4
TINJAUAN PUSTAKA Daging ayam Daging secara umum didifinisikan sebagai semua jaringan hewan yang dikonsumsi namun tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Otot pada hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan atau penyembelihan karena fungsi fisiologisnya telah berhenti. Karkas broiler adalah ayam yang telah dipotong dan dibersihkan bulu, tanpa kepala, leher, kaki, dan jeroan (Siregar et al. 1982). Daging unggas dapat berasal dari ayam jantan dewasa (cock), ayam atau kalkun betina dewasa (hen), kalkun jantan dewasa (tom), ayam kastrasi (capon), dan anak ayam (chick) (Soeparno 1992). Menurut Standar Nasional (SNI) nomor 01-3924-2009 tahun 2009 tentang Mutu Karkas dan Daging Ayam, disebutkan karkas ayam pedaging adalah bagian ayam pedaging setelah dipotong, dicabuti bulunya, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya. Cara pemotongannya dapat dibedakan menjadi karkas utuh, potongan separuh (halves), potongan seperempat (quarters), potongan bagianbagian badan (chicken part atau cut put), dan debond yaitu karkas ayam pedaging tanpa tulang atau tanpa kulit. Sementara berdasarkan cara penanganannya, dibedakan menjadi karkas segar dan karkas beku. Karkas segar adalah karkas yang segera didinginkan setelah selesai diproses sehingga suhu di dalam daging menjadi antara 4 hingga 5 °C, sedangkan karkas beku adalah karkas yang telah mengalami proses pembekuan cepat atau lambat dengan suhu penyimpanan antara -12 °C sampai dengan -18 °C. Pada industri pangan, telah dikembangkan metode pembekuan cepat yang akan menghasilkan kristal es berukuran kecil sehingga akan meminimalkan kerusakan tekstur bahan yang dibekukan. Selain itu, proses pembekuan cepat juga menyebabkan terjadinya kejutan dingin (freeze shock) pada mikroorganisme dan tidak terjadi tahap adaptasi mikroorganisme dengan perubahan suhu sehingga mengurangi resiko pertumbuhan mikroorganisme selama proses pembekuan berlangsung. Bahan pangan yang akan dibekukan diletakkan dalam blast freezer dengan suhu -30 sampai -40 °C dengan kecepatan 2-3 m/detik. Pembekuan daging
5
harus dilakukan setelah proses rigor mortis berlangsung. Jika daging belum mengalami rigor mortis dan sudah dibekukan, maka rigor mortis akan terjadi pada saat daging tersebut dicairkan (thawed). Proses tersebut dikenal dengan thaw rigor. Daging yang mengalami thaw rigor akan banyak kehilangan cairan daging (jus daging) dan relatif keras (liat atau alot). Agar daging/karkas dapat segera dibekukan setelah proses pemotongan, maka perlu diterapkan stimulasi listrik (electrical stimulation) pada proses pemotongan. Daging ayam yang telah beku kemudian dipindahkan ke cold storage. Distribusi daging ayam beku dilakukan dengan mengunakan kendaraan yang memiliki boks pendingin dengan suhu -18 °C (Lukman 2010). Komposisi daging ayam menurut Campbell dan Lasley (1975) yang dikutip Anggorodi (1979) terdiri dari 73.7% air, 20.6% protein, 4.7% lemak dan 1% abu. Forrest et al (1975) menyatakan bahwa kandungan mineral pada daging ayam adalah 4% yang terdiri dari sodium, potasium, magnesium, kalsium, besi, fosfat, sulfur, klorida, dan yodium. Protein merupakan komponen kimia terpenting yang ada di dalam daging, yang sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan kesehatan. Nilai protein yang tinggi pada daging disebabkan oleh asam amino esensial yang lengkap. Asam amino esensial yang terkandung dalam daging sangat dibutuhkan dalam makanan manusia, yang terdiri dari arginin, sistin, histidin, isoleusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, tirosin, dan valin (Mountney dan Parkhurst 1995). Secara umum, protein yang terdapat dalam daging ayam terdiri atas tiga bagian yaitu : protein yang terdapat di dalam miofibril, merupakan gabungan dari aktin dan miosin, sehingga disebut aktinmiosin; protein yang terdapat di dalam sarkoplasma, yaitu albumin dan globulin; dan protein yang terdapat di dalam jaringan ikat, yaitu kolagen dan elastin (Murtidjo 2003). Selain kaya protein, daging juga mengandung energi yang ditentukan oleh kandungan lemak intraselular di dalam serabut-serabut otot. Daging juga mengandung kolesterol, walaupun dalam jumlah yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan bagian jeroan maupun otak. Kolesterol memegang peranan penting dalam fungsi organ tubuh. Kolesterol juga berguna dalam menyusun
