KETAHANAN PLASMANUTFAH KEDELAI TERHADAP PENYAKIT PUSTUL BAKTERI PADA LOKASI BERBEDA M. Ace Suhendar, Yadi Suryadi, dan Wawan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111; e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk memperoleh genotipe kedelai tahan penyakit pustul bakteri (Xanthomonas axonopodis pv. glycines, XAG). Penelitian dilakukan di laboratorium, rumah kaca, dan lapangan pada bulan Mei–November 2009. Uji ketahanan di lapangan dilakukan pada tiga lokasi di Jawa Barat, yaitu Ciranjang (Cianjur, 287 m dpl.), Cibadak-Pacet (Cianjur, 1.100 m dpl.), dan Ciwidey (Bandung, 700 m dpl.). Benih kedelai sebanyak 100 genotipe dan empat varietas pembanding ditanam pada petak-petak percobaan berukuran 2,0 m x 0,8 m dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Infeksi alami dilakukan dengan menanam kedelai yang rentan di sekitar petak percobaan sebagai sumber inokulum. Variabel pengamatan meliputi keparahan/intensitas penyakit dan ketahanan genotipe. Pengamatan penyakit pada setiap genotipe kedelai dilakukan sejak fase vegetatif sampai menjelang panen (20 rumpun per petak). Penelitian laboratorium dilakukan untuk mengkofirmasi ketahanan genotipe di lapang. Konfirmasi ketahanan terhadap penyakit pustul bakteri di laboratorium dilakukan dengan teknik uji kotiledon. Hasil uji virulensi tujuh isolat XAG di laboratorium dengan teknik uji menggunakan kotiledon kedelai varietas Orba menunjukkan bahwa isolat XAG 7 memiliki virulensi tinggi, sehingga dipilih sebagai sumber inokulum. Hasil uji cepat untuk konfirmasi ketahanan genotipe kedelai di lapang dengan teknik uji kotiledon menunjukkan bahwa 39 genotipe bereaksi tahan, enam genotipe bereaksi agak tahan, 18 genotipe bereaksi agak rentan, dan 37 genotipe bereaksi rentan terhadap patogen XAG. Hasil uji rata-rata penyakit BB di lapangan menunjukkan 43 genotipe tahan, 41 agak tahan, 14 agak rentan, dan 2 rentan. Hasil uji ketahanan di laboratorium dengan di lapangan setara, sehingga teknik bioesei dapat digunakan untuk penapisan awal ketahanan genotipe kedelai terhadap XAG. Kata kunci: kedelai, ketahanan, pustul bakteri, penapisan
ABSTRACT Resistance of soybean germplasm to bacterial pustule disease at different location. The objectives of the study were to find out soybean germplasm resistant to bacterial pustule disease (Xanthomonas axonopodispv.glycines, XAG). The experiment were conducted in laboratorium, screen house, and field from May to November 2009. Field screening were conducted at three different location in West Java, such as Ciranjang (Cianjur, 287 m asl), Cibadak-Pacet (Cianjur, 1100 m asl), and Ciwidey (Bandung, 700 m asl). One hundred of soybean seed and four checked varieties planted at a plot size 2,0 m x 0,8 m with spacing 40 cm x 20 cm, arranged in randomized block design with three replications. The susceptible plants were planted around the experimental area used as inoculum source without inoculation. The disease intensity were observed since the vegetative stage up to nearly mature stage of soybean. Laboratoriumactivity were done to confirm the resistance of soybean genotype from the field. The bio assay techniquewere done to confirm the soybean resistance to XAG in laboratorium. The result of resistance confirmation using a quick technique with cotiledone test indicated that 39 genotypes were resistant, 6 genotypes were moderately resistant, 18 genotypes were
444
Suhendar et al.: Ketahanan Plasmanutfah Kedelai terhadap Penyakit Pustul Bakteri pada Lokasi Berbeda
moderately susceptible, and 37 genotypes were susceptible against XAG patogen. The average of disease intensity in the field test indicated that 43 genotypes were resistant, 41 genotypes were moderately resistant, 14 genotypes moderately susceptible, and 2genotypes were susceptible. The disease resistence in laboratorium and field test were equal, so that this bio assay technique can be used at initial screening technique of the soybean resistance test against XAG pathogen. Keywords: soybean, resistance, bacterial pustule, screening
