12%), perkebunan besar negara (PBN) sebesar 1.543 ribu ton (15,7 %), dan perkebunan besar swasta (PBS) sebesar 4.627 ribu ton (47,13%). Produksi CPO
Universitas Sumatera Utara
juga menyebar dengan perbandingan 85,55% Sumatera, 11,45% Kalimantan, 2%, Sulawesi, dan 1% wilayah lainnya. Produksi tersebut dicapai pada tingkat produktivitas perkebunan rakyat sekitar 2,73 ton CPO/ha, perkebunan negara 3,14 ton CPO/ha, dan perkebunan swasta 2,58 ton CPO/ha (Departemen Pertanian Republik Indonesia, 2005). Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit kedua terbesar di dunia setelah Malaysia. Tahun 2005 diperkirakan luas areal kelapa sawit di Indonesia sekitar 3.880.000 ha, sehingga kegiatan perkebunan kelapa sawit ini akan menghasilkan limbah padat yang mengandung lignoselulosa yang sangat banyak (Agus, 2002 dalam Silaban, 2006). Namun pada tahun 2007 produksi minyak sawit (CPO) Indonesia telah melebihi produksi Malaysia sekitar 1 juta ton. Indonesia berhasil memproduksi 17 juta ton dengan luas areal sekitar 5,2 juta ha, sedangkan Malaysia memproduksi 16 juta ton. Selain minyaknya, bagian lain kelapa sawit bahkan limbah masih dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan tanaman kelapa sawit, diketahui bukan hanya sekedar buahnya, namun juga banyak lainnya, misalnya sisa cangkang, pelepah daun, dan tulang daun. Sehingga dari tanaman ini nyaris tak ada bagian yang terbuang. Pemanfaatan bagian tanaman kelapa sawit yang tengah dikembangkan, di antaranya adalah cangkang bungkil sawit, yang dapat dijadikan sumber bahan bakar alternatif pengganti minyak solar, selain itu bagian lain seperti tandan kosong sawit (tankos/ TKS) dapat dijadikan bahan baku pulp dan papan komposit, pelepahnya dijadikan pupuk dan pulp (Pikiran Rakyat, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Potensi Cangkang Sawit Cangkang sawit merupakan produk limbah padat dari industri pengolahan kelapa sawit. Dahulu cangkang sawit tidak begitu dimanfaatkan, hanya dianggap sebagai sampah, paling berharga hanya dimanfaatkan sebagai pelapis atau pengeras jalan di pedesaan. Namun kini, cangkang sawit jadi berharga, limbah produksi pabrik pengolahan kelapa sawit itu tidak hanya dimanfaatkan untuk menutup jalan kebun yang becek. Untuk potensi cangkang kelapa sawit pada tahun 2004, Indonesia menghasilkan TBS (tandan buah segar) sebesar 53,762 juta ton. Dari pengolahan TBS menjadi CPO (Crude Palm Oil) dihasilkan produk samping berupa limbah serat dan cangkang sebesar 10,215 juta ton (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2007). Sedangkan menurut Agustina (2004), limbah serat yang dihasilkan sebesar 20% dan 70 kg limbah cangkang dari setiap ton tandan buah sawit. Jadi dari 53,762 juta ton TBS yang dihasilkan, menghasilkan limbah serat sebesar 10,752 juta ton dan limbah cangkang sebesar 3, 763 juta ton. Penggunaan cangkang kelapa sawit sudah dilakukan oleh PTPN VIII, di antaranya sebagai bahan bakar alternatif untuk pengolahan teh. Langkah ini sudah dicoba sejak beberapa bulan lalu, para sejumlah unit pabrik teh yang dikelola, bahkan sudah melakukan kerjasama dengan PTPN IV Sumut untuk pemasokan sampai sesuai kebutuhan. Hal ini dilatarbelakangi adalah terus melakukan terobosan untuk mencari bahan bakar alternatif yang lebih efisien, tanpa mengurangi kualitas produk. Di luar itu, biaya produksi teh terus meningkat, sedangkan harga jual masih