Pengolahan Air Sungai Menjadi Air Layak Konsumsi Menggunakan Kulit Pisang Raja Bulu (Musa paradica) 1
Ferli S. Irwansyah1; Susan Susanti1; Neneng Windayani1 Program Studi Pendidikan Kimia, UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kondisi massa optimum koagulan terhadap pH dan kekeruhan pada pengolahan air sungai Cisangkuy menjadi air domestik nonkonsumsi serta menganalisis karakteristiknya sebelum dan sesudah pengolahan menjadi air domestik nonkonsumsi dengan menggunakan adsorben dari kulit pisang raja bulu (Musa paradica). Tahapan dalam penelitian ini terbagi menjadi beberapa bagian, tahap pertama adalah menganalisis air sungai sebelum perlakuan apapun dengan paramater pH, bau, kekeruhan, kesadahan, kadar besi, mangan dan kadmium. Tahap kedua adalah menentukan optimasi koagulan dari kulit pisang raja bulu (Musa paradica) dan tahap ketiga adalah melakukan penyaringan air sungai melalui media filtrasi. Analisa karakteristik air sungai Cisangkuy dengan parameter bau, pH, kekeruhan, kesadahan, mangan, besi, dan kadmium setelah dibandingkan hasilnya dengan analisa air sungai sebelum pengolahan, semua hasilnya menunjukan penurunan, dan memenuhi baku mutu yang berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Th. 2001. Adapun persen penurunan dari setiap parameter, yaitu kekeruhan 87.50%, pH 25.4%, kesadahan 24.28%, Fe 95.55%, Mn 70.51%, dan Cd 98.50%. Kata kunci: air sungai, absorben, Musa paradica.
1.
Pendahuluan
Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan, sedangkan untuk kebutuhan dan ketersediannya cenderung mengalami peningkatan seiring dengan berjalannya waktu serta pesatnya pertambahan penduduk (Halil, 2010: 38). Bagi manusia air berperan dalam kegiatan pertanian, industri, dan pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Air yang digunakan harus memenuhi syarat dari segi kualitas maupun kuantitasnya (Kusnaedi, 2010: 5). Namun belakangan ini, kualitas dan kuantitasnya menurun, karena disebabkan oleh banyaknya perkembangan industri dan pemukiman yang mengancam kelestarian air bersih. Masalah yang perlu menjadi perhatian adalah menurunnya kualitas lingkungan hidup yang ditandai dengan meningkatnya pencemaran air (Farida & Ramdhani, 2014: 196). Di Indonesia penduduk yang masih bergantung pada air alam banyak tersebar di seluruh pelosok. Bahkan diantara mereka juga menggunakan air yang tidak berkualitas. Keterbatasan penyediaan air bersih yang memenuhi syarat itu memacu perlu adanya teknologi tepat guna untuk mengolah air yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan (Kusnaedi, 2010: 5). Air permukaan yang dimanfaatkan oleh manusia untuk kebutuhan salah satunya adalah air sungai. Sungai adalah salah satu sumber air yang mempunyai fungsi sangat penting bagi kehidupan dan
1
Irwansyah, Susanti, & Windayani
Jurnal Perspektif Vol. 01; No. 01; 2017; 1-10
