ISSN 1410-1939
KEMAMPUAN ADAPTASI TANAMAN KEDELAI TERHADAP KEKERINGAN PADA TANAH-TANAH DENGAN TEKSTUR YANG BERBEDA [THE SOYBEAN ADAPTABILITY AGAINST DROUGHT ON SOIL WITH DIFFERENT TEXTURES] Arsyad A. R.1
Abstract The objective of this study was to investigate the effect of soil water content or soil water potential on leaf water status, stomatal conductivity, and yield of soybean grown on clay and sandy soils. The experiment was conducted at the Research Farm, Agricultural Faculty, University of Jambi, from December 2001 through to May 2002. The experiment used a Randomised Block Design with two factors (water deficit and soil type), and repeated three times. One control of normal water application was provided for each soil type. The soybean cv. Wilis were grown on the two soil types in a 40-L pot, and shaded with transparent plastic cover for water deficit treatment, or no shading for control treatment. The parameters observed were soil mass-volume, total pore, soil water content, soil water potential, relative soil water availability, leaf length, and plant height. The results showed that the water content of growing media affected soil water condition at field capacity or at permanent wilting point, as well as soil pore distribution. However, the difference in soil water content did not significantly affect plant height due to the strong adaptability of soybean against their environment by closing their stomates when the condition was unfavourable. Key words: water stress, water deficit, clay, sandy, Glycine max. Kata kunci: cekaman air, defisit air, liat, berpasir, Glycine max.
PENDAHULUAN Air adalah salah satu bahan yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, yaitu sebagai bahan pembentuk, pelarut, pereaksi dan untuk mempertahankan turgiditas. Meskipun air begitu penting untuk tanaman, belum diketahui secara pasti bagaimana defisit air tanah dapat menurunkan komponenkomponen hasil tanaman, karena mekanisme bagaimana kekurangan air mempengaruhi pertumbuhan tanaman belum banyak dipahami. Salah satu cekaman yang sering dialami tanaman adalah defisit air. Defisit air untuk jangka waktu yang pendek ataupun lama umumnya menjadi penyebab utama menurunnya produksi pertanian. Dikarenakan terbatasnya ketersediaan air, sementara permintaan akan produk pertanian terus meningkat, maka bidang ini perlu mendapat perhatian se1
rius. Manajemen air untuk pertanian dan penggunaan air oleh tanaman selayaknya dioptimalkan. Hal ini memerlukan pemahaman bagaimana defisit air mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman dan mekanisme yang terjadi di balik itu. Menurunnya ketersediaan air tanaman akibat pengeringan tanah menyebabkan menurunnya penyerapan air oleh akar tanaman, dan pada gilirannya akan menurunkan kandungan air tanaman, potensial air tanaman (status air daun), tekanan turgor dan konduktivitas stomata, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat (Kramer, 1988). Namun hasil penelitian yang dilakukan di rumah kaca menunjukkan bahwa pengeringan sebagian dari sistem perakaran tidak menyebabkan penurunan yang nyata pada status air daun meskipun menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman, seperti halnya pada tanaman “isohidrik” (Tardieu dan Davies, 1993).
Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361.
