TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Asal Usul Pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group) Pisang (Musa sp.) merupakan spesies yang berasal dari Asia Tenggara (Suyanti dan Ahmad, 1999). Menurut sejarah, pisang disebarkan ke Afrika Barat, Amerika Selatan, dan Amerika Tengah oleh para penyebar agama Islam. Selanjutnya menyebar ke seluruh dunia, meliputi daerah tropis dan subtropis. Negara-negara penghasil pisang yang terkenal diantaranya adalah: Brasilia, Filipina, Panama, Honduras, India, Equador, Thailand, Karibia, Columbia, Mexico, Venezuela, dan Hawai. Indonesia merupakan negara penghasil pisang nomor empat di dunia. Iklim tropis yang sesuai serta kondisi tanah yang banyak mengandung humus memungkinkan tanaman pisang tersebar luas di Indonesia. Saat ini, hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil pisang (Meylya, 2008). Pisang termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, keluarga Musaceae. Pisang merupakan tanaman semak yang berbatang semu (pseudostem), tingginya bervariasi antara 1-4 meter, tergantung jenis. Daun pisang letaknya menyebar, lembaran daun berbentuk lanset memanjang dengan bagian bawahnya berlilin. Daun ini diperkuat oleh tangkai daun yang panjangnya antara 30-40 cm. Daun pisang mudah sekali robek oleh hembusan angin yang kencang karena tidak mempunyai tulang-tulang pinggir yang menguatkan lembaran daun. Batang sejati terletak di dalam tanah. Pada bagian atas batang sejati terdapat titik tumbuh yang menghasilkan daun dan akan membentuk buah pisang (jantung) sedangkan batang yang berdiri tegak di atas tanah yaitu batang semu (Suyanti dan Ahmad, 1999). Berbagai jenis pisang memiliki kandungan gizi berbeda dalam komposisi nilai nutrisi. Pada setiap 100 g bagian buah matang yang dapat dimakan kira-kira terkandung: 70 g air, 1.2 g protein, 0.3 g lemak, 27 g karbohidrat, dan 0.5 g serat. Buah pisang kaya akan kalium (400 mg/100 g bobot) dan banyak digunakan dalam diet rendah lemak, kolesterol, dan garam. Pisang merupakan sumber bagi vitamin C dan vitamin B6, dengan sedikit sekali vitamin A, tiamina, riboflavin,
5
dan niasina. Nilai energi pisang matang berkisar antara 275 kJ dan 465 kJ/100 g (Verheij dan Coronel, 1997). Berdasarkan cara mengkonsumsinya, pisang dapat digolongkan kedalam dua golongan besar yaitu pisang yang dikonsumsi segar atau banana (Musa sp. var. sapientum) dan pisang yang dikonsumsi dengan diolah terlebih dahulu atau plantain (Musa sp. var. typica). Pisang yang termasuk kedalam golongan banana berasal dari tetua Musa acuminata. Contoh pisang yang masuk ke golongan ini yaitu pisang Raja, pisang Ambon, dan pisang Mas, sedangkan pisang dari golongan plantain berasal dari tetua Musa balbisiana. Contoh pisang yang masuk ke golongan ini yaitu pisang Kepok, pisang Tanduk, dan pisang Nangka (Samson, 1986). Pisang mempunyai genom triploid, termasuk pisang Raja Bulu. Salah satu genom tersebut yaitu jenis Musa sp. AAB Group. Jenis ini mempunyai nilai komersil dan biasanya diprioritaskan untuk konsumsi. Jenis genom lain yaitu Musa sp. AAA Group. Contoh pisang yang tergolong genom tersebut yaitu pisang cavendish (Simmond and Stover, 1987). Pisang Raja Bulu atau dikenal dengan pisang Raja termasuk buah yang dapat digunakan sebagai buah meja dan bahan baku produk olahan atau campuran dalam pembuatan kue. Rasa daging buah manis dan aromanya kuat, namun kulit agak tebal sehingga bagian yang dapat dimakan (edible part) hanya 75%. Saat matang, warna kulit buahnya kuning berbintik coklat atau kuning merata serta warna daging buah kuning kemerahan. Pisang Raja memiliki nilai jual yang tinggi terutama di pulau Jawa. Pisang ini cocok untuk diolah menjadi sari buah, dodol, dan sale (Prabawati et al., 2009).