penghidupan masyarakat (Sastrawijaya, 2009: 24). Kemanfaatan terbesar sebuah sungai adalah untuk irigasi pertanian, bahan utama air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk dijadikan objek wisata sungai. Di Indonesia saat ini terdapat 5.950 DAS (daerah aliran sungai) (Halil, 2010: 36). Berbagai aktivitas penggunaan lahan di wilayah daerah aliran sungai seperti aktivitas permukiman, pertanian dan industri diperkirakan telah mempengaruhi kualitas air sungai. Perubahan tata guna lahan yang ditandai dengan meningkatnya aktivitas domestik, pertanian dan industri akan mempengaruhi dan memberikan dampak terhadap kondisi kualitas air sungai terutama aktivitas domestik yang memberikan masukan konsentrasi BOD terbesar ke badan sungai. Selain itu kualitas air sungai cenderung menurun disebabkan karena salah satu faktornya adalah pencemaran, contohnya seperti buangan industri, limbah cair rumah tangga, dan buangan cair dari peternakan dan pertanian. Air yang tercemar mengakibatkan terganggunya ekosistem karena akan mematikan hewan air dan kadar oksigen dalam air (Srikandi, 1992: 30). Saat ini banyak sungai-sungai yang dijadikan tempat pembuangan sampah dan limbah, sehingga saat ini kondisi air sungai tidak layak untuk digunakan untuk kebutuhan hidup manusia. Dan pada musim kemarau banyak terjadi kelangkaan air bersih. Oleh karena itu, kegunaan air sungai sebagai sumber air untuk kebutuhan hidup manusia memerlukan adanya pengolahan atau penanganan khusus terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan, karena banyaknya pencemaran yang terjadi dan tingginya konsentrasi bahan-bahan pencemar yang masuk kedalam sungai diantaranya pH, TSS, kekeruhan, bau, rasa, BOD, zat organik, kandungan logam berat, dan sebagainya (Mukono, 2000: 51). Alternatif yang dikembangkan untuk menangani limbah dapat digunakan berbagai metoda, diantaranya model fisik, model kimia, dan model biologi (Hernaman, et. al., 2015: 514) Berdasarkan kandungan dalam air sungai, banyak sekali materi yang berbahaya di dalamnya. Oleh karena itu, supaya mengurangi pencemarannya diterapkan salah satu metode sederhana dan efisien serta mampu mengoptimumkan dalam kekeruhan, pH, logam berat, dan zat organik yang ada pada air sungai yaitu dengan metode menggunakan adsorben dari kulit pisang raja bulu (Musa paradica) yang di dalamnya menggunakan ijuk, pasir aktif, karbon aktif, batuan zeolit dan kulit pisang raja bulu (Musa paradica). Kulit pisang merupakan bahan buangan atau limbah buah pisang yang cukup banyak jumlahnya. Umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi dan kerbau. Pengolahan air sungai dengan menggunakan kulit pisang telah dikembangkan untuk menghilangkan atau mengurangi logam berat pada air sungai. Salah satunya pada air sungai Cikapundung, hasil pemantauan sebelumnya air sungai tersebut telah tercemar logam berat. Berdasarkan hal tersebut maka dibuat alat penyaring sederhana untuk menyerap logam berat dengan menggunakan kulit pisang. Untuk mengetahui perubahan kandungan logam hasil penyaringan maka dilakukan uji menggunakan AAS. Diperoleh hasil berbagai kandungan logam Cr, Pb, Cd, Co dan Cu jauh dari standar kualitas air bersih. Maka dari itu dilakukan pengujian dengan menggunakan penyaring kulit pisang dan diperoleh hasil konsentrasi dari setiap logamnya, yaitu Cr 0,0265 ppm, Pb 0,0122 ppm, Cd 0,0025 ppm, Co 0,0525 ppm , dan Cu 0,0084 ppm. Dari percobaan tersebut dapat dilihat pengaruh dari kulit pisang mampu mengurangi kandungan logam berat dalam air sungai (Devi, et. al., 2012: 118).
2
www.perspektif.uinsgd.ac.id
Jurnal Perspektif Vol. 01; No. 01; 2017; 1-10
2.
