3
TINJAUAN PUSTAKA Aromaterapi dan Minyak Atsiri Aromaterapi merupakan bagian dari pengobatan herbal yang menggunakan wangi-wangian yang berasal dari senyawa-senyawa aromatik, biasanya berasal dari bahan cairan tanaman (minyak esensial). Manfaat dari aromaterapi ini umumnya berkaitan dengan kondisi fisik, mental, emosional, dan spiritual (Maniapoto 2002). Minyak esensial yang digunakan dalam aromaterapi dapat diekstraksi dari tumbuhan aromatik yang memiliki kandungan minyak atsiri di dalamnya. Minyak atsiri adalah zat yang memberikan aroma pada tumbuhan. Minyak tersebut merupakan hasil sisa dari proses metabolisme tanaman yang terbentuk karena reaksi persenyawaan kimia. Bahan baku minyak atsiri diperoleh dari berbagai bagian tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit biji, batang, akar, atau rimpang (Rusli 2010). Kajian etnofarmakologi secara empirik tentang tumbuhan aromaterapi menunjukan bahwa Indonesia memiliki 49 jenis tumbuhan aromatik, 12 jenis diantaranya digunakan secara empirik sebagai aromaterapi dengan efek menenangkan dan menyegarkan tubuh (Sangat 1996). Minyak atsiri memiliki komponen yang mudah menguap (volatil) pada suhu kamar, sehingga sering disebut sebagai minyak eteris atau minyak terbang (volatile oil). Kebanyakan minyak atsiri memiliki aroma sangat spesifik yang membedakan minyak atsiri dari satu tumbuhan dengan tumbuhan lainnya. Hal ini tidak lain karena setiap minyak atsiri memiliki komponen kimia yang berbeda (Agusta 2000). Sifat lain dari minyak atsiri yaitu memiliki rasa yang getir (pungent taste), umumnya larut dalam pelarut organik, dan tidak larut dalam air. Pada tanaman yang menghasilkannya, minyak atsiri memiliki beberapa fungsi, yaitu membantu proses penyerbukan dengan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai cadangan makanan (Ketaren 2006). Menurut Rusli (2010), minyak atsiri sebenarnya sudah dikenal sejak zaman Romawi dan Mesir kuno. Namun, kepopulerannya dimulai pada abad ke16. Saat itu beberapa industri penyulingan di Perancis mulai memproduksi minyak atsiri yang berasal dari bunga lavender. Sementara itu di Indonesia, penggunannya tanaman berbau harum ini sudah dilakukan wanita sejak zaman kerajaan dahulu. Selain memiliki aroma yang menenangkan, minyak atsiri juga memiliki manfaat untuk kesehatan, seperti antiradang, antiserangga, antiflogistik, antiviral, antifungal, sedatif, antispasmodik, stimulan, relaksan, diuretik, dan afrodisiaka (Agusta 2000; Skaria et al. 2007). Berikut ini adalah tabel dari beberapa tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri
4 Tabel 1 Beberapa tanaman yang menghasilkan minyak atsiri Nama Nama Ilmiah Bagian yang Kandungan Tanaman Tanaman Digunakan Utama Jintan Carum carvi buah carvona, limonena Jeruk lemon Citrus lemon kulit buah limonene, βpinena, sitral, γ-terpina
Ketumbar
Coriandum sativum
Pala
Myristica fragrans
Kapur barus
Cinnamona camphora
kayu
Sereh wangi
Cymbopogon nardus
daun
Cengkeh
Eugenia aromatika
bunga
Jahe
Zingiber officinale
rimpang
Adas
Foeniculum vulgare
Sumber: Agusta 2000
buah
biji
buah
linalool, γterpina, kamfor, αpinena sabinena, αpinena, βpinena, terpinena, miristisin, elemisin kamfor, cineol, safrol sitronelal, geraniol, sitronelol, geranil asetat eugenol, eugenil asetat, βkariofilena zingiberen, zingiberol, shogaol, zingeron
anetol, fenkona, esdragol
Manfaat karminatif antirematik, antiseptik, antispasmodik, antibakteri, diuretik, antipiretik, antihipertensi, antijamur, antivirus, insektisida karminatif, antidiabetes
karminatif, afrodisiaka
rubefacien
penolak serangga
anestetik, antiiritasi, karminatif antiseptik, antispasmodik, afrodisiaka, antihiperlipidemik, ekspektoran, antipiretik, laksatif, analgesik, antiradang karminatif