99
Jurnal Agronomi 8(2): 99-103
Diduga tanaman memiliki kemampuan mendeteksi jumlah air tersedia di dalam tanah dan mengatur pergerakan stomata dan laju pertumbuhan daun (Davies et al., 1990). Dalam hubungannya dengan hal ini, banyak eksperimen telah dilakukan untuk mengidentifikasi sinyal non-hidraulik yang diproduksi akar dan dikirim ke daun yang menurunkan konduktivitas stomata dan pertumbuhan daun ( Davies et al., 1990; Ali et al., 1999). Pada eksperimen ‘split root’ (perakaran terpisah), penutupan stomata telah terjadi walau hanya sebagian sistem perakaran berada di tanah yang mengering. Jensen et al. (1989) menyatakan bah-wa hal ini merupakan fungsi dari jumlah perakaran yang berada di tanah basah, karena korelasi positif telah ditemukan antara penutupan stomata dengan fraksi perakaran yang berada di tanah basah. Akan tetapi, pengeringan sebagian dari sistem perakaran dari jagung yang ditanam di lapangan tidak mempengaruhi pergerakan stomata sampai seluruh profil tanah hampir kering (Tardieu et al., 1992). Diduga hal ini disebabkan oleh pengenceran yang lebih besar jika defisit uap naik, seperti yang terjadi di lapangan. Jenis tanah dengan tekstur yang berbeda akan mempunyai kapasitas menahan dan menyediakan air untuk tanaman yang berbeda. Demikian juga tanah-tanah dengan kandungan air sama belum tentu memiliki kemampuan menyediakan air untuk tanaman dalam jumlah yang sama. Hal ini karena penyerapan air oleh tanaman lebih dipengaruhi oleh potensial air tanah dari pada kandungan air tanah (Ali et al., 1999). Baik potensial maupun kandungan air pada suatu profil tanah tidak akan seragam sehingga diduga hal ini akan mempengaruhi adaptasi tanaman terhadap kekeringan. Seperti telah diketahui, bahwa distribusi akar tidak seragam secara vertikal dan sebagian akar tanaman tidak berada pada zona cukup air sehingga tidak mampu menyediakan kebutuhan air tanaman. Sistem perakaran yang terdapat pada tanah (bagian atas) yang kering lebih dahulu akan mempengaruhi fisiologi tanaman. Studi ini didisain untuk mempelajari pengaruh penurunan kandungan air tanah dan/atau potensial air tanah terhadap status air (kadar dan potensial) daun, konduktivitas stomata dan hasil tanaman kedelai yang tumbuh pada tanah liat dan tanah pasir yang mempunyai kurva karakteristik air tanah yang sangat berbeda. Potensial air tanah yang serupa bisa saja terjadi pada kedua tanah tersebut, akan tetapi pada kandungan air tanah yang berbeda. Kadar air tanah tersedia bagi tanaman akan
100
ditentukan pada tanah dengan kurva karakteristik yang berbeda ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh tekstur tanah terhadap kadar air tersedia bagi tanaman kedelai, dan pengaruh status air tanah terhadap kemampuan adaptasi tanaman kedelai.
BAHAN DAN METODA Tanah, tanaman dan disain penelitian Dua jenis tanah yang berbeda tekstur dominannya (berpasir dan berliat ) digunakan dalam penelitian ini. Kedua jenis tanah tersebut diambil dari kebun petani Pasir Putih The Hok (bepasir) dan kebun percobaan Unja di Desa Pondok Meja (berliat). Tanah dimasukan ke dalam pot berukuran lebih-kurang 40 liter. Kedelai varietasWilis ditanam di dalam pot di lapangan yang diberi atap plastik untuk perlakuan defisit air pada saat dikeringkan. Setiap tanaman diberi pupuk anjuran sebelum tanam (TSP setara 100 kg ha-1 P2O5, KCl setara dengan 100 kg ha-1 K2O dan Urea setara dengan 200 kg ha-1 N). Dua tanaman yang tumbuh baik dari 4 benih yang ditugalkan dibiarkan tumbuh. Rancangan Acak Kelompok dengan dua macam tanah yang berbeda (berpasir dan berliat) dipakai dalam penelitian ini, dengan 3 ulangan pada setiap perlakuan dan setiap kelompok (perlakuan defisit air dan kontrol). Sehingga jumlah unitnya adalah 2 perlakuan x 2 jenis tanah (= 4 unit). Setiap perlakuan dalam kelompok diulang 3 kali. Jika setiap pengukuran variable (destruktif) diperlukan satu pot dan lama perlakuan pengeringannya diperkirakan 12 hari, maka diperlukan sebanyak 12 (pot) x 12 (hari) = 144 pot untuk pengukuran variable. Jika diperlukan 3 pot tidak terganggu hingga panen untuk pengukuran variable hasil tanaman, maka diperlukan tam-bahan pot sebanyak 12 pot. Jumlah pot yang diper-lukan adalah 144 + 12 = 156 buah. Jarak antar pot adalah 40 x 20 cm, dan letak setiap unit percobaan disusun secara acak. Variabel yang diukur Sifat fisika tanah seperti kurva karakteristik air tanah (kurva pF), total ruang pori (TRP,%), dan berat volume (BV, g cm-3) diukur untuk setiap jenis tanah pada kedalam 10 - 20 cm di awal penelitian. Produksi kedelai (kg per pot) diukur setelah panen. Variabel yang lain diukur pada saat perlakuan defisit air mulai awal fase pembungaan hingga mendekati titik layu permanen.
Arsyad A. R.: Adaptasi Kedelai terhadap Cekaman Air pada Tanah dengan Tekstur Berbeda.
