TINJAUAN PUSTAKA
Jaringan Irigasi Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994) yang dimaksud dengan jaringan irigasi yaitu prasarana irigasi yang pada pokoknya terdiri dari bangunan dan saluran pemberi air pengairan beserta perlengkapannya. Berdasarkan pengelolaanya dapat dibedakan antara jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier 1. Jaringan Irigasi Utama: Meliputi bangunan bendung, saluran-saluran primer dan sekunder termasuk bangunan-bangunan utama dan pelengkap saluran pembawa dan saluran pembuang. Bangunan utama merupakan bangunan yang mutlak diperlukan bagi eksploitasi meliputi bangunan pembendung, bangunan pembagi dan bangunan pengukur. 2. Jaringan Irigasi Tersier: Merupakan jaringan air pengairan di petak tersier, mulai air keluar
dari
bangunan ukur tersier, terdiri dari saluran tersier dan kuarter termasuk bangunan pembagi tersier dan kuarter, beserta bangunan pelengkap lainnya yang terdapat di petak tersier (Kartasapoetra dan Sutedjo,1994). Menurut Pasandaran (1991), Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran air dan kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dibedakan ke dalam tiga tingkatan yaitu :
5 Universitas Sumatera Utara
6
1. Jaringan Irigasi Sederhana Biasanya jaringan irigasi sederhana mempunyai luasan yang tidak lebih dari 500 ha. Pada jaringan irigasi sederhana tidak ada pengukuran maupun pengaturan dalam pembagian debit airnya, air lebih akan mengalir ke saluran pembuang alami. Persediaan air biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh karena itu hamper tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian air. Walaupun mudah diorganisasi, jaringan irigasi sederhana memiliki kelemahan-kelemahan yang serius seperti adanya pemborosan air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang lebih subur. 2. Jaringan Irigasi Semi Teknis Untuk jaringan irigasi Semi Teknis biasanya memiliki luasan wilayah mencapai 2000 ha. Jaringan irigasi ini hampir sama dengan jaringan irigasi sederhana akan tetapi sudah dipergunakan bendung lengkap dengan pengambilan dan bangunan pengukur di bagian hilirnya. Sistem pembagian air biasanya serupa dengan jaringan irigasi sederhana, hanya saja pengambilan dipakai untuk mengairi daerah yang lebih luas daripada daerah layanan jaringan sederhana. Memiliki organisasi yang lebih rumit dan apabila bangunan tetapnya berupa bangunan pengambilan dari sungai, maka diperlukan keterlibatan dari pemerintah. 3. Jaringan Irigasi Teknis Pada jaringan teknis tidak memiliki batasan dalam luasan wilayahnya. Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang. Dalam hal ini saluran irigasi maupun pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya. Saluran irigasi mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan saluran pembuang mengalirkan air
Universitas Sumatera Utara
7
lebih dari sawah-sawah ke saluran pembuang alamiah yang kemudian akan membuangnya ke laut. Petak tersier menduduki fungsi sentral dari jaringan irigasi teknis. Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih efisien. Jaringan irigasi adalah berbagai unsur dari sebuah jaringan irigasi teknis, termasuk di dalamnya adalah bangunan air, petak primer, petak sekunder, dan petak tersier. Kecepatan aliran air dalam saluran baik pada jaringan irigasi teknis, semi teknis dan terutama pada jaringan irigasi sederhana sangat ditentukan oleh kekasaran saluran. Beberapa cara untuk menentukan nilai kekasaran saluran telah diperkenalkan oleh Manning dan Chezy (Bazak, 1999). Koefisien Kekasaran menurut Manning dan Konstanta Chezy Rumus Manning Pada
tahun
1889
seorang
insinyur
Irlandia,
Robert
Manning
mengemukakan sebuah rumus yang akhirnya diperbaiki menjadi rumus yang sangat dikenal sebagai :
V=
1
N
Sehingga, N =
R2/3 . S1/2 ……………..……………………...….(1)
1
V
R2/3 . S1/2 ……………………..………………….(2)
dengan V kecepatan rata rata (m/s); R jari jari hidrolik (m); S kemiringan saluran (%) dan N koefisien kekasaran, dikenal sebagai nilai N dari Manning. Menurut Chow (1997), Faktor faktor yang mempengaruhi koefisien Manning yaitu :