kurang dapat diharapkan (Pikiran Rakyat, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Kini harganya cukup lumayan tinggi, mencapai Rp 150 per kg, bahkan PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) memanfaatkannya sebagai bahan bakar pengganti solar untuk proses pelayuan dan pengeringan daun teh. Oleh karena itu, teknologi pemanfaatan cangkang kelapa sawit (shell) selain sebagai pengganti bahan bakar solar, kini cangkang sawit juga laku dijual, dengan harga Rp150 per kg. Selain itu, PTPN VII juga telah menguji coba pengolahan CPO menjadi biodiesel berikut aplikasinya (PTPN VII, 2007). Pengembangan penggunaan bahan bakar alternatif berbahan bakar cangkang bungkil kelapa sawit mulai dilakukan oleh PTPN VIII. Mereka memilih menggunakan cangkang bungkil kelapa sawit, selain pemanfaatan sisa produksi tanaman, juga sebagai alternatif pilihan dibandingkan penggunaan batu bara dan bahan bakar lainnya (Pikiran Rakyat, 2007). Alternatif lain yang dapat dimanfaatkan untuk mengolah limbah padat kelapa sawit yang paling sederhana adalah menjadikannya briket arang. Caranya dengan pemadatan melalui pembriketan, pengeringan, dan pengarangan. Pusat Penelitian Kelapa Sawit telah berhasil merancang bangun paket teknologi untuk produksi briket arang ini, baik dari bahan TKKS maupun cangkang sawit. Karena sifat bahan yang berbeda, bahan TKKS memerlukan tungku tipe vertikal, sedang untuk cangkang diperlukan tungku horizontal guna menghasilkan arang bermutu tinggi (Nilai Kalor > 5000 kalori/gram). Proses pembriketan dapat dilakukan dengan mesin pembriket tipe ulir dengan kapasitas satu ton per hari. Mesin ini menghasilkan briket arang berbentuk silinder dengan diameter 5 cm dan panjang 10-30cm sesuai dengan ukuran briket arang komersial dari serbuk gergaji.
Universitas Sumatera Utara
Keunggulan produk arang ini antara lain karena permukaannya halus dan tidak meninggalkan warna hitam bila dipegang. Cangkang kelapa sawit termasuk bahan berlignoselulosa yang berkadar karbon tinggi dan mempunyai berat jenis yang lebih tinggi daripada kayu yang mencapai 1,4, sehingga karakteristik ini sangat memungkinkan bahan tersebut yaitu cangkang kelapa sawit baik untuk dijadikan arang aktif (Nurmala dan Hartoyo, 1988 dalam Purwaningsih et.al. 2000). Arang aktif banyak digunakan sebagai bahan adsorbsi polutan berkadar rendah dari produk-produk industri yang tidak dapat dipisahkan secara kimia, fisik dan biologis. Karbon aktif merupakan adsorben untuk mengurangi kadar benda-benda organik terlarut yang ada (Sugiharto, 1987). Dengan limbah cangkang sawit yang cukup melimpah diharapkan industri pemanfaatannya juga semakin berkembang. Selain untuk hal-hal di atas, diharapkan pemanfaatannya dapat lebih berkembang, seperti untuk papan komposit yang teknologinya juga semakin berkembang, sehingga perpaduan keduanya dapat lebih bermanfaat untuk masyarakat. Polimer Polimer adalah molekul raksasa (makromolekul) yang terbentuk dari perulangan
satuan-satuan
monomernya.
Istilah
makromelekul
lebih
menggarisbawahi struktur-struktur yang kompleks. Berkembang dari pangkal polimer alam, kini telah dikembangkan pula berbagai sistem polimer sintetik yang rumit dan kebanyakan berasal dari bahan baku turunan minyak bumi. Beberapa sistem polimer yang paling penting secara industri adalah karet, plastik, serat, pelapis (coating) sampai perekat (adhesive) (Hartomo et.al., 1992).