PENDAHULUAN Di antara berbagai penyakit penting pada tanaman kedelai, penyakit virus SSV, penyakit hawar bakteri (HB) yang disebabkan Pseudomonassyringae pv. Glycinea (PSG) dan pustul bakteri yang disebabkan Xanthomonascampestris pv. Gycinea (XCG) Syn: X. axonopodis pv. Glycinea seringkali menginfeksi pertanaman kedelai di Indonesia (Roechan 1992, Machmud dan Surachmat 1988, Machmud 1992, Suryadi et al. 1995, Khaeruni 1998). Fluktuasi intensitas penyakit di lapangan dipengaruhi oleh perbedaan cara bercocok tanam, waktu tanam, kondisi lingkungan, dan varietas yang ditanam (Habazar dan Rudolph 1996). Berdasarkan hasil survey Aini (1992) terhadap penyakit bakteri pada kedelai di Kalimantan Selatan dilaporkan hanya penyakit pustul bakteri yang dominan ditemukan. Benih yang terinfeksi penyakit pustul bakteri mempengaruhi mutunya secara kualitas dan kuantitas, di samping menjadi sumber inokulum pada pertanaman berikutnya (Suhendar et al. 1995). Berbagai komponen pengendalian terpadu untuk mengendalikan penyakit kedelai telah dikaji diantaranya (a) pengembangan kultivar tahan; (b) penggunaan benih sehat; (c) pengendalian hayati; (d) pengendalian kimiawi, dan (e) kultur teknis. Mikroflora tanah/tanaman golongan bakteri yang efektif menekan penyakit pustul bakteri, termasuk genus Pseudomonas (Suwantoet al. 1995). Sebagai contoh, aplikasi P. fluorescens B29 dan B39 menunjukkan adanya efek kompetesi, baik nutrisi maupun ruang, terhadap XAG (Khaeruni 1998, Nawangsih 1997). Upaya pengendalian melalui penggunaan varietas tahan belum berhasil secara optimal. Untuk menunjang keberhasilan pengendalian penyakit, kajian ekologi patogen dan epidemiologi perlu diteliti lebih lanjut. Penanaman varietas tahan merupakan cara pengendalian yang efektif dan ekonomis. Penggunaan varietas tahan untuk mengendalikan penyakit kedelai masih terbatas karena munculnya variabilitas patogen yang berbeda antarmusim dan lokasi sehingga dapat menyebabkan ketahanan tanaman terhadap patogen tidak dapat bertahan lama. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh beberapa galur/genotype kedelai unggul yang mempunyai gen ketahanan terhadap penyakit pustul bakteri dilapangan pada lokasi yang berbeda.
BAHAN DAN METODE Penelitian Laboratorium Penelitian di laboratorium meliputi: (1) seleksi dan uji virulensi isolat Xanthomonas axonopodis pv. glycines (XAG) dan (2) uji ketahanan genotipe kedelai dengan teknik kotiledon.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
445
1. Seleksi dan uji virulens iisolat XAG Tujuh isolatbakteri XAG dari koleksi plasma nutfah pathogen Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) dan beberapa isolat yang diperoleh dari hasil isolasi contoh tanaman kedelai bergejala pustul dari lapang di ujivirulensinya dengan menginokulasikan inokulum bakteri pada tanaman kedelai varietas Orba. Masing-masing isolate XAG dikeluarkan dari penyimpanan dalam ampul, ditumbuhkan pada cawan Petri berisi medium Yeast Dextrose Carbonate Agar(YDCA) (Lelliot and Stead 1987). Isolat yang tumbuh dimurnikan dan diperbanyak kembali pada medium YDCA. Benih kedelai Orba ditanam di rumah kaca dalam polybag diameter 20 cm yang berisi campuran tanah dan pupuk, empat biji/pot. Tanaman kedelai berumur sebulan diinokulasi dengan cara menyemprotkan inokulum bakteri dari masing-masing isolat dengan kerapatan 108 sel/ml. Pengamatan dikakukan setiap minggu sampai dua minggu setelah inokulasi berdasarkan skor gejala penyakit pustul sebagai berikut: 0 = tidak ada gejala (–); 1 = ringan (+); 2 = sedang (++); 3 = berat (+++). Selanjutnya, dipilih satu isolat XAG yang paling virulen yang digunakan sebagai sumber inokulum untuk konfirmasi ketahanan 100 genotipe kedelai dirumah kaca dan lapang. 2. Uji ketahanan genotipe kedelai dengan teknik uji kotiledon Pengujian dilakukan di laboratorium untuk mengkonfirmasi ketahanan 100 genotipe kedelai yang diuji dengan hasil uji di lapangan. Pengujian dilakukan menurut teknik Rukayadi (1995) dan Khaeruni et al. (2008) pada varieats Orba. Kotiledon berumur 7 hari dipisahkan dari kecambahnya, kemudian didesinfeksi menggunakan larutan NaOCl 0,5% dan air steril. Kotiledon diletakkan dalam cawan petri steril berisi kertas merang basah (10 kotiledon/petri/genotipe), kemudian diinokulasi dengan menusukkan jarum yang telah dicelupkan pada inokulum XAG umur 48 jam di bagian tengah kotiledon. Kotiledon yang telah diinokulasi diinkubasi selama 5–7 hari pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan terhadap diameter gejala kuning klorotik pada bagian kotiledon yang telah dilukai.