Universitas Sumatera Utara
8
1. Bahan Penyusun Permukaan Bentuk dan besar/kecilnya partikel di permukaan saluran merupakan ukuran kekasaran. Akan tetapi, untuk saluran tanah ini hanya merupakan bagian kecil saja dari kekasaran total. Pada saluran irigasi, ketidakteraturan permukaan yang menyebabkan perubahan dalam keliling basah dan potongan melintang mempunyai pengaruh yang lebih penting pada koefisien kekasaran saluran. Perubahan-perubahan mendadak pada permukaan saluran akan memperbesar koefisien kekasaran. Perubahan-perubaban ini dapat disebabkan oleh penyelesaian konstruksi
saluran
yang
jelek
atau
karena
erosi
pada
talud
saluran
(Direktorat Jenderal SDA, 2010). Hansen, dkk. (1992) menyatakan bahwa bentuk saluran pembawa irigasi yang sangat umum adalah bentuk saluran tanah. Keuntungan utamanya adalah memiliki biaya awal yang rendah, namun irigasi ini memiliki banyak kerugian yaitu kehilangan air akibat rembesan yang besar, debit air yang rendah, bahaya kerusakan yang diakibatkan gerusan dan injakan hewan serta keadaan yang sesuai untuk pertumbuhan tanah dan rumput air. Selain itu saluran tanah memiliki permukaan yang tidak teratur sehingga nilai koefisien kekasarannya pun semakin besar dibandingkan saluran yang dilapisi dengan material pelapis, seperti semen. Kekasaran permukaan ditandai dengan ukuran dan bentuk butiran bahan yang membentuk luasan basah dan menimbulkan efek hambatan terhadap aliran. Secara umum dikatakan bahwa, butiran halus mengakibatkan nilai N yang relatif rendah dan butiran kasar memiliki nilai N yang tinggi. Pada sungai alluvial dimana butir-butir bahannya halus, seperti pasir, lempung , liat, efek hambatan jauh lebih kecil daripada bila bahannya kasar
Universitas Sumatera Utara
9
seperti kerikil dan kerakal (kerikil yang ukurannya lebih besar berdiameter 10-15 mm). Bila bahannya halus, nilai N rendah dan relatif tidak terpengaruh oleh perubahan taraf/debit aliran. Bila bahan terdiri dari kerikil dan kerakal, nilai N biasanya tinggi terutama pada taraf air tinggi atau rendah. 2. Sifat Fisik Tanah Sifat Fisik tanah terdiri dari : a) Tekstur Tanah
Tekstur tanah diartikan sebagai proporsi pasir, debu dan lempung. Berdasarkan persentase perbandingan fraksi-fraksi tanah, maka tekstur tanah dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu; halus, sedang dan kasar. Makin halus tekstur tanah mengakibatkan kualitasnya semakin menurun karena berkurangnya kemampuan mengisap air. Tanah berpasir yaitu tanah dengan kandungan pasir >70%, porositasnya rendah (<40%), aerasi baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah. Tanah dengan kadar pasir yang tinggi, apabila letaknya berada di dalam saluran irigasi akan meningkatkan nilai kekasaran (N) dari saluran (Harry dan Nyle, 1982). b) Kerapatan Massa Tanah (Bulk density) Bulk density merupakan berat suatu massa tanah persatuan volume tertentu, dimana volume kerapatan tanah termasuk didalamnya adalah ruang pori, yang satuannya adalah g/cm3. Secara Matematis dapat dituliskan sebagai : Bulk density (BD) =
Berat tanah kering oven (g) volume tanah (cc )
…………..(3)
Bulk density merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah maka nilai dari bulk density juga semakin tinggi, ini berarti makin sulit pula
Universitas Sumatera Utara
10
meneruskan air atau makin sulit ditembus oleh akar tanaman, dan apabila tanah yang memiliki bulk density yang tinggi berada di dalam saluran irigasi maka akan sulit digerus oleh air. Dikarenakan tanah dengan bulk density yang tinggi akan kokoh dan tidak tergerus air, sehingga besarnya nilai kekasaran ditentukan pada keteraturan/kerataan dasar dan dinding saluran itu. Apabila dasar saluran dan dinding saluran tidak teratur ditambah lagi dengan kondisi tanah yang bulk density nya tinggi maka akan mengakibatkan nilai kekasaran (N) rendah (Hardjowigeno, 1992). c) Kerapatan Partikel Tanah (Partikel Density) Partikel density (PD) adalah berat tanah kering persatuan volume partikelpartikel tanah (tidak termasuk volume pori-pori tanah). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai : PD(g/cc) =