Universitas Sumatera Utara
Polimer merupakan obyek kajian yang amat rumit. Oleh karena itu, dibuat pengelompokan-pengelompokan polimer. Menurut Hartomo et.al. (1992), polimer dapat dikelompokkan berdasarkan : 1. Secara struktur, terdiri dari polimer yang merupakan molekul individual, ada yang bercabang, ada yang merupakan jaringan raksasa makroskopik. Ada yang bercabang, ada polimer linier. Gugus-gugusnya ada yang acak, ada yang terarah tertentu. 2. Secara keadaan fisik, terdiri dari yang kristal, nirtata (disordered), yang nirtata dapat gelas (sifatnya getas), yang lelehan bercirikan viskositas cairan, yang elastis seperti karet. 3. Menurut reaksinya terhadap lingkungan, yang mempengaruhi pemrosesannya dan penggunaannya, terbagi atas thermoplastic (mempunyai suhu defleksi/ menjadi lembek) dan thermoset. 4. Pengelompokkan secara kimia sesuai dengan gugus yang dikandungnya, terbagi atas eter, ester, hidroksil, vinil dan sebagainya. 5. Menurut pemakaiannya polimer terbagi atas perekat, serat, karet, plastik, pelapis dan sebagainya. Banyak polimer yang dapat berfungsi lebih daripada kelompok tersebut. Dalam mempergunakan polimer untuk suatu keperluan, termasuk selaku perekat, beberapa sifat bahannya harus diperhitungkan, disamping pertimbangan ekonomis-desainnya. Hal-hal itu ialah antara lain unjuk kerja, kekerasan, rapatan, sifat mekanis, sifat termal, sifat listrik serta tahan kimia (asam, basa, pelarut, minyak dan lemak) (Hartomo et.al., 1992).
Universitas Sumatera Utara
Plastik Sejarah Singkat Penemuan ebonit atau karet keras pada tahun 1839 oleh Charles Goodyear dan penemuan seluloid oleh J.W. Hyatt sekitar 1869, merupakan awal perkembangan industri plastik. Pada tahun 1909, bahan yang paling penting yaitu resin phenol formaldehida dikembangkan oleh kelompok yang dipimpin Dr. L.H. Baekeland. Setelah itu penelitian mengenai bahan sintesis meningkat dengan cepat dan mulai dikembangkan bahan buatan dengan berbagai sifat fisik Di Indonesia pemakaian bahan plastik, baik untuk keperluan industri, rumah tangga, pengemasan dan keperluan lainnya meningkat dengan cepat sekitar tahun 1970-an (Amstead, 1993). Pengertian dan Penggolongan Istilah plastik mencakup semua bahan yang mampu dibentuk. Dalam pengertian modern yang lebih luas, plastik mencakup semua bahan sintetik organik yang berubah menjadi plastis setelah dipanaskan dan mampu dibentuk di bawah pengaruh tekanan. Bahan ini secara bertahap mulai menggantikan gelas, kayu dan logam di bidang industri bangunan dan digunakan juga sebagai pelapis dan serat untuk tekstil (Amstead, 1993). Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan kimia. Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan
Universitas Sumatera Utara
kembali. Plastik yang paling umum
digunakan dalam kehidupan sehari-hari
adalah dalam bentuk thermoplastic (Setyawati, 2003). Menurut Amstead (1993), pada waktu pemberian bentuknya plastik termoseting memerlukan panas dengan atau tanpa tekanan dan menghasilkan produk yang tetap keras. Mula-mula panas yang diberikan melunakkan bahan plastiknya, akan tetapi panas tambahan atau bahan kimia khusus akan menimbulkan perubahan kimiawi yang disebut polimerisasi dan sesudah itu plastik tidak dapat dilunakkan lagi. Polimerisasi adalah suatu proses kimia yang menghasilkan susunan baru dengan berat molekul yang lebih besar dari bahan semula. Sedangkan bahan termoplastik tidak mengalami perubahan dalam susunan kimia sewaktu dicetak dan tidak akan menjadi keras meskipun ditekan dan dipanaskan. Jenis plastik ini tetap lunak pada suhu yang tinggi dan baru mengeras ketika didinginkan. Selain itu termoplastik dapat dicairkan kembali berulang-ulang dengan pemanasan kembali. Sedangkan Hartomo et.al. (1992) mengatakan bahwa plastik termoset biasanya tak larut dalam pelarut namun pelarut tertentu membuatnya mekar (mengembang), namun plastik termoplastik melarut pada pelarut tertentu, yang amorf larut, yang kristal larut pada suhu tunggi. Berikut adalah contoh-contoh bahan dari masing-masing golongan plastik di atas menurut Amstead (1993) : 1. Plastik Thermosetting : • Phenol, dibuat dengan mereaksikan phenol dengan formaldehida.
