II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Tinjauan Umum Kerbau Kerbau rawa memberikan kontribusi positif sebagai penghasil daging, terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air 3−5 m (Putu 2003). Kerbau rawa merupakan ternak asli daerah dan sumber plasma nutfah, dan telah dikembangkan sebagai usaha tani spesifik lokasi pada agroekosistem lahan rawa. Kerbau rawa umumnya dipelihara dalam kalang, yaitu kandang yang dibuat dari balok-balok gelondongan kayu blangeran (shore blangeran) berdiameter 10−20 cm. Kayu disusun teratur berselangseling dari dasar rawa hingga tersembul di atas permukaan air dengan tinggi kalang 2,50−3 m, panjang 25 m, dan lebar 10 m, atau disesuaikan dengan jumlah kerbau yang dipelihara. Bagian atas kalang dibuatkan lantai dari belahan kayu yang disusun rapat untuk tempat kerbau beristirahat. Umumnya kalang berbentuk empat persegi panjang membentuk huruf L atau T. Kalang terdiri atas beberapa ancak atau petak. Setiap ancak berukuran 5 m x 5 m yang mampu menampung 10−15 kerbau dewasa. Pada bagian sisi kalang dibuatkan tangga lebar ± 2,50 m untuk turun dan naiknya kerbau (Dilaga 1987; Suryana dan Hamdan 2006). Semua jenis kerbau memiliki beberapa karakteristik yang sama, adapun klasifikasi ilmiah kerbau sebagai berikut : Kerajaan
: Animalia;
Filum
: Chordata;
Kelas
: Mammalia;
Ordo
: Artiodactyla;
9
Famili
: Bovidae;
Upafamili : Bovinae; Genus
: Bubalus;
Spesies
: Bubalus bubalis
(Susilorini, dkk., 2010).
Kerbau adalah ternak asli daerah panas dan lembab, khususnya di daerah belahan utara tropika. Ternak kerbau sangat menyukai air. Sisa – sisa fosil kerbau yang sekarang masih tersimpan di India (Lembah Hindus) menunjukkan bahwa kerbau telah ada sejak zaman Pliocene. Kerbau lumpur domestikasi tampaknya berasal dari daratan China. Kerbau termasuk familia Bovidae dan sejarah mencatat telah diternakkan di India, Malaysia dan Mesir. Ternak ini berfungsi triguna : perah, daging dan ternak kerja. Kemampuannya yang menonjol adalah dapat memanfaatkan tanaman yang terkasar dan merubahnya menjadi produk ternak (Reksohadiprodjo, 1984). Dibandingkan dengan sapi, kerbau mempunyai sistem pencernaan yang lebih efisien dalam mencerna pakan kualitas rendah. Pada daerah kering dimana ternak sapi kondisi tubuhnya sudah memprihatinkan (kurus), kondisi tubuh kerbau masih cukup baik (Bamualim, et al., 2006). Terdapat dua bangsa kerbau lokal yang ada di Indonesia, yaitu kerbau lumpur atau rawa (swamp buffalo) berjumlah sekitar 95% dan sisanya dalam jumlah kecil (sekitar 2%) adalah kerbau sungai (reverine buffalo) terdapat di Sumatera Utara. Secara umum kerbau sungai memiliki warna kulit normal adalah hitam dengan bercak putih pada dahi, wajah dan ekor (Cockrill, 1974). Kerbau sudah dapat dikawinkan pada umur 15 sampai 18 bulan, dan pada umur 28 bulan sudah beranak pertama dan selanjutnya beranak setiap tahun.
10
Dengan demikian, pada umur 3 tahun 4 bulan, kerbau betina dapat beranak dua kali. Dalam waktu 25 tahun, seekor kerbau betina mampu melahirkan anak 20 ekor, calving interval kerbau dapat mencapai 13 bulan dengan sistem pemeliharaan intensif, sedangkan dengan sistem pemeliharaan secara gembala calving interval dapat lebih dari 24 bulan. Selain menghasilkan daging dan susu, kerbau juga menghasilkan kulit, tulang, dan tanduk yang dapat digunakan untuk keperluan industri sepatu, kerajinan, tas, ukiran, dll. Kotoran kerbau dapat dimanfaatkan untuk pupuk pertanian. Setiap ekor kerbau dewasa dapat menghasilkan 3,2 hingga 4 ton pupuk per tahun. Produk olahan susu kerbau yaitu keju mozarela, dadih, yogurt dan lain sebagainya.
