TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Steenis et al., (2003) tanaman kedelai diklasifiaksikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Fabales
Family
: Leguminoceae
Genus
: Glycine
Species
: Glycine max (L) Merrill
Struktur akar tanaman kedelai terdiri atas akar lembaga, akar tunggang dan akar cabang berupa akar rambut. Perakaran kedelai dapat menembus tanah pada kedalaman ± 150 cm, terutama pada tanah yang subur. Perakaran tanaman kedelai mempunyai kemampuan membentuk bintil (nodula-nodula) akar yang merupakan koloni dari bakteri Rhizobium japonicum. Bakteri Rhizobium bersimbiosis dengan akar tanaman kedelai untuk menambat nitrogen bebas dari udara (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe terbatas (determinate) dan tidak terbatas (indeterminate). Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang
Universitas Sumatera Utara
tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga (Irwan, 2006). Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai anak daun dan pada umumnya berwarna hijau muda atau hijau kekuning-kuningan. Bentuk daun ada yang oval, juga ada yang segitiga. Warna dan bentuk daun kedelai ini tergantung pada varietas masing-masing. Pada saat tanaman kedelai sudah tua, maka daun-daunnya mulai rontok (Andrianto dan Indarto, 2004). Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3 - 5 minggu untuk daerah subtropik dan 2 - 3 minggu di daerah tropik. Jumlah bunga pada tipe batang
determinate
umumnya
lebih
sedikit
dibandingkan
dengan
tipe
indeterminate. Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai hanya dua, yaitu putih dan ungu (Irwan, 2006). Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50 bahkan ratusan. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Bobot biji tiap kedelai berbeda-beda, bobot biji berkisar 50-500 gram per 100 butir biji. Warna biji pun berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat pada belahan biji ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau transparan (tembus cahaya). Disamping itu ada pula biji yang bewarna gelap kecoklat-coklatan sampai hitam, atau berbintik-bintik (Andrianto dan Indarto, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Syarat Tumbuh Iklim Pertumbuhan kedelai optimum pada suhu 20-25 ºC. Suhu 12-20 ºC adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda serta
proses
pembungaan
perkecambahan dan
benih
pertumbuhan
dan biji.
pemunculan Pada
suhu
kecambah, yang
lebih
tinggi dari 30 ºC, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosíntesis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Pada saat perkecambahan, faktor air menjadi sangat penting karena akan berpengaruh pada proses pertumbuhan. Kebutuhan air semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada saat masa berbunga dan pengisian polong. Selama masa stadia pemasakan biji, tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan yang kering agar diperoleh kualitas biji yang baik. Kondisi lingkungan yang kering akan mendorong proses pemasakan biji lebih cepat dan bentuk biji yang seragam (Irwan, 2006). Tanah Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah,tetapi air tetap tersedia. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar. Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik (Saleh dan Hardaningsih, 2007).
Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan pertanaman kedelai yaitu kedalaman olah tanah yang merupakan media pendukung pertumbuhan akar. Semakin dalam olah tanahnya maka akan tersedia ruang untuk pertumbuhan akar
Universitas Sumatera Utara
yang lebih bebas sehingga akar tunggang yang terbentuk semakin kokoh dan dalam. Pada jenis tanah yang bertekstur remah dengan kedalaman olah lebih dari 50 cm, akar tanaman kedelai dapat tumbuh mencapai kedalaman 5 m. Sementara pada jenis tanah dengan kadar liat yang tinggi, pertumbuhan akar hanya mencapai kedalaman sekitar 3 m (Irwan, 2006). Biologi Athelia rolfsii (Curzi) A. rolfsii (Curzi) merupakan bentuk teleomorf Sclerotium rolfsii Sacc yang telah memiliki bentuk basidiokarp terbalik dan memiliki hifa yang muncul dari badan sklerotia sehingga terjadi revisi taksonomi dengan ditransfernya Sclerotium rolfsii menjadi Athelia rolfsii (Tu and Kimbrought, 1978). Menurut Tu dan Kimbrough (1978) jamur A. rolfsii dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisio
: Basidiomycota
Class
: Basidiomycetes
Ordo
: Atheliales
Famili
: Atheliaceae
Genus
: Athelia
Species
: Athelia rolfsii (Curzi) A
B
a
Gambar 1. (A) Biakan murni (B) Mikroskopis A.rolfsii (a) septa
Universitas Sumatera Utara