Universitas Sumatera Utara
• Resin Amino, resin yang terpenting adalah formaldehida-urea dan formaldehida-melamin, dipasarkan dalam bentuk serbuk untuk dicetak atau dalam betuk larutan untuk perekat. • Resin Furan, berasal dari pengolahan limbah pertanian seperti tongkol jagung dan biji kapas. • Epoksida, banyak diguakan untuk pengecoran, pelapisan dan perlindungan bagian-bagian listrik, campuran cat dan perekat. • Silikon, berbeda sekali dengan bahan plastik lainnya dengan bahan dasar atom karbon. 2. Plastik Termoplastik : • Selulosa, merupakan produk pengolahan khusus dari serat kapas dan kayu, jenisnya seperti asetat-butirat selulosa dan etil selulosa. • Polisteren, merupakan bahan pengganti karet yang baik untuk isolasi listrik. • Polietilena, memiliki fleksibilitas pada suhu ruang dan suhu rendah, kedap air, tahan terhadap zat kimia, dapat disambung dengan dipanaskan (dipatri) dan dapat berwarna-warni. • Polipropilen, memiliki sifat listrik yang baik, nilai kekuatan yang tinggi dan sangat tahan terhadap suhu dan bahan-bahan kimia. • Polisulfona, mempunyai sifat fisis dan daya tahan panas yang baik. • Plastik ABS, merupakan campuran akriloniteril, butadien dan stirena. Bahan ini sangat keras, fleksibel dan ulet. • Poli-imida, bahan ini tahan terhadap panas hingga 4000C, mempunyai koefisien gesekan yang rendah, daya tahan terhadap radiasi yang tinggi dan sifat listrik yang baik.
