TINJAUAN PUSTAKA
1. Penyakit Pustul Bakteri Penyakit pustul bakteri disebabkan oleh Xanthomonas uxonopod~.~ pv. glycmes (Nakano) Dye Vauterin (Xag). Bakteri Xag berukuran 0,5-0,9 x 1,4-2,3 pm, berbentuk batang, memiliki satu flagel polar dan merupakan bakteri Gram negatif. Bakteri Xag dapat mencairkan gelatin dalam waktu 6 hari, membentuk asam sitrat dari arabinosa, glukosa, manosa, selobiosa, trehalosa, dan sukrosa dalam 2 hari, menguraikan protein susu dalam 13 hari, menghidrolisis pati dalam 2 hari, serta masih dapat tumbuh pada suhu 36" C. Sifat fisik yang mudah diamati ialah bentuk permukaan koloni mucold, sirkuler dengan tepi lembut yang cembung dan benvarna kuning pada agar yeast dextrose carbonate (YDC) (Moffett dan Croft 1983, Schaad dan Stall 1988). Bakteri masuk ke dalam jaringan tanaman kedelai melalui stomata, hidatoda atau luka, kemudian berkembang di dalam sel daun kedelai. Pemencaran bakteri antar tanaman dibantu oleh percikan air hujan yang disertai dengan angin. Epidemi penyakit pustul bakteri terjadi pada kedelai yang masa pembungaannya bertepatan dengan cuaca basah (Hartman et a/. 1999). Gejala awal penyakit pustul berupa bercak hijau pucat sebesar mata jarum.
Bercak dapat meluas hingga mencapai
diameter 3 mm dengan bagian tengah bercak menonjol benvarna kecoklatan. Pustul ini terjadi karena hipertrofi dan hiperplasia.
Pada gejala lanjut, daun tampak
mengering dipenuhi bercak pustul, mudah sobek serta gugur lebih awal.
Daun
kedelai yang gugur prematur menyebabkan produktivitas tanaman kedelai menurun berkaitan dengan jumlah polong hampa yang tinggi (Sinclair dan Backman 1989). Gejala pustul bakteri berbeda dengan pustul karat yaitu
pustul bakteri
terdapat pada daun-daun muda pada bagian atas tanaman, sedangkan pustul karat terdapat mula-mula pada daun-daun tua di bagian bawah lalu berkembang ke daun yang lebih muda di bagian atas. Pada permukaan bawah helai daun kedelai yang bergejala pustul karat yang disebabkan oleh cendawan Phakopsora pachyrlzzz Syd. terdapat urediosorus yang tampak seperti gumpalan tanah benvarna coklat yang terasa kasar jika diraba (Hartman et a/. 1999). Stadium kritis tanaman kedelai terhadap bakteri pustul yaitu 40 hari setelah tanam. Gejala pustul muncul pada daun muda dan gejala semakin parah pada kedelai berumur 60 hari setelah tanam terutama pada saat pengisian polong (Semangun 1990). Inokulasi dengan cara penyemprotan suspensi Xag berkerapatan 10' CFUIml pada daun kedelai berumur 25 hari setelah tanam menunjukkan bahwa periode inkubasi bervariasi antara 8 hingga 27 hari bergantung kepada ketahanan varietas kedelai.
Suhu dan kelembaban udara relatif yang optimum selama masa
inkubasi adalah 29' C dan 89 % (Dirmawati 1996). Bakteri pustul kedelai dapat menyerang kacang buncis, kacang panjang, bahkan di India menyerang kecipir (lJo11chos hzflorus) (Hartman et a/. 1999). Hal ini sesuai dengan laporan Aini (1992) bahwa polong kacang buncis (Phaseolus vulgurw) dan kacang panjang (Vzgna smensu) dapat diinfeksi oleh bakteri Xag melalui inokulasi buatan. Namun secara alami tidak pernah diperoleh gejala pustul pada polong kacang buncis dan kacang panjang. Bakteri penyebab pustul dapat bertahan dalam serasah kedelai di permukaan tanah, tetapi tidak hidup dalam serasah
kedelai yang dibenamkan minimum 15 cm di dalam tanah selama satu bulan. Menurut Sinclair dan Backman (1992), di Amerika Serikat bakteri pustul kedelai dilaporkan menyerang gulma Brunnichza cirrhosa Gaertn.
