PEMISAHAN SITRAL DARI MINYAK ATSIRI SERAI DAPUR (Cymbopogon citratus) SEBAGAI PELANGSING AROMATERAPI
ERNA PUJI ASTUTI
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ABSTRAK ERNA PUJI ASTUTI. Pemisahan Sitral dari Minyak Atsiri Serai Dapur (Cymbopogon citratus) sebagai Pelangsing Aromaterapi. Dibimbing oleh IRMANIDA BATUBARA dan IRMA HERAWATI SUPARTO. Salah satu tanaman herba Indonesia yang mengandung minyak atsiri adalah serai dapur. Minyak atsiri serai dapur memiliki kandungan utama berupa sitral. Penelitian ini bertujuan memisahkan senyawa sitral yang terkandung dalam minyak atsiri serai dapur dan menganalisis potensinya sebagai pelangsing aromaterapi. Sitral dipisahkan dari minyak atsiri dengan mengendapkannya dengan natrium bisulfit dan melarutkannya kembali dengan NaOH. Sitral yang diperoleh difraksionasi menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) dan diperoleh F1(dekat titik awal elusi) dan F2 (dekat titik akhir elusi). Minyak atsiri, sitral, dan F2 hasil KLTP dianalisis menggunakan kromatografi gasspektrometri massa dan diuji potensinya sebagai pelangsing aromaterapi secara in vivo menggunakan hewan uji tikus putih jantan dewasa galur Sprague-Dawley. Hasil inhalasi minyak atsiri, sitral, dan F2 menunjukkan rerata bobot badan tikus setelah masa perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan tikus kelompok normal dan kontrol yang mengonsumsi pakan tinggi kolesterol. Kelompok tikus dengan inhalasi sitral memiliki rerata bobot badan akhir masa perlakuan terendah dibandingkan kelompok dengan inhalasi minyak atsiri dan F2. Kesimpulan penelitian ini ialah sitral merupakan senyawa yang berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi.
ABSTRACT ERNA PUJI ASTUTI. Separation of Citral from Lemongrass Oil (Cymbopogon citratus) as Slimming Aromatherapy. Supervised by IRMANIDA BATUBARA and IRMA HERAWATI SUPARTO. One of Indonesian herbs that contain essential oil is lemongrass. Essential oil of lemongrass consist of citral as the main component. This research aim to separate citral from lemongrass oil and to analyze its potency as slimming aromatherapy. Citral was separated from lemongrass oil by precipitating using sodium bisulphite and diluting using NaOH. Citral then was fractionated by preparative thin layer chromatography (PTLC) that resulted F1 (near start point) and F2 (near final point). Essential oil, citral, and F2 from PTLC were analyzed by gas chromatography-mass spectrometry. The potency as slimming aromatherapy was analyzed in vivo on adult male Sprague-Dawley rats. Inhalation result of essential oil, citral, and F2 showed that the average body weight of rats after 5 weeks treatment period was lower than the normal group and the control group which consumed high cholesterol feed. The rats inhalated sitral had the lowest body weight at the end of treatment as a compare rats inhalated essential oil and F2. In conclusion, citral is a compound that is has potency as slimming aromatherapy.
PEMISAHAN SITRAL DARI MINYAK ATSIRI SERAI DAPUR (Cymbopogon citratus) SEBAGAI PELANGSING AROMATERAPI
ERNA PUJI ASTUTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi : Pemisahan Sitral dari Minyak Atsiri Serai Dapur (Cymbopogon citratus) sebagai Pelangsing Aromaterapi Nama : Erna Puji Astuti NIM : G44080032
Disetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr Irmanida Batubara, MSi NIP 19750807 200501 2 001
Dr dr Irma Herawati Suparto, MS NIP 19581123 198603 2 002
Diketahui Ketua Departemen Kimia
Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS NIP 19501227 197603 2 002
Tanggal lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Pemisahan Sitral dari Minyak Atsiri Serai Dapur (Cymbopogon citratus) sebagai Pelangsing Aromaterapi. Salawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan semoga kita semua menjadi pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Irmanida Batubara, MSi selaku pembimbing pertama dan Dr dr Irma Herawati Suparto, MS selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, dan dorongan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih penulis berikan kepada keluarga tercinta, Bapak, Ibu, dan adikku Nita yang selalu memberikan semangat, doa, dan kasih sayang. Terima kasih juga kepada seluruh staf Laboratorium Kimia Analitik, Bapak Eman, drh Aulia Andi, Bapak Mul, dan para pegawai di Pusat Studi Biofarmaka atas fasilitas dan bantuan yang diberikan selama penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Amin, Rofiqoh, Cahya, Sri Wahyuni, Ratna, Dumas, mbak Irma, dan keluarga besar Kimia 45 yang turut membantu serta memberikan semangat dan dukungannya dalam penyusunan karya ilmiah. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, September 2012
Erna Puji Astuti
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Boyolali pada tanggal 30 Juni 1991 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ngatimin dan Surati. Tahun 2008, penulis lulus dari SMA Negeri 97 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia TPB tahun ajaran 2009/2010-2011/2012, asisten Kimia Fisik pada tahun ajaran 2011/2012, dan asisten Spektrofotometri dan Aplikasi Kemometrik tahun ajaran 2011/2012. Penulis pernah bergabung dalam Organisasi Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) sebagai staff Pengembangan Kualitas dan Keprofesian Mahasiswa tahun 2009/2010 dan pada tahun 2010/2011 aktif dalam Organisasi Badan Eksekutif Mahasiwa FMIPA sebagai staff departemen Sains dan Teknologi. Penulis juga aktif mengajar mata pelajaran Kimia SMA di VISION (Education and Personality Consultant). Pada bulan Juli-Agustus 2011, penulis mengikuti kegiatan Praktik Lapangan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi-Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR-Batan) dan menulis laporan Praktik Lapangan yang berjudul Analisis Kadar Bahan Aktif Sipermetrin pada Produk Pestisida.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii PENDAHULUAN ..............................................................................................
1
METODE ............................................................................................................
2
Alat dan Bahan ................................................................................................ Lingkup Kerja..................................................................................................
2 2
HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................
4
Isolasi Sitral dari Minyak Atsiri Serai Dapur .................................................. Penentuan Eluen Terbaik dengan Kromatografi Lapis tipis ........................... Fraksionasi Sitral dengan KLTP ..................................................................... Analisis Senyawa yang Terkandung dalam Minyak Atsiri Serai Dapur ......... Hasil Uji In Vivo Terhadap Bobot Badan, Bobot Pakan, Bobot Feses dan Urin, serta Lemak tubuh ..................................................................................
4 5 5 6 8
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 10 Simpulan .......................................................................................................... 10 Saran ................................................................................................................ 10 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 10 LAMPIRAN ........................................................................................................ 12
DAFTAR TABEL Halaman
1 Konsentrasi senyawa terpenoid dalam minyak atsiri, sitral hasil isolasi, dan F2 ....................................................................................................................
