BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur diluar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi (Fauzi, dkk., 2002). Kelapa sawit saat ini telah berkembang pesat di asia tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia, dan justru bukan di Afrika Barat atau Amerika yang dianggap sebagai daerah asalnya (Risza, 2012). Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam untuk ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911 (Fauzi, dkk., 2012). Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing yang berkuasa di Indonesia, termasuk Belanda (Fauzi, dkk., 2012).
4 Universitas Sumatera Utara
2.2 Uraian Tumbuhan Kelapa Sawit 2.2.1 Sistematika Tumbuhan Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004) Sistematika tumbuhan kelapa sawit sebagai berikut : Divisi
: Tracheophyta
Subdivisi
: Ptrerosida
Kelas
: Angiospermae
Subkelas
: Monocotiledonae
Ordo
: Cocoideae
Famili
: Palmae
Genus
: Elaeis
Spesies
: Elaeis guineensis
2.1.2 Morfologi Tumbuhan Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit termasuk ke dalam tanaman berbiji satu (monokotil) yang memiliki akar serabut. Saat awal perkecambahan, akar pertama muncul dari biji yang berkecambah (radikula). Setelah itu, radikula akan mati dan membentuk akar utama atau primer. Selanjutnya akar primer akan membentuk akar sekunder, tertier, dan kuartener (Lubis dan Widanarko, 2011). Perakaran kelapa sawit yang telah terbentuk sempurna umumnya memiliki akar primer dengan diameter 5 – 10 mm, akar skunder 2 – 4 mm, akar tersier 1 – 2 mm, dan akar kuartener 0,1 – 0,3 mm. Akar yang paling aktif menyerap air dan unsur hara adalah akar tersier dan kuartener yang berada di kedalaman 0 – 60 cm dengan jarak 2 – 3 meter dari pangkal pohon (Lubis dan Widanarko, 2011). Pohon kelapa sawit tumbuh tegak lurus tidak bercabang. Diameter batang kelapa sawit adalah 35 – 60 cm. Setiap tahun, batang kelapa sawit bertambah 5 Universitas Sumatera Utara
panjang 35 – 45 cm. semakin lambat pertambahan panjang kelapa sawit, semakin baik. Hal ini akan mempermudah perawatan, terutama untuk memanen buah dan memperpanjang masa produktifnya (Hadi, 2004). Sebagaimana daun kelapa biasa, daun kelapa sawit bersirip genap dengan tulang-tulang daun sejajar. Panjang pelepah daun kelapa sawit adalah 5 – 7 m, dalam satu pelepah terdapat 200 – 400 helai anak daun (lidi). Dalam satu pohon kelapa sawit bisa terdapat lebih dari 60 pelepah, tetapi jumlah maksimal pelepah yang harus tetap dipertahankan pada pohon produktif telah diatur sesuai umur tanaman (Hadi, 2004). Tanaman kelapa sawit mulai berbunga pada umur 2,5 tahun, tetapi umumnya bunga tersebut gugur pada fase awal pertumbuhan generatifnya. Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman monoecious. Karen itu, bunga jantan dan betina terletak pada satu pohon. Bunga sawit muncul dari ketiak daun yang disebut infloresen (bunga majemuk). Bakal bunga tersebut dapat berkembang menjadi bunga jantan atau bunga betina tergantung kondisi tanaman. Infloresen awal terbentuk selama
2 – 3 bulan, lalu pertumbuhan salah satu organ reproduktifnya
terhenti dan hanya satu jenis bunga yang dihasilkan dalam satu infloresen. Namun , tidak jarang juga organ betina (gynoecium) dapat berkembang bersama-sama dengan organ jantan (androecium) dan menghasilkan organ hermaprodit (Lubis dan Widanarko, 2011). Buah kelapa sawit termasuk jenis buah keras (drupe), menempel dan bergerombol pada tandan buah. Jumlah per tandan dapat mencapai 1.600, berbentuk lonjng sampai membulat. Panjang buah 2- 5 cm, beratnya sampai 30 6 Universitas Sumatera Utara
gram. Bagian-bagian buah terdiri atas eksokarp (exocarp) atau kulit buah, mesokarp (mesocarp) atau sabut, dan biji. Bagian – bagian buah yang menghasilkan minyak adalah (1) Mesokarp, yang mengandung minyak kelapa sawit (crude palm oil), dan (2) inti, yang mengandung minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Biji kelap sawit memiliki ukuran dan bobot yang berbeda untuk setiap jenisnya. Berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buah, kelapa sawit dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut, 1. Dura (D), memiliki cangkang tebal (3 – 5 mm), daging buah tipis, dan rendemen minyak 15 – 17%. 2. Psifera (P), memiliki cangkang sangat tipis, daging buah tebal, biji kecil dan rendemen minyak 23 – 25%. 3. Tenera (T), memiliki cangkang agak tipis (2 – 3 mm), daging buah tebal, dan rendemen minyak 21 – 23% (Lubis dan widanarko, 2011).