Teknik-Teknik Memperpanjang Umur Simpan dan Mutu Buah Pisang Memperpanjang daya simpan buah pisang berarti mempertahankan buah pisang tetap segar, sehat, dan berwarna hijau serta bertujuan untuk pengaturan distribusi atau pemasaran. Hal ini antara lain dicapai dengan memanipulasi kondisi lingkungan dengan cara memberikan suhu rendah yang sesuai (tidak menyebabkan chilling injury) dan mengendalikan komposisi udara lingkungan. Kondisi lingkungan dengan suhu rendah akan menekan aktivitas biologis buah, menekan pertumbuhan mikroorganisme perusak, menekan penguapan air dari
6
buah akibat pengurangan perbedaan suhu buah dengan suhu lingkungan, dan mempertahankan kelembaban tinggi pada ruang penyimpanan (Thompson, 1985). Upaya untuk memperpanjang masa simpan buah pisang telah dilakukan dan hasilnya menunjukkan bahwa suhu penyimpanan sangat mempengaruhi pematangan, semakin rendah suhu penyimpanan maka semakin lama buah menjadi matang (Murtiningsih, 1998). Kualitas (mutu) produk hortikultura sangat penting karena dapat mencerminkan nilai komoditi tersebut. Kualitas komoditi hortikultura merupakan kombinasi dari karakteristik, atribut, sifat yang memberikan nilai terhadap komoditi sebagai makanan (buah dan sayuran), dan untuk kesenangan atau ornamental (Kader, 1992). Secara keseluruhan kualitas buah dipengaruhi oleh penampilan (ukuran, bentuk, warna, kilapan dan cacat), tekstur (kekerasan, kelembutan, dan serat),
flavour (rasa dan aroma), nilai nutrisi (karbohidrat,
lemak, protein, vitamin, dan mineral), dan keamanannya yaitu keamanan dari kandungan senyawa toksik dan mikroba (Kader, 1992). Sedangkan menurut Santoso dan Purwoko (1995) kualitas buah dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor lingkungan pra panen, pemanenan, perlakuan pasca panen dan interaksi dari berbagai faktor. Kualitas (mutu) buah pisang ditentukan dari derajat ketuaan, kebersihan, bentuk, ada tidaknya buah dempet atau buah yang lepas, serta terkena hama atau penyakit. Pisang umumnya dipanen apabila pada sisir pertama dari tandan sudah terdapat 1-2 buah yang menguning. Pada saat itu pertumbuhan buah sudah mencapai atau mendekati maksimum. Sisir buah masih berwarna hijau, namun proses pematangan (ripening process) masih akan berlanjut sesudah proses pemetikan karena pisang termasuk kelompok klimakterik. Tingkat kematangan buah pisang ditandai dari warnanya. Menurut Kader (2008) derajat kekuningan kulit buah tersebut dinilai dengan angka antara 1 sampai 8. Nilai derajat kekuningan kulit buah tersebut adalah: (1) Hijau; (2) Hijau dengan sedikit kuning; (3) Hijau kekuningan; (4) Kuning lebih banyak dari hijau; (5) Kuning dengan ujung hijau; (6) Kuning penuh; (7) Kuning dengan sedikit bintik coklat; (8) Kuning dengan bercak coklat lebih luas.
7
Teknik yang telah digunakan untuk memperpanjang masa simpan, kesegaran buah, dan pencegahan senesen buah pisang antara lain pemanfaatan secara komersial termasuk penyimpanan pada atmosfir terkendali, atmosfir termodifikasi, penyimpanan pada suhu rendah, penggunaan radiasi, dan penggunaan berbagai bahan kimia (Efendi, 2005). Teknik penyimpanan suhu rendah merupakan teknik sederhana dan efektif dalam mempertahankan kesegaran buah. Suhu rendah menurunkan laju reaksi oksidasi selama respirasi. Secara umum kenaikan suhu penyimpanan sebesar 10o C akan mengakibatkan naiknya laju respirasi sebesar 2-2.5 kalinya (Kays, 1991). Penyimpanan pisang Raja Sereh dengan teknik MAS CO2 2-5%, O2 2-4% pada suhu 14-15oC, dengan RH 85-95% + KMnO4 dapat memperpanjang umur simpan sampai dengan 26 hari sementara pada suhu kamar umur simpan hanya bertahan 4 hari (Eliyasmi dalam Sholihati, 2004). Teknik penyimpanan lain yaitu pemberian KMnO4. Kalium permanganat merupakan salah satu bahan yang efektif untuk menyerap etilen. Pisang „Klu Khai‟ yang disimpan dalam kemasan polietilen pada suhu 25oC dengan penyerap etilen KMnO4, masa simpannya lebih lama 6 hari bila dibandingkan kontrol (Pantastico et al., 1989).
Sifat-Sifat Etilen Etilen (C2H4) merupakan senyawa hidrokarbon tidak jenuh dengan rumus molekul CH2 = CH2. Dengan adanya ikatan rangkap ini, molekul etilen menjadi aktif, dapat mengalami adisi, polimerisasi maupun oksidasi untuk berubah menjadi senyawa lain dan turunannya. Umumnya etilen digunakan sebagai bahan polimer, fiber, resin, anti beku dan surfaktan. Etilen dalam temperatur kamar berbentuk gas, tidak berwarna, berbau harum, larut dalam etil alkohol, eter, aseton dan benzen (Kirk dan Othmer (1994) dalam Susanta, 2009). Etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberelin dan sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimakterik (Abidin, 1985).