6
2 Rerata bobot badan tikus pada akhir masa adaptasi dan masa perlakuan (g) .
8
3 Rerata bobot pakan tikus tiap tiga hari (g/ekor) selama masa adaptasi dan perlakuan ........................................................................................................
9
4 Rerata bobot feses dan urin tikus tiap tiga hari (g/ekor) selama masa adaptasi dan perlakuan .................................................................................................
9
5 Rerata bobot deposit lemak dan persentasi lemak tikus..................................
9
DAFTAR GAMBAR Halaman
1 Tanaman serai dapur .......................................................................................
1
2 Struktur α-sitral dan β-sitral ............................................................................
2
3 Minyak atsiri serai dapur .................................................................................
4
4 Reaksi sitral dengan natrium bisulfit...............................................................
4
5 Sitral hasil isolasi ............................................................................................
4
6 Kromatogram KLT sitral dengan delapan jenis eluen tunggal .......................
5
7 Kromatogram KLT sitral dengan nisbah eluen ...............................................
5
8 Kromatogram KLT sitral dengan eluen PhCH3: EtOAc. ................................
5
9 Senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri serai dapur ...........................
6
10 Kromatogram ion total hasil GC-MS .............................................................
7
11 Perubahan rerata bobot badan tikus tiap kelompok selama masa perlakuan (i), dan perubahan bobot badan minggu ke-5 (%) perlakuan (ii) ...................
8
viii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram alir penelitian ..................................................................................
13
2 Pengelompokan dan perlakuan secara in vivo terhadap hewan uji (tikus putih galur Sparague-Dawley) .....................................................................
14
3 Komposisi pakan yang diberikan pada hewan uji .........................................
15
4 Hasil KLTP sitral ..........................................................................................
15
5 Rangkaian alat inhalator untuk inhalasi ........................................................
15
PENDAHULUAN Obesitas merupakan suatu tipe kegemukan yang disebabkan ketidakseimbangan antara energi yang masuk ke dalam tubuh yang berasal dari makanan dengan energi yang keluar. Obesitas saat ini menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat karena dapat menurunkan produktivitas kerja, mengganggu penampilan, dan menyebabkan beberapa penyakit degeneratif seperti diabetes, aterosklerosis, kanker, penyakit jantung koroner, penyempitan pembuluh darah, dan hipertensi. Oleh karena itu, penderita kegemukan rela melakukan berbagai upaya untuk menurunkan bobot badan, mengatur pola makan, berolah raga, mengonsumsi berbagai obat penurun bobot badan atau pelangsing, hingga melakukan pembedahan. Salah satu pencegahan terhadap kegemukan saat ini ialah menggunakan obat sebagai alternatif pelangsing. Obat pelangsing yang banyak beredar di pasaran terdiri atas obat pelangsing sintetik dan pelangsing herbal. Sebagian besar obat pelangsing sintetik yang beredar memiliki efek yang kurang baik terhadap kesehatan (Afriatni 2005). Oleh karena itu saat ini masyarakat lebih memilih mengonsumsi obat pelangsing dari tanaman herbal karena dinilai lebih aman. Penggunaan obat pelangsing tersebut biasanya dikonsumsi secara oral dalam bentuk pil atau kapsul serta dapat juga dijadikan sebagai minuman jamu tradisional. Selain dari kedua jenis obat pelangsing tersebut, sedang dikembangkan obat pelangsing aromaterapi yang terbuat dari bahan-bahan herbal. Pelangsing aromaterapi yang saat ini dikembangkan ialah minyak atsiri yang diperoleh dari tanaman herbal yang bersifat mudah menguap dan masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan. Penelitian tentang potensi aromaterapi sebagai pelangsing pernah dilakukan sebelumnya oleh Anggraeni (2010) yang menyatakan bahwa senyawa β-elemenona yang terkandung dalam minyak atsiri temulawak dapat menurunkan bobot deposit lemak tikus putih Sprague-Dawley. Wulandari (2011) juga melakukan penelitian sejenis menggunakan minyak atsiri bangle sebagai pelangsing aromaterapi dan diperoleh hasil bahwa senyawa terpinen-4-ol dalam minyak atsiri bangle dapat menurunkan bobot deposit lemak tikus. Monoterpena dan seskuiterpena pada minyak atsiri daun sirih merah juga berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi (Utami 2011).
Serai dapur (Cymbopogon citratus, Gambar 1) merupakan salah satu jenis rumput-rumputan yang sudah sejak lama dibudidayakan di Indonesia. Minyak atsiri serai dapur memiliki potensi yang besar sebagai antibakteri (Naik et al. 2010), antijamur (Tzortzakis & Economokis 2007), antiprotozoa Leishmania (Machado et al. 2012) antipasmodik, analgesik, antiinflamasi (Francisco et al. 2011), obat penenang (Carlini et al. 1986) dan juga dapat mengobati sariawan pada penderita HIV/AIDS jika dicampur dengan jus jeruk (Wright et al. 2009). Menurut Costa et al. (2011), minyak atsiri serai dapat mengurangi kadar kolesterol darah dan mengurangi efek genotoksik dan racun pada tikus setelah 21 hari diberi asupan oral minyak atsiri.
Gambar 1 Tanaman serai dapur (koleksi pribadi). Serai dapur memiliki aroma khas lemon. Aroma lemon tersebut merupakan sebuah senyawa bergugus fungsi aldehida, yakni sitral sebagai senyawa utama minyak serai dapur dan memiliki 2 isomer (Gambar 2), yaitu geranial (trans-sitral, α-sitral) dan neral (cis-sitral, β-sitral). Geranial memiliki aroma lemon yang lebih kuat sedangkan neral memiliki aroma lemon yang kurang kuat tetapi lebih manis. Sitral berperan sebagai antimikrob, antiinflamasi, mempunyai efek diuretik, dan menstimulasi aktivitas sistem saraf pusat (Carbajal et al. 1989). Sitral juga diketahui sebagai antikanker dan menghambat tumor kelenjar prostat pada tikus (Carlini et al. 1986) serta memiliki efek mutagen terhadap induksi siklopospamida (Ress 2003). Peran penting lainnya adalah dalam rute sintesis senyawa ionon serta vitamin A, E, dan K (Sell 2003). Minyak atsiri adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang dan mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri dibutuhkan dalam berbagai industri seperti industri parfum, kosmetik, farmasi/obat-obatan, industri makanan dan
minuman (Nuryoto et al. 2011). Menurut Niijima dan Nagai (2008) aroma dari minyak esensial jeruk berpengaruh pada saraf otonom tikus. Aroma tersebut dapat menstimulasi saraf simpatis, mengendalikan jaringan adiposa putih dan cokelat, kelenjar adrenalin dan ginjal, dan menghambat saraf parasimpatis. Stimulasi saraf simpatik pada jaringan adiposa cokelat (brown adipose tissue, BAT) diduga dapat menurunkan nafsu makan serta mengurangi bobot badan karena BAT merupakan jaringan yang berfungsi mengatur panas tubuh melalui mekanisme termogenesis (Bress et al. 2008).