Penelitian Lapang Percobaan lapangan dilaksanakan di lokasi bekas pertanaman kedelai di Desa Cibadak, Pacet, Cianjur (1100 m dpl.), Ciranjang, Cianjur (280 m dpl.), dan Ciwidey, Bandung (1.000 m dpl.). Benih kedelai dari 100 genotipe dan empat varietas unggul kedelai (Lampobatang, Cikuray, Wilis, dan Orba)ditanam pada petak-petak percobaan berukuran 2 m x 0,8 m dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm. Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas 100 genotipe kedelai yang diuji dan empat varietas unggul sebagai pembanding. Pertanaman dipupuk N, P, dan K dengan dosis 60 kg urea, 90 kg TSP, dan 50 kg KCl/ha. Penyemprotan insekstisida disesuaikan dengan kondisi infestasi serangga hama di lapangan. Pertanaman tidak diinokulasi dengan inokulum bakteri XAG, karena intensitas awal penyakit BB di lokasi percobaan sudah cukup tinggi (20%). Pengamatan terhadap penyakit BB dilakukan setelah tanaman kedelai berumur satu bulan dan dilanjutkan selang satu minggu hingga empat kali pengamatan. Perkembangan gejala penyakit diamati berdasarakan skala (skor) penyakit sebagai berikut : 0 = tidak tampak gejala; 1 = gejala pustul kecil-kecil <1% luas daun; 3 = gejala pustul kecil-kecil 1 – <10% luas daun; 5 = gejala pustul lebih besar meluas hingga 11 < 25% luasdaun; 7 =
446
Suhendar et al.: Ketahanan Plasmanutfah Kedelai terhadap Penyakit Pustul Bakteri pada Lokasi Berbeda
gejala pustul meluas dan saling bergabung mencapai 25 – < 50% luasdaun; 8 = gejala pustul meluas hingga > 50% luas daun, muncul gejala klorosis, sebagian daun gugur. Intensitas penyakit BB dihitung dengan rumus I = nz/NZ x 100%; dimana I = intensitas penyakit; n = jumlah daun untuk tiap kategori infeksi; v = nilai numerik kategori infeksi; N = jumlah daun yang diamati, dan Z = skor numerik untuk kategori infeksi tertinggi. Ketahanan genotype kedelai ditentukan berdasarkan kriteria pada Tabel 1. Tabel 1.Kriteria intensitas penyakit dan ketahanan genotype kedelai terhadap penyakit pustul bakteri. Intensitas (%) 0–25 >25–50 >50–75 >75–100
Skor (1–4) 1 2 3 4
Ketahanan (T – SR) T AT AR R
Keterangan: T = tahan; AT = agak tahan; AR = agak rentan; R = rentan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Laboratorium 1. Seleksi isolat Hasil isolasi terhadap tujuh isolat XAG menunjukkan tiga isolat sudah kehilangan virulensi (tidak virulen), tiga isolat memiliki virulensi rendah, dan satu isolat (XAG 7) memiliki virulensi tinggi pada varietas Orba yang digunakan sebagai inang rentan terhadap XAG (Tabel 2). Oleh karena itu, isolat XAG 7 yang berasal dari Kebun Percobaan Cikeumeuh, Bogor, digunakan sebagai sumber inokulum untuk percobaan laboratorium. Tabel 2. Virulensi tujuh isolat XAG terhadap kedelai varietas Orba berdasarkan uji bioesei kotiledon di laboratorium. Kodeisolat XAG 8809 XAG 3 XAG 7 XAG 10 XAG 13 XAG 15 XAG 16
Asalinang kedelai kedelai kedelai kedelai kedelai kedelai kedelai
Asal lokasi Muara; ampul Pusakanegara, penelitian ini Cimanggu Bogor; penelitian ini Cimanggu Bogor; penelitian ini Pacet; penelitian in Pacet; penelitian in Pacet; penelitian in
Virulensi isolat + +++ + +
Tingkat virulensi Rendah Tidakvirulen Virulen Tidak virulen Tidak virulen Rendah Rendah
Keterangan: - = tidak virulen; + = virulensi rendah; +++ = virulensi tinggi.