Universitas Sumatera Utara
• Nilon (Poli-amida), digunakan sebagai serat tekstil atau filamen. • Resin Aklirik, memiliki daya tembus cahaya yang sangat baik, mudah dibuat dan tahan terhadap kelembaban, yang paling banyak digunakan ialah metalmetalrilat dengan nama dagang Lucite (duPont) dan Plexiglas (Rohm Haas), yang banyak digunakan sebagai jendela pesawat terbang. • Resin Vinil, terdiri dari polivinil-klorida (mempunyai daya tahan baik terhadap pelarut dan tidak mudah terbakar), polivinil-butirat (jernih, liat dan produk cetak yang fleksibel) dan poliviniliden-klorida (digunakan untuk pengemasan makanan dan pipa). • Karet Sintesis, dibuat oleh negara-negara industri yang tidak memiliki sumber karet alamiah, karet sintesis yang telah dikenal adalah GR-S, nitril, thiokol, neopren, butil dan karet silikon. Polipropilena Polipropilena (PP) adalah merupakan salah satu polimer termoplastik, yang dibuat oleh industri kimia dan digunakan secara luas dalam berbagai aplikasi seperti, pembungkus makanan, bahan tekstil, barang-barang plastik dan berbagai jenis barang bekas yang boleh digunakan lagi serta komponen-komponen otomotif. Menurut Amstead (1993), polipropilena dapat dibentuk dengan berbagai teknik termoplastik. Bahan ini memiliki sifat-sifat listrik yang baik, nilai impak dan kekuatan yang tinggi, sangat tahan terhadap suhu dan bahan-bahan kimia. Filament tunggal polipropilena dianyam menjadi tali/ tambang, jala dan tekstil. Contoh produk lain adalah alat untuk peralatan rumah sakit dan laboratorium, mainan anak-anak, koper, perabot, lembaran untuk pengemasan makanan, kotak televisi dan isolasi listrik.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Rumus Bangun Polipropilena
Bost (1980) dalam Syarief et.al. (1989), mengatakan bahwa sifat-sifat utama polipropilena yaitu : 1. Ringan (kerapatan 0,90 g/ cm3), mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk film. 2. Mempunyai kekuatan tarik yang lebih besar dari polietilena, pada suhu rendah akan rapuh, dalam bentuk murni pada suhu -300C mudah pecah sehingga perlu ditambah polietilena atau bahan lain untuk memperbaiki ketahanan terhadap benturan. 3. Lebih kaku dari polietilena dan tidak gampang sobek sehingga lebih mudah penanganannya. 4. Permeabilitas uap air redah, perrmeabilitas gas sedang. 5. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 1500C. 6. Titik leleh cukup tinggi pada suhu 1700C. 7. Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak, tidak terpengaruh oleh pelarut pada suhu kamar kecuali HCl. 8. Pada suhu tinggi polipropilena akan bereaksi dengan benzene, siklena, toluene, terpentin dan asam nitrat kuat. Karakteristik polipropilena akan ditampilkan dalam tabel berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Karakteristik Polipropilena Deskripsi
Polipropilena
Kerapatan pada suhu 200C (g/ cm3)
0,90
Suhu melunak (0C)
149
0
Titik lebur ( C)
170
Kristalinitas (%)
60 – 70
Indeks fluiditas
0,2 – 2,5
MOE (x 104 kg/ cm2)
1,1 – 1,3
Tahanan volumetrik (ohm/ cm2)
1017
Konstanta dielektrik (60 – 108 cycles)
2,3
Permeabilitas gas
-
Nitrogen
4,4
Oksigen
23
Gas karbon
92
Uap air
600
Sumber : Bost (1980) dalam Syarief et.al. (1989)
Gambar 2. Kode Identitas Resin dari Polipropilena Sampah ; Limbah Plastik menjadi Plastik Daur Ulang Azwar (1990) mengatakan bahwa sampah adalah sebagian dari suatu yang tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, umumnya berasal dari kegiatan manusia dan bersifat padat. Pengertian dikemukakan oleh Hadiwijoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan baik telah diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan dan sudah tidak
Universitas Sumatera Utara
bermanfaat, dari segi ekonomi sudah tidak ada harganya serta dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian alam. Murtadho dan Gumbira (1988) membedakan sampah atas sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik meliputi limbah padat semi basah berupa bahan-bahan organik yang umumnya berasal dari limbah hasil pertanian. Sampah ini memiliki sifat mudah terurai oleh mikroorgaisme dan mudah membusuk karena memiliki rantai karbon relatif pendek. Sedangkan sampah anorganik berupa sampah padat yang cukup kering dan sulit terurai oleh mikroorganisme karena memilki rantai karbon yang panjang dan kompleks seperti kaca, besi, plastik dan lain-lain. Menurut Hadiwijoto (1983) kategori sumber penghasil sampah yang sering digunakan adalah : 1. Sampah domestik, yaitu sampah yang berasal dari pemukiman. 2. Sampah komersial, yaitu sampah yang berasal dari lingkungan perdagangan atau jasa komersial berupa toko, pasar, rumah makan dan kantor. 3. Sampah industri, yaitu sampah yang berasal dari suatu proses produksi. 4. Sampah yang berasal selain dari yang disebutkan di atas misalnya sampah dari pepohonan, sapuan jalan dan bencana alam. Seperti penjelasan di atas bahwa sampah adalah barang yang dianggap tidak bermanfaat, namun kini sampah merupakan salah satu peluang besar sebagian besar rakyat miskin Indonesia untuk tempat mencari nafkah. Mereka mengumpulkan kembali apa yang dianggap sampah, seperti sampah plastik untuk dijual dan kemudian akan didaur ulang.