α-sitral (Geranial) bentuk trans
β-sitral (Neral) bentuk cis
Gambar 2 Struktur α-sitral dan β-sitral. Kajian mengenai potensi sitral dalam minyak atsiri serai dapur sebagai pelangsing aromaterapi yang dapat menurunkan bobot badan belum dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan memisahkan sitral yang terkandung dalam minyak atsiri serai dapur dan menganalisis potensinya sebagai pelangsing aromaterapi secara in vivo
METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah peralatan kaca, kromatografi gas-spektrometri massa (GC-MS) (Shimadzu-QP-5050A), dan kandang hewan uji berukuran 20×20×30 cm3 yang dilengkapi tabung inhalator. Bahan-bahan yang digunakan adalah minyak atsiri serai dapur, pakan standar tikus, pakan kolesterol tinggi, akuades, aseton, nheksana, metanol, asam asetat, toluena, etanol, etil asetat, kloroform, silika gel, NaOH, natrium bisulfit, dan pelat aluminium jenis silika gel G60F254 dari Merck. Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan dewasa galur Sprague-Dawley yang diperoleh dari Laboratorium Uji Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.
Lingkup Kerja Metode penelitian yang dilakukan mengikuti diagram alir pada Lampiran 1 yang meliputi isolasi sitral dari minyak atsiri, penentuan eluen terbaik dengan KLT, Pemisahan dengan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP). Selanjutnya, identifikasi senyawa dengan GC-MS. Kemudian, inhalasi minyak atsiri, sitral, dan hasil KLTP selama 5 minggu terhadap hewan uji yang telah melewati masa adaptasi selama 2 minggu. Bobot pakan tiap kelompok hewan uji ditimbang setiap hari dan bobot badan setiap hewan uji ditimbang tiap minggu.Pada minggu ke-5 setelah masa perlakuan, lemak hewan uji dikeluarkan dari tubuhnya untuk ditentukan bobot deposit lemaknya. Isolasi Sitral dari Minyak Atsiri Serai Dapur (Kar 2007) Tahap isolasi sitral dari minyak atsiri serai dapur dilakukan dengan cara 10 mL minyak atsiri serai dapur ditambahkan natrium bisulfit jenuh sebanyak 30 mL dan diaduk selama 30 menit. Kristal yang terbentuk kemudian disaring menggunakan corong Buchner dan kristal dicuci dengan etanol untuk menghilangkan pengotor. Tahap selanjutnya ialah penambahan NaOH encer dan campuran diuapkan dengan penguap putar. Sitral yang diperoleh kemudian disimpan untuk analisis lebih lanjut. Penentuan Eluen Terbaik (Houghton & Raman 1998) Pelat kromatografi lapis tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G60F254 dari Merck dengan ukuran lebar 1 cm dan panjang 10 cm. Sitral hasil isolasi ditotolkan pada pelat KLT sebanyak 20 kali totolan. Setelah kering, langsung dielusi dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan oleh uap eluen pengembang. Pada tahap pertama, proses elusi sitral pada pelat KLT dilakukan dengan menggunakan eluen tunggal dari pelarut masing-masing yang umum digunakan untuk pemisahan senyawa dalam minyak atsiri, yaitu n-heksana, aseton, kloroform, metanol, etil asetat, etanol, asam asetat, dan toluena. Spot yang dihasilkan dariproses elusi masing-masing eluen diamati di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Eluen yang menghasilkan spot terpisah dipilih sebagai eluen terbaik. Jika diperoleh 2 eluen yang dapat membuat spot terpisah, maka eluen-eluen tersebut dicampurkan dengan nisbah 9:1, 6:1, 3:1, 2:1,
3
dan 1:1 sehingga diperoleh campuran eluen terbaik untuk menghasilkan spot terpisah pada pelat KLT. Fraksionasi Sitral Fraksionasi sitral dilakukan dengan menggunakan kromatofrafi lapis tipis preparatif (KLTP). Sebanyak 0.4 g sampel di totolkan pada pelat dan dielusi dengan eluen terbaik kemudian spot yang dihasilkan dideteksi di bawah lampu UV dengan λ 254 nm dan 366 nm, spot yang dihasilkan pada silika diambil dan dipisahkan. Untuk mengambil hasil pemisahan, spot yang dihasilkan diekstraksi dengan etil asetat kemudian diuji dengan GC-MS dan digunakan untuk uji in vivo. Identifikasi Senyawa dengan GC-MS Minyak atsiri, sitral hasil isolasi, F2 (dekat titik akhir elusi) hasil KLTP yang diperoleh diinjeksikan ke dalam injektor GC-MS (Shimadzu-QP-5050A) dengan menggunakan kolom DB-5 MS (dimensi 0.25 mm×30 m) dan gas pembawa Helium dengan laju alir 42 mL/menit. Suhu injektor dan detektor sama, yaitu 250 °C sedangkan suhu kolom yang digunakan adalah suhu terprogram, yaitu diawali dengan 70 °C ditahan selama 2 menit kemudian diubah perlahan-lahan dengan laju kenaikan suhu sebesar 5 °C/menit hingga suhunya mencapai 250 °C dan suhu dibiarkan pada kondisi 250 °C selama 8 menit. Spektrometer massa yang digunakan ialah energi ionisasi 70 eV, dengan mode ionisasinya adalah ionisasi tumbukan elektron (EI), split ratio: 25.0, dan area deteksinya adalah 40-500 m/z. Setiap puncak yang muncul dalam kromatogram ion total diidentifikasi dengan menganalisis hasil spektrum massa yang terdapat pada library index MS. Tahap Adaptasi Tikus Putih Jantan Galur Sprague-Dawley sebagai Hewan Uji (modifikasi Anggraeni 2010) Penelitian menggunakan tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang sehat, berumur ±2 bulan, dengan bobot badan 125-160 g dan berjumlah 30 ekor. Setiap 3 ekor tikus ditempatkan dalam satu kandang dengan ukuran 20×20×30 cm3. Proses adaptasi kondisi fisiologis, nutrisi, dan lingkungan tikus tersebut dilakukan selama 2 minggu. Semua kelompok tikus diberi pakan standar tikus dengan dosis 20 g/ekor/hari dan diberi akuades secara ad libitum. Masa adaptasi dilakukan dengan tujuan untuk pengenalan