2. Konfirmasi ketahanan dengan teknik uji kotiledon Hasil evaluasi ketahanan 100 genotipe terhadap isolat XAG 7 di laboratorium berdasarkan uji bioesei kotiledon menunjukkan 39 genotipe bereaksi tahan (T), enam genotipe agak tahan (AT), 18 agak rentan (AR), dan 37 rentan (R). Hasil uji rata-rata penyakit di lapang menunjukkan 43 genotipe T, 41 genotipe AT, 14 genotipe AR, dan dua genotipe R (Tabel 3). Intensitas penyakit pada varietas pembanding Wilis, Lampobatang, Cikuray, Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
447
dan Orba masing-masing menunjukkan tahan. Berdasarkan hasil uji tersebut, maka hasil uji dengan teknik bioesei kotiledon juga dapat digunakan untuk penapisan awal ketahanan genotipe kedelai terhadap XAG. Menurut Khaeruni et al. (2008), meskipun isolat-isolat XAG yang diuji bersifat patogenik pada uji kotiledon, tetapi memiliki periode laten yang berbeda dalam menimbulkan gejala penyakit pada berbagai kultivar, seperti Orba dan Wilis. Isolat dengan laju periode inkubasi panjang memiliki laju perkembangan penyakit yang lambat, dan sebaliknya. Adanya variasi ukuran gejala dan jumlah pustul pada genotipe mengindikasikan adanya perbedaan ketahanan terhadap XAG. Tabel 3. Reaksi ketahanan 100 genotipe kedelai terhadap pustul bakteri di laboratorium dan lapangan. Lokasi Lab Rata-rata lapang
Reaksi T 39 43
AT 6 41
AR 18 14
R 37 2
Jumlah 100 100
Penelitian Lapang Kondisi suhu dan kelembaban udara di masing-masing lokasi masih kondusif bagi perkembangan penyakit pustul bakteri. Suhu optimum untuk perkembangan penyakit ini berkisar antara 28–32 oC, sedangkan kelembaban berkisar antara 84–98%. Kisaran intensitas penyakit pustul bakteri di masing-masing lokasi percobaan adalah sebagai berikut; di Ciwidey 0–31,7% dengan rata-rata 7,39± 0,69%, di Pacet 0–49,1% dengan rata-rata 8,69±1,33%, dan di Ciranjang 0–12,4% dengan rata-rata 2,92±0,24%. Sebaran penyakit pustul bakteri di ketiga lokasi relatif merata. Intensitas penyakit pustul bakteri di Pacet paling tinggi, di Ciwidey cukup tinggi, tetapi lebih rendah daripada di Pacet, sedangkan di Ciranjang paling rendah. Intensitas penyakit di Pacet, Ciranjang, dan Ciwidey pada masing-masing varietas pembanding Wilis berkisar antara 0–8,52%, pada varietas Lompobatang 1,54–16,07%, pada varietas Cikuray 1,16–5,83%, dan pada varietas Orba 3,7–11,69%. Berdasarkan sebaran dan intensitas penyakit pustul bakteri di ketiga lokasi, maka hasil uji ketahanan relatif sama. Jumlah genotipe yang tahan pustul bakteri di Pacet dan Ciwidey relatif rendah daripada di Ciranjang karena tekanan penyakit (disease pressure) terhadap genotipe kedelai di Pacet lebih tinggi daripada Ciranjang (Tabel 4). Tabel 4. Reaksi ketahanan 100 genotipe kedelai terhadap pustul bakteri pada tiga lokasi di lapangan. Lokasi Pacet Ciranjang Ciwidey Rata-rata
Reaksi T 43 51 36 43
AT 29 47 46 41
AR 24 2 16 14
R 4 2 2
Jumlah 100 100 100
Aini (1992) mengevaluasi ketahanan sejumlah kultivar kedelai terhadap penyakit pustul bakteri pada kondisi semi lapang (tanaman kedelai terinfeksi pustul bakteri digunakan
448
Suhendar et al.: Ketahanan Plasmanutfah Kedelai terhadap Penyakit Pustul Bakteri pada Lokasi Berbeda
sebagai sumber inokulum penular terhadap tanaman uji) di Kalimantan Selatan, dan melaporkan bahwa varietas Lokon dan Orba bereaksi tahan. Diperkirakan strain XAG yang digunakan untuk evaluasi ketahanan berbeda dengan strain XAG di ketiga lokasi percobaan, sehingga varietas Orba yang digunakan sebagai pembanding rentan bereaksi tahan. Dirmawati (1996) melaporkan hasil evaluasi ketahanan lima varietas unggul kedelai terhadap pustul bakteri di Yogyakarta. Varietas Malabar dan Cikuray bereaksi tahan dengan kehilangan hasil 13–17%. Pada penelitian ini, kedua varietas tersebut juga tahan terhadap XAG. Hasil pengujian di Jawa Timur menunjukkan bahwa tiga genotipe kedelai (Lokon, Wilis, dan MSC 6813-6-8) bereaksi tahan terhadap pustul bakteri (Rahayu 1997).