Jamur mempunyai miselium yang terdiri dari benang, berwarna putih tersusun seperti bulu atau kipas. Jamur membentuk sklerotium yang semula berwarna putih, kelak menjadi coklat, dengan garis tengah ± 1 mm. Butiran ini mudah sekali lepas dan terangkut oleh air (Semangun, 1993). Ukuran sklerotia mempunyai banyak bentuk yang dihasilkan oleh miselium, bulat dan putih ketika muda kemudian menjadi coklat gelap sampai hitam. Fichtner (2006) menyebutkan bahwa sklerotia mempunyai ukuran diameter (0,5 mm-2,0 mm) yang mulai berkembang setelah 4-7 hari dari pertumbuhan miselium (Ferreira dan Boley, 1992). Menurut Hartati et al., (2008), Athelia sp dapat hidup pada kondisi lingkungan yang bervariasi. Hal ini disebabkan oleh jamur tersebut mampu tumbuh pada kisaran suhu antara 28 – 35 ºC, kelembapan 55- 100%, kisaran pH antara 4- 8. Gejala Serangan A
B
Gambar 2. (A) Gejala serangan S.rolfsii (B) Miselium pada pangkal batang tanaman Tanaman yang sakit layu dan menguning perlahan-lahan. Pada pangkal batang dan permukaan tanah di dekatnya terdapat benang-benang jamur berwarna putih seperti bulu. Benang-benang ini kemudian membentuk sklerotium atau
Universitas Sumatera Utara
gumpalan benang yang berwarna putih akhirnya menjadi cokelat seperti biji sawi dengan garis tengah 1-1,5 mm. Karena mempunyai dinding yang keras, sclerotia dapat dipakai untuk mempertahankan diri terhadap kekeringan, suhu tinggi dan lain-lain yang merugikan (Semangun, 1993). A. rolfsii pertama sekali menyerang batang, meskipun mungkin menginfeksi beberapa bagian tanaman dibawah kondisi lingkungan yang sesuai termasuk akar, buah, petiole, daun dan bunga. Tanda pertama infeksi, meskipun biasanya tidak terdeteksi, adalah coklat gelap pada batang atau di bawah tanah. Gejala pertama yang mungkin adalah proses penguningan dan kelayuan pada daun. Gejala berikutnya terlihat jamur lapisan putih atau benang miselium pada jaringan yang terinfeksi dalam tanah. Ukuran sklerotia mempunyai banyak bentuk yang dihasilkan oleh miselium, bulat dan putih ketika muda kemudian menjadi coklat gelap sampai hitam (Ferreira dan Boley, 2006). Daur Hidup Penyakit A. rolfsii mampu menginfeksi tanaman jika jumlah miselia yang tumbuh cukup banyak. Untuk mendukung pertumbuhan miselia secara optimal diperlukan nutrisi yang berasal dari bahan organik sebab di alam sklerotia atau hifa berdinding tebal biasanya berasosiasi dengan sisa tanaman atau bertahan hidup sebagai saprofit pada bahan organik (Ferreira dan Boley, 2006). A. rolfsii adalah cendawan yang kosmopolit, dapat menyerang bermacammacam tumbuhan, terutama yang masih muda. Cendawan itu mempunyai miselium yang terdiri dari benang- benang berwarna putih, tersusun seperti bulu atau kipas. Cendawan membentuk sejumlah sklerotium yang semula berwarna putih kelak menjadi coklat dengan garis tengah kurang lebih 1 mm. Butir-butir ini
Universitas Sumatera Utara
mudah sekali terlepas dan terangkut oleh air. Sklerotium mempunyai kulit yang kuat sehingga tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan. Di dalam tanah sklerotia dapat bertahan sampai 6–7 tahun. Dalam cuaca yang kering sklerotium akan mengeriput, tetapi justru ini akan berkecambah dengan cepat jika kembali berada dalam lingkungan yang lembab (Semangun 1993). Pengendalian Penyakit A. rolfsii selama ini dikendalikan hanya secara mekanis dengan mencabut dan membuang tanaman yang sakit. Cara pengendalian tersebut kurang efektif karena patogen masih mampu bertahan lama di dalam tanah, dengan membentuk organ pembiakan, yaitu sklerotia. Sklerotia merupakan pemampatan dari himpunan miselia jamur, warnanya kecoklatan, berbentuk butiran kecil dengan diameter 1 mm, berkulit keras, dan mampu bertahan lama (dorman) di tanah dan residu tanaman. A. rolfsii dapat dikendalikan melalui beberapa cara seperti aplikasi
fungisida,
solarisasi
tanah,
rotasi
tanaman,
dan
penggunaan
mikroorganisme antagonis dalam upaya pengendalian penyakit secara hayati (Rahayu, 2008). Pengendalian dapat dilakukan dengan penggunaan varietas tahan. Hal ini merupakan cara pengendalian yang praktis dan aman bagi lingkungan, namun ketersediaan varietas tahan sangat terbatas. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan tingkat ketahanan varietas dan genotipe kedelai terhadap A. rolfsii dengan 31 varietas yang diuji, tidak satupun yang tahan terhadap penyakit Athelia dua varietas agak tahan yaitu Malabar dan Petek, lima varietas agak rentan, tujuh varietas rentan, dan 17 sangat rentan. Selanjutnya dari 81 genotipe koleksi plasma nutfah yang diuji ketahanannya, beberapa di antaranya tahan terhadap jamur
Universitas Sumatera Utara
A. rolfsii yaitu genotipe MLG 0002, MLG 0070, MLG 0072, MLG 0086, dan MLG 0115 (Saleh et al., 2011). Agen Antagonis Biologi Hidup Trichoderma spp. Menurut Pelczar et al., (1983) klasifikasi Trichoderma spp. adalah sebagai berikut : Divisio
: Eumycota
Sub Divisio
: Deuteromycota
Kelas
: Hyphomycetes
Ordo
: Hyphomycetales
Famili
: Moniliaceae
Genus
: Trichoderma
Spesies
: Trichoderma spp.