2. Pseudomonasfluorescens Migula sebagai Agens Biokontrol P.seudomona.s fluorescens Migula. merupakan bakteri saprofit seperti halnya /-'. uerugmosa P. putzda, P. chlororuphw, dan P. aureofaczens. Sifat fisik dan kimia
bakteri saprofit berfluoresensi disajikan pada Tabel I . Beberapa peneliti melaporkan bahwa P. JEuorescens dapat digunakan sebagai agens biokontrol berbagai penyakit tanaman. Menurut Fravel et a/. (1998), I-'. ,fluorescens A506 yang diformulasikan dalam bentuk tepung dan secara komersial dikenal dengan merek dagang Blight Ban A506 efektif mengendalikan penyakit Erwmza amylovora
pada buah apel, pir,
kentang, tomat, dan stroberi. Formulasi suspensi P. fluorescens A506 dengan merek dagang Victus dinyatakan efektif mengendalikan I-'.tolu,~zlpada jamur merang. Mekanisme P. fluorescens mengendalikan penyakit tumbuhan diantaranya dengan memproduksi siderofor, hidrogen sianida, dan antibiotik pirolnitrin, pyoluteorin serta 2,4-diasetilfluoroglusinol.
Antibiotik 2,4-diasetilfluoroglusinol
diproduksi P. ,fluore.scen.s P f 5 pada medium yang mengandung glukosa. Pada medium yang mengandung gliserol, bakteri ini tidak membentuk antibiotik 2,4diasetilfluoroglusino1 ( Rodriguez
dan
Pfender 1997). Bakteri P. ,fluore.scens
memproduksi senyawa berfluoresensi benvarna kuning kehijauan.
Senyawa
fluoresein atau pioverdin berpendar di bawah cahaya ultraviolet (panjang gelombang 266 nm).
Tabel 1 . Sifat bakteri saprofit berfluoresensi Pengujian -
Pembentukan levan Pencairan gelatin Tulnbuh pada suhu 4°C Tumbuh pada suhu 4 1"C Penggunaan sumber karbon
D-galaktosa Trehalosa Butirat Sorbitol
Sumber: Schaad (1 988)
Saprofit 1'. aeruginou
P. f1uorescen.s
-
+
P. cl~lororaphrs P. aureofaciens
+
+
P, putzda -
Pigrnen pioverdin terbentuk pada medium King's B (Schaad 1988). Pigrnen pioverdin merupakan molekul dengan berat 400-2000 dalton yang tidak larut dalam kloroform, tetapi larut dalam air. Senyawa pioverdin mengikat ion ~ e ) ' (Abdallah 1991, Weisbeek dan Gerrits 2000). Siderofor pada mikroorganisme atau tumbuhan berfungsi untuk pengambilan unsur besi dalam tanah yang pada umumnya terikat pada batu-batuan. Kelarutan ion besi di tanah yang dapat dimanfaatkan oleh organisme hanya 10-l8M (Weisbeek dan Gerrits 2000). Menurut Hemming (l990), konsentrasi ion besi yang dapat larut dari mineral Fe(OH)3 dalam tanah 2 x 1o-)' M.
Di lain pihak,
semua makhluk hidup memerlukan ion ~ e ) +untuk
pertumbuhan sel. Unsur besi berfungsi sebagai kofaktor enzim metabolisme dalam makhluk hidup. Tanaman membutuhkan ion besi
1 0 ' ~hingga
M, sedangkan
mikroorganisme memerlukan lo-' hingga lo-' M. Tukey (1 990) melaporkan bahwa ion besi yang terkandung dalam eksudat tanaman sebanyak Bakteri P. putida WCS358
M.
membentuk senyawa siderofor yang disebut
pseudobaktin. Pseudobaktin adalah senyawa kuinol yang dirangkaikan oleh rantai oligopeptida. Panjang rangkaian serta komposisi oligopeptida bervariasi dan menjadi karakteristik pembeda pseudobaktin. Pengikatan ion besi dijembatani oleh senyawa katekolat, hidroksamat, atau gabungan antara hidroksamat dan asam hidroksi aspartik. Selanjutnya setelah bakteri mengikat ion Fe3+,konsentrasi Fe3+didalam sel selalu dijaga. Kekurangan ion besi mengurangi pertumbuhan bakteri sedangkan kelebihan zat besi akan meracuni sel bakteri. konsentrasi ion besi.
Sistem pengkelatan ion besi diatur oleh
Pembentukan senyawa pengkelat zat besi meningkat jika
bakteri ditumbuhkan pada medium dengan kandungan ion ~ e "terbatas. Pengaturan ion besi yang dibutuhkan bakteri dikendalikan oleh gen Fur yang terdapat dalam sitoplasma. Menurut Litwin et al. (1993) dalam Weisbeek dan Gerrits (2000), gen Fur juga berperan dalam virulensi patogen. Neilands dan Nakamura (1991) menyatakan bahwa molekul FeC13 sebanyak 0,l hingga 5,O pM per ml medium pertumbuhan dapat menghambat pembentukan siderofor. Namun unsur
sebanyak 0,03 pM per ml medium tumbuh memicu
pembentukan siderofor (dapat diamati pada kisaran panjang gelombang 400 hingga 600 nm).