KESIMPULAN Hasil uji cepat untuk konfirmasi ketahanan genotipe kedelai di lapang dengan teknik uji kotiledon menggunakan varietas Orba menunjukkan 39 genotipe bereaksi tahan, enam genotipe bereaksi agak tahan, 18 genotipe bereaksi agak rentan, dan 37 genotipe bereaksi rentan terhadap patogen XAG. Hasil uji rata-rata penyakit BB di lapang menunjukkan 43 genotipe tahan, 41 genotipe agak tahan, 14 genotipe agak rentan, dan dua genotipe rentan. Hasil uji ketahanan di laboratorium dengan di lapang setara, sehingga teknik bioesei dapat digunakan dalam penapisan awal ketahanan genotipe kedelai terhadap XAG.
DAFTAR PUSTAKA Aini, M.H. 1992. Penyakit bakteri pada kedelai di Kalimantan Selatan: Identifikasi, kehilangan hasil, dan kelangsungan hidup patogen. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor. Budiman. A.1997. Reaksi ketahanan beberapa genotipe kedelai terhadap penyakit bakteri hawar (P. syringae pv. glycinea), pp. 127–131. In Parman (ed.). Risalah Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah, Perhimpunan Fitopatologi Indonesia (PFI). Mataram, 25–27 September 1995. Dirmawati, S.R. 1996. Ketahanan lima varietas kedelai terhadap dua isolatX. Campestris pv.glycines. J. Penel. Pengemb. Wil. Lahan Kering No. 17. Maret 1996. Lembaga Penelitian Univ. Lampung. Dirmawati, S.R. 2005. Penurunan intensitas penyakit pustule bakteri kedelai melalui strategi cara tanam tumpang sari dan penggunaa agensia hayati. J. Agrijati. 1 (1) 6–11. Habazar, T. and K. Rudolph. 1996. Isolation and characterization of bacterial diseases of soybean from different region in Indonesia. Paper presented in an Internat’l. Conf. on Plant Pathogenc Bacteria. Madras, 26–29 August 1996. Habazar, T., Nurbailis, dan P. Erlinda. 1996. Reaksi beberapa varietas kedelai terhadapP. syringae. pv. glycinea Ras A. Prosiding Kongres Nasional XIV dan Seminar Ilmiah PFI. Vol. II. Palembang, 27–29 Oktober 1997. Khaeruni, A. 1998. Pengaruh bakteri kitinolitik dan fotosintetik anoksigenik terhadap kemampuan P. fuorescens B29 sebagai biokontrol penyakit bisul bakteri pada kedelai.Tesis program Pascasarjana, IPB, Bogor. Khaeruni, A., B. Tjahjono, A. Suwanto, dan MS. Sinaga. 2008. Virulensi sejumlah isolatX. Axonopodis pvglycinesasal edamame pada tiga varietas kedelai. J. HPT Tropika 8 (1): 39–46. Machmud. M. 1987. Pengamatan penyakit pustule dan hawar bakteri kedelai. P:35–37. Proc. PFI VIII Jakarta Machmud, Machmud, M. 1992. Hubungan antara infeksi benih kedelai oleh bakteri hawar dan pustule
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
449
dengan mutu benih dan hasil kedelai. Risalah Hasil Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Machmud, M., M. Jaenidan M. A. Suhendar. 1995. Kajian hubungan infeksi benih kedelai oleh bakteri hawar, bakteri bisul dan jamur antraknose dengan intensitas penyakit di lapangan serta hasil, mutu dan kesehatan benih. Laporan Hasil Penelitian 1994/1995. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Marmaini, F. Rifai, T. Habazar, dan G. Ismail. 