a
b
Gambar 3. Mikroskopis Trichoderma spp. (a) konidia; (b) konidiofor Pertumbuhan
koloni
Trichoderma
mula-mula
berbentuk
anyaman
miselium dengan permukaan yang putih mulus berair dan kemudian berambut banyak karena terjadinya pembentukan hifa-hifa baru. Selanjutnya koloni
Universitas Sumatera Utara
Trichoderma spp akan berubah warna dan kelihatan hijau pekat sedangkan bagian bawahnya tetap tidak berwarna. Miselium Trichoderma spp terdiri dari hifa-hifa yang transparan, berdinding mulus, bersepta dan bercabang banyak. Hifa ini sering membentuk klamidiospor yang timbul dalam posisi interseluler. Konidiofor akan muncul pada daerah percabangan pada miselia. Konidia dapat dihasilkan dari ujung phialides (Hasibuan, 2005). Trichoderma spp. mempunyai konidia yang berdinding halus koloni mulamula berwarna hialin, lalu menjadi putih kehijauan, dan selanjutnya hijau tua terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Konidiofor dapat bercabang menyerupai piramida yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang
berulang-ulang,
sedangkan
semakin
ke
ujung
percabangan
menjadi bertambah pendek. Phialid tampak langsing dan panjang terutama pada apeks dari cabang. konidia berbentuk semi bulat hingga oval pendek (Purwantisari dan Hastuti, 2009). Manfaat Trichoderma spp. Beberapa spesies Trichoderma spp. telah dilaporkan sebagai agensia hayati seperti T. harzianum, T. viridae, dan T. konigii yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian. Jika biakan jamur Trichoderma spp. diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, jamur ini mendekomposisi limbah organik menjadi kompos yang bermutu. Jamur Trichoderma spp. juga dapat berlaku sebagai biofungisida, yang berperan mengendalikan organisme patogen penyebab penyakit tanaman. Trichoderma spp. dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman antara lain Rigidiporus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Athelia rolfsii dan
Universitas Sumatera Utara
Pythium spp. Disamping kemampuan sebagai pengendali hayati, Trichoderma spp memberikan pengaruh positif terhadap perakaran tanaman, pertumbuhan tanaman, dan hasil produksi tanaman. Sifat ini menandakan Trichoderma spp. juga berperan sebagai peningkat pertumbuhan tanaman (Plant Growth Enhancher) (Herlina dan Dewi, 2010). Trichoderma spp. mampu memanfaatkan nutrisi, ruang dan tempat tumbuh, serta mampu menghasilkan senyawa antibiosis yang menyebabkan terhambatnya perkembangan patogen A. rolfsii. Trichoderma spp bertindak sebagai mikoparasit bagi jamur lain dengan tumbuh mengelilingi miselium patogen dan menghasilkan enzim dari dinding miselia atau disebut dengan senyawa antibiosis yang dapat menghambat bahkan membunuh patogen. Trichoderma spp. menghasilkan zat antibiotik lain seperti trichotoxin yang dapat menyebabkan hifa patogen mengalami lisis (Supriati et al., 2008). Mekanisme pengendalian Trichoderma spp. yang bersifat spesifik target, membentuk koloni dengan cepat dan melindungi akar dari serangan jamur patogen, mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman, menjadi keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati. Beberapa keunggulan Trichoderma spp. yang lain adalah mudah dimonitor dan dapat berkembang biak, sehingga keberadaannya di lingkungan dapat bertahan lama serta aman bagi lingkungan (Siregar, 2011).
Cara Aplikasi Trichoderma spp. Mekanisme pengendalian jamur yang bersifat spesifik target, mengoloni rhizosfer dengan cepat dan melindungi akar dari serangan jamur patogen, mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman, menjadi keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati. Aplikasi dapat
Universitas Sumatera Utara
dilakukan melalui tanah secara langsung, pencelupan ataupun penyemprotan. Selain itu Trichoderma spp. sebagai jasad antagonis mudah dibiakkan secara massal dan mudah disimpan dalam waktu lama (Hasanuddin, 2003). Pemberian Trichoderma spp. dapat langsung diaplikasikan kebenih atau diberikan pada tanah sebelum benih ditanam. Aplikasi Trichoderma harzianum melalui perendam benih jagung selama 1 jam dalam larutan metabolik Trichoderma harzianum sebanyak 100 μl, menjadikan vigor jagung lebih baik dibanding pemberian 200 μl dan 300 μl ( Akladious dan Salwa, 2012).
Universitas Sumatera Utara