Berat tanah keing oven (g)
volume tanah − volume ruang pori (cc )
……….(4)
Faktor- faktor yang mempengaruhi partikel density adalah BD (bulk density) dan bahan organik, semakin tinggi BD (bulk density) tanah dan bahan organik tanah maka partikel density dalam tanah tersebut akan semakin rendah. Begitu pula sebaliknya (Hardjowigeno, 1992). Pada umumnya kisaran partikel density tanah-tanah mineral adalah 2,62,93 g/cm3. Hal ini disebabkan mineral kwarsa, feldspart dan silikat koloida yang merupakan komponen tanah sekitar angka tersebut. Jika dalam tanah terdapat mineral-mineral berat sepereti magnetik, garmet, sirkom, tourmaline dan hornblende, partikel density dapat melebihi 2,75 g/cm3. Besar ukuran dan cara teraturnya partikel tanah tidak dapat berpengaruh dengan partikel density. Ini salah satu penyebab tanah lapisan atas mempunyai nilai partikel density yang
Universitas Sumatera Utara
11
lebih
rendah
dibandingkan
dengan
lapisan
bawahnya.
Karena
banyak
mengandung bahan organik (Hakim, 1986). d) Porositas Tanah (Total Ruang Pori Tanah) Pori tanah adalah ruang-ruang yang terletak antara padatan bahan tanah. Total ruang pori tanah diartikan sebagai persentase perbandingan antara volume total ruang pori tanah dengan volume tanah (volume padatan tanah), secara matematis dapat dituliskan sebagai : Porositas (%) =
Volume ruang pori volume tanah
atau Porositas (%) = (1-
𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑃𝑃𝑃𝑃
x100 % …….….…(5)
) x 100%......................................(6)
Tanah berpasir memiliki porositas rendah (< 40 %), sebagian besar ruang pori berukuran besar sehingga aerasinya baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah. Tanah liat memiliki porositas yang relatif tinggi (60%), tetapi sebagian besar merupakan pori berukuran kecil sehingga daya hantar air sangat lambat dan sirkulasi udara kurang lancar (Islami dan Wani, 1995). Tanah bertekstur kasar (pori makro) memiliki porositas lebih kecil daripada tanah bertekstur halus (pori mikro), sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno, 2007). Jadi semakin tinggi porositas tanah, ukuran butir-butir bahannya akan semakin halus sehingga nilai koefisien kekasarannya semakin rendah pula. Hal ini sesuai dengan pernyataan Chow (1997) yang menyatakan bahwa butir-butir bahan yang halus seperti pasir, lempung, liat, memiliki porositas total yang lebih besar sehingga secara tidak langsung berpengaruh terhadap nilai n yang lebih rendah dan efek hambatannya menjadi lebih kecil. Demikian juga sebaliknya bila bahannya kasar seperti kerikil dan kerakal maka porositas total
Universitas Sumatera Utara
12
akan lebih rendah sehingga secara tidak langsung mengakibatkan nilai n yang lebih besar dan efek hambatannya menjadi lebih besar juga. Begitu pun dengan partikel density, semakin rendah partikel density suatu tanah di dalam saluran irigasi maka akan mengakibatkan penggerusan ataupun pengikisan dasar saluran sehingga mengakibatkan ketidakteraturan dasar saluran. Artinya semakin kasar dasar saluran tersebut (koefisien kekasaran besar) dan demikian juga sebaliknya. e) Bahan Organik Bahan Organik merupakan dekomposisi dari seresah atau bagian tubuh binatang yang masih terlihat bentuknya dan menjadi sumber hara atau nutrisi bagi tanaman. Kandungan bahan organik pada masing-masing horizon tanah merupakan petunjuk besarnya akumulasi bahan organik dalam keadaan lingkungan yang berbeda. Komponen bahan organik yang penting adalah C dan N. Kandungan bahan organik ditentukan secara tidak langsung yaitu dengan mengalikan kadar C dengan suatu faktor, yang umumnya yaitu kandungan bahan organik = C x 1,724. Bila C organik dalam tanah dapat diketahui maka kandungan bahan organic tanah juga dapat dihitung. Kandungan bahan organik merupakan salah satu indikator tingkat kesuburan tanah. Menurut Foth (1994) C- Organik tanah adalah pengaturan jumlah karbon di dalam tanah untuk meningkatkan produktivitas
tanaman
dan
keberlanjutan
umur
tanaman
karena
dapat
meningkatkan kesuburan tanah dan penggunaan hara secara efisien.