1996. Penyebaran RasP. syringae. pv.glycinea, penyebab penyakit hawar pada kedelai di Sumatera barat. In Prosiding Kongres Nasional XIV dan Seminar Ilmiah PFI. Vol. II. Palembang, 27–29 Oktober 1997. Nawangsih, A.A. 1997. Sintasan dan keefektifan bakteri filosfer B29 dan B39 dalam menekan X. campestris pv. glycines penyebab penyakit bisul bakteri pada kedelai di lapangan. Tesis S2 Program Pascasarjana IPB, Bogor. Rahayu, M. 1997. Pengaruh varietas dan kultur teknis terhadap intensitas penyakit bakteri pustule pada kedelai, pp. 132–135. In Parman (ed.) Risalah Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah PFI. Mataram, 25–27 September 1995. Rahayu. M. 2008. Tanggapan varietas kedelai terhadap penyakit pustulX. Axonopodis dan potensi ekstrak nabati untuk pengendaliannya. P:392–399. Balitkabi Malang Roechan, M. 1992. Penyakit-penyakit virus kedelai di Indonesia dan cara penanggu-langannya. Disertasi Doktor. Universitas Pajajaran, Bandung. Schaad, NW. 1980. Laboratory guide for identification of plant pathogenic bacteria. Bacteriology Committee of American Phytopathol.Soc., St Paul Minn. 72 pp. Sigee, D.C. 1993. Bacterial plant pathology: cells and molecular aspects. Cambridge Univ. Press.66 pp. Sinclair, J.B. 1983. Compendium of soybean diseases. Amer. Phytopathol. Soc. St Paul Minn. 104 p. Suhendar, M.A., M. Machmud, dan M. Djaeni. 1995. Kajian hubungan infeksi benih kedelai oleh bisul bakteri dengan intensitas penyakit di lapangan serta hasil, mutu dan kesehatan benih. Laporan Hasil Penelitian 1994/1995. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Suwanto, A., Mariani, B. Tjahyono, and S.E. Lindow. 1995. Phyllosphere bacteria for biocontrol of X. campestrispv. glycines.Proc. 6thInternat’l.Symp.Microbiol.Aereal Plant Surfaces. Bandol, France. Rukayadi Y. 1995. Analisisprofil DNA genom sejumlah isolatX. campestrispv. Glycines dengan menggunakan elektroforesis gel medan berpulsa (Pulses-filed gel electrophoresis). Thesis program Pascasrjana IPB.
DISKUSI Pertanyaan: Sri Hardaningsih (Balitkabi) 1. Bapak menguji Xanthomonas axonopodis pada beberapa lokasi. Di makalah disebutkan infeksi alami, sehingga isolatnya berbagai jenis. Mengapa membutuhkan isolat kotiledon? Dan memakai isolat apa? Nasir Saleh (Balitkabi) 1. Isolat Xanthomonas axonopodis itu berasal dari percobaan lapang atau tidak? 2. Apakah ada penelitian biofar? Bahtiar (Sulut) 1. Dasar pemikiran →saran: kedelai di Indonesia amannya pada ketinggian berapa? 2. Saran: hubungan antara lingkungan dan ketahanan plasma nutfahnya?
450
Suhendar et al.: Ketahanan Plasmanutfah Kedelai terhadap Penyakit Pustul Bakteri pada Lokasi Berbeda
Jawaban: 1. Menggunakan isolasi alami (dengan syarat memantau 1, 2 bulan perkembangan penyakitnya 2. Dilakukan uji kotiledon untuk mengkonfirmasi. Setelah diuji dilapang diambil 100 untuk diuji di Lab. (dengan teknik penusukan dibagian tengah kotiledon) 3. Xanthomonas axonopodis : isolat dari Cimanggu (isolat paling virulen) 4. Belum dilakukan penelitian Biofar 5. Dasar penelitian: menyerang pada ketinggian tempat (khususnya pada ketinggian yang rendah) 6. Kesimpulan: IP yang terjadi di daerah Ciwidey dan Cianjur. Ciwidey IP nya lebih rendah daripada di Cianjur. 7. Hubungan melakukan identifikasi = saran diterima.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
451