2.3 Pemanfaatan Minyak Kelapa Sawit 2.3.1 Minyak sawit untuk industri pangan Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit. Sebagai bahan baku untuk minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarine, butter,vanaspati, dan bahan untuk membuat kue-kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui berfungsi sebagai antikanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. disamping itu, kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari buah kelapa 7 Universitas Sumatera Utara
sawit memiliki kemantapan kalor (heat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi (Fauzi, dkk., 2012). Produk turunan minyak kelapa sawit untuk industri pangan selain minyak goreng kelapa sawit, dapat juga dihasilkan margarin, shortening, vanaspati, ice creams, bakery fats, instans noodle, cocoa butter extender, sugar confetionary, biscuit cream fats, filles mild, dan imitation cream (Fauzi, dkk., 2012). 2.3.2 Minyak sawit untuk industri nonpangan Minyak sawit mempunyai potensi yang cukup besar untuk digunakan di industri-industri nonpangan, industri farmasi, dan industri oleokimia (fatty acid, fatty alcohol, dan glycerine) (Fauzi, dkk., 2002). 2.3.2.1 Bahan baku untuk industri farmasi Kandungan minor dalam minyak sawit berjumlah kurang lebih 1 %, antara lain terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alkohol, triterpen, fosfolipida. Kandungan minor tersebut menjadikan minyak sawit dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri farmasi. Di antara kandungan minor yang sangat berguna tersebut antara lain karoten dan tokoferol yang dapat mencegah kebutaan (defisiensi vitamin A) dan pemusnahan radikal bebas yang selanjutnya juga bermanfaat untuk mencegah kanker, atterosklerosis, dan memperlambat proses penuaan (Fauzi, dkk., 2002). 2.3.2.2 Bahan baku oleokimia Oleokimia adalah bahan baku industri yang dapat diperoleh dari minyak nabati, termasuk diantaranya adalah minyak sawit dan minyak inti sawit. Produk utama minyak yang digolongkan dalam oleokimia adalah asam lemak, lemak alkohol, asam amino, metil ester, dam gliserin. Bahan-bahan tersebut mempunyai
8 Universitas Sumatera Utara
spesifikasi penggunaan sebagai bahan baku industri termasuk industri kosmetik (Fauzi, dkk., 2002). 2.3.2.3 Minyak sawit sebagai bahan bakar alternatif Seiring dengan meningkatnya harga minyak, sumber energi alternatif seperti biodiesel akan terus meningkat. Diperkirakan, konsumsi global untuk minyak mentah mencapai 3,9 miliar ton pada tahun 2007. Jika 10% saja konsumsi minyak mentah itu digantikan dengan biodiesel, berarti diperlukan sekitar 390 juta ton biodiesel. Saat ini, porsi biodiesel sebagai pengganti minyak baru mencapai 1 % (Pardamean, 2011). Biodisel merupakan bahan bakar untuk mesin diesel yang dibuat dari minyak nabati atau lemak hewani. Biodiesel minyak sawit adalah biodiesel yang dibuat dengan cara esterifikasi atau transesterifikasi minyak sawit dan alkohol rantai pendek (Pardamean, 2011). Pengembangan dan penggunaan minyak tumbuhan sebagai bahan bakar telah dilakukan oleh Amerika Serikat dan beberapa Negara eropa. Minyak tumbuhan tersebut dikonversi menjadi bentuk metil ester asam lemak yang disebut biodiesel. Indonesia dan Malaysia adalah Negara produsen utama minyak sawit di dunia
juga
telah
mengembangkan biodiesel
dari
minyak
sawit,
tetapi
pengembangannya belum komersial (Fauzi, dkk., 2002). FAME atau fatty acid methyl ester (metil ester asam lemak) adalah minyak nabati, lemak hewani, atau minyak goreng bekas yang diubah melalui proses transesterifikasi yang pada dasarnya mereaksikan minyak-minyak tersebut dengan metanol dan katalisator NaOH atau KOH. Secara keseluruhan, FAME disebut dengan nama biodiesel (Prihandana, dkk., 2007).