Universitas Sumatera Utara
13
3. Ketidakteraturan Saluran Ketidakteraturan saluran mencakup ketidakteraturan keliling basah dan variasi penampang, ukuran dan bentuk di sepanjang saluran. Pada saluran alam, ketidakteraturan seperti ini biasanya diperlihatkan denganadanya alur-alur pasir, gelombang pasir, cekungan dan gundukan, lubang lubang dan tonjolan di dasar saluran. Secara umum, perubahan lambat laun dan teratur dari penampang aliran basah saluran baik dari bentuk dan ukurannya tidak terlalu mempengaruhi nilai N, tetapi perubahan tiba-tiba atau peralihan dari penampang kecil ke besar akibat dari banjir ataupun pekerjaan manusia akan mengakibatkan meningkatnya nilai N. 4.Trase Saluran (Kelengkungan Saluran) Trase saluran menunjukkan belok belokan pada saluran. Kelengkungan yang landai dengan garis tengah yang besar akan mengakibatkan nilai N yang relatif rendah, sedangkan kelengkungan yang tajam dengan belok-belokan yangpatah akan memperbesar nilai N. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan oleh Scobey dengan memakai talang sebagi saluran, bahwa nilai N akan naik sebesar 0,001 untuk setiap kelengkungan 200 dalam saluran sepanjang 100 kaki. Kelengkungan dapat mengakibatkan bertumpuknya endapan sehingga secara tidak langsung akan memperbesar nilai N. 5. Vegetasi Vegetasi dapat digolongkan dalam jenis kekasaran permukaan, tetapi hal ini juga memperkecil kapasitas saluran dan menghambat aliran. Suatu aliran dengan kedalaman secukupnya cenderung melenturkan dan menenggelamkan tetumbuhan dan mengakibatkan nilai N lebih kecil. Kemiringan yang besar menimbulkan kecepatan yang besar sehingga lebih mampu untuk melunturkan
Universitas Sumatera Utara
14
tumbuhan di sekitar saluran dan mengakibatkan nilai N yang kecil. Pengaruh kerapatan rumput terhadap nilai kekasaran Manning, relatif terhadap nilai n pada kondisi dasar saluran tanpa rumput, dimana nilai N cenderung meningkat dengan susunan rumput yang semakin rapat. Kondisi ini menunjukkan adanya vegetasi di dasar saluran akan memperbesar hambatan aliran sehingga memperkecil kecepatan aliran yang terjadi (Chow, 1997). 6. Pengendapan dan Penggerusan Secara umum pengendapan dapat mengubah saluran yang sangat tidak beraturan menjadi cukup beraturan dan memperkecil nilai N, sedangkan penggerusan dapat berakibat sebaliknya dan memperbesar nilai N. Namun efek utama dari pengendapan akan bergantung pada sifat alamiah bahan yang diendapkan. Endapan yang tidak teratur seperti gelombang pasir dan alur-alur pasir menjadikan saluran tidak beraturan dan kekasaran meningkat. Sebab itu, dasar yang berpasir atau kerikil akan tererosi secara lebih seragam dibandingkan dasar yang berlempung. Pengendapan hasil erosi di hulu akan cenderung memperbaiki ketidakteraturan saluran dibandingkan dengan tanah liat. Energi yang dipakai untuk menggerus dan mengangkut bahan dalam suspensi atau menggulingkannya sepanjang dasar saluran juga akan memperbesar nilai N. Kecepatan aliran kritis adalah kecepatan aliran yang tidak menimbulkan pengendapan atau penggerusan di saluran. Kennedy mengeluarkan persamaan kecepatan aliran sebagai berikut: V 0 = 0,546 x D0,64 ………………………………………..(7)
Universitas Sumatera Utara
15
Dimana D adalah kedalaman air di saluran, dalam satuan meter dan V 0 adalah kecepatan aliran Kritis (m/s).Rasio kecepatan aliran kritis adalah perbandingan antara kecepatan rata-rata aliran terhadap kecepatan kritis. Rkk =
V
V0
atau m =
V ……………………..........……….(8) V0
Jika m = 1, tidak terjadi pengendapan atau penggrusan m > 1, terjadi penggerusan m < 1, terjadi pengendapan(Basak, 1999). Rumus Chezy