5 Jahe (Zingiber oficinale) Jahe (Zingiber oficinale) dikenal di daerah-daerah di Indonesia dengan berbagai nama, seperti halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dan sebagainya. Taksonomi dari tanaman ini adalah sebagai berikut Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Subdivisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus Spesies
: Plantae : Tracheobionta : Spermatophyta : Magnoliophyta : Angiospermae : Liliopsida : Commelinidae : Zingiberales : Zingiberaceae : Zingiber : Zingiber officinale (Paimin dan Murhananto 2007)
Jahe terdapat di seluruh Indonesia, ditanam di kebun dan di pekarangan. Jahe telah banyak dibudidayakan di Australia, Srilangka, Cina, Mesir, Yunani, India, Indonesia, Jamaika, Jepang, Meksiko, Nigeria, Pakistan. Jahe dari Jamaika mempunyai kualitas tertinggi, sedangkan India merupakan negara produsen jahe terbesar, yaitu lebih dari 50 % dari total produksi jahe dunia. Tanaman jahe memiliki tinggi berkisar 0.5-1 meter. Tanaman ini terdiri atas bagian akar, batang, daun, dan bunga (Paimin dan Murhananto 2007) . Akar merupakan bagian terpenting dari tanaman jahe. Pada bagian ini tumbuh tunas-tunas baru yang kelak akan menjadi tanaman. Akar tunggal atau rimpang (gambar 1) tertanam kuat di dalam tanah dan makin membesar dengan pertambahan usia tanaman. Menurut Mahendra (2005), rimpang jahe bercabang tidak teratur dengan panjang 7-15 cm, lebar 3-6 cm, dan tebal 1-2 cm. Kulit rimpang berbentuk sisik tersusun melingkar, berbuku-buku, dan berwarna kuning kecokelatan sampai merah tergantung jenisnya. Daging rimpang berwarna kuning cerah, berserat, aromatik, dan mengandung banyak metabolit sekunder. Maryani dan Kristiana (2004) menyatakan bahwa rimpang jahe mempunyai aktivitas sebagai antiradang (anti-inflamasi), menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik), menambah nafsu makan, dan menghangatkan badan. Oleh karena itu, tujuan penanaman jahe adalah untuk memperoleh rimpangnya.
6
Gambar 1 Rimpang jahe (Tika 2012) Batang jahe merupakan batang semu yang tumbuh tegak lurus. Batang tersebut berwarna hijau pucat dengan warna pangkal batang kemerahan, terdiri atas helaian daun (Mahendra 2005). Daun jahe berbentuk lonjong dan lancip menyerupai daun rumput yang besar. Daun tersebut memiliki tulang daun sejajar sebagaimana tanaman monokotil lainnya. Panjang daun sekitar 5-25 cm dengan lebar 0.8-2.5 cm. Bila daum mati, pangkal tangkai daun akan tetap hidup , bertunas, lalu tumbuh akar rimpang baru (Paimin dan Murhananto 2007). Bunga jahe merupakan bunga majemuk dengan panjang 4-7 cm dan lebar 1.5-2 cm. Bunga tersebut berwarna kuning kehijauan dan memiliki bibir bunga berwarna ungu. Selain itu, bunga berbentuk tabung dan setiap bunga dilindungi oleh daun pelindung (Rusli 2010). Jahe dapat tumbuh pada dataran rendah sampai ketinggian 900 meter di atas permukaan laut (dpl), tetapi akan berproduksi secara optimal pada ketinggian 400800 meter dpl. Persyaratan lainnya agar jahe dapat tumbuh baik yaitu temperatur rata-rata 25-30 oC, curah hujan pertahun 2500-4000 mm, sinar matahari 70-100%, tekstur tanah lempung sampai lempung liat berpasir, dan pH tanah 6.8-7.4 (Kardiman 2005; Kartasubrata 2010). Panen rimpang jahe dilakukan saat usia tanaman mencapai 9-10 bulan. Ciri fisik dari jahe siap panen biasanya daun berubah menjadi kekuningan. Rimpang jahe dipanen dengan cara dicabut dari tanah. Setelah itu dibersihkan dari tanah yang menempel dan dicuci hingga bersih (Rusli 2010). Berdasarkan bentuk, ukuran, dan warna rimpangnya, jahe dibagi menjadi tiga jenis, yaitu jahe putih kecil (biasa disebut jahe sunti atau jahe emprit), jahe putih besar (biasa disebut jahe gajah atau jahe badak), dan jahe merah. Kandungan minyak atsiri paling tinggi ada pada rimpang jahe emprit dan jahe merah (Kardinan 2005; Paimin dan Murhananto 2007; Kartasubrata 2010; Rusli 2010).