lingkungan baru bagi tikus yang digunakan sebagai hewan uji. Inhalasi terhadap Hewan Uji (modifikasi Anggraeni 2010) Uji inhalasi minyak atsiri kasar, sitral, dan F2 (dekat titik akhir elusi) hasil KLTP dari minyak atsiri serai dapur secara in vivo yang dilakukan pada penelitian didasarkan pada metode Anggraeni (2010). Kelompok tikus yang dijadikan kontrol negatif (kelompok I) tetap diberi pakan standar tikus dengan dosis 20 g/ekor/hari dan diberi akuades secara ad libitum selama masa perlakuan, yaitu 5 minggu tanpa diinhalasi. Tikus-tikus yang diberi pakan kolesterol tinggi dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok II, III, IV, dan V (Lampiran 2). Komposisi pakan standar dan pakan kolesterol tinggi untuk tikus disajikan pada Lampiran 3. Masingmasing kelompok tersebut terdiri atas 6 ekor tikus.Kelompok II diberi pakan kolesterol tinggi sebanyak 20 g/ekor/hari dan diberi akuades selama 5 minggu tanpa perlakuan inhalasi, kelompok III, IV, dan V diberi pakan kolesterol tinggi sebanyak 20 g/hari dan diberi perlakuan yang berbeda selama 5 minggu. Kelompok III diinhalasi minyak atsiri kasar, kelompok IV diinhalasi sitral, dan kelompok V diinhalasi F2 hasil KLTP. Bobot badan setiap tikus dari semua kelompok ditimbang setiap satu minggu sekali. Jumlah feses dari semua kelompok tikus ditimbang setiap tiga hari sekali. Penentuan Bobot Deposit Lemak pada Hewan Uji Pada minggu ke-5 setelah masa perlakuan, masing-masing tikus dari setiap kelompok perlakuan, yaitu kelompok I, II, III, IV, dan V dipuasakan selama 12 jam. Tikus disedasi (pembiusan) dengan cara menyuntikkan ketamin (80 mg/kg bobot badan): xilazin (10 mg/kg bobot badan). Setelah tikus tidak sadarkan diri kemudian proses pembedahan dilakukan. Lemak pada bagian perut kanan dan kiri serta bagain testis kanan dan kiri dikeluarkan. Keadaan lemak tersebut diamati ditimbang bobotnya, dan ditentukan persentasenya terhadap bobot badan tikus masing-masing. Uji Statistik Data bobot pakan yang dikonsumsi, bobot feses yang dihasilkan, bobot badan, sertabobot deposit lemak hewan uji yang diperoleh dianalisis dengan metode rancangan acak lengkap (RAL) dan ANOVA (Analysis of
Variance) pada taraf kepercayaan 95% (α = 0.05) dilanjutkan dengan Duncan’s multiple range test menggunakan SPSS 16.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sitral dari Minyak Atsiri Serai Dapur Minyak atsiri serai dapur komersil memiliki warna kuning terang seperti yang terlihat pada Gambar 3. Kandungan utama minyak atsiri serai dapur adalah sitral. Sitral merupakan senyawa dominan pada minyak atsiri serai dapur dengan jumlah sekitar 6585% dari jumlah keseluruhan komponen penyusun minyak atsiri (Machado et al. 2009, Saddiq & Khayyat 2010).
Sitral Bisulfit (kristal putih) Transfer Proton
+ Gambar 3 Minyak atsiri serai dapur.
Natrium Sulfit Sitral
Rendemen sitral yang diperoleh dari hasil isolasi adalah sebesar 23.47%. Isolasi sitral dilakukan dengan mereaksikan minyak atsiri dengan natrium bisulfit jenuh sehingga diperoleh endapan kristal. Endapan kristal tersebut merupakan hasil reaksi sitral yang terkandung dalam minyak atsiri dengan natrium bisulfit yang terjadi dengan prinsip reaksi antara aldehida dengan natrium bisulfit (Gambar 4). Endapan yang terbentuk kemudian disaring menggunakan corong Buchner agar fase air dan sisa minyak atsiri yang tidak terendapkan terpisahkan dari endapan kristal. Endapan kristal kering yang diperoleh kemudian ditambahkan dengan NaOH 2 M untuk membentuk kembali sitral dan melepaskan bisulfit yang selanjutnya dipartisi dengan etil asetat untuk memisahkan sitral dari fase air.
Gambar 4 Reaksi sitral dengan natrium bisulfit. Pada penelitian ini, dilakukan hidrolisis dengan menggunakan basa (NaOH). Sitral yang diperoleh dari hasil isolasi memiliki warna kuning yang lebih pucat dibandingkan dengan warna minyak atsiri seperti yang terlihat pada Gambar 5. Ngadiwiyana et al. (2011) juga melakukan isolasi sinamaldehida yang merupakan senyawa golongan aldehida pada minyak atsiri kayu manis dengan metode adisi bisulfit. Namun, perbedaannya terletak pada penggunaan HCl untuk hidrolisis pembentukan kembali aldehida.
+ Natrium Bisulfit Sitral
Gambar 5 Sitral hasil isolasi.
5
Eluen Terbaik pada Kromatografi Lapis Tipis Penentuan eluen terbaik untuk memisahkan kedua sitral dilakukan menggunakan kromatografi lapis tipis dengan silika G60F254 sebagai fase diam dan 8 jenis pelarut sebagai fase gerak, yaitu metanol, etanol, etil asetat, asam asetat, kloroforn, aseton, heksana, dan toluena. Profil kromatografi yang terbentuk setelah dielusi dideteksi dibawah lampu UV λ 254 nm dan 366 nm. Pergerakan spot bergantung pada polaritas eluen yang digunakan. Jika senyawa yang memiliki kepolaran mirip dengan silika (fase diam) maka akan menghasilkan spot yang tertahan pada titik awal. Menurut Skoog et al. (2004), eluen terbaik adalah eluen yang dapat menghasilkan jumlah noda terbanyak dan terpisah, namun semua eluen tunggal yang digunakan hanya menghasilkan satu spot sitral yang tidak terpisah seperti yang terlihat pada Gambar 6 sehingga diperlukan campuran beberapa eluen tunggal agar diperoleh spot yang terpisah.
I
ii
iii
iv
v
vi
vii
I
ii
iii
iv
v
Gambar 7 Kromatogram KLT sitral dengan nisbah eluen (kiri ke kanan) (i) nhek: EtOAc (8:1); (ii) MeOH: EtOAc (1:2); (iii) CHCl3: EtOAc (2:1); (iv) MeOH: AcOH (4:1); dan (v) MeOH: AcOH (8:1) Pemilihan eluen terbaik didasarkan pada eluen tunggal yang dapat menahan senyawa pada titik awal dan jenis eluen yang dapat membawa komponen naik menuju garis akhir pelat silika sehingga diperoleh perbedaan kepolaran diantara pelarut tersebut. Eluen tunggal toluena dan etil asetat dipilih untuk dicampurkan dan dicoba beberapa perbandingan. Spot yang dihasilkan pada pelat KLT dengan beberapa perbandingan toluena: etil asetat dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan Gambar 8 diperoleh eluen terbaik untuk memisahkan sitral ialah eluen dengan perbandingan toluena: etil asetat (8:1). Nilai Rf yang diperoleh pada dua spot yang terbentuk ialah 0.225 untuk spot yang lebih dekat titik awal sedangkan nilai Rf untuk spot yang lebih dekat titik akhir ialah 0.694.
viii
Gambar 6 Kromatogram KLT sitral dengan delapan jenis eluen tunggal (kiri ke kanan) (i) asam asetat; (ii) aseton; (iii) ethanol; (iv) etil asetat; (v) heksana; (vi) kloroform; (vii) metanol; dan (viii) toluena. Menurut Harborne (1987) eluen yang umum digunakan dalam pemisahan minyak atsiri adalah campuran n-heksana: klorofrom (3:2), kloroform: metanol (99:1) atau dietil eter: kloroform: etil asetat (2:2:1). Penentuan eluen terbaik menggunakan campuran heksana:etil asetat, kloroform: etil asetat, metanol: etil asetat, dan metanol: asam asetat dengan beberapa perbandingan telah dilakukan namun tidak menghasilkan spot yang terpisah seperti yang terlihat pada Gambar 7.