9 Universitas Sumatera Utara
2.3.2.4 Ester asam lemak sebagai antibakteri Monoasilgliserol atau monogliserida merupakan bentuk ester satu asam lemak tertentu dengan gliserol yang umumnya pada posisi ikatan ester 1 atau 3.Ester monoasilgliserol dalam bentuk monolaurin dan monokaprin memiliki daya antibakteri (Murhadi, 2009).
2.4 Transesterifikasi Transesterifikasi adalah penggantian gugus alkohol dari ester dengan alkohol lain dalam suatu proses yang menyerupai hidrolisis. Namun berbeda dengan hidrolisis, pada proses transesterifikasi bahan yang digunakan bukan air melainkan alkohol.Umumnya, katalis yang digunakan adalah NaOH atau KOH (Hambali, dkk., 2006). Berikut ini disajikan reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol untuk menghasilkan metil ester.
Faktor utama yang mempengaruhi rendemen ester yang dihasilkan pada reaksi adalah rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air, dan kandungan asam lemak bebas pada bahan baku yang dapat menghambat reaksi. Faktor lain yang mempengaruhi kandungan ester, diantaranya kandungan gliserol, jenis alkohol
10 Universitas Sumatera Utara
yang digunakan pada reaksi transesterifikasi, jumlah katalis sisa, dan kandungan sabun (Hambali, dkk., 2006). Pada proses transesterifikasi, selain menghasilkan ester, hasil sampingnya adalah gliserin (gliserol). Gliserin dapat dimanfaatkan dalam pembuatan sabun. Bahan baku sabun ini berperan sebagai pelembab (moisturizer) (Hambali, dkk., 2006).
2.5 Bakteri Bakteri merupakan organisme uniseluler yang relatif sederhana. Karena materi genetik tidak diselimuti oleh selaput membran inti, sel bakteri disebut dengan sel prokariot. Secara umum, sel bakteri terdiri atas beberapa bentuk, yaitu bentuk basil/batang, bulat, atau spiral. Dinding sel bakteri mengandung kompleks karbohidrat
dan
protein
yang disebut
peptidoglikan.
Bakteri
umumnya
bereproduksi dengan cara membelah diri menjadi dua sel yang berukuran sama. Ini disebut dengan pembelahan biner. Untuk nutrisi, bakteri umumnya menggunakan bahan kimia organik yang dapat diperoleh secara alami dari organisme hidup atau organisme yang sudah mati. Beberapa bakteri dapat membuat makanan sendiri dengan proses biosintesis, sedangkan beberapa bakteri yang lain memperoleh nutrisi dari substansi organik (Radji, 2013). Bentuk sel bakteri ada 3 macam yaitu: a. Bulat (Kokus) Bakteri kokus biasanya berbentuk bulat atau lonjong, hidup sendiri-sendiri, berpasangan, membentuk rantai panjang atau kubus, tergantung cara bakteri itu membelah diri dan kemudian melekat satu sama lain setelah pembelahan. Beberapa
11 Universitas Sumatera Utara
bakteri kokus berpasangan setelah pembelahan sel. Bentuk kokus terdiri atas diplococcus, tetracoccus, streptococcus (berbentuk rantai), sarcinae (berbentuk kubus), dan staphylococcus (berkelompok seperti buah anggur). Bentuk morfologi kokus yang berbeda-beda ini sering kali digunakan untuk mengidentifikasi jenis bakteri golongan kokus. b. Batang (Basil) Bakteri basil adalah golongan bakteri yang memiliki bentuk seperti batang atau silinder. Bakteri ini mempunyai ukuran yang sangat beragam. Basil umumnya terlihat sebagai batang tunggal. Beberapa bakteri basil berpasangan setelah pembelahan sel. Bentuk basil terdiri atas diplobacillus, streptobacillus dan coccobacillus. c. Spiral (Lengkung) Bakteri spiral adalah bakteri yang mempunyai bentuk yang tidak lurus seperti basil, tetapi mempunyai satu atau beberapa lekukan. Bakteri spiral dibagi menjadi vibrio (bakteri berbentuk batang yang melengkung menyerupai bentuk koma), spirilum (bakteri berbentuk spiral atau pilinan dengan selnya yang kokoh) dan spiroketa (bakteri yang berbentuk spiral dan tubuhnya sangat lentur sehingga dapat bergerak bebas) (Radji, 2013). 2.5.1 Pewarnaan Gram Berdasarkan pewarnaan gram, bakteri digolongkan 2 macam, yaitu Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif. Perbedaan bakteri Gram positif dengan bakteri Gram negatif dapat dilihat pada tabel dibawah ini (Harti, 2015).