Minyak Atsiri Jahe Jahe mengandung komponen minyak menguap (volatile oil), minyak tak menguap (non-volatile oil), dan pati. Minyak menguap yang biasa disebut minyak atsiri merupakan komponen pemberi bau yang khas, sedangkan minyak tak
7 menguap yang biasa disebut oleoresin merupakan komponen pemberi rasa pahit dan pedas. Kandungan minyak pada setiap bagian rimpang berbeda-beda. Kandungan minyak terbanyak di bagian bawah jaringan epidermis. Semakin ke tengah, kandungannya semakin sedikit. Selain itu, umur juga mempengaruhi kandungan minyaknya. Kandungan minyak meningkat sampai umur optimum 12 bulan, kemudian semakin menurun bila lebih dari umur tersebut meskipun baunya semakin menyengat (Paimin dan Murhananto 2007). Komponen utama minyak atsiri jahe adalah zingiberen dan zingiberol. Selain itu ada juga komponen lain minyak atsiri, yaitu kamferia, felandrena, limonene, borneol, sineol, geraniol, kavikol, gingerol, shogaol, metil haptenon, linalool, asetat, kaprilat, dan sitrat (Maryani dan Kristiana 2004). Menurut Paimin dan Murhananto (2007), kegunaan minyak atsiri jahe adalah sebagai bahan baku minuman ringan (ginger ale), industri farmasi seperti parfum dan kosmetik, obat gosok, serta sebagai bahan penyedap (flavouring agents). Lipid Lipid atau lemak adalah substansi organik yang mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen. Beberapa senyawa lipid juga mengandung nitrogen dan sulfur. Lipid tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut-pelarut organik (Hawab et al. 1989). Lipid dalam tubuh yang secara biologis penting meliputi asam-asam lemak, trigliserida atau lemak netral, fosfolipid, kolesterol, dan beberapa lipid lain yang kurang penting (Guyton dan Hall 1996). Lipid memiliki banyak fungsi di dalam tubuh, namun secara khusus penting untuk sumber energi, komponen struktural membran sel, dan substrat berbagai hormon. Metabolisme Lipid Metabolisme lemak di dalam tubuh meliputi dua proses, yaitu oksidasi asam lemak dan sintesis asam lemak. Pada proses oksidasi, asam lemak dipecah menjadi asetil-KoA. Pemecahan utama terjadi di dalam mitokondria dengan proses β-oksidasi. Asam-asam lemak rantai sedang dan pendek dapat memasuki mitokondria tanpa kesulitan, tetapi asam lemak rantai panjang harus diikat dengan karnitin. Asetil KoA akhirnya diubah menjadi ATP, CO 2, dan H 2 O menggunakan siklus asam sitrat dan rantai transpor elektron (Ganong 2003). Pada proses sintesis asam lemak, banyak jaringan yang dapat mensintesis asam lemak dari asetil-KoA. Kelebihan asetil KoA dikonversi menjadi ester asam lemak. Sintesis asam lemak terjadi di dalam sitoplasma dengan menggunakan Acyl Carrier Protein (ACP) selama sintesis sebagai titik pengikatan. Lemak juga dapat disintesis dari karbohidrat dan protein, karena dalam metabolisme, ketiga zat tersebut bertemu di dalam siklus Krebs. Sebagian besar pertemuannya berlangsung melalui pintu gerbang utama siklus Krebs, yaitu asetil-KoA (Murray et al. 2006).