Menurut Scher dan Baker (1982), siderofor yang berupa katekol
hidroksamat dalam filtrat bakteri dapat dideteksi dengan panjang gelombang 4 10 nm. Menurut Mount
dan Lacy (1982),
pioverdin yang diproduksi oleh P.
jluorescens B 10 bersifat antibiotik terhadap Fusarzum spp. Neilands dan Nakamura ( 1991 ) menyatakan bahwa siderofor pioverdin atau pseudobaktin yang diproduksi
oleh P. jluorescens WCS374, P. Jluorescens ATCC 13525, dan P.Jluorescens 17400 adalah kromoforpeptida. Kromoforpeptida siderofor adalah struktur seperti membran yang mengandung pigrnen dan mengikat mineral besi. Menurut Matzanke (1991), kromoforpeptida siderofor yang diproduksi oleh I'.~eudomonasspp. adalah gabungan katekolat dan hidroksamat yaitu Tris N metiltioformohidroksamat
yang dapat
mengikat dua molekul Fe3+ Di lain pihak, senyawa Tris N metilformohidroksamat diketahui dapat membunuh bakteri maupun cendawan. Weisbeek dan Gerrits (2000) menyatakan bahwa sistem pengkelatan besi berkaitan dengan produksi metabolit sekunder yang bersifat antagonis terhadap mikroorganisme lain.
Abdallah (199 1) menyatakan bahwa siderofor yang disebut pioverdin atau pseudobaktin diekskresikan ke luar sel oleh Pseudomonas spp. untuk mengikat ion ~e"dan mentranspornya ke dalam sel. Pioverdin dibentuk setelah inkubasi selama 40 jam yaitu pada fase stasioner. Selain siderofor,
Alstrom dan Burns (1989) menyatakan bahwa P.
fluorescens dapat memproduksi metabolit volatil
diantaranya hidrogen sianida.
Jumlah hidrogen sianida yang diproduksi P. fluorescens CHAO dalam kultur cair selama 36 jam kultivasi adalah 37 nmollml. Voisard et a/. (1989) melaporkan bahwa hidrogen sianida yang diproduksi oleh P. fluorescens CHAO dapat menekan infeksi 7'hreluvropsisbaszcola pada akar tembakau, tetapi tidak meracuni akar tembakau.
3. Bacillus subtilis (Ehrenberg) Cohn sebagai Agens Biokontrol Bacillus subtilis merupakan bakteri Gram positif yang membentuk spora.
Spora berfungsi untuk bertahan hidup antara lain pada suhu lingkungan 70' hingga 100' C. Pelczar dan Chan (1988) menyatakan bahwa resistensi B. subtilis terhadap panas hilang jika bakteri disterilisasi dengan panas lembab maupun kering. Spora tidak tahan terhadap sterilisasi dengan panas lembab bersuhu 100" C selama 2 jam, sedangkan jika disterilisasi dengan panas kering bersuhu 115" C memerlukan waktu 40 menit. Pada umumnya B. subtilis dapat digunakan sebagai agens biokontrol terhadap patogen tanaman walaupun
diketahui terdapat strain yang dapat membusukkan
biji kedelai. Sinclair dan Backman (1989) melaporkan bahwa biji kedelai yang
diinokulasi B. suhtilis strain virulen (isolat VS) pada suhu 30-35"
Can kelembaban
udara relatif 98 % akan menunjukkan busuk berlendir 5 hari setelah inokulasi. Sel H. suhtilis berbentuk batang, berukuran 0,3-2,2 x 1,2-7,O pm . dan mempunyai flagel peritrikus (Pelczar dan Chan 1988). Bakteri ini dapat membentuk endospora yang berbentuk oval di bagian sentral sel. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 4 5 ' ~ pH ~ 5-7, NaCl 7 %, menghidrolisis pati, serta membentuk asam sitrat dari karbohidrat glukosa, arabinosa, manitol, dan silosa (Leary dan Chun 1988). Bakteri B. subtili,~yang bersifat antagonis mampu menekan pertumbuhan mikroorganisme lain karena memproduksi antibiotik berupa lipopeptida yang disebut basitrasin dengan mekanisme merusak membran sel bakteri (Leary dan Chan 1988). Jenis metabolit sekunder lain yang diproduksi B. suhtilis adalah biosurfaktan yang disebut surfaktin atau subtilisin.