Irwansyah, Susanti, & Windayani
Metodologi
Tahapan dalam penelitian ini terbagi menjadi beberapa bagian, tahap pertama adalah melakukan analisis air sungai sebelum perlakuan apapun dengan paramater yang telah ditentukan, diantaranya pH, bau, kekeruhan, kesadahan, besi, mangan dan kadmium. Tahap kedua adalah penelitian pendahuluan yang di dalamnya terdapat penentuan optimasi koagulan dan kulit pisang raja bulu (Musa paradica). Tahap ketiga adalah penelitian utama, yaitu melakukan penyaringan air sungai melalui media filtrasi sederhana. Hasil penelitian yang berupa air bersih nonkonsumsi tersebut selanjutnya dilakukan analisis produk dengan parameter yang sama pada tahap pertama, yang di dalamnya menganalisis secara fisika dan kimia. Air sungai yang digunakan dalam penelitian ini yaitu air sungai Cisangkuy yang diambil dari Daerah Bandung Jl. Raya Dayeuh Kolot Banjaran Kab. Bandung. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan purporsive sampling, didasarkan atas kebutuhan untuk memperoleh kualitas pengolahan air bersih nonkonsumsi yang terbaik (Arikunto: 2010: 183). Prosedur penelitian ini meliputi beberapa bagian, yaitu tahap pertama meliputi prosedur sebelum pengolahan, dan tahap kedua meliputi kegiatan pendahuluan, penelitian utama, analisis produk. a. Penelitian sebelum pengolahan Penelitian tahap pertama ini bertujuan untuk mengetahui hasil pengukuran beberapa parameter sebelum pengolahan, yang akan dibandingkan dengan hasil pengukuran setelah pengolahan. b. Penelitian pendahulan Penelitian pendahuluan dilakukan dua tahap, yaitu: (1). Penentuan optimasi koagulan Penentuan optimasi koagulan ini menggunakan bahan KAl(SO4)2.12H2O dengan dosis masing-masing 10 mg, 20 mg, dan 30 mg dengan volum sampel masing-masing 200 mL. Setelah itu dilakukan pengukuran pH dan kekeruhannya pada masing-masing dosis variasi. (2). Penentuan optimasi kulit pisang raja bulu (Musa paradica) terhadap logam kadmium. Penentuan optimasi ini dilakukan pada salah satu bahan media filtrasi yaitu kulit pisang raja bulu (Musa paradica). Setelah itu dilakukan analisis beberapa parameter diantaranya pH, kekeruhan, dan kadar logam kadmium. c. Penelitian Utama Penelitian utama dilakukan berdasarkan kondisi terbaik dari penelitian pendahuluan. Setelah itu dianalisis semua parameter yang ditentukan seperti sebelum pengolahan dan hasilnya dibandingkan, maka akan diketahui efektifitas dari pengolahan air sungai menjadi air domestik nonkonsumsi dengan menggunakan adsorben dari kulit pisang raja bulu (Musa paradica) tersebut. d. Analisis Produk Analisis yang dilakukan terhadap produk terdapat dua analisis, yaitu pertama analisis kimia di dalamnya terdapat penentuan derajat keasaman (pH), kesadahan dengan titrasi metode kompleksometri, mangan, besi dan kadmium dengan menggunakan alat pengukur logam AAS, kedua analisis fisika yaitu menguji kekeruhan dengan menggunakan alat turbidimeter, bau. Pembahasan dilakukan dengan menganalisis fakta-fakta empiris hasil penelitian, dan kemudian diverifikasi dengan menggunakan konsep verifikasi hasil penelitian yang direkomendasikan oleh Ramdhani & Ramdhani (2014).
www.perspektif.uinsgd.ac.id
3
Irwansyah, Susanti, & Windayani
3.
Jurnal Perspektif Vol. 01; No. 01; 2017; 1-10
Hasil dan Pembahasan
Penentuan Optimasi Massa Koagulasi terhadap pH dan Kekeruhan a.