I ii iii iv Gambar 8 Kromatogram KLT sitral dengan eluen PhCH3: EtOAc dengan nisbah (dari kiri ke kanan) (i) 20:1; (ii) 9:1; (iii) 3:1; dan (iv) 8:1. Fraksionasi Sitral dengan KLTP Fraksionasi sitral dilakukan dengan menggunakan KLTP untuk mengambil ekstrak yang terbawa dan tertahan (Lampiran 4). Rendemen yang diperoleh untuk F1 (dekat titik awal elusi), yaitu 16.90% sedangkan untuk F2 (dekat titik akhir elusi) sebesar
6
yang terkandung dalam suatu sampel. Semakin besar persentase suatu komponen dalam sampel tersebut maka puncak yang dihasilkan akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya (Agusta 2000). Spektrum massa hasil analisis merupakan gambaran mengenai jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari pecahan suatu komponen kimia yang memiliki berat molekul berbeda. Beberapa senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri serai dapur diantaranya α-sitral, β-sitral, β-mirsena, sitronelal, tujhopsena, nerol asetat, dan kolumelarin (Gambar 9). Senyawa yang termasuk golongan monoterpena adalah α-sitral, β-sitral, βmirsena, dan sitronelal. Senyawa tujhopsena termasuk ke dalam golongan senyawa seskuiterpena.
72.52%. Rendemen F2 lebih tinggi sehingga F2 yang digunakan untuk inhalasi hewan uji. Senyawa yang Terkandung dalam Minyak Atsiri Serai Dapur Identifikasi kandungan senyawa yang terdapat dalam minyak atsiri kasar, sitral hasil isolasi, dan F2 hasil KLTP dilakukan dengan menggunakan instrumen GC-MS. Hasil analisis berupa kromatogram ion total yang merupakan hubungan waktu retensi dengan intensitas. Puncak-puncak yang dihasilkan dalam kromatogram ion total diidentifikasi dengan membandingkan spektrum massa yang diperoleh dengan spektrum massa yang terdapat pada library. Senyawa dominan yang terkandung dalam minyak atsiri adalah golongan terpenoid. Terpenoid yang terbanyak pada minyak atsiri adalah golongan monoterpena dan seskuiterpena dengan jumlah C10 dan C15. Kedua jenis terpenoid tersebut memiliki perbedaan dalam hal titik didih sehingga berpengaruh pada waktu retensi yang dihasilkan. Pada sistem kromatografi gas, senyawa yang memiliki titik didih rendah akan keluar terlebih dahulu menuju detektor karena titik didih yang lebih rendah mengakibatkan senyawa lebih mudah menguap sehingga waktu retensinya lebih cepat. Senyawa yang termasuk golongan monoterpena biasanya memiliki titik didih berkisar 150-180 °C, sedangkan senyawa yang termasuk golongan seskuiterpena memiliki titik didih sebesar 240-280 °C (Ketaren 1985). Kromatogram yang dihasilkan terbentuk berdasarkan jumlah ion total yang terbentuk dari masing-masing komponen senyawa kimia
β-mirsena
sitronelal
nerol asetat
tujhopsena
kolumelarin
Gambar 9 Senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri serai dapur.
Tabel 1 Konsentrasi senyawa terpenoid dalam minyak atsiri, sitral hasil isolasi, dan F2 Minyak atsiri kasar Sitral hasil isolasi tR (menit) Senyawa F2 (%) (%) (%) 4.394 β-mirsena 12.29 8.119 sitronelal 1.23 10.476 β-sitral 19.31 33.44 25.59 11.279
α-sitral
33.92
52.73
15.51
11.548
kolumelarin
-
-
21.37
12.482
Tujhopsena
-
5.2
-
14.030
nerol asetat
-
-
1.19
33.25
8.63
36.64
Senyawa lain tidak teridentifikasi
7
Tabel 1 menggambarkan perbedaan jumlah komposisi senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri kasar, sitral hasil isolasi, dan F2. Berdasarkan hasil GC-MS dari minyak atsiri serai dapur terdapat 11 senyawa tetapi hanya empat senyawa yang dapat teridentifikasi. Senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri kasar yaitu β-mirsena, sitronelal, α-sitral, dan β-sitral. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang telah dilaporkan Saddiq & Khayyat (2010) yang menyatakan bahwa minyak atsiri serai dapur memiliki kandungan utama sitral dan juga mengandungsitronelal, neril asetat, geranil asetat, dan mirsena. Selain itu, menurut Machado et al. (2012) kandungan lainnya yaitu geraniol, linalool, dan osimena. Intensitas (x10,000,000) 7.0 TIC
3
4
6.5 6.0 5.5 5.0
1
4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5
2
1.0 0.5 2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
(i) Intensitas (x10,000,000) TIC
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
Waktu retensi (menit)
4
10.0 9.0
3
8.0 7.0 6.0 5.0 4.0
6
3.0 2.0 1.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
(ii) Intensitas (x10,000,000) TIC
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
Waktu retensi (menit)
5
9.0
3
8.0 7.0 6.0
4
5.0 4.0 3.0
7
2.0 1.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
Waktu retensi (menit)
(iii) 1. β-mirsena; 2. sitronelal; 3. β-sitral; 4. α-sitral; 5. kolumelarin; 6. tujhopsena; 7. nerol asetat Gambar 10 Kromatogram ion total hasil GCMS (i) Minyak atsiri kasar; (ii) Sitral hasil isolasi; (iii) F2 (dekat titik akhir elusi).