Surfaktin merupakan lipopeptida siklik yang
berfungsi menurunkan tegangan permukaan air dan juga bersifat antibiotik (Hommel dan Ratledge 1993, Desai dan Desai 1993). Menurut Mulligan dan Gibbs (1993), produksi optimum surfaktin B.subtilis dipengaruhi oleh komposisi medium tumbuh.
Setiap liter medium pertumbuhan
dengan komposisi glukosa 4 %, amonium nitrat 0,4 %, dan Fe SO4 0,32 mM meningkatkan produksi surfaktin dari 0,O g menjadi 8,O g selama 20 hingga 40 jam inkubasi. Produksi surfaktin dipengaruhi oleh jumlah minimum zat besi di dalam setiap liter medium pertumbuhan yaitu 0,2 ppm.
4. Komponen Bioaktif Tanaman sebagai Bakterisida Botani Fotosintesis atau fiksasi karbon dioksida merupakan proses biosintesis karbohidrat dalam tumbuhan berhijau daun. Karbohidrat merupakan salah satu bahan awal atau prekursor metabolisme sekunder.
Metabolit sekunder adalah
senyawa intermediet yang diproduksi dalam jumlah sedikit dan tidak diperlukan untuk fungsi pertumbuhan normal tanaman. Metabolit sekunder berfungsi sebagai antimikroba atau penolak serangga. Selama kondisi tanaman tidak menguntungkan karena terdapat stimuli lingkungan atau mikroba, maka jumlah metabolit sekunder meningkat dan mungkin tetap diproduksi setelah kondisi membaik. Metabolit yang berupa senyawa
berbobot molekul rendah ini terakumulasi di dalam tanarnan
(Sastrohamidjojo 1996, Vickery dan Vickery 1981).
Gambar 1 menunjukkan
hubungan antara jalur metabolisme primer dan sekunder sehingga mengarah pada produksi komponen bioaktif tanaman, seperti halnya asam galat. Asam galat merupakan penyusun senyawa tanin tumbuhan.
Di dalam
tumbuhan, asam galat berbentuk ester dengan alkohol. Asam galat tergolong dalam senyawa fenolik.
Asam galat diproduksi tumbuhan normal dengan konsentrasi
rendah. Konsentrasi asam galat meningkat pada reaksi ketahanan tumbuhan terhadap serangga maupun patogen (Mann 1987, Harborne 1987).
Fotosintesis
4 Karbohidrat
[
Tanin terhidrolisa
1
-
\ Asam sikimat \
I
1 . [ Asam galat Asam protokatekuat
Asam dehidrw&pat
Naflokuinon
I
1
Asam amino
Asam indol asetat
Asam piruvat
Alkaloid Glukosida sianogenat
Koumarin
Asam sinamat I
Fenol sederhana Asam benzoat
4
Asam kumarat --
A I
A senvawafenoi;I;1
4
1 KO-A '
7
Asetil ko-A ,
Asarn lemak
I
I
Flavonoid
Tanin terkondensasi
4
L
Xanton
J 1
1
J
Asam absisat Asam faseat
+N
Asam mevalonat Steroid
Siklus Krebs
Isopentenil oirofosfat
Terpenoid
1 7
Sitokinin Giberelin
Gambar 1 Hubungan jalur biosintesis metabolisme primer dan sekunder pada tumbuhan (Sumber: Vickery dan Vickery 1981) Keterangan: Pada kondisi tanaman normal reaksi lebih mengarah kepada perubahan glukosa (karbohidrat) menjadi Asetil ko-A yang masuk ke dalam Siklus Krebs. Pada kondisi abnormal tanalnan karena kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan maka reaksi mengarah kepada perubahan glukosa (karbohidrat) menjadi molekul metabolit sekunder melalui siklus asam dehidrosikimat dan asam sikimat.
1
Asam galat dibentuk dari aromatisasi asam dehidrosikimat (Manitto 1991, Vickery dan Vickery 1981).