Uji pH Tabel 1. Hasil uji pH setelah penambahan tawas dan NaOH 1N No
pH
Pengolahan
1
Dosis tawas
2
Penambahan NaOH 1N
10 mg 20 mg 30 mg 3 tetes 5 tetes 6 tetes
Sebelum 5,9 5,9 5,9 3,7 3,5 3,3
Sesudah 3,7 3,5 3,3 6,9 7,2 7,0
Melihat data tersebut setelah ditambahkan tawas (KAl(SO4)2.12H2O) pH masing-masing sampel menjadi menurun, hal ini disebabkan karena pada (KAl(SO4)2.12H2O) itu sendiri mengandung Al, K dan Sulfat yang biasanya menyebabkan zat asam sehingga pada sampel tersebut menjadi asam. Al2SO4(s) + 6 H2O(l) 2Al ( OH )3(s) + 6 H+(aq) + SO42-(aq)
…(1)
Pada reaksi tersebut menyebabkan pembebasan ion H+ dengan kadar yang tinggi ditambah oleh adanya ion Alumunium. (KAl(SO4)2.12H2O) itu sendiri merupakan salah satu jenis tawas (alum kalium) pada kelompok garam rangkap berhidrat berupa kristal dan bersifat isomorf. Kristal tawas ini cukup mudah larut dalam air dan kelarutannya berbeda-beda tergantung pada jenis logam dan suhu. Alum kalium merupakan senyawa yang tidak berwarna dan mempunyai bentuk kristal oktahedral atau kubus. Ketika kalium sulfat dan aluminium sulfat keduanya dilarutkan dan didinginkan, larutan alum kalium tersebut bersifat asam. Alum kalium sangat larut dalam air panas, ketika kristalin alum kalium dipanaskan terjadi pemisahan secara kimia dan sebagian garam yang terdehidrasi terlarut dalam air. Maka dari itu masing-masing sampel ditambahkan larutan NaOH 1N untuk menaikkan pHnya kembali.
b.
Uji kekeruhan Tabel 2. Hasil uji Kekeruhan setelah penambahan tawas (KAl(SO4)2.12H2O). Sampel 1 2 3
Dosis tawas 10 mg 20 mg 30 mg
Hasil Sebelum 72 NTU 72 NTU 72 NTU
Setelah 20 NTU 16 NTU 13 NTU
Hasil pemeriksaan uji kekeruhan air sungai Cisangkuy sebelum dan sesudah diberi perlakuan tawas (KAl(SO4)2.12H2O) dengan optimasi massa tawas 10, 20 dan 30 mg untuk masingmasing sampel 1, 2 dan 3 dapat dilihat pada tabel 4.2. Pada Tabel 4.2 pemeriksaan tersebut
4
www.perspektif.uinsgd.ac.id
Jurnal Perspektif Vol. 01; No. 01; 2017; 1-10
Irwansyah, Susanti, & Windayani
memperlihatkan bahwa penurunan kekeruhan terus terjadi akibat adanya penambahan koagulan dengan dosis yang semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena pengotor-pengotor atau koloid air sungai tersebut bermuatan negatif sedangkan koagulan tawas bermuatan positif, sehingga koloid dan koagulan tersebut saling tarik-menarik karena adanya perbedaan muatan tersebut dan membentuk flok – flok yang menyebabkan menurunnya nilai kekeruhan pada air sungai Cisangkuy (Citroreksoso, 2007: 40). Kekeruhan pada air sungai disebabkan karena adanya benda tercampur atau benda koloid didalam air sungai. Khususnya pada air sungai Cisangkuy banyak terdapat zat organik, tanah liat, lumpur, partikel-partikel kecil yang tersuspensi lainnya dan buangan pabrik. Setelah mendapatkan perlakuan dengan ditambahkannya tawas, maka kekeruhan air sungai Cisangkuy dapat diturunkan sampai pada batas kadar maksimal yang diperbolehkan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Th. 2001, menyatakan bahwa kadar maksimum kekeruhan yang diperbolehkan untuk air bersih adalah maksimal 25 NTU. Melihat dari data Tabel 1. dan 2 tentang uji pH dan kekeruhan serta pemaparannya, maka untuk massa optimasi koagulan dipilih yang dosisnya 10 mg. Alasan pemilihan dosis tersbut adalah karena masing-masing parameter sudah memenuhi baku mutu yang berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Th. 2001. Tabel 3. No
Data Hasil Pengamatan Uji Karakteristik Air Sungai Cisangkuy Sebelum dan Sesudah Pengolahan Parameter
1 2
Kekeruhan Bau
1
Keasaman (pH) Kesadahan (CaCO3) Besi (Fe) Mangan (Mn) Kadmium (Cd)
Satuan NTU -
Hasil Pengukuran 1 2 72 9 Agak berbau Tak berbau
Baku Mutu
Penurunan (%)
25 Tak berbau
87.50 -
6,0-9,0 500
25.40 24.28
0,3 0,1 0,01
95.55 70.51 98.50
KIMIA
2 3 4 5
mg CaCO3/L mg/L mg/L mg/L
5,9
7,4
224,5
170
0,6833 0,1587 0,2406
0,0304 0,0468 0,0036
KETERANGAN: Sampel: 1= Sebelum Pengolahan 2= Sesudah Pengolahan Baku Mutu Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Th. 2001
Dilihat dari Tabel 3. hasil pengamatan sebelum pengolahan apapun, dihasilkan karakteristik air sungai Cisangkuy diantaranya parameter fisika, yaitu bau dan kekeruhan. Sedangkan untuk parameter kimianya adalah pH, kesadahan, logam Mangan, Besi, dan Kadmium. a.