Pada awal tahun 1769 seorang insinyur Perancis, Antoine Chezy membuat rumus yang mungkin merupakan pertama kali untuk aliran seragam, yaitu rumus Chezy yang terkenal, yang biasanya dinyatakan sebagai berikut :
Sehingga, C =
V = C x √RS …………………………………………………….(9) V
√RS
…………………………………………………..………......(10)
Persamaan Bazin 87 87 √R C= 1+K = ……………………………………………….....(11) 1+K √R
dimana, K = Konstansa Bazin R = kedalaman rata-rata hidrolik (m) Sehingga jika disubstitusi Persamaan Bazin untuk menentukan nilai C ke persamaan Chezy maka akan didapatkan persamaan : V=
87 √R 1+𝐾𝐾
√RS =
87R √S 1+𝐾𝐾
…………………………….(12)
Universitas Sumatera Utara
16
Dengan V kecepatan rata-rata (m/s), R jari jari Hidrolik (m), S kemiringan (%)(Chow, 1997). Pada prinsipnya faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien Manning berlaku pula terhadap konstanta Chezy. Beberapa pakar yang mengeluarkan persamaan untuk menentukan koefisien kkasaran chezy yaitu : 1) Rumus Ganguillet - Kutter. Pada
tahun
1869,
dua
insinyur
swiss,
Ganguillet
dan
Kutter
mengumumkan rumus yang menyatakan besarnya nilai C sehubungan dengan kemiringan S, jari jari hidrolik R dan koefisien kekasaran n. Rumus ini dalam satuan Inggris adalah :
C=
0,00281 1,811 + 𝑆𝑆 𝑛𝑛 0,00281 𝑛𝑛 1+(41,64+ ) 𝑆𝑆 √𝑅𝑅
41,65+
Rumus Ganguillet-Kutter diturunkan secara panjang lebar dari data pengukuran aliran dalam saluran dari berbagai bentuk, termasuk pengukuran oleh bazin dan pengukuran berbagai sungai di eropa dan di mississipi. Rumus ini banyak dipakai di mana mana sehingga telah dibuat berbagai tabel dan grafik untuk mempermudah pemakaiannya, sehingga pemakaian rumus ini sendiri jarang diperlukan dalam biro biro teknik. 2) Rumus Bazin Pada tahun 1897 seorang ahli hidrolika Prancis, H. Bazin mengusulkan suatu rumus yang bagi koefisien C dari chezy dianggap sebagai fungsi R, bukan S. Rumus ini dalam satuan Inggris dinyatakan sebagai: C=
157,6 1+𝑚𝑚� √𝑅𝑅
Universitas Sumatera Utara
17
Rumus Bazin semula dibuat berdasarkan data yang dikumpulkan dari saluran percobaan berukuran kecil, oleh karena itu pemakaiannya secara umum terbukti kurang memuaskan dibandingkan dengan rumus Ganguillet-Kutter. Rancangan Saluran Irigasi 1. Debit Air Debit air adalah suatu nilai yang menyatakan banyaknya air yang mengalir dari suatu sumber persatuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter per detik. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain: 1. Pengukuran debit dengan bendung/ sekat ukur 2. Pengukuran debit berdasarkan kerapatan larutan obat 3. Pengukuran kecepatan aliran dan luas penampang melintang, dalam hal ini untuk mengukur kecepatan arus digunakan pelampung atau pengukur arus dengan kincir 4. Pengukuran dengan menggunakan alat-alat tertentu seperti pengukuran arus magnetis dan pengukuran arus gelombang supersonis (Dumiary, 1992). Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1992) pengukuran debit air dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, dapat dilakukan dengan beberapa metode dan alat-alat pengukur, sehingga dalam pelaksanaanya tidak mengalami kesulitan. Dalam pengukuran tidak langsung yang sangat diperhatikan yaitu tentang kecepatan aliran (v) dan luas penampang aliran (A), sehingga terdapat rumus pengukuran debit air sebagai berikut: Q = V x A .................................................................................(13) Q Sehingga, V = ……………………………………………………....(14) A
Universitas Sumatera Utara
18
dimana:
Q = debit air (m3/detik) V = kecepatan aliran (m/detik) A = luas penampang aliran (m2).