Komatogram ion total dari senyawasenyawa yang terkandung dalam minyak atsiri kasar, sitral hasil isolasi, serta F2 seperti yang tertera pada tabel di atas ditunjukan pada Gambar 10. Waktu retensi masing-masing senyawa ditentukan oleh titik didih senyawa tersebut. β-mirsena muncul lebih awal pada kromatogram ion total minyak atsiri Gambar 10 (i) karena titik didih senyawa tersebut sebesar 167 °C, diikuti senyawa sitronelal dengan titik didih 208.35 °C. Sitral yang memiliki dua isomer memiliki titik didih sebesar 229 °C, namun waktu retensi β-sitral lebih kecil dibandingkan α-sitral. Waktu retensi β-sitral adalah 10.476min, sedangkan α-sitral adalah 11.279min. Perbedaan waktu retensi dari kedua senyawa tersebut dapat disebabkan interaksi senyawa dengan fase diam yang dalam hal ini adalah kolom yang digunakan pada sistem kromatografi gas. Kolom yang digunakan bersifat nonpolar sehingga senyawa yang bersifat polar yang keluar terlebih dahulu dan yang bersifat lebih nonpolar akan tertahan lebih lama berada dikolom, dengan demikian senyawa β-sitral bersifat lebih polar dibandingkan senyawa αsitral. Sitral hasil isolasi juga dianalisis menggunakan GC-MS untuk mengetahui senyawa yang terbentuk. Terdapat tiga senyawa seperti yang terlihat pada Gambar 10 (ii) yang diperoleh berdasarkan hasil GC-MS yaitu α-sitral, β-sitral, dan tujhopsena dengan kandungan utama sitral sebesar 86.17% yang terdiri dari α-sitral sebanyak 52.73% dan βsitral sebanyak 33.44%. Sitral yang diperoleh masih belum murni karena masih terdapat senyawa tujhopsena sebesar 5.2%. Komposisi senyawa yang terkandung berdasarkan hasil GC-MS dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil GC-MS untuk F2 hasil KLTP (Gambar 10 (iii)) menunjukkan komposisi αsitral dan β-sitral yang lebih rendah. Selain itu, terdapat senyawa kolumelarin yang muncul setelah senyawa α-sitral. Berdasarkan data komposisi senyawa pada Tabel 1, hasil F2 dari proses KLTP menunjukkan bahwa proses elusi sitral menyebabkan perubahan komposisi senyawa, serta terjadi interaksi antar senyawa sehingga beberapa senyawa yang awalnya tidak muncul pada hasil GCMS sitral hasil isolasi, kemudian setelah dielusi muncul senyawa yang teridentifikasi, yaitu kolumelarin dan nerol asetat. Sitral memiliki gugus fungsi aldehida yang mudah teroksidasi menjadi asam karboksilat. Nerol asetat merupakan senyawa golongan ester turunan asam karboksilat sehingga
8
Uji in vivo dari minyak atsiri serai dapur, sitral, dan F2 hasil KLTP dilakukan terhadap tikus putih jantan galur Sprague-Dawley selama 5 minggu masa perlakuan. Hewan model yang digunakan berjumlah 30 ekor, dengan usia ±2 bulan dan berat badan antara 125-160 g. Perubahan bobot badan merupakan salah satu analisis fisik yang menjadi perhatian pada penderita obesitas. Pada penelitian ini, dilakukan pengukuran bobot badan tikus setiap satu minggu sekali untuk memonitor perubahan bobot badan tikus. Selain itu juga, dilakukan pengukuran bobot feses dan urin setiap 3 hari sekali dan sisa konsumsi pakan tikus setiap 3 hari sekali. Tabel 2 Rerata bobot badan tikus pada akhir masa adaptasi dan masa perlakuan (g) Masa Kelompok Masa Adaptasi Perlakuan (I) Pakan 190.00±12.41a 252.50±26.49c Standar (II) Tinggi Kolesterol 200.83±10.13a 225.50±15.47b (TK) (III) TK + Minyak 209.67±24.92a 196.83±10.81a Atsiri (IV) TK + 195.00±13.17a 190.83±10.53a Sitral (V) TK + 200.10±20.80a 191.50±19.87a F2 Angka yang diikuti oleh huruf superscripts yang sama tidak berbeda signifikan pada taraf uji (P<0.05) (Duncan’s multiple range test)
Tabel 2 menggambarkan rerata bobot badan tikus pada akhir masa adaptasi dan masa perlakuan. Selama masa adaptasi, pemberian pakan untuk setiap kelompok tikus sama dan bobot badan pada akhir masa adaptasi berdasarkan uji statistika tidak berbeda secara signifikan. Hasil inhalasi minyak atsiri serai dapur, sitral, dan F2 menunjukkan bahwa ketiga kelompok tikus tersebut memiliki rerata bobot badan yang lebih rendah dibandingkan kelompok normal dan pakan kolesterol saat masa perlakuan. Kelompok IV yang diberi inhalasi sitral memiliki rerata bobot badan terendah pada
270 I Rerata bobot badan (g)
Hasil Uji In Vivo Terhadap Bobot Badan, Bobot Pakan, Bobot Feses dan Urin, serta Lemak Tubuh
akhir masa perlakuan yaitu sebesar 190.83 g dan nilai rerata bobot badan terbesar pada kelompok I sebesar 252.50 g. Bobot badan kelompok III, IV, V pada akhir masa perlakuan memiliki nilai yang berbeda nyata secara signifikan dengan kelompok I dan kelompok II. Berdasarkan penjelasan tersebut, inhalasi minyak atsiri, sitral, dan F2 berpotensi menurunkan bobot badan hewan uji.
250
II
230
III IV
210 V 190 170 0
1
2
3
4
5
Perlakuan minggu ke-
(i) 5 3 Perubahan bobot badan minggu ke-5 (%)
kemungkinan terbentuknya senyawa nerol asetat tersebut dapat terjadi selama proses fraksionasi.
1 -1
I
II
III
IV
V
-3 -5 -7
kelompok
(ii) Keterangan: kelompok I pakan Standar kelompok II pakan tinggi kolesterol (TK) kelompok III TK + minyak atsiri kelompok IV TK + sitral kelompok V TK + F2
Gambar 11
Perubahan rerata bobot badan tikus tiap kelompok selama masa perlakuan (i), dan perubahan bobot badan minggu ke-5 (%) perlakuan (ii).
Peningkatan bobot badan per minggu selama masa perlakuan terlihat pada Gambar 11 (i). Peningkatan terbesar terjadi pada kelompok I dan diikuti oleh kelompok II. Kelompok III, IV, dan V pada minggu awal terjadi kenaikan bobot badan tetapi setelah
9
minggu kedua masa perlakuan bobot badan yang terukur cenderung mengalami penurunan. Gambar 11 (ii) memperlihatkan persentase perubahan bobot badan tikus pada minggu ke-5 setelah masa perlakuan yang menunjukkan nilai negatif pada kelompok III, IV, dan V. Nilai negatif tersebut menunjukkan bahwa bobot badan pada akhir masa perlakuan mengalami penurunan. Besarnya peningkatan bobot badan tikus dipengaruhi oleh jumlah pakan yang dikonsumsi. Tingkat konsumsi pakan dari suatu hewan berbedabeda bergantung pada cara pemberian pakan tersebut. Apabila pakan diberikan secara ad libitum maka tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh faktor makanannya, lingkungan sekitar, serta dari hewan model itu sendiri (Parakkasi 1999). Tabel 3 Rerata bobot pakan tikus tiap tiga hari (g/ekor) selama masa adaptasi dan perlakuan Masa Masa Kelompok Adaptasi Perlakuan (I) Pakan 55.07±3.18a 56.94±4.35c Standar (II) Tinggi Kolesterol 56.90±2.23a 54.30±3.24c (TK) (III) TK + Minyak 59.87±0.30a 44.77±3.57b Atsiri (IV) TK + 58.33±2.84a 32.48±7.61a Sitral (V) TK + 56.10±2.73a 36.32±6.27a F2 Angka yang diikuti oleh huruf superscripts yang sama tidak berbeda signifikan pada taraf uji (P<0.05) (Duncan’s multiple range test)
Berdasarkan data pada Tabel 3, jumlah konsumsi pakan selama masa adaptasi untuk setiap kelompok menunjukkan nilai yang tidak berbeda signifikan. Hal tersebut menandakan bahwa selama masa adaptasi, hewan coba memiliki respon yang baik terhadap pakan yang diberikan. Perbedaan jumlah konsumsi pakan terjadi pada masa perlakuan. Konsumsi pakan terbesar pada kelompok I sebesar 56.94 g/3 hari/ekor tikus. Konsumsi pakan tersebut berbeda signifikan dengan konsumsi pakan kelompok III, IV, dan V. Konsumsi pakan terendah terendah terdapat pada kelompok IV yang diinhalasi sitral sebesar 32.48 g/3 hari/ekor tikus.