Variabel yang diukur untuk penelitian ini adalah jenis tanah (deskripsi), BV (gravimetrik), TRP (gravimetrik), kadar air tanah (%) harian dengan neutron probe, potensial air tanah (Mpa) harian di lapangan dengan tensiometer (dari kapasitas lapang hingga batas bacaan tensiometer), ketersediaan air tanah relatif, panjang daun (cm) harian dan tinggi tanaman (cm). Status air tanah dan perlakuan Pada saat perlakuan pengeringan, kadar air tanah diukur setiap hari secara gravimetrik dan dengan neuntron probe pada kedalaman 10, 20, 30 dan 40 cm dari permukaan tanah, dan juga dengan cara penimbangan pot tanaman. Pengairan akan diberikan sesuai dengan defisit air yang dihitung berdasarkan pengukuran tersebut, kecuali untuk tanaman yang diberi perlakuan kekeringan. Potensial air tanah dipertahankan di atas 0,03 Mpa untuk plot kontrol. Potensial air tanah ini diukur dengan tensiometer (Ceramic Cups No. 2131, Soil Moisture Equipment Corp, Santa Barbara, USA) setiap pagi hari pada kedalaman 10 dan 20 cm. Perlakuannya (dua perlakuan pada dua kelompok tanah, yaitu berpasir dan berliat) adalah kontrol (tanpa defisit air) dan dengan defisit air. Perlakuan defisit air ialah dengan kekeringan tunggal tanpa pengairan pada fase generatif (awal pembungaan) karena fase inilah tanaman paling sensitif terhadap kekurangan air (Turner, 1997; Saini dan Westgate, 2000). Penambahan air tanah (pada perlakuan defisit air) dicegah dan areal penelitian tanaman ditutupi dengan atap plastik. Tanaman yang kekeringan akan diberi air kembali jika hampir seluruh air tersedia telah dipergunakan, dimana secara visual tanaman mendekati layu permanen. Kemudian kedua perlakuan diusahakan selalu tanpa defisit air sampai panen dan atap plastik dibuka untuk menghindari etiolasi. Untuk membedakan kedua tanah yang mempunyai ketersediaan air yang berbeda tersebut, maka ketersediaan air tanah relatif (Atr dalam %) untuk seluruh profil akan digunakan dan dihitung dari kadar air tanah aktual (Kaa dalam %), kapasitas lapang (Kl dalam %) dan titil Layu permanen (Tlp dalam %) dengan rumus berikut: Atr = Kaa
Kl Tlp
Status air tanaman dan konduktivitas stomata Status air (kadar air dan potensial air) daun diukur pada waktu tengah hari (antara pukul 10.30
hingga 14.00). Setelah pengukuran konduktivitas stomata (dengan porometer AP4, Delta T, UK), daun yang sama diukur potensial airnya (dengan pressure bomb) dan dibagi dua untuk pengukuran potensi osmotiknya (dengan psychrometer/alat dew point microvolt meter) dan kadar air relatifnya (secara gravimetik). Konduktivitas stomata (mol m-2 det-1) diukur dengan porometer AP4 pada tengah hari (antara pukul 10.30 hingga 14.00). Prinsip kerja porometer AP4 adalah pengukuran waktu yang diperlukan untuk meningkatkan kelembaban tertentu di dalam kuvet pengukur dan hasilnya dipakai untuk mencari konduktivitas dari kurva kalibrasi. Kalibrasi selalu dilakukan setiap hari sebelum pengukuran harian. Analisis data Pengaruh perlakuan terhadap variabel dianalisis dengan sidik ragam. Secara diskriptis, pengaruh defisit air terhadap setiap variabel ditampilkan dalam bentuk grafik. Untuk mengetahui pada tahap mana atau pada hari ke-berapa pengaruh defisit air pada variabel yang diukur tersebut mulai berbeda secara statistik dari kontrol dilakukan uji t setiap harinya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis awal sifat fisika tanah Hasil pengamatan sifat-sifat fisika pada media tekstur pasir dan tekstur liat pada awal penelitian untuk parameter kurva karakteristik air tanah (kurva pF), total ruang pori (%) dan berat volume (BV g cm-3) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data pengukuran sifat fisika tanah pada kedua media tanah Peubah-peubah Tekstur pasir (%) Tekstur debu (%) Tekstur liat (%) Berat volume (g cm-3 ) Berat jenis masa tanah Total ruang pori (% Volume) Kadar air kapasitas lapang (%) Kadar air titik layu permanen (% volume) pF 1,00 (% volume) pF 2,00 (% volume) pF 2,54 (% volume) pF 4,20 (%volume)
Tekstur media Pasir
Liat
73,84 8,22 17,94 1,28 2,11 59,66 14,33 9,07
65,17 10,49 24,34 1,22 2,07 57,94. 21,32 14,05
36,68 17,22 14,33 9,07
45,46 26,65 21,32 14,05
101
Potensial air (m bar)
Jurnal Agronomi 8(2): 99-103
100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 1
2 PK
Gambar 1.