Bau Bau air sungai Cisangkuy aromanya berbau, hal ini karena air sungai tersebut telah bercampur buangan-buangan dari buangan rumah tangga, pabrik, pertanian, ganggang, dan hewan air baik yang hidup maupun sudah mati.
www.perspektif.uinsgd.ac.id
5
Irwansyah, Susanti, & Windayani
Jurnal Perspektif Vol. 01; No. 01; 2017; 1-10
b.
Kekeruhan Pada parameter kekeruhan dihasilkan sebesar 72 NTU nilai ini cukup tinggi, dimana hal ini sesuai dengan kondisi air sungai pada waktu pengambilan sampel yang berwarna gelap kekuning-kuningan. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel-partikel kecil yang tersuspensi lainnya (Sutrisno & Suciastuti, 2002: 31). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Th. 2001 menyatakan bahwa kadar maksimum kekeruhan yang diperbolehkan untuk air bersih adalah maksimal 25 NTU.
c.
pH Pada Tabel 1, diketahui pH sebesar 5,9 yang berarti air sungai tersebut memiliki pH asam. Pada baku mutu air bersih pH yang diperbolehkan adalah 6,0-9,0. Jika pH lebih kecil dari 6,0 dan lebih besar dari 9,0, maka dapat menyebabkan korosi pada pipa-pipa air dan dapat menyebabkan pula beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang mengganggu kesehatan (Sutrisno & Suciastuti, 2002: 33).
d.
Kesadahan Kesadahan air sungai Cisangkuy diperoleh sebesar 224,5 mg CaCO3/L, sedangkan pada baku mutu air bersih nilai kesadahan maksimumnya adalah 500 mg CaCO3/L. Hal ini berarti adanya ion Ca2+ dan Mg2+ dalam air sungai tersebut tidak tinggi. Tabel 4. Derajat kesadahan air berdasarkan kandungan kalsium karbonat. Derajat Kesadahan air lunak air agak sadah air sadah air sangat sadah (Fardiaz, 1992: 28).
CaCO3 (mg/L) <50 50-100 100-200 >200
Ion Ca2+ <2,9 2,9 – 5,9 5,9 -11,9 >11,9
Berdasarkan Tabel 4. air sungai Cisangkuy tergolong ke dalam air sungai yang sangat sadah, namun masih di bawah baku mutu nilai kesadahannya. e.
Mangan Pada pengujian logam Mangan diperoleh 0,1587 mg/L, sedangkan untuk baku mutu logam Mangan adalah 0,1 mg/L. Konsentrasi mangan yang lebih besar dari 0,1 mg/L, dapat menyebabkan rasa yang aneh pada minuman dan meninggalkan warna coklat pada pakaian cucian, dan dapat menyebabkan kerusakan pada hati (Sutrisno & Suciastuti, 2002: 37).
f.