6
jaringan otak, serat syaraf, hati, ginjal, dan kelenjar adrenalin. Daging ayam juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat baik. Daging ayam merupakan sumber mineral seperti kalsium, fosfor, dan zat besi serta vitamin B kompleks tetapi rendah vitamin C (Anonimus 2004). Kualitas daging ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pada waktu hewan masih hidup maupun setelah dipotong. Pada waktu hewan hidup faktor penentu kualitas daging adalah cara pemeliharaan, meliputi pemberian pakan, tata laksana pemeliharaan, dan perawatan kesehatan, sedangkan setelah hewan dipotong kualitas daging dipengaruhi oleh perdarahan pada waktu hewan dipotong dan kontaminasi mikroba (Murtidjo 2003). Aspek Mikrobiologis Daging Ayam Pada umumnya, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging ayam beku ada dua, yaitu (a). Faktor intrinsik, misalnya nilai nutrisi daging, keadaan air, pH, potensi oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi pengahalang atau penghambat; (b). Faktor ekstrinsik, misalnya temperatur, kelembaban relatif, ada tidaknya oksigen dan bentuk atau kondisi daging (Fardiaz 1992). Temperatur merupakan faktor yang harus diperhatikan untuk mengatur pertumbuhan bakteri sebab apabila temperatur mencapai suhu optimum yaitu 37 °C, maka semakin besar pula tingkat pertumbuhannya. Demikian juga kadar pH ikut mempengaruhi pertumbuhan bakteri, hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH 7 dan tidak akan tumbuh pada pH 4 atau diatas pH 9. Setelah penyembelihan pH daging turun menjadi 5.6-5.8, pada kondisi ini bakteri asam laktat dapat tumbuh dengan baik dan cepat (Ramli 2001). Untuk berkembang biak, bakteri membutuhkan air, jika terlalu kering bakteri tersebut akan mati (Gibson 1996). Menurut Quinn et al. (2002), foodborne diseases yang disebabkan oleh organisme dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu infeksi makanan dan keracunan makanan. Infeksi makanan terjadi karena mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme dan dapat menimbulkan penyakit, sedangkan keracunan makanan tidak disebabkan tertelannya organisme hidup, melainkan akibat masuknya toksin atau substansi beracun yang disekresikan ke
7
dalam makanan. Organisme penghasil toksin tersebut mungkin mati setelah pembentukan toksin dalam makanan. Salah satu persyaratan dari kualitas daging ayam adalah bebas dari bakteri patogen. Banyak kasus penyakit yang disebabkan akibat cemaran bakteri patogen pada daging ayam. Baumler et al. (2000) menyatakan bahwa ditemukan penyakit yang disebabkan oleh Salmonella Enteritidis yang ditularkan melalui daging ayam, telur dan produk olahan dari ayam. Titik dan Rahayu (2007) melaporkan beberapa hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa ketidakamanan daging unggas dan produk olahannya di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor yaitu tingkat pengetahuan peternak, kebersihan kandang, serta sanitasi air dan pakan. Menurut Soeparno (1992) kontaminasi mikroba dapat terjadi melalui permukaan daging selama proses mempersiapkan daging, yaitu proses pembelahan karkas (pemotongan karkas), pendinginan, pembekuan, penyegaran daging beku, pembuatan produk daging olahan, pengawetan, pengepakan, penyimpanan, dan pemasaran. Proses pengeluaran jeroan memberikan banyak kesempatan bagi mikroba untuk mengkontaminasi daging, baik yang berasal dari usus maupun feses yang dapat dipindahkan dari karkas ke karkas melalui pisau, peralatan lain (kapak), dan tangan pekerja. Kontaminan tidak hanya terdapat pada bagian luar karkas, tetapi juga pada permukaan rongga karkas (Dirjennak 1992). Salmonella sp. Mikroba ini diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Bacteria
Filum
: Proteobacteria
Kelas
: Gamma Proteobacteria
Ordo
: Enterobacteriales
Famili
: Enterobactericeae
Genus
: Salmonella ( Anonim 2009) Genus Salmonella
pertama kali diperkenalkan oleh Daniel Elmer Salmon
seorang ahli patologi Amerika. Salmonella merupakan bakteri berbentuk batang langsing, tidak membentuk spora, memiliki flagela dan bersifat Gram negatif. Salmonella hanya memiliki dua spesies yaitu itu Salmonella bongori dan
8
Salmonella enterica dan mempunyai lebih dari 1800 serotipe yang semuanya bersifat patogen, dimana beberapa serotipe mempunyai induk semang spesifik (Anonim 2009).