8
Pengertian lain etilen adalah suatu gas yang dapat digolongkan sebagai zat pengatur pertumbuhan (fitohormon) yang aktif dalam pematangan. Etilen tergolong hormon karena dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobile dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Proses pematangan juga diatur oleh hormon lain diantaranya auksin, sitokinin, giberelin, dan asam absisat. Auksin berperan dalam pembentukan etilen, tetapi auksin juga menghambat pematangan buah. Sitokinin dapat menghilangkan perombakan protein, giberelin menghambat perombakan klorofil dan menunda penimbunan karotenoid-karotenoid. Asam absisat menginduksi enzim penyusun karotenoid (Wattimena, 2010).
Peranan Etilen pada Pematangan Buah Perubahan fisiologi yang terjadi selama proses pematangan adalah terjadinya proses respirasi klimakterik. Etilen mempengaruhi respirasi klimaterik melalui dua cara, yaitu: (1) Etilen mempengaruhi permeabilitas membran, sehingga permeabilitas sel menjadi besar. Hal ini mengakibatkan proses pelunakan sehingga metabolisme respirasi dipercepat; (2) Selama klimaterik, kandungan protein meningkat dan diduga etilen lebih merangsang sintesis protein pada saat itu. Protein yang terbentuk akan terlihat dalam proses pematangan dan proses klimaterik akibatnya terjadi peningkatan enzim-enzim respirasi (Wereing dan Philips, 1970). Etilen adalah zat yang secara alami berperan sangat penting pada proses fisiologi pasca panen, baik yang bersifat menguntungkan maupun yang merugikan. Etilen berperan dalam mempercepat senesen dan menurunkan umur simpan atau kesegaran buah-buahan, memicu respirasi klimakterik, mempercepat dan menyeragamkan pemasakan (Kader, 1985; Kays, 1997 dalam Efendi, 2005). Perlakuan pada buah dengan menggunakan etilen pada konsentrasi yang berbeda akan mempengaruhi proses pematangan buah. Proses pematangan buah sering dihubungkan dengan rangkaian perubahan yang dapat dilihat, yaitu: warna, aroma, konsistensi, dan flavour (rasa dan bau) (Pantastico et al., 1989). Perpaduan sifat-sifat tersebut akan mendukung buah-buahan enak untuk dimakan. Kecepatan pematangan buah terjadi karena zat tumbuh mendorong pemecahan tepung dan penimbunan gula (Fatkhomi, 2009).
9
Klimaterik merupakan fase peralihan dari proses pertumbuhan menjadi layu, meningkatnya respirasi tergantung pada jumlah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein dan RNA (Heddy, 1989). Proses klimaterik dan pematangan buah disebabkan adanya perubahan kimia yaitu adanya aktivitas enzim piruvat dekanoksilase yang menyebabkan kenaikan jumlah asetaldehid dan etanol sehingga produksi CO2 meningkat (Fatkhomi, 2009). Klimaterik diartikan sebagai suatu keadaan autostimulation dalam buah sehingga buah menjadi matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi (Hall, 1984). Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah. Buah klimakterik adalah buah yang memiliki tingkat respirasi yang tinggi dan produksi etilen endogen yang cukup besar untuk pematangan buah, sedangkan buah non klimakterik adalah buah yang tingkat respirasi dan produksi etilennya rendah. Pisang termasuk buah klimakterik (Kader, 1992; Zimmerman,1961). Perubahan warna buah dapat terjadi akibat proses-proses perombakan maupun proses sintetik, atau keduanya. Pisang berwarna kuning karena hilangnya klorofil tanpa atau sedikit pembentukan zat karotenoid. Pelunakan buah disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut, atau hidrolisis zat pati (seperti buah waluh) atau lemak (pada alpukat). Perubahan komponen-komponen buah ini diatur oleh enzim-enzim antara lain enzim hidroltik, poligalakturokinase, metil asetate, dan selullose. Rasa atau flavour adalah suatu yang halus dan rumit yang ditangkap indera yang merupakan kombinasi rasa (manis, asam, sepet), bau (zat-zat atsiri), dan terasanya pada lidah. Dalam proses pematangan terjadi peningkatan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang mengurangi rasa sepet dan masam, serta kenaikan zat-zat atsiri yang memberi flavour khas pada buah (Pantastico et al., 1989). Peranan etilen dalam pematangan buah dapat menentukan penggunaannya dalam industri pematangan buah, sehingga dalam usaha penyimpanan buahbuahan produksi dan aktifitas etilen dikendalikan. Salah satu cara untuk mempercepat kematangan buah dan menyeragamkan kematangan buah yaitu dengan pemeraman etilen (Suyanti dan Ahmad, 1999).