2.2. Sifat Kualitatif Kerbau Menurut pendapat Dudi, dkk. (2010) Sifat kualitatif pada ternak kerbau meliputi warna kulit, bentuk tanduk, garis punggung, garis kalung putih (chevron), dan jumlah unyeng–unyeng (whorls). Pengamatan sifat kualitatif kerbau lokal masih sangat bervariasi baik warna kulit, bentuk tanduk, garis punggung maupun garis kalung putih pada leher. sedangkan untuk jumlah unyeng-unyeng dan warna putih pada kaki umumnya seragam. (Dudi dkk., 2010).
2.2.1. Warna Kulit Warna kulit adalah salah satu sifat kualitatif yang biasa digunakan sebagai kriteria dalam seleksi. Warna kulit merupakan manifestasi antara satu atau beberapa pasang gen. Variasi warna kulit kerbau jantan dan betina dewasa ditempat penelitian adalah abu-abu gelap, abu-abu terang dan albino. Variasi
11
warna abu-abu gelap paling banyak ditemukan, hal ini dipengaruhi oleh susunan gen yang berbeda. (Dudi, dkk., 2011).
2.2.2. Bentuk Tanduk Keberadaan tanduk pada kerbau baik jantan maupun betina adalah normal, walaupun demikian mempunyai bentuk yang bervariasi: melingkar ke belakag dan melingkar ke bawah. Tanduk bagi kerbau lumpur digunakan untuk mengais lumpur di tempat kubangan dan menghalau serangga yang ada dibagian punggungnya, sekaligus untuk menggaruk, dan bagi pejantan dipergunakan untuk bertarung dengan pejantan lainnya. Bentuk tanduk kerbau lumpur lebih bervariasi bila dibandingkan kerbau sungai.
2.2.3. Unyeng-unyeng (whorls) Jumlah unyeng-unyeng (whorls) merupakan sifat kualitatif yang paling menonjol pada kerbau. Pada kerbau lumpur mempunyai keseragaman untuk letaknya diseluruh tubuh namun jumlahnya spesifik untuk setiap individu. Jumlah unyeng-unyeng terdiri atas 1, 2 dan 3 buah untuk setiap lokasi (pada kepala, pundak kiri-kanan dan pinggul kiri-kanan). Menurut penelitian (Dudi. dkk ) menampilkan prosentase terbesar jumlah unyeng-unyeng pada bagian kepala (60%), sedangkan pada bagian pundak dan pinggul prosentaenya berurutan masing-masing (26,00 dan 13,00 %).
2.2.4. Garis Kalung Putih (Chevron) Warna putih pada dasar hitam yang menyerupai pita merupakan karakteristik pada kerbau lumpur dan sering disebut dengan chevron. Terdapat
12
dua bentuk garis kalung putih pada leher yaitu garis kalung putih tunggal dan ganda. Keberadaan kalung putih pada kerbau lumpur merupakan karakter yang dipertimbangkan dalam seleksi kerbau lumpur (Chantalakana dan Skumun, 2002).
2.2.5. Garis Punggung Garis punggung terdiri atas dua macam yaitu garis punggung datar dan garis punggung melengkung. Garis punggung ada kaitannya dengan bentuk karkas, kerbau yang mempunyai garis punggung datar mempunyai kualitas karkas yang lebih baik daripada yang bergaris punggung melengkung ke dalam. Namun untuk melihat garis punggung akan lebih terlihat jelas pada ternak yang kurus dan sudah tua. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa kerbau dengan garis punggung melengkung lebih sedikit jumlahnya bila dibandingkan dengan kerbau yang bergaris punggung datar.
2.3. Sifat Kuantitatif Kerbau Sifat Kuantitatif adalah suatu sifat yang ditemukan oleh banyak pasang gen, dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan dalam hal ini adalah manajemen dan pakan yang diberikan dan disediakan untuk ternak tersebut. keberadaan gen dominan pada sifat kuantitatif tidak saling menutupi. Kelompok gen semacam ini terletak pada lokus yang berlainan, yang mengawasi ekspresi suatu sifat tertentu yang sama, disebut sebagai gen ganda (poligen). Suatu sifat yang dipengaruhi oleh gen ganda akan menunjukan variasi kuantitatif yang besar, karena dapat diekspresikan dalam bermacam-macam tingkatan (Warwick dkk., 1995). Nilai kuantitatif pada ternak akan berhubungan dengan pertumbuhan pada ternak, pertumbuhan secara umum didefinisikan sebagai perubahan ukuran tubuh
13
yang meliputi perubahan bobot badan, bentuk, dimensi dan komposisi tubuh termasuk perubahan jaringan-jaringan tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ. Perubahan jaringan-jaringan dan organ-organ berlangsung secara gradual hingga tercapai ukuran dan bentuk karakteristik masing-masing organ dan jaringan tersebut (Soeparno, 1998). Parameter tubuh adalah nilai-nilai yang dapat diukur dari bagian tubuh ternak termasuk ukuran-ukuran yang dapat dilihat pada permukaan tubuh kerbau, antara lain ukuran kepala, tinggi, panjang, lebar, dalam dan lingkar (Natasasmita dan Mudikdjo, 1979). Parameter tubuh yang sering dipergunakan dalam menilai produktivitas antara lain tinggi badan, lingkar dada dan panjang badan. Bobot badan juga merupakan indikator penilaian produktivitas dan keberhasilan manajemen peternakan (Blakely dan Bade, 1991). Penimbangan di lapangan seringkali tidak dapat dilakukan karena timbangan ternak tidak tersedia (Siregar, 1984). Lingkar dada dan panjang badan dapat digunakan untuk melakukan pendugaan bobot hidup kerbau. Ukuran ukuran tubuh memiliki hubungan erat dengan komponen tubuh, ukuran permukaan dan bagian tubuh ternak mempunyai banyak kegunaan karena dapat digunakan dalam penaksiran bobot badan dan karkas. Ukuran-ukuran tubuh seperti lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak dapat memberikan petunjuk bobot badan ternak dengan ketelitian yang cukup baik (Santosa, 1995).