Universitas Sumatera Utara
Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat. Data BPS tahun 1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor Indonesia, terutama polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar 136.122,7 ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar 34,15%. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Menurut Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Di Jabotabek rata-rata setiap pabrik menghasilkan satu ton limbah plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut akan terus bertambah, disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, maupun tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan (YBP, 1986). Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle). Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala rumah tangga umumnya adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan yang berbeda, misalnya tempat cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk pot atau ember. Sisi jelek pemakaian kembali, terutama dalam bentuk kemasan adalah sering digunakan untuk pemalsuan produk seperti yang seringkali terjadi di kota-kota besar (Syafitrie, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et.al.,1995). Terdapat hal yang menguntungkan dalam pemanfaatan limbah plastik di Indonesia dibandingkan negara maju. Hal ini dimungkinkan karena pemisahan secara manual yang dianggap tidak mungkin dilakukan di negara maju, dapat dilakukan di Indonesia yang mempunyai
tenaga kerja melimpah sehingga
pemisahan tidak perlu dilakukan dengan peralatan canggih yang memerlukan biaya tinggi. Kondisi ini memungkinkan berkembangnya industri daur ulang plastik di Indonesia (Syafitrie, 2001). Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk meningkatkan kualitas produknya (Syafitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat jenis limbah plastik yang populer dan laku di pasaran yaitu polietilena (PE), High Density Polyethylene (HDPE), polipropilena (PP), dan asoi.
Universitas Sumatera Utara
Wood Polymer Composite (WPC) ; Plastik Daur Ulang sebagai Matriks Wood Polymer Composite (WPC) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Komposit Polimer Kayu adalah komposit yang mengandung kayu dari berbagai bentuk yang berfungsi sebagai pengisi (filler) dan resin thermoset ataupun thermoplastic yang berfungsi sebagai matriks atau perekat. Kelahiran industri WPC menyangkut pertemuan dua industri yaitu, industri kayu dan plastik, yang keduanya memiliki pengetahuan, kepakaran dan perspektif yang sangat berbeda. Sampai saat ini industri WPC masih merupakan bagian kecil dari keseluruhan industri perkayuan, namun sudah menciptakan pasar tertentu terutama di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Menurut studi pasar terkini di USA, pasar WPC adalah 320 ribu ton pada tahun 2001 dan diprediksi akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2005 (Clemons, 2002). Komposit kayu merupakan istilah untuk menggambarkan setiap produk yang terbuat dari lembaran atau potongan–potongan kecil kayu yang direkat bersama-sama (Maloney,1996). Mengacu pada pengertian di atas, komposit serbuk kayu plastik adalah komposit yang terbuat dari plastik sebagai matriks dan serbuk kayu sebagai pengisi (filler), yang mempunyai sifat gabungan keduanya. Penambahan
filler
ke
dalam
matriks
bertujuan
mengurangi
densitas,
meningkatkan kekakuan, dan mengurangi biaya per unit volume. Dari segi kayu, dengan adanya matrik polimer didalamnya maka kekuatan dan sifat fisiknya juga akan meningkat (Febrianto, 1999). Pembuatan komposit dengan menggunakan matriks dari plastik yang telah didaur ulang, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, juga dapat mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik disamping
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Keunggulan produk ini antara lain : biaya produksi lebih murah, bahan bakunya melimpah, fleksibel dalam proses pembuatannya, kerapatannya rendah, lebih bersifat biodegradable (dibanding plastik), memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan bahan baku asalnya, dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan, serta bersifat dapat didaur ulang (recycleable). Beberapa contoh penggunaan produk ini antara lain sebagai komponen interior kendaraan (mobil, kereta api, pesawat terbang), perabot rumah tangga, maupun komponen bangunan (jendela, pintu, dinding, lantai dan jembatan) (Febrianto, 1999: Youngquist, 1995). Pada dasarnya pembuatan komposit serbuk kayu plastik daur ulang tidak berbeda dengan komposit dengan matriks plastik murni.