3
4 PD10
5
6 PD20
8 Hari LK
9
10 LD10
11
12
13
14
15
LD20
Grafik potensial air tanah. PK = media pasir kontrol, PD10 = defisit air pada media pasir kedalaman 10 cm, PD20 = defisit air pada media pasir kedalaman 20 cm, LK = media liat kon-trol, LD10 = defisit air pada media liat kedalaman 10 cm, LD20 = defisit air pada media liat kedalaman 20 cm.
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa pada tanah dalam keadaan kadar air titik layu permanen, media tekstur liat adalah 14,04% dan kadar air pada titik layu permanen untuk media tekstur pasir adalah 9,07%. Jadi dalam kondisi titik layu permanen kadar air pada media tekstur liat relatif lebih tinggi. Juga terlihat bahwa distribusi ukuran pori tanah pada kedua media juga berbeda. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengukuran pF tanah dari kedua media tanah, dimana pF 1, 2, 2,54, dan 4,2 dari media tekstur liat lebih tinggi dengan nilai berturutturut adalah 45,46, 26,65, 21,32 dan 14,05 (% volume), sedangkan nilai pF pada media tekstur pasir adalah 36,68, 17,22, 14,33 dan 9,07 (% volume). Selisih antara pF 2,54 dengan pF 4,20 menentukan kadar air tersedia bagi tanaman. Perbedaan nilai pF 2,54 dengan pF 4,20 pada media tekstur liat dan tekstur pasir adalah 7,27 dan 5,26 (% volume). Nilai ini merupakan kriteria nilai pori air tersedia yang rendah (Pusat Penelitian Tanah, 1981). Rendahnya nilai ini akan mempengaruhi proses fisiologis tanaman, seperti transpirasi, asimilasi, pembentukan karbohidrat, pengangkutan unsur hara dan hasil fotosintesis (Winaryo et al., 1997). Pori air tersedia yang berfungsi menyediakan air untuk pertumbuhan tanaman biasanya berukuran 0,2 – 0,9 µm dan ber-ada dalam agregat 2 – 90 µm. Agregat tanah dalam ukuran tersebut terbentuk oleh fraksi debu dan liat yang diikat oleh hifa jamu r serta oleh lendir bakteri (Wahyuni, 1993). Pengaruh tekstur tanah terhadap kadar air Hasil sidik ragam terhadap pengukuran kadar air tanah pada perlakuan media tekstur pasir dan media
102
7
tekstur liat menunjukkan perbedaaan yang sangat nyata. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan pada persentase liat yang terkan-dung di dalam kedua media sebagaimana yang digambarkan pada analisis tanah awal pada Table 1. Makin tinggi kadar liat, maka akan semakin luas permukaan butir untuk dapat menyerap air dari sekitarnya. Gambar 1 memperlihatkan bahwa kadar air tanah pada titik lokasi pengukuran kedua media dengan kedalaman 10 cm pada perlakuan defisit air dari media tekstur pasir dan liat memiliki angkaangka yang nyata berbeda. Tanah bertekstur pasir pada perlakuan defisit air memiliki kadar air 10-15 (% volume) sampai dengan hari ke 6 dan kemudian berkurang dari 10 (% volume) setelah hari ke-6 sampai 20. Sementara itu tanah bertekstur liat dengan perlakuan defisit air mengandung kadar air 10 - 25 (% volume) sampai hari ke-10, setelah itu turun menjadi 10 (% volume) setelah hari ke-15. Kadar air tanah pada kedalaman 20 cm akan lebih banyak dikandung pada media tekstur liat, di mana sampai hari ke-20 kadar airnya berkisar 15 - 30 (% volume) dan ini lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air pada kedalaman yang sama pada perlakuan media pasir, di mana kadar air berkisar hanya15 - 20 (% volume) yang terjadi sampai pada hari ke-15, setelah itu turun di bawah 15 (% volume) pada hari selanjutnya. Perbedaan kadar air tanah yang terjadi pada kedua media tanah berpasir dan berliat tampaknya tidak mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman. Perlakuan defisit air pada media tanah berpasir dan berliat tidak menimbulkan adanya perbedaan pertumbuhan. Diduga tanaman mempunyai kapasitas
Arsyad A. R.: Adaptasi Kedelai terhadap Cekaman Air pada Tanah dengan Tekstur Berbeda.