2.3.1. Panjang Badan dan Lingkar Dada Penelitian Sitorus (2008) di Provinsi Sumatra Utara melaporkan bahwa kerbau rawa jantan memiliki panjang badan dan lingkar dada 129,50 cm dan 182,16 cm. Penelitian Hidayat (2007) di Propinsi Banten melaporkan panjang
14
badan dan lingkar dada adalah 121 cm dan 166 cm. Parameter tubuh yang dapat diukur untuk mengestimasi bobot badan meliputi panjang badan dan lingkar dada. Korelasi dapat disebut positif bila peningkatan satu sifat menyebabkan sifat lain juga meningkat. Komponen tubuh yang berhubungan erat dengan bobot badan adalah lingkar dada dan panjang badan (Dwiyanto, K. dan Subandryo, 1995). Hal ini diperkuat Williamson, dkk. (1986), bahwa ukuran lingkar dada dan panjang badan dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor hewan dengan tepat. Nilai korelasi tertinggi diperoleh dari lingkar dada dibandingkan dengan ukuran tubuh lainnya sehingga lingkar dada dapat digunakan sebagai kriteria seleksi (Aisiyah, 2000). Apabila umur bertambah, bobot badan, lingkar dada juga semakin besar hal tersebut disebabkan sebagian besar bobot badan dipikul oleh kaki depan dan bertautan antara badan (otot-otot di sekitar dada) dengan kaki depan. Otot-otot tersebut
adalah
musculus
Bertambahnya bobot
serratus
ventralis
dan
musculus
pectoralis.
hewan menyebabkan bertambah kuatnya otot-otot
penggantung tersebut sehingga bertambah besar pula lingkar dada (Putra, 1985).
2.3.2. Tinggi Pundak Tinggi pundak merupakan perpaduan antara ukuran tulang kaki dan dalam dada. Hewan yang mempunyai dimensi tulang kaki yang besar cenderung tumbuh lebih cepat dan menghasilkan daging yang lebih banyak dibandingkan hewan yang berkaki kecil (Jamarun, 1988). Tinggi pundak perlu diketahui untuk memberikan informasi tentang pertumbuhan ternak dan dapat digunakan untuk memperkirakan bobot badan, dan juga tinggi pundak berpengaruh terhadap daya tarik yang dihasilkan oleh ternak tersebut (Murti, 2002).
15
2.3.4. Bobot Badan Hardjosworo dan Levine (1987) menyatakan bahwa rerata bobot kerbau jantan dan betina pada umur 0, l, 2, 3, 4 dan lebih dari 5 tahun masing-masing adalah 30, 160, 285, 405, 515, dan 565 kg. Peningkatan bobot badan dan laju pertumbuhan yang lebih tinggi, pada umur satu dan dua tahun memiliki bobot badan 229,99±26,41 kg dan 300,55±0,01 kg, sedangkan pada umur 3 sampai >5 tahun kerbau tersebut menunjukkan laju pertumbuhan yang menurun sehingga peningkatan bobot badan kerbau rendah. Rerata bobot badan anak kerbau umur 6– 24 bulan adalah 201,58±81,27 kg dan dewasa umur 3–10 tahun adalah 372,66±95,25 kg. Hal ini didukung oleh pernyataan Parakkasi (1997) bahwa faktor umur sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ternak. Umur menjelang dan sekitar pubertas, laju pertumbuhan umumnya optimal dan mendekati dewasa tubuh sedangkan laju pertumbuhan menurun. Penjualan kerbau umumnya pada umur 3 tahun. Hal ini mendukung penjualan dengan keuntungan yang optimum karena laju pertumbuhan kerbau semakin tua akan mengalami penurunan.