8 Trigliserida Trigliserida atau triasilgliserol adalah kelompok lipid yang terdiri atas tiga asam lemak yang melekat pada gliserol. Pada tubuh, tiga asam lemak yang paling sering terdapat dalam trigliserida adalah asam stearat, asam oleat, dan asam palmitat. Trigliserida dipakai dalam tubuh terutama untuk menyediakan energi bagi berbagai proses metabolik (Guyton dan Hall 1996). Trigliserida yang diperoleh dari diet dihidrolisis dipecah menjadi monogliserida dan asam lemak bebas (free fatty acid/ FFA). Kemudian saat melalui sel epitel usus, keduanya diesterifikasi kembali oleh cairan mukosa usus menjadi molekul trigliserida baru yang masuk ke saluran bentuk droplet kecil yang disebut kilomikron. Melalui saluran limfe kilomikron masuk ke sirkulasi umum dan sampai ke kapiler jaringan adiposa dan hati dimana enzim lipase lipoprotein memecah trigliserida dan melepaskan gliserol dan asam lemak. Asam lemak ini kemudian berdifusi ke dalam sel lemak jaringan adiposa dan sel hati. Sekali berada dalam sel ini, asam lemak disintesis kembali menjadi trigliserida (Ganong 2003). Untuk dapat menghasilkan energi, trigliserida yang telah disimpan di jaringan adiposa harus dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol yang kemudian ditranspor ke jaringan aktif dimana keduanya dapat dioksidasi (Stockham dan Scott 2007). Kolesterol Kolesterol merupakan sterol utama dalam tubuh manusia dan komponen struktural membran sel dan lipoprotein plasma. Kolesterol sangat larut dalam lemak tetapi hanya sedikit larut dalam air, dan mampu membentuk ester dengan asam lemak (ester kolesterol). Di samping kolesterol diabsorbsi dari usus, yang disebut kolesterol eksogen, sejumlah besar dibentuk dalam hepatosit dan enterosit disebut kolesterol endogen. Kolesterol yang diabsorbsi di usus kemudian dimasukkan ke dalam kilomikron yang dibentuk di dalam mukosa usus (Ganong 2003). Manfaat kolesterol yang paling banyak dalam tubuh adalah membentuk asam kolat di dalam hati, yang merupakan prekursor pembentukan asam empedu. Selain itu, sejumlah kolesterol diedapkan dalam lapisan korneum kulit. Hal ini membuat kulit lebih resisten terhadap zat larut air dan juga mencegah evaporasi tubuh. Sebagian kecil lainnya dipakai untuk membentuk berbagai hormon, diantaranya hormon adrenokortikal, estrogen, progesteron, dan testosteron (Guyton dan Hall 1996). Lipoprotein Sebagian besar lipid serum tidak bersirkulasi dalam bentuk bebas. Asam lemak bebas terikat pada albumin, sedangkan kolesterol, trigliserida dan fosfolipid ditranspor dalam bentuk kompleks lipoprotein. Berdasarkan densitasnya, lipoprotein dapat dikelompokan menjadi empat kelompok utama, yaitu chylomicron (kilomikron), very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Fungsi utama lipoprotein adalah mengangkut komponen-komponen lipidnya di dalam darah (Ganong 2003). Perbedaan empat jenis lipoprotein dapat dilihat pada Tabel 2.