12 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Perbedaan bakteri Gram positif dengan bakteri Gram negatif No 1
Keterangan Dinding sel
Gram Positif
Gram Negatif
Sederhana
Lebih kompleks
2
Struktur dinding sel
1 lapisan peptidoglikan
2 lapisan: a. Bagian luar : lipopolisakarida dan protein b. Bagian dalam : peptidoglikan
3
Ketebalan
15 – 80 nm
10 – 15 nm
4
Berat
50% berat kering sel 10% berat kering sel
5
Syarat nutrisi
Lebih kompleks
2.5.2
Sederhana
Bakteri Patogen Staphylococcus aureus Bakteri Staphylococcus aureus termasuk dalam famili Micrococcaceae.
Menurut bahasa Yunani, Staphyle berarti anggur dan coccus berarti bulat atau bola. Salah satu spesies menghasilkan pigmen berwarna kuning emas sehingga dinamakan aureus (berarti emas, seperti matahari). Bakteri ini dapat tumbuh dengan atau tanpa bantuan oksigen (Radji, 2013).
2.6 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain : a. Suhu Sebagian besar bakteri tumbuh optimal pada suhu tubuh manusia. Akan tetapi, beberapa bakteri dapat tumbuh dalam lingkungan ekstrem yang beradadiluar
13 Universitas Sumatera Utara
batas pertahanan organisme eukariotik. Sebagian besar bakteri tumbuh hanya di dalam kisaran pertumbuhan minimum dan maksimum. Bakteri biasanya tidak dapat tumbuh optimal di luar suhu tersebut (Radji, 2013). b. pH Kebanyakan bakteri tumbuh subur pada pH kurang lebih 7,5, sangat sedikit bakteri yang dapat tumbuh pada pH asam. Beberapa bakteri disebut dengan asidofil karena dapat menoleransi keasaman (Radji, 2013). c. Oksigen Bakteri yang membutuhkan oksigen untuk hidup disebut bakteri aerob obligat. Bakteri ini memiliki kelemahan, yaitu oksigen yang sangat sedikit terlarut di dalam media dan air di lingkungan bakteri tersebut (Radji, 2013).
2.7 Metode Uji Antibakteri Metode pengujian antibakteri dilakukan untuk mengetahui efektivitas suatu zat terhadap mikroorganisme. Beberapa macam metode pengujian antibakteri yaitu: a.
Metode difusi Disebut juga disk-diffusion method atau Kirby-Bauer test. Metode ini dibagi
tiga yaitu metode menggunakan cakram, metode menggunakan silinder dan metode lubang/sumuran. Disk uji diletakkan pada permukaan media agar yang telah diinokulasi dengan mikroorganisme uji, diinkubasikan dan diamati terbentuknya zona hambatan. Tes ini dapat mendeterminasi sensitivitas bahan uji dan estimasi konsentrasi
hambat minimum, yaitu konsentrasi terendah yang mampu
menghambat pertumbuhan bakteri secara visual. Kelemahan metode difusi yaitu tidak dapat menentukan efek bakterisidal suatu bahan uji (Harti, 2015). 14 Universitas Sumatera Utara
b.
Metode dilusi Prinsipnya adalah seri pengenceran konsentrasi bahan uji. Dapat digunakan
untuk menentukan konsentrasi hambat minimum dan konsentrasi bunuh minimum suatu bahan uji. Diinokulasi suatu seri pengenceran bahan uji dalam tabung berisi media
cair
dan
diinokulasi
dengan
bakteri
uji
lalu
diamati
tingkat
kekeruhan/pertumbuhan. Pengenceran tertinggi dari media cair yang jernih dinyatakan sebagai konsentrasi hambat minimum, sedangkan tabung yang jernih diinokulasi goresan pada media plate agar, diinkubasi dan diamati ada tidaknya pertumbuhan koloni pada permukaan media plate agar. Pengenceran tertinggi dari tabung yang jernih dan menunjukkan tidak ada pertumbuhan pada plate agar sebagai konsentrasi bunuh minimum (Harti, 2015).
15 Universitas Sumatera Utara