Gambar 1 Salmonella sp. dilihat dengan mikroskop elektron (Anonim 2009). Salmonella enterica memiliki enam subspesies, yaitu Salmonella enterica subsp. Enterica, Salmonella enterica subsp. Salamae, Salmonella enterica subsp. Arizonae, Salmonella enterica subsp. Diarizonae, Salmonella enterica subsp. Houtenae, dan Salmonella enterica subsp. Indica (Anonim 2011). Jenis Salmonella yang menyerang manusia antara lain Salmonella thypi dan Salmonella paratyphi, jika terinfeksi akan menimbulkan tanda-tanda gangguan pencernaan serta deman tifus dan paratifus. Salmonella dublin menyerang ternak sapi, Salmonella abortus equi menyerang kuda, Salmonella thyphimurium terutama itik dan rodensia, sedangkan Salmonella pullorum dan Salmonella gallinarum menyerang ayam (Anonim 2004). Salmonella pullorum menyebabkan penyakit diare putih yang terjadi pada unggas. Penyakit ini bersifat sistemik akut pada ayam muda. Penyakit pullorum ini dapat menyebar secara vertikal yaitu unggas yang terinfeksi melalui transovarial dan secara horizontal yaitu unggas terinfeksi oleh unggas lain. Tanda klinis yang terlihat, biasanya pada anak ayam muda berumur 3 minggu yaitu terlihat berak putih dan kematian pada anak ayam tidak lama setelah menetas. Untuk mengendalikan penyebaran penyakit pullorum dapat dilakukan dengan cara menghilangkan unggas yang terinfeksi. Salmonella sp. memerlukan kondisi seperti suhu, pH dan kelembaban yang sesuai untuk hidup dan berkembangbiak. Salmonella dapat tumbuh antara suhu 6.7-45 °C, sedangkan suhu optimum untuk berkembangbiak adalah 37 °C
9
(Frazier dan Westhood 1978). Menurut Christie dan Christie (1977) Salmonella sp. berhenti berkembangbiak pada suhu 5 °C, sedangkan pada suhu 55 °C masih dapat hidup selama 1 jam dan pada suhu 60 °C selama 15-20 menit, kecuali Salmonella senftenberg dapat bertahan hidup sampai suhu 71.1 °C.
Frazier
(1978) menyatakan bahwa Salmonella sp. dalam daging ayam tidak berkembang biak pada suhu 6.7-7.8 °C, sedangkan pada masakan salad, daging babi, dan dalam “custard” (campuran susu, telur, dan gula yang dimasak) Salmonella sp. masih dapat berkembang biak pada suhu di atas 10 °C. Habitat utama Salmonella sp. pada tubuh penderita adalah di dalam saluran pencernaan. Selain dari pada itu Salmonella sp. juga dapat ditemukan pada bagian tubuh lainnya dari penderita, seperti kelenjar limfe, limpa, hati, empedu, jantung, paru-paru, urat daging, sumsum tulang, dan periosteum. Salmonella sp. yang menyerang alat reproduksi pada kuda dapat menyebabkan abortus khususnya pada unggas akan menginfeksi ovarium dan ova-nya. Menurut Hariyadi (2005), Salmonella sp. merupakan bakteri indikator keamanan pangan, artinya karena semua serotipe Salmonella sp. yang diketahui di dunia ini bersifat patogen, sehingga adanya bakteri ini dalam pangan dianggap membahayakan kesehatan. Salmonella sp. menyebabkan penyakit yang biasa disebut dengan salmonellosis. Salmonellosis bersifat zoonosis artinya penyakit ini dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Salmonella sp. menular ke manusia melalui bahan pangan yang berasal dari hewan ternak yang terinfeksi oleh bakteri tersebut (Tarmudji 2008). Salmonella sp. yang
tertelan biasanya gejala tidak akan langsung
dirasakan penderita, akan terdapat masa jeda yang merupakan masa inkubasi dari Salmonella sp. penyebab penyakit tersebut. Masa jeda ini dapat bervariasi mulai dari beberapa jam hingga beberapa hari, bergantung pada jumlah Salmonella yang tertelan. Selama masa inkubasi, Salmonella sp. bergerak masuk melalui perut menuju usus, menempel pada sel-sel pelapis usus dan mulai berkembang biak (membelah diri). Beberapa Salmonella sp. tetap tinggal di dalam usus, beberapa lagi mulai menyerang jaringan tubuh yang lebih dalam. Banyaknya jenis mikroba yang dapat menyebabkan diare, demam dan nyeri perut, menyulitkan dalam proses mendiagnosis. Oleh karena itu, untuk menentukan Salmonella sp. sebagai
10
penyebabnya harus melalui uji laboratorium dan terdeteksi adanya bakteri tersebut, selanjutnya dilakukan serotipe untuk menentukan tipe spesifik yang patogen (Tarmudji 2008).