Komposit ini dapat
dibuat melalui proses satu tahap, proses dua tahap, maupun proses kontinyu. Pada proses satu tahap, semua bahan baku dicampur terlebih dahulu secara manual kemudian dimasukkan ke dalam alat pengadon (kneader) dan diproses sampai menghasilkan produk komposit. Pada proses dua tahap bahan baku plastik dimodifikasi terlebih dahulu, kemudian bahan pengisi dicampur secara bersamaan di dalam kneader dan dibentuk menjadi komposit. Kombinasi dari tahap-tahap ini dikenal dengan proses kontinyu. Pada proses ini bahan baku dimasukkan secara bertahap dan berurutan di dalam kneader kemudian diproses sampai menjadi produk komposit (Han dan Shiraishi, 1990). Umumnya proses dua tahap menghasilkan produk yang lebih baik dari proses satu tahap, namun proses satu tahap memerlukan waktu yang lebih singkat.
Universitas Sumatera Utara
Diagram proses dasar pembuatan produk disajikan pada Gambar 3. Penyiapan Filler Blending
Pembentukan
Pengujian
Penyiapan Matriks Gambar 3. Diagram Proses Dasar Pembuatan WPC
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia masih terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan komposit kayu dengan memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan sebagai binder sedangkan kayu sebagai komponen utama; kedua kayu dijadikan bahan pengisi/ filler dan plastik sebagai matriksnya. Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai substitusi perekat termoset dalam pembuatan papan partikel telah dilakukan oleh Febrianto et.al. (2001). Produk papan partikel yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur ulang sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003) dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan plastik polipropilena daur ulang. Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu (lebih kurang 200°C). Berikut ini adalah hasil penelitian pembuatan papan komposit dengan menggunakan polipropilena daur ulang sebagai perekat :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Sifat Fisis Mekanis Beberapa Hasil Penelitian Pembuatan WPC dengan Menggunakan Polipropilena Daur Ulang Sifat Fisis Mekanis
SNI 032105-1996
JIS A 5908-2003
Kerapatan (g/cm3)
0,5 – 0,9
0,4 - 0,9
0,64 - 0,66
0,73
0,77
Kadar Air (%)
<14
5-13
3,30 - 4,07
4,00
1,37
Daya Serap air (%)
-
-
3,51- 17,36
8,50
7,92
Pengembangan Tebal (%)
Maks 12
Maks 12
0 - 2,02
1,60
2,07
MOR (kg/cm2)
Min 80
Min 80
125 - 176
79,68
95,03
Min 1,5
Min 2,0
0,87 – 1,14
0,93
1,11
Internal Bond (kg/cm )
Min 1,5
Min 1,5
5,25
3,30
Kuat Pegang Sekrup (kg)
Min 30
Min 30
43
78,90
Linear Expanssion (%)
-
-
Hardness (N)
-
-
Emisi Formaldehyde (ppm)
-
Min 0,3
MOE (x 104 kg/cm2) 2
Setyawati (2003)
49 - 64
Mulyadi (2001)
Putri (2002)
Universitas Sumatera Utara