untuk mendeteksi jumlah air tersedia di dalam tanah dan mengatur pergerakan stomata dan laju pertumbuhan daun (Davies e t al., 1990). Selama masa pertumbuhan tanaman kedelai tidak banyak membutuhkan air, dan hal ini diduga sebagai akibat sifat genetik tanaman kedelai itu sendiri. Dalam hubungannya dengan hal ini, banyak penelitian telah dilakukan orang untuk mengidentifikasi sinyal non-hidrolik yang diproduksi akar dan dikirim ke daun sehingga menurunkan konduktivitas stomata dan pertumbuhan daun (Passioura, 1988; Davies dan Zhang, 1991; Ali et al., 1999). Kebutuhan air untuk diuapkan relitif sedikit, di mana grafik konduktivitas stomata dari tanaman kedelai memperlihatkan adanya penyesuaian terhadap perlakuan. Pada Gambar 1 terlihat bahwa perlakuan defisit air, baik pada media tanah berpasir maupun pada tanah berliat menunjukkan nilai rendah dan grafik yang relatif datar. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman kedelai melakukan adaptasi terhadap faktor lingkungan dengan keterbatasan ketersediaan air pada media tanam.
KESIMPULAN Perlakuan defisit air pada media tanah bertekstur pasir dan bertekstur liat mempengaruhi sifat fisika tanah, terutama pada parameter kadar air tanah, tetapi tidak menunjukkan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman kedelai karena secara genetik tanaman mempunyai kapasitas untuk mendeteksi jumlah air yang tersedia di dalam tanah dan mengatur pergerakan stomata dan laju pertumbuhan daun dan dapat beradaptasi dengan lingkungannya, dengan melakukan kegiatan penutupan stomata pada saat air tanah berkurang.
DAFTAR PUSTAKA Ali, M., C. R. Jensen, V. O. Mogensen dan A. Bahrun. 1999. Drought adaptation of field grown wheat in relation to soil physical conditions. Plant and Soil 208: 149-159. Davies, W. J., T. A. Mansfield dan A. M. Hetherington. 1990. Sensing of soil water status and the regulation of plant growth and
development. Plant and Cell Environment 13: 709-719. Davies, W. J. dan J. Zhang. 1991. Root signal and the regulation of growth and development of plants in drying soil. Annual Review of Plant Physiology and Molecular Biology 42: 55-76. Jensen, C. R., I. E. Henson dan N. C. Turner. 1989. Leaf gas exchange and water relations of lupins and wheat. II. Root and shoot water relations of lupin during drought-induced stomatal closure. Australian Journal of Plant Physiology 16: 415-428. Kramer, P. J. 1988. Changing concepts regarding plant-water relations. Plant and Cell Environment 11: 565-568. Passioura, J. B. 1988. Root signal control leaf expansion in wheat seedling growing in drying soil. Australian Journal of Plant Physiology 15: 687-693. Pusat Penelitian Tanah. 1981. Terms of Reference Survai Kapabilitas Tanah. Pusat Penelitian Tanah, Bogor. Saini, H. S. dan M. E. Westgate. 2000. Reproductive development in crops during drought. Advances in Agronomy 58: 293-338. Tardieu, F. dan W. J. Davies. 1993. In tegration of hydraulic and chemical signaling in the control of stomatal conductance and water status of droughted plant. Plant and Cell Environment 16: 341-349. Tardieu, F., J. Zhang, N. Katerji, O. Bethenod, S. Palmer dan W. J. Davies. 1992. Xylem ABA controls the stomatal conductance of field grown maize subjected to soil compaction or soil drying. Plant and Cell Environment 15: 193-197. Turner, N. C. 1997. Further progress in crop-water relation. Advances in Agronomy 58: 293-338. Wahyuni, E. D. 1993. Perubahan pori tanah pada berbagai sistem olah tanah dan pertanaman jagung dan kedelai. Agrivita 17. Winaryo, A. Iswanto dan H. Winarno. 1997. Kajian penggunaan tegangan osmotik dan kerapatan stomata sebagai kreteria seleksi klon tahan cekaman air. Pelita Perkebunan 13: 63-70.
103
104