Menurut Prindle dan Wright (1991), asam galat
mempunyai bobot molekul500-3000 dalton. Asam galat merupakan senyawa dengan struktur cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil dan dapat membentuk ikatan silang yang stabil dengan protein, selulosa, dan pektin. Asam galat terdapat dalam vakuola sel dan mudah larut dalam air. Menurut Harborne (1987), asam galat terdapat dalam daun sebagai fraksi yang larut dalam etanol, terutama pada daun yang membentuk lignin. Menurut Manitto (1991), asam galat dibentuk dalam daun maupun jaringan tumbuhan yang membentuk puru (gall) atau hipertrofi sel. Dalam peranannya sebagai zat antibakteri, asam galat merusak perrneabilitas membran bakteri sehingga membocorkan metabolit dalam sel bakteri (Manitto 1991 ). Pelczar dan Chan (1987) menyatakan bahwa asam galat membentuk ikatan yang stabil dengan membran sitoplasma bakteri sehingga merusak integritas membran sitoplasma dan mengakibatkan kebocoran substansi dalam sel bakteri. Oleh karena membran sel merupakan lokasi beberapa jenis enzim, diantaranya enzim ATP-ase maka kerusakan membran sel mengganggu fungsi enzim ATP-ase dalam produksi energi. Hambatan dalam produksi energi akan mengganggu pembentukan komponen sel bakteri. Bakterisida botani yang sering digunakan untuk pengendalian penyakit tumbuhan adalah mimba (Azadzrachta zndzca Juss) dengan memanfaatkan bagian daun, daging buah, biji, kulit batang, dan akar. Tanaman mimba mengandung 70 senyawa terpenoid diantaranya azadirachtin, nimbin, dan salanin. Maharishi (1993)
inenggunakan ekstrak daun mimba 2 % dalam pelarut air untuk mengendalikan penyakit bercak daun cabai yang disebabkan oleh bakteri X a. pv. ve.szcutorzu. Daun inimba yang diemulsikan dalain etanol telah dikomersialkan dengan inerek dagang Margoside OK-80EC 0,05 % atau Margoside CK-20EC 0,I % untuk pengendalian penyakit bercak daun cabai. Keefektifan ekstrak daun miinba segar konsentrasi 2 % dalam pelarut klorofonn saina dengan streptomisin 100 ppm dalam pengendalian penyakit bercak daun cabai. Pengendalian penyakit bercak daun dengan penggunaan biji mimba lebih efektif dibandingkan dengan daun karena bahan aktif yang terkandung dalain setiap g biji (setara 3,5 mg azadirachtin murni) lebih banyak dibandingkan dengan daun. Heyne (1987) mengkoinpilasi berbagai jenis tanaman di Indonesia yang digunakan sebagai bakterisida penyakit manusia. Deskripsi beberapa bahan tanainan yang digunakan sebagai bakterisida pustul bakteri kedelai disajikan pada Tabel 2. Walaupun penelitian lanjut belum dilakukan, namun senyawa fenolik yang terkandung dalain kulit ranting maupun daun matoa, daun kipahit, dan daun paku papila dilaporkan dapat menyembuhkan penyakit pada manusia yang disebabkan oleh bakteri, misalnya inata bernanah, kulit bernanah, bahkan gonorrlzoeu. Minyak atsiri yang terkandung dalain riinpang lengkuas merah maupun helai daun sereh wangi dilaporkan dapat inenyembuhkan penyakit kulit maupun diare pada manusia. Bahanbahan tanaman tersebut telah digunakan secara turun temurun di Indonesia.
Tabel 2 Deskripsi enam bahan tanaman yang dideterminasi sebagai bakterisida Nama tanaman (Famili)
Bagian tanaman yang digunakan untuk bakterisida
Ekologi
Senyawa aktif
250 g rimpang mengandung 0,15- 1,5% minyak atsiri
A lpinia galanga SW (lengkuas merah) (Zingiberaceae)
Rimpang berwarna merah
Rumpun memerlukan cahaya matahari
A ndropogon nardus var.genulnusHACK (sereh wangi) (Gramineae)
Pelepah daun, helai daun.
Rumpun hidup di la- Daun mengandung han kritis, di bawah 77-83%minyak atsinaungan ri
Elaeis guineensis J ACO (kelapa sawit) (Palmae)
Buah berisi biji Keras
Pohon di pantai
I,ygodium scandens Daun menyirip me- Rumpun hidup di taSWARTZ (paku ka- manjang nah lembab, di pohon wat) (Schizaeceae)
Buah mengandung 40% lemak kuning Senyawa fenolik
I'ierasma javanica BL (kipait) (Simarubaceae)
Daun dan kulit ba- Rumpun hidup di pinggir sungai tang yang tua
Senyawa fenolik
Ponletia pinnata FORST (matoa) (Sapindaceae)
Daun dan ranting
Senyawa fenolik
,
Pohon di daerah 100-1400 m dpl
Sumber: Heyne (1 987) dan Herbarium Bogoriense, Bogor (2001)