Besi Pada parameter besi diperoleh 0,6833 mg/L, dan untuk baku mutu logam besi maksimumnya adalah 0,3 mg/ L. Konsentrasi logam ini dalam air yang melebihi ±2 mg/ L akan menimbulkan noda-noda pada peralatan dan bahan-bahan yang bewarna putih. Selain itu adanya logam ini dapat menimbulkan bau dan warna ada air minum, serta warna koloid pada air (Sutrisno & Suciastuti, 2002: 37).
g.
Kadmium Parameter terakhir yaitu pengujian logam berat kadmium, pada Tabel 4.4 diatas diperoleh konsentrasi kadmium sebesar 0,2406 mg/L. Konsentrasi tersebut cukup tinggi, karena konsentrasi maksimum kadmium pada baku mutu air bersih adalah 0,01 mg/L nilai yang
6
www.perspektif.uinsgd.ac.id
Jurnal Perspektif Vol. 01; No. 01; 2017; 1-10
Irwansyah, Susanti, & Windayani
sangat kecil. Konsumsi air minum dengan konsentrasi kadmium yang melebihi standar yang ditetapkan, akan menyebabkan unsur tersebut berakumulasi dalam jaringan tubuh sehingga dapat menimbulkan batu ginjal, gangguan lambung, kerapuhan tulang, dan pigmentasi gigi (Sutrisno & Suciastuti, 2002: 49).
Proses pengolahan air sungai menjadi air domestik nonkonsumsi Proses pengolahan air sungai menjadi air domestik nonkonsumsi merupakan proses utama dalam penelitian ini. Penelitian utama dilakukan berdasarkan kondisi terbaik dari penelitian pendahuluan. Setelah itu dianalisis semua parameter yang ditentukan seperti sebelum pengolahan dan hasilnya dibandingkan, maka akan diketahui efektifitas dari pengolahan air sungai menjadi air domestik nonkonsumsi dengan menggunakan adsorben dari kulit pisang raja bulu (Musa paradica) tersebut. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam alat filternya, yaitu batuan zeolit, ijuk, pasir aktif, arang aktif, dan kulit pisang raja bulu (Musa paradica). Bahan-bahan tersebut disusun dalam drum penyaringan sederhana meliputi: Lapisan 1: batuan zeolit Lapisan 2: ijuk Lapisan 3: arang aktif Lapisan 4: kulit pisang yang dipotong-potong Lapisan 5: ijuk Lapisan 6: pasir aktif Lapisan 7: batuan zeolit
Gambar 1. Rangkaian alat filter
Berdasarkan Tabel 3. hasil pengolahan air sungai Cisangkuy sebelum dan sesudah perlakuan hasil dari setiap parameter setelah dibandingkan semuanya menurun. Adapun persen penurunan dari setiap parameter, yaitu kekeruhan 87.50%, pH 25.4%, kesadahan 24.28%, Fe 95.55%, Mn 70.51%, dan Cd 98.50%. Hal itu terjadi karena sampel telah diberi perlakuan seperti pada proses pendahuluan, selanjutnya masuk ke dalam proses utama yaitu filter sederhana yang di dalamnya terdapat bahan-bahan yang telah dipaparkan di atas. Melalui rancangan alat tersebut air yang tidak layak digunakan bisa menjadi layak digunakan, karena bahan-bahan yang digunakan dalam filter
www.perspektif.uinsgd.ac.id
7
Irwansyah, Susanti, & Windayani
Jurnal Perspektif Vol. 01; No. 01; 2017; 1-10
tersebut mempunyai fungsinya masing-masing dalam menyaring air sungai sehingga bisa layak digunakan. Adapun fungsi dari masing-masing bahan tersebut, diantaranya: a.