10
Etilen adalah senyawa yang larut di dalam lemak sedangkan membran dari sel terdiri dari senyawa lemak. Oleh karena itu, etilen dapat larut dan menembus kedalam membran mitokondria. Apabila mitokondria pada fase pra klimakterik direaksikan kemudian ditambah etilen, terjadi pengembangan volume yang akan meningkatkan permeabilitas sel sehingga bahan-bahan dari luar mitokondria akan masuk. Dengan perubahan-perubahan permeabilitas sel akan memungkinkan interaksi yang lebih besar antara substrat buah dengan enzim-enzim pematangan (Solomos dan Laties, 1976).
Bahan Oksidator Etilen (Kalium Permanganat) Kalium Permanganat (KMnO4) merupakan salah satu bahan oksidator etilen. Dengan terserapnya etilen maka proses pemasakan atau pematangan buah dapat dihambat. Studi pada buah pisang Raja Bulu menunjukkan bahwa perlakuan dengan kalium permanganat dapat menunda kematangan dan kesegaran buah mencapai 21 hari pada suhu ruang. Kalium Permanganat (KMnO4) berfungsi untuk mengoksidasi etilen menjadi CO2 dan H2O sehingga buah-buahan yang dihasilkan selama proses pematangan buah dapat menahan laju respirasi buah (Sholihati, 2004). Kalium permanganat merupakan penyerap etilen yang paling banyak digunakan karena harganya murah dan mudah didapat. Senyawa KMnO4 dapat merusak etilen karena merupakan zat pengoksidasi yang kuat. Keunggulan KMnO4 dibandingkan dengan penyerap etilen lain yaitu tidak menguap dan dapat meminimalisasi kerusakan bahan kimia (Wills et al.,1989). Menurut Hein dalam Diennazola (2008), senyawa KMnO4 merupakan oksidator kuat yang dapat memecah ikatan rangkap etilen dan membentuk etilen glikol, mangan (II) oksida dan KOH dengan reaksi sebagai berikut : C2H4 + KMnO4 + H2O (Etilen)
C2 H4(OH)2 + MnO2 + KOH (Etilen Glikol) (Mangan (II) Oksida)
Cara lain untuk menunda kematangan pisang Raja Bulu dalam bentuk tandan adalah menggunakan kantong plastik Polietilen (PE) dengan ketebalan 0.07 mm, tiap sisir diberi pellet penyerap etilen dengan 192 lubang jarum pada kantong. Pellet pengikat etilen yang terbuat dari campuran abu sekam dan tanah
11
liat 1:1 tersebut telah diresapi larutan KMnO4 jenuh (Sjaifullah dan Dondy, 1991). Rocha, et al. (2009) melaporkan pengaruh penggunaan KMnO4 dengan penyimpanan suhu dingin terhadap pascapanen pada pisang „Prata‟. Penyimpanan menggunakan kantong plastik Polietilen (PE) dengan suhu 16.5oC dan pemberian 0.25 dan 0.375 gr KMnO4/kg dapat memperpanjang daya simpan buah hingga 25 hari, sementara pada kontrol mengalami pemasakan lebih awal. Menurut penelitian Sholihati (2004) kontak langsung antara KMnO4 dengan produk harus dihindari, karena bentuknya yang cair dapat merubah warna buah sehingga mempengaruhi penampilan produk. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi lebih lanjut tentang bahan pembawa tersebut. Selanjutnya Jannah (2008) melaporkan bahwa penggunaan zeolit dan ethylene-block komersial dapat memperpanjang umur simpan pisang Raja Bulu 7 hari lebih lama dibandingkan dengan kontrol. Penggunaan pelet yang terbuat dari campuran tanah liat dan sekam dengan perbandingan 1:1 yang kemudian dicelupkan ke dalam KMnO4 20% dapat memperlambat pematangan buah pisang (Lukum, 2009). Selanjutnya penggunaan campuran tanah liat dan KMnO4 sebagai bahan penyerap etilen dapat memperpanjang umur simpan lebih lama dibandingkan dengan perlakuan tanpa bahan penyerap etilen (kontrol). Perlakuan bahan penyerap etilen sebanyak 50 g bahan oksidator etilen (46.25 g tanah liat + 3.75 g KMnO4) untuk setiap 1.03 kg buah pisang Raja Bulu dapat dipertahankan 9 hari lebih lama dibandingkan kontrol serta mampu mempertahankan warna kulit buah dan mengurangi terjadinya susut bobot dibandingkan dengan bahan penyerap etilen 10 g dan 30 g (Kholidi, 2009).