9 Tabel 2 Klasifikasi dan spesifikasi lipoprotein Kilomikron
VLDL
LDL
HDL
< 0.95
< 1.006
1.019-1.063
1.063-1.210
85 4 2 7 1-2
52 17 7 15 9
10 37 8 23 22
4 18 2 25 51
Diameter (nm)
> 70
25-70
19-23
4-10
Tempat pembentukan
Usus
hati
plasma (dari VLDL)
usus dan hati
Tempat degradasi
plasma dan hati
plasma
sel nonhepatik, hati, makrofag
hati
Fungsi
transport trigliserida
transport trigliserida
transpor kolesterol dan fosfolipid ke sel perifer
transpor kolesterol dari sel perifer ke hati
Densitas (g/ml) Susunan (%) Trigliserida Kolesterol Kolesterol ester Fosfolipid Protein
Sumber: Stockham dan Scott 2007 Lipoprotein juga berperan dalam etiologi kejadian atherosklerosis. Atherosklerosis adalah suatu penyakit dari arteri dimana lesi lemak timbul pada permukaan dalam dinding arteri (Guyton dan Hall 1996). Penyakit ini ditandai dengan infiltrasi kolesterol dan tampilnya sel-sel busa di lesi-lesi dinding arteri. Keadaan ini juga diikuti suatu rangkaian perubahan yang kompleks yang melibatkan trombosit, makrofag, otot polos, dan faktor pertumbuhan yang menghasilkan lesi-lesi proliferatif yang menyebabkan arteri berubah bentuk dan menjadi kaku (Ganong 2003). Faktor paling penting yang menyebabkan atherosklerosis adalah tingginya konsentrasi kolesterol dalam plasma darah dalam bentuk LDL. Namun keadaan ini dapat dicegah oleh adanya HDL. Menurut Moeliandari dan Wijaya (2002), HDL memiliki aktifitas antioksidan yang dapat mencegah oksidasi dari LDL sehingga kolesterol tidak menempel pada dinding arteri. Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pangamatan laboratorik (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Tikus merupakan hewan laboratorium yang banyak digunakan dalam penelitian dan percobaan antara lain untuk mempelajari pengaruh obat-obatan,
10 toksisitas, metabolisme, embriologi maupun dalam mempelajari tingkah laku (Malole dan Pramono 1989). Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya. Tikus putih (Rattus norvegicus) atau dikenal juga dengan Norway rat merupakan salah satu jenis tikus yang memiliki gen albino yang sengaja dikembangkan untuk kepentingan laboratorium. Ada beberapa galur tikus yang biasa digunakan sebagai hewan laboratorium, antara lain Dark Agouti, Sprague Dawley, Wistar, dan Long Evans (Harkness dan Wagner 1983). Klasifikasi tikus putih menurut Myres dan Armitage (2004) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Subfilum Kelas Subkelas Infrakelas Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamili Genus Spesies
: Animal : Chordata : Vertebrata (Craniata) : Mamalia : Theria : Eutharia : Rodentia : Myomorpha : Muroidea : Muridae : Murinae : Rattus : Rattus norvegicus
Tikus putih dianggap efisien dan ekonomis karena mudah dipelihara serta tidak membutuhkan tempat yang luas, tikus ini memiliki sifat yang tenang, jarang menggigit, tidak mudah stress dan dapat menghasilkan anakan banyak (Barnet 2001). Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup besar sehingga memudahkan pengamatan (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).