Debit air juga dapat diukur secara langsung dengan menggunakan sekat ukur tipe Cipoletti atau Thompson (Segitiga 90o). Persamaan Cipoletti yang menunjukkan pengaliran adalah: Q = 0.0186 LH3/2 ............................................................(15) Dimana Q dalam liter tiap detik, L dan H adalah dalam sentimeter, seperti dilihatpada Gambar 1.
H
L
Gambar 1. Sekat ukur tipe Cipoletti Untuk sekat ukur segitiga 90o(tipe Thompson) persamaannya adalah: Q = 0.0138H5/2.................................................................(16) Di mana Q dalam liter per detik dan H dalam sentimeter. Sekat ukur segitiga 90o (tipe Thompson) baik digunakan untuk pengukuran aliran yang tidak lebih dari 112 l/det ataualiran dengan debit relatif kecil, selain itu sekat ukur segitiga 90o (tipe Thompson) juga sangat mudah konstruksi dan pengaplikasiannya. Untuk lebih jelasnya sekat ukur tipe Thompson dapat ditunjukkan pada Gambar 2.
Universitas Sumatera Utara
19
Segitiga samakaki H
Gambar 2. Sekat ukur tipe Thompson (Lenka, 1991). Pada alat pengukur Thompson seperti halnya alat pengukur Cipoletti harus dipasang tegak lurus pada sumbu saluran pengukur. Pemasangan alat pengukur ini harus betul-betul mendatar, dengan sudut siku-siku disebelah bawah. Penentuan nilai H dari persamaan 3 diukur dari permukaan air yang meluap setelah disekat sampai ke sudut 900 dari sekat yang telah dimodifikasi sebagai tempat pengeluaran air (Soekarto dan Hartoyo, 1981). 2.Kecepatan Aliran Kecepatan aliran diukur melalui aliran permukaan yang dikenal sebagai kecepatan aliran permukaan. Kecepatan aliran tidak sama pada setiap kedalaman saluran atau sungai. Oleh sebab itu untuk menghitung kecepatan rata-rata digunakan kedalaman 0.6D, dimana D adalah kedalaman air di saluran atau sungai. Kecepatan aliran rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Chezy (Persamaan 9) atau Manning (Persamaan 1). Koefisien kekasaran Manning ditentukan berdasarkan kondisi material di lapangan, beberapa nilai koefisien kekasaran dari beberapa material disajikan pada Tabel 1, namun sebaiknya untuk dapat menentukan kecepatan aliran yang mendekati keadaan sebenarnya ditentukan berdasarkan kondisi material di lapangan.
Universitas Sumatera Utara
20
Tabel 1. Nilai Koefisien Kekasaran No Material 1 Tanah 2 Batu 3 Beton
N 0,0225 0,02 0,013-0,018
Sumber: Basak,1999.