Batuan Zeolit Menurut (Kusnaedi, 2010: 40) Zeolit adalah kristal alumino silikat dari unsur golongan IA dan IIA, seperti kalium, natruim, magnesium, dan kalsium. Secara kimia zeolit dapat ditulis dengan rumus M2/NO.Al2O3.ySiO2.wH2O, y adalah 2 atau lebih besar, N adalah valensi kation, dan w melambangkan air yang terkandung di dalamnya. Struktur zeolit adalah kompleks, yaitu polimer kristal anorganik didasarkan kerangka tetahedral yang diperluas tak terhingga dari AlO4 dan SiO4, serta dihubungkan satu dengan lainnya melalui pembagian bersama ion oksigen. Struktur kerangka ini mengandung saluran yang diisi oleh kation dan molekul air. Keberadaan atom Alumunium ini secara keseluruhan akan menyebabkan zeolit memiliki muatan negatif, yang menyebabkan zeolit mampu mengikat kation. Dengan demikian dapat digunakan untuk mengikat kation-kation pada air seperti besi, dan magnesium. Selain itu zeolit berfungsi sebagai adsorben dalam pengolahan air serta menyaring molekul dengan ukuran tertentu, karena memiliki pori-pori berukuran molekuler.
b.
Ijuk Salah satu media filter pengolahan air adalah ijuk atau lebih tepatnya serabut kelapa. Ijuk ini berfungsi untuk menyaring partikel-partikel kecil, seperti jentik-jentik cacing. (Kusnaedi, 2010: 37)
c.
Pasir Aktif Pasir aktif atau bahasa kimianya disebut manganit yang memunyai struktur kristal monoklin, dengan kristal umumnya prismatik. Manganit dikenal bewarna hitam, secara fisik mineral ini memunyai kekerasan 4 (skala Mohs) dan berat jenis 4,3. Mineral ini ditemukan berasosiasi dengan oksida mangan yang lain. Pasir aktif ini dapat digunakan sebagai media filter air, baik sebagai penukar anion, maupun sebagai penukar kation. Dengan sifat mineralnya sebagai makro molekul yang masih bermuatan, mineral dapat mengikat kationkation di dalam air baku. Dengan demikian, kation dalam air baku seperti besi, magnesium, dan alumunium dapat terikat oleh mineral yang dilalui oleh aliran air baku (Kusnaedi, 2010: 43).
d.
Arang aktif Karbon aktif adalah sejenis adsorben (penyerap) yang berwarna hitam berbentuk granula, bulat, pelet, atau bubuk. Karbon aktif dapat dipakai dalam proses pemurnian udara, gas, larutan atau cairan. Dengan luas permukaan yang sangat besar ini, karbon aktif memiliki kemampuan menyerap zat-zat terkandung dalam air dan udara. Dengan demikian arang aktif ini sangat efektif dalam menyerap zat terlarut dalam air, baik organik maupun anorganik. Oleh karena itu, karbon aktif sangat efektif digunakan untuk pengolahan air kotor menjadi air bersih (Kusnaedi, 2010: 35).
e.
Kulit Pisang Raja Bulu (Musa paradica) Kulit pisang merupakan bahan buangan atau limbah buah pisang yang cukup banyak jumlahnya. Umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi dan kerbau. Kulit pisang juga menjadi salah satu limbah dari industri pengolahan pisang, namun bisa dijadikan teknologi dalam penjernihan air, karena dalam kulit pisang mengandung beberapa komponen biokimia, antara lain selulosa, hemiselulosa, pigmen klorofil dan zat pektin yang mengandung asam galakturonat, arabinosa, galaktosa dan rhamnosa. Asam
8
www.perspektif.uinsgd.ac.id
Jurnal Perspektif Vol. 01; No. 01; 2017; 1-10
Irwansyah, Susanti, & Windayani
galakturonat ini yang mengikat kuat ion logam dan merupakan gugus fungsi gula karboksil. Kulit pisang raja bulu (Musa paradica) bisa mengikat berbagai logam berat lainnya, diantaranya logam Pb, Cr, dan Sn (Suyanti & Ahmad, 2012: 38).
4
Kesimpulan
Pada optimasi koagulasi dipilih dosis massa koagulan sebesar 10 mg. Hal itu dilihat dari hasil analisis pH sebesar 6.9 dan kekeruhannya sebesar 20 NTU, karena kedua parameter tersebut sudah memenuhi baku mutu yang berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Th. 2001. Analisa karakteristik air sungai Cisangkuy dengan parameter bau, pH, kekeruhan, kesadahan, mangan, besi, dan kadmium setelah dibandingkan hasilnya dengan analisa air sungai sebelum pengolahan, semua hasilnya menunjukan penurunan, dan memenuhi baku mutu yang berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Th. 2001. Adapun persen penurunan dari setiap parameter, yaitu kekeruhan 87.50%, pH 25.4%, kesadahan 24.28%, Fe 95.55%, Mn 70.51%, dan Cd 98.50%.