Gambar 2 Tikus Putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley (Anonim 2010)
11 Ciri-ciri tikus putih yaitu bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit. Telinga tikus ini tebal dan pendek dengan rambut halus. Mata tikus putih berwarna merah. Ciri yang paling terlihat adalah ekornya yang panjang. Tikus memiliki lama hidup berkisar antara 4-5 tahun dengan bobot badan umum tikus jantan berkisar antara 267-500 gram dan betina 225-325 gram (Sirois 2005). Tikus termasuk binatang pemakan segala makanan (omnivora). Walaupun demikian, tikus cenderung untuk memilih biji-bijian (serealia) seperti jagung, padi, dan gandum. Air sebagai sumber minuman dapat diambil dari air bebas atau dapat diperoleh dari pakan yang banyak mengandung air. Kebutuhan air bagi tikus tergantung dari suhu, lingkungan, aktivitas, umur, dan jenis makanan. Kebutuhan air berkurang, jika pakan yang dikonsumsi sudah banyak mengandung air. Pada umumnya tikus makan secara teratur pada tempat tertentu. Tikus putih biasanya membuat sarang pada tempat-tempat yang berdekatan dengan sumber makanan dan air. Tikus bermigrasi jika terjadi kekurangan makanan pada habitat awal yang ditempati (Priyambodo 1995). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), masa pubertas tikus biasanya terjadi pada umur 50-60 hari. Tikus merupakan hewan poliestrus dan berkembang biak sepanjang tahun. Periode estrus terjadi selama dua belas jam dan lebih sering terjadi pada malam hari dibandingkan dengan siang hari. Kelahiran anak pada tikus putih dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi iklim dan cuaca yang optimal (khususnya suhu), pakan yang melimpah, sarang yang baik, umur, dan kondisi induk yang optimal. Kebutuhan pakan bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih sebanyak 10% dari bobot tubuhnya jika pakan tersebut berupa pakan kering dan dapat ditingkatkan sampai 15% dari bobot tubuhnya jika pakan yang dikonsumsi berupa pakan basah. Pakan yang diberikan pada tikus umumnya tersusun dari komposisi alami dan mudah diperoleh dari sumber daya komersial. Namun demikian, pakan yang diberikan pada tikus sebaiknya mengandung nutrien dalam komposisi yang tepat. Pakan ideal untuk tikus yang sedang tumbuh harus memenuhi kebutuhan zat makanan antara lain protein 12%, lemak 5%, dan serat kasar kira-kira 5%, harus cukup mengandung vitamin A, vitamin D, asam linoleat, tiamin, riboflavin, pantotenat, vitamin B12, biotin, piridoksin dan kolin serta mineral-mineral tertentu (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Selain nutrisi, hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tikus putih sebagai hewan percobaan adalah perkandangan yang baik. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan tikus biasanya berupa kotak yang terbuat dari metal atau plastik. Tutup untuk kandang berupa kawat dengan ukuran lubang 1.6 cm2. Alas kandang terbuat dari guntingan kertas, serutan kayu, serbuk gergaji atau tongkol jagung yang harus bersih, tidak beracun, tidak menyebabkab alergi dan kering. Temperatur ideal kandang yaitu 18-27 oC atau rata-rata 22 oC dan kelembaban relatif 40-70% (Malole dan Pramono 1989). Hubungan Aromaterapi dan Penciuman Cara inhalasi adalah cara yang efektif untuk melakukan aromaterapi karena indera penciuman merupakan sarana komunikasi alamiah. Komponen-
12 komponen senyawa minyak atsiri yang mudah menguap dapat masuk ke dalam rongga hidung dengan cara diinhalasi. Proses penciuman dimulai dengan proses penerimaan molekul bau oleh membran olfaktori. Pada membran olfaktori terdapat sel-sel olfaktori berupa neuron yang merupakan reseptor penciuman. Ujung mukosa dari sel olfaktori berupa silia atau rambut ke permukaan mukus. Silia inilah yang bereaksi terhadap bau di udara dan kemudian merangsang sel-sel olfaktori. Di antara sel-sel olfaktori pada membran olfaktori tersebar banyak kelenjar Bowman, yang menyekresi mukus ke permukaan membran olfaktori (Guyton dan Hall 1996). Menurut Hawkes dan Shephard (1998), reseptor penciuman di hidung berkaitan langsung ke area limbik di otak melalui bulbus olfaktorius yang terletak di dekat otak bagian depan. Di bulbus olfaktorius, akson reseptor penciuman berakhir di dendrit-dendrit sel mitral untuk membentuk sinaps kompleks yang disebut glomerolus olfaktori. Proses ini dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3 Proses penciuman pada olfactory system (HMI 2006) Di dalam sistem limbik terdapat amigdala yang berperan penting dalam respon emosi terhadap rangsangan penciuman (Buckle 2003). Aoshima dan Hamamoto (1999) menjelaskan bahwa senyawa-senyawa minyak atsiri berikatan pada Gamma Amino Butiric Acid (GABA). Penelitian tersebut membuktikan bahwa komponen senyawa pada minyak atsiri yang masuk melalui hidung dapat memodulasi transmisi syaraf dalam otak pada reseptor GABA hingga mempengaruhi emosi.