3. Kemiringan Saluran Kemiringanmemanjang saluran ditentukan berdasarkan kemiringan taraf muka air yang diperlukan. Kemiringan talut saluran: bergantung kepada jenis tanah, kedalaman saluran dan terjadinya rembesan aliran. Kemiringan minimum talut saluran pembawa untuk jenis tanah lempung berpasir, tanah berpasir kohesif yaitu 1,5 %-2,5 %. Untuk jenis tanah pasir liatan 2 % -3% dan untuk jenis batu< 0,25 % (Mawardi, 2007). Pengukuran Kemiringan saluran dapat dilakukan dilakukan dengan 3 cara yaitu Profile Levelling, Differential Levelling dan Breaking Taping. Profile Levelling merupakan salah satu metode mengukur beda ketinggian pada dua titik yang mempunyai kemiringan yang relatif kecil, dan alat utama yang digunakan yaitu abney level. Differential Levelling merupakan salah satu metode mengukur beda ketinggian pada dua titik yang mempunyai kemiringan relatif besar, dan alat utama yang digunakan adalah abney level. Breaking Taping merupakan salah satu metode pengukuran yang menggunakan pembagian pengukuran tinggi menjadi beberapa tahap. Pada pekerjaan breaking taping dilakukan pengukuran jarak vertikal antara garis bidik (stasiun) dengan permukaan titik bidik selanjutnya, alat yang digunakan adalah waterpass, tape (pita ukur) dan jalon. Data yang didapat di lapangan dengan menggunakan salah satu metode tersebut dapat dimasukkan ke dalam rumus : Kemiringan =
Beda Elevasi
Jarak Horizontal
x 100 %...…………………….(17)
Universitas Sumatera Utara
21
dimana Beda Elevasi = Elevasi Akhir – Elevasi Awal (m) (Sumono dan Susanto, 2006). Bahan tanah, kedalaman saluran dan terjadinya rembesan akan menentukan kemiringan maksimum untuk talut yang stabil. Kemiringan galian minimum untuk berbagai bahan tanah disajikan pada Tabel 2. Harga-harga kemiringan minimum untuk saluran tanah yang dibuat dengan bahan-bahan kohesif yang dipadatkan dengan baik diberikan pada Tabel 3. Tabel 2. Kemiringan minimum talut untuk berbagai bahan tanah No.Bahan Tanah 1.Batu 2.Gambut kenyal Lempung kenyal,geluh*), Tanah lus 3. Lempung pasiran, tanah pasiran kohesif 4. Pasir liatan 5.Gambar lunak
Kisaran Kemiringan(%) < 0,25 1–2
Simbol Pt
CL, CH, MH SC, SM SM Pt
1–2 1,5 – 2,5 2–3 3–4
*)
Geluh : (loam) adalah campuran pasir, lempung dan Lumpur yang kira-kira samabanyaknya (Triadmojo, 1993) Tabel 3. Kemiringan talut mnimum untuk saluran timbunan yang dipadatkan dengan baik Kedalaman air + tinggi jagaan D (m) D ≤ 1,0 1,0 < D ≤ 2,0 D> 2,0
Kemiringan minimum talut 1:1 1 : 1,5 1:2
Sumber : Direktorat Jenderal SDA, 2010
4). Kedalaman Hidrolik Kedalaman hidrolik adalah perbandingan antara penampang aliran dengan perimeter basah saluran. Persamaan kedalaman hidrolik adalah sebagai berikut: R=
A
Pw
......................................................................................(18)
dimana; A= Penampang melintang saluran (m2) Pw= Perimeter basah (m)
Universitas Sumatera Utara
22
(Bazak,1999). Penampang melintang saluran dan parimeter basah tergantung pada bentuk saluran. - Saluran berbentuk persegi panjang : A = b x y …………………………………………………...…(19) Pw = b + 2y …………………………………………………...(20) dimana b = lebar saluran (m) y = kedalaman aliran (m) untuk lebih jelasnya dapat diperlihatkan pada Gambar 3.
y
b Gambar 3. Penampang melintang saluran berbentuk persegi panjang -
Saluran berbentuk trapesium A = (b + zy)y Pw = b + 2y (�(1 + z)2
dimana b = lebar dasar (m) y = kedalaman aliran (m) z = kemiringan dinding Untuk lebih jelasnya dapat diperlihatkan pada Gambar 4.
Universitas Sumatera Utara
23
y kemiringan dinding (z)
b Gambar 4. Penampang melintang Saluran berbentuk Trapesium -
Saluran berbentuk segitiga A = zy2 Pw = 2y√1 + 𝑧𝑧 2
dimana y = kedalaman air di saluran (m) untuk lebih jelasnya dapat diperlihatkan pada Gambar 5.
kemiringan dinding (z)
y
Gambar 5. Penampang melintang Saluran berbentuk Segitiga (Chow, 1997).
Universitas Sumatera Utara