Tabel 4 Rerata bobot feses dan urin tikus tiap tiga hari (g/ekor) selama masa adaptasi dan perlakuan Masa Masa Kelompok Adaptasi Perlakuan (I) Pakan 41.60±2.85ab 40.77±5.96c Standar (II) Tinggi Kolesterol 40.47±5.17a 41.76±7.25c (TK) (III) TK + Minyak 39.97±7.70a 33.82±4.39b Atsiri (IV) TK + 47.70±2.88b 22.25±8.19a Sitral (V) TK + F2 42.90±2.73ab 27.36±6.62a Angka yang diikuti oleh huruf superscripts yang sama tidak berbeda signifikan pada taraf uji (P<0.05) (Duncan’s multiple range test)
Jumlah feses dan urin yang dihasilkan oleh tiap kelompok selama masa adaptasi sebanding dengan rerata bobot badannya. Kelompok yang rerata bobot badannya cukup tinggi cenderung mengeluarkan feses dan urin relatif lebih kecil. Selama masa perlakuan, feses dan urin yang dihasilkan untuk setiap kelompok berbeda-beda. Feses dan urin yang terbesar dihasilkan oleh tikus pada kelompok II sebesar 41.76 g/3 hari/ekor, sedangkan kelompok IV menghasilkan feses dan urin yang terkecil sebesar 22.25 g/3 hari/ekor. Tabel 5
Rerata bobot deposit lemak dan persentase lemak tikus. Deposit lemak Persentase Kelompok (g) lemak (%) (I) Pakan 2.4433±1.0632a 0.0098±0.0044a Standar (II) Tinggi Kolesterol 3.0834±1.1008a 0.0110±0.0066a (TK) (III) TK + Minyak 2.8198±0.5605a 0.0144±0.0029a Atsiri (IV) TK + 2.6508±0.8911a 0.0139±0.0049a Sitral (V) TK + 2.5805±0.1891a 0.0136±0.0017a F2
Angka yang diikuti oleh huruf superscripts yang sama tidak berbeda signifikan pada taraf uji (P<0.05) (Duncan’s multiple range test)
Pengamatan terhadap bobot deposit lemak hewan uji tikus dilakukan pada minggu ke-5 masa perlakuan. Berdasarkan data pada Tabel 5 di atas, nilai rerata bobot deposit lemak dan persentase lemak hewan uji tidak berbeda
secara signifikan. Rerata bobot lemak terbesar terdapat pada kelompok II yang merupakan kelompok yang diberi pakan kolesterol tinggi. Kelompok V memiliki bobot deposit lemak terendah sebesar 2.5805 g. Berdasarkan data-data di atas, dapat diketahui bahwa tikus pada kelompok VI dan V mengkonsumsi pakan yang sedikit, yaitu 32.48 dan 36.32 g/3 hari/ekor. Hal ini menunjukkan bahwa inhalasi sitral dan F2 diduga berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi dengan cara mengurangi nafsu makan tikus sehingga bobot badan tikus tidak akan mengalami kenaikan yang besar. Utami (2011) menyatakan bahwa golongan monoterpena dan seskuiterpena pada minyak atsiri sirih merah dapat menurunkan bobot badan, kadar kolesterol, dan trigliserida serum darah tikus dan meningkatkan kadar kolesterol HDL, sehingga dinyatakan berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi. Sejalan dengan hal tersebut Wulandari (2011) menyatakan senyawa terpinen-4-ol pada minyak atsiri bangle juga berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi tanpa menyebabkan kerusakan hati hewan uji. Penelitian sejenis yang dilakukan Anggraeni (2010), senyawa β-elemenona pada minyak atsiri temulawak berpotensi menjaga perkembangan bobot badan tikus agar tidak mengalami obesitas dan memiliki deposit lemak yang rendah.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Isolasi sitral dari minyak atsiri serai dapur dengan metode adisi bisulfit menghasilkan rendemen sebesar 23.47%. Fraksionasi sitral menggunakan KLTP dengan fase gerak eluen terbaik yang diperololeh yaitu toluena:etil asetat (8:1) dan diperoleh F1 (dekat titik awal elusi) dan F2 (dekat titik akhir elusi). Minyak atsiri, sitral, dan F2 diuji aktivitasnya sebagai pelangsing aromaterapi secara in vivo. Hasil uji in vivo menunjukan bahwa inhalasi setelah 2 minggu dapat menurunkan bobot badan hewan uji dan sitral yang terkandung dalam minyak atsiri serai dapur berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi dengan cara menjaga perkembangan bobot badan tikus serta menurunkan konsumsi pakan. Saran Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mendapatkan senyawa sitral murni
dengan konsentrasi yang optimum. Selain itu perlu dilakukan uji konsentrasi minyak atsiri yang terkandung dalam udara di sekitar ruang inhalasi untuk mengetahui dosis optimum aromaterapi yang berpotensi sebagai pelangsing.
DAFTAR PUSTAKA Afriatni A. 2005. Badan POM ungkap kasus jamu menggunakan obat keras [terhubung berkala]. http://www.tempo.co/read/news/2005/08/2 0/05565522/ Badan-POM-Ungkap-KasusJamu-Menggunakan-Obat-Keras. [14 Agst 2012]. Agusta A. 2000. Minyak atsiri tumbuhan tropika indonesia. Bandung: ITB Press. Anggraeni A. 2010. Fraksinasi senyawa aktif minyak atsiri temulawak sebagai pelangsing aromaterapi secara in vivo [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bress DJ, Elwell MR, Tingley FD, Sands SB, Jakowski AB, Shen AC, Cai JH, Finkelstein MB. 2008. Pharmatocoloical effects of nicotinic therapies for smoking cessation. Toxicologic Pathology 36:568575. Carbajal D, Casaco A, Arruzazabala L, Gonzalez, Tolon Z 1989. Pharmacological study of Cymbopogon citratus leaves. J Ethnopharmacol 25(1):103-107. Carlini EA, Contar JDDP, Siva-Filho AR, Dasilveira-Filho NG, Frochtengarten. 1986. Pharmacology of lemongrass (Cymbopogon citratus stapf) effects of teas prepared from the leaves on laboratory animals. JEthnopharmacol 17:37-64. Costa CARA, Bidinotto LT, Takahira RK, Salvadori DMF, Barbisan UF, Costa M. 2011.Cholesterol reduction and lack of genotoxic or toxic effects in mice after repeated 21-day oral intake of lemongrass (Cymbopogon citratus) essential oil.Food and Chemical Toxicology 49:2268-2272. Francisco V, Figueirinha A, Neves BM, Garcia-Rodriguez C, Lopes MC, Cruz MT, Batista MT. 2011. Cymbopogon citratus as source of new and safe anti-inflammatory drugs: Bio-guided assay using lipopolysaccharide-
11
stimulatedmacrophages. Coimbra. Ethnopharmacology 133:818-827.