Ucapan Terima Kasih Kegiatan penelitian ini didukung oleh Laboratorium Pendidikan Kimia, UIN Sunan Gunung Djati Bandung dan Laboratorium Ekologi, Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Institute Of Ecology).
Daftar Pustaka Amir, R., & Isnaniawardhana, J. N. (2010). Penentuan Dosis Optimum Alumunium Sulfat dalam Pengolahan Air Sungai dan Pemanfaatan Resirkulasi Lumpur dengan Parameter pH, Kekeruhan, Warna, dan TSS. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan ITB 87, 93-95. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Brady, J. E. (1999). Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta: Binarupa Aksara. Devi, I. R., Rachmattulah, A., Purwanto, A., & Harnawan, A. A. (2012). Pembuatan Penyaring Air Sungai Menggunakan Kulit Pisang. Jurnal Prestasi. 1(2), 118-119 Fardiaz, S. (1992). Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius Farida, R., & Ramdhani, M. A. (2014). Conceptual Model of the Effect of Environmental Management Policy Implementation on Water Pollution Control to Improve Environmental Quality. International Journal of Scientific & Technology Research, 3(10), 196-199. Halil, A. (2010). Hidrologi dan Sedimentasi Daerah Aliran Sungai. Bandung: Unpad Press. Hardyanti, N., & Fitri, N. D. (2012). Studi Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Bersih Untuk Kebutuhan Domestik dan Non Domestik (Studi Kasus Perusahaan Tekstil Bawen Kabupaten Semarang). Jurnal Teknik Lingkungan FT Undip. 37, 39-40 Hernaman, I., Rochana, A., Andayaningsih, P., Suryani, Y., & Ramdhani, M. A. (2015). Evaluation of In Vitro Digestibility of Dried Matter and Organic Matter of Solid Waste of Bioethanol Fermentation from Cassava by Trichoderma Viride Andsaccharomyces Cerevisiae. Journal of Asian Scientific Research, 5(11), 513-521 Keenan. (1989). Kimia untuk Universitas. Jakarta: Penerbit Erlangga. Kusnaedi. (2010). Mengolah Air Kotor untuk Air Minum. Jakarta: Swadaya.
www.perspektif.uinsgd.ac.id
9
Irwansyah, Susanti, & Windayani
Jurnal Perspektif Vol. 01; No. 01; 2017; 1-10
Mukono. (2000). Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga Universiti Press. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Badan Air Permatasari, T. J., & Apriliani, E. (2013). Optimasi Penggunaan Koagulan dalam Proses Penjernihan Air. Jurnal Sains Dan Seni Pomits Vol. 2, No.1. 6-8 Ramdhani, M. A., & Ramdhani, A. (2014). Verification of Research Logical Framework Based on Literature Review. International Journal of Basic and Applied Science, 3(2), 11-19 Said, N. I., & Wahyono, H. D. (1999). Teknologi Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Saringan Pasir Lambat. Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair Direktorat Teknologi Lingkungan, Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material dan Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 93, 99-100. Sastrawijaya, T. A. (2009). Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka cipta. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R& D. Bandung: CV. Alfabeta. Sumiharni, S., & Susilo, G. E. (2009). Pengolahan Air Berkualitas Rendah Menjadi Air Domestik Non Konsumsi. Jurnal Rekayasa, 13(3). 294, 297-299 Sutrisno, T., & Suciastuti. (2000). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta. Suyanti, S., & Ahmad, S. (2012). Pisang Budidaya Pengolahan dan Prospek Pasar. Jakarta: Penebar Swadaya
10
www.perspektif.uinsgd.ac.id