J
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penentuan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Ed ke-2.Padmawinata dan Sudiro I, penerjemah. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari: Phytochemical Method.
Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”; Yogyakarta, 22 Feb 2011. hlm C07-1-C07-4. Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan ternak Ruminan. Jakarta: UI Press.
Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory handbook for the Fractionation of Natural Ekstract.London: Chapman & Hall.
Ress NB. 2003. Toxicology and carcinogenesis studies of microencapsulated citral in rats and mice. Toxicol. Sci.71 (2):198-206.
Kar A. 2007. Pharmacognosy and Pharmacobiotechnology Second Ed. New Delhi: New Age International (P) Limited, Publishers.
Saddiq AA, Khayyat SA. 2010. Chemical and antimicrobial studies of monoterpene: Citral. Pesticide Biochemistry and Physiology 98:89-93.
Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka.
Sell CS. 2003. A Fragrant Introduction to Terpenoid Chemistry. United kingdom: Royal Society of Chemistry.
Machado M, Pires P, Dinis AM, Santos-Rosa M, Alves V, Salgueiro L, Cavaleiro C, Sousa MC. 2012. Monoterpenic aldehydes as potential anti-Leishmania agents:Activity of Cymbopogon citratus and citral on L. infantum, L. tropica and L. Major. Coimbra. Experimental Parasitology 130:223-231. Naik MI, Fomda BA, Jaykuman E, Bhat JA. 2010. Antibacterial activitiy of lemongrass (Cymbopogon citratus) oil against some selected phatogenic bacterials. Asia Pasific Journal of Tropical Medicine 2010:535538 Ngadiwiyana, Ismiyarto, AP Nor Basid, RS Purbowatiningrum. 2011. Potensi sinamaldehid hasil isolasi minyak kayu manis sebagai senyawa antidiabetes. Majalah Farmasi Indonesia 22(1):9 -14. Niijima A, Nagai K. 2003. Effect of olfactory stimulation with flavor ofgrapefruit oil and lemon oil on the activity of sympathetic branch in the white adipose tissueof the epididymis. Society for Experimental Biology and Medicine:1190-1192. Nuryoto, Jayanudin, Hartono R. 2011. Karakterisasi minyak atsiri dari limbah daun cengkeh. Di dalam: Pengembangan
Skoog DA, Holler PJ, Nieman TA. 2004. Principles of Instrumental Analysis. Ed ke5. Philadelphia: Hartcaurt Brace. Tzortzakis NG, Economokis CD. 2007. Antifungal activity lemongrass (Cymbopogon citratus L.) essential oil against key postharvest phatogens. J innovative Food Science and Emerging technologies 8(2007):253-258. Utami MR. 2011. Fraksinasi senyawa aktif minyak atsiri sirih merah (Piper cf. Fragile) sebagai pelangsing aromaterapi [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Wright SC, Maree JE, Sibanyoni M. 2009. Treatment of oral thrush in HIV/AIDS patients with lemon juice and lemongrass (Cymbopogon citratus) and gentian violet. South Africa: Phytomedicine 16 (2009):118-124. Wulandari R. 2011. Fraksinasi senyawa aktif minyak atsiri bangle sebagai pelangsing aromaterapi [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
13
Lampiran 1 Diagram alir penelitian Minyak atisiri serai dapur + Natrium bisulfit jenuh
Fraksi tidak terkristal sitral
Kristal + etanol + NaOH encer Pemekatan
Sitral Pemurnian 1. KLT dengan berbagai eluen 2. KLTP dengan eluen terbaik
F1 (Dekat titik awal elusi)
Identifikasi senyawa (GC-MS)
F2 (Dekat titik akhir elusi)
Uji in vivo (Lampiran 2)
14
Lampiran 2 Pengelompokan dan perlakuan secara in vivo terhadap hewan uji (tikus putih galur Sparague-Dawley)
Hewan Uji (30 ekor) Pembagian kelompok
I (n=6)
II (n=6)
III (n=6)
IV (n=6)
V (n=6)
Masa adaptasi 2 minggu Kelompok I Pakan standar
Kelompok II Pakan standar
Kelompok III Pakan standar
Kelompok IV Pakan standar
Kelompok V Pakan standar
Masa perlakuan selama 5 minggu Kelompok I Pakan standar Tanpa perlakuan inhalasi
Kelompok II Pakan kolesterol tinggi Tanpa perlakuan inhalasi
Kelompok III Pakan kolesterol tinggi Inhalasi minyak atsiri serai dapur
Kelompok IV Pakan kolesterol tinggi Inhalasi sitral
Kelompok V Pakan kolesterol tinggi Inhalasi F2 hasil KLTP
Tahap Analisis
Bobot pakan ditimbang setiap hari
Bobot feses dan urin ditimbang setiap 3 hari sekali
Bobot badan ditimbang setiap minggu
Penentuan bobot deposit lemak setelah minggu ke-7
Keterangan: - Masa adaptasi: semua kekelompok (I, II, III, IV, V) diberi pakan standar tikus (20 g/hari/ekor) dan diberi minum akuades secara ad libitum - Masa perlakuan: kelompok 1 (kontrol negatif) diberi pakan standar tikus (20 g/hari/ekor) dan diberi minum akuades secara ad libitum; kelompok II, III, IV, dan V diberi pakan kolesterol tinggi (20 g/hari/ekor) dan diberi minum akuades secara ad libitum.
15
Lampiran 3 Komposisi pakan yang diberikan pada hewan uji Tabel 1 Pakan standar di Pusat Studi Biofarmaka (dari PT Indofeed) Komposisi
% Campuran
Protein
18
Lemak
4
Serat
4
Abu
11
Metabolisme Energi
2000 kkal
Tabel 2 Pakan tinggi kolesterol Komposisi
% Campuran
Kuning telur
12.5
Minyak Kelapa Barco
5
Pakan standar
82.5
Lampiran 4 Hasil KLTP sitral
F2 (Dekat titik akhir elusi)
F1 (Dekat titik awal elusi)
Lampiran 5 Rangkaian alat inhalator untuk inhalasi