SUDIR DAN SUPRIHANTO: PERUBAHAN VIRULENSI STRAIN XANTHOMONAS ORYZAE PV. ORYZAE PADA PADI
Perubahan Virulensi Strain Xanthomonas oryzae pv. oryzae, Penyebab Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi Sudir dan Suprihanto
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jl. Raya 9 Sukamandi Subang, Jawa Barat
ABSTRACT. Change in Virulence of Strain Xanthomonas oryzae pv oryzae, a Causal Pathogen of Bacterial Leaf Blight in Rice. The shift of strain of X. oryzae pv oryzae (Xoo) was evaluated in the screen field of Indonesian Center for Rice Research in Sukamandi during the dry season (DS) of 2004 and the wet season (WS) of 2004/2005. The experiment was arranged in a split-plot design with three replications. Five differential varieties were used as main plots and three levels of the virulences as subplots. Strains of Xoo representing high virulent (strain IV), medium virulent (strain VIII), and low virulent (strain III) were used as sub plots. Results indicated that differential rice varieties and virulency strain of Xoo significantly affected the severity of bacterial leaf blight (BB). The severity of BB was higher on differential variety of Kinmaze and lower on Java 14. Results of first inoculation indicated that all strains resulted in a similar reaction on 3 differential varieties (Kinmaze, Kogyoku, and Tetep). But in both resistant varieties of Wase Aikoku and Java 14, the low virulent strain resulted in a lower symptom length as compared to high virulent and medium virulent strains. These strains of Xoo were able to change theirvirulence only within two planting seasons. In the dry season of 2004, data indicated that low virulent strain increased to medium virulent, while high virulent strain (strain IV) decreased to medium virulent. In the wet season of 2004/2005, low and medium virulent strains increased to high virulent. Keywords: Xanthomonas oryzae pv. oryzae, strain, change ABSTRAK. Penelitian perubahan strain bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) dilakukan di Sukamandi pada MK 2004 dan MH 2004/2005 dalam rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Lima varietas diferensial adalah sebagai petak utama dan tiga tingkat virulensi bakteri Xoo sebagai anak petak. Tingkat virulensi bakteri Xoo yang diuji adalah tinggi (strain IV), sedang (strain VIII), dan rendah (strain III). Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi kecepatan perubahan strain patogen Xoo penyebab penyakit hawar daun bakteri (HDB). Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas dan tingkat virulensi bakteri Xoo berpengaruh nyata terhadap keparahan HDB. Tingkat keparahan tertinggi terjadi pada varietas Kinmaze dan terendah pada varietas Java 14. Hasil inokulasi pertama dan kedua menunjukkan bahwa isolat dengan virulensi tinggi, sedang, dan rendah memberikan reaksi yang tidak berbeda nyata terhadap varietas Kinmaze, Kogyoku, dan Tetep. Namun terhadap varietas Wase Aikoku dan Java 14, isolat dengan virulensi rendah menghasilkan keparahan penyakit yang nyata lebih rendah dibandingkan dengan isolat virulensi tinggi dan sedang. Perubahan strain bakteri Xoo dapat terjadi dalam jangka waktu dua musim tanam padi. Hasil inokulasi pertama dan kedua pada MK 2004 menunjukkan adanya perubahan virulensi isolat, yaitu virulensi tinggi (strain IV) dan rendah (III) berubah menjadi sedang (VIII). Pada MH 2004/2005, bakteri Xoo virulensi sedang dan rendah berubah menjadi virulensi tinggi. Kata kunci: Xanthomonas oryzae pv. oryzae, strain, perubahan
100
P
engendalian penyakit hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) pada tanaman padi pada umumnya dengan cara penanaman varietas tahan dan pengaturan takaran pupuk N (Qi and Mew 1989). Efektivitas pengendalian dengan pengurangan takaran pupuk N sangat terbatas dan sering bersifat lokal, sehingga dihadapkan kepada kesulitan teknis yang relatif tinggi. Pengendalian dengan penanaman varietas tahan cukup efektif. Sejak dilepasnya varietas IR20 yang mengandung gen tahan terhadap hawar daun bakteri (HDB), perakitan varietas tahan HDB menjadi salah satu program penting pemuliaan tanaman padi (Mew et al. 1982). Berbagai varietas dan galur padi dengan berbagai tingkat ketahanan terhadap hawar daun bakteri telah dikembangkan. Namun kemudian diketahui varietas tahan hanya efektif terhadap strain tertentu di lokasi tertentu. Penelitian menunjukkan bahwa patogen X. oryzae pv. oryzae dapat membentuk strain baru yang mampu mematahkan ketahanan suatu varietas. Beberapa tahun setelah dilepas pada tahun 1970, IR20 dilaporkan rentan terhadap strain Isabela di Filipina (Ou 1985; Mew 1989), sementara IR36 yang dilepas pada tahun 1979 dilaporkan rentan terhadap strain IV pada tahun 1982 (Suparyono 1982; Suparyono et al. 1982a). Hal ini mengisyaratkan bahwa ketahanan varietas padi terhadap HDB tidak hanya disebabkan oleh dominasi dan distribusi strain yang berbeda di berbagai daerah, tetapi juga terkait dengan kurun waktu pengembangan varietas tersebut. Periode ketahanan suatu varietas ditentukan oleh beberapa faktor, seperti kecepatan perubahan strain, komposisi dan dominasi strain, frekuensi penanaman, dan komposisi varietas dengan latar belakang gen berbeda yang ditanam dalam waktu dan hamparan tertentu (Ogawa 1993). Dilaporkan bahwa dominasi dan komposisi strain sangat dipengaruhi oleh stadia tumbuh tanaman padi. Dominasi dan komposisi strain menurut stadia tumbuh merupakan aspek penting dalam pengembangan varietas tahan HDB (Suparyono et al. 2003). Periode waktu perubahan strain patogen di suatu ekosistem padi perlu dikelola melalui pergiliran varietas
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 2 2006
tahan. Strategi ini memerlukan informasi tentang periode perubahan virulensi strain patogen pada varietas tahan. Oleh karena itu, penelitian untuk mengevaluasi periode ketahanan varietas menjadi penting. Informasi dari penelitian tersebut diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan strategi pengendalian HDB melalui taktik gilir varietas tahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kecepatan perubahan strain Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan mempelajari periode ketahanan varietas terhadap penyakit HDB.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di screen field Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, pada MK 2004 dan MH 2004/ 2005, menggunakan rancangan acak terpisah dengan tiga ulangan. Lima varietas diferensial dengan latar belakang genetik berbeda ditanam sebagai petak utama (Tabel 1). Varietas-varietas tersebut akan berbeda reaksinya terhadap strain X. oryzae pv. oryzae (Xoo). Sebagai anak petak adalah tiga kelompok strain yang mewakili virulensi berbeda yang selanjutnya disebut sebagai virulensi awal, yaitu grup virulensi tinggi (strain IV), sedang ( strain VIII), dan rendah (strain III). Varietas-varietas uji ditanam dua kali dalam satu musim tanam dengan selang waktu sekitar 1 bulan. Setelah dikecambahkan, masing-masing varietas diferensial ditanam langsung di screen field pada petak percobaan berukuran 2 m x 2 m. Untuk mendorong perkembangan penyakit HDB, tanaman diberi pupuk N dengan takaran 250 kg urea/ha. Penyiangan dilakukan secara manual. Pengendalian hama menggunakan insektisida carbofuran 3 G dengan takaran 20 kg formulasi/ha. Tanaman diinokulasi dengan biakan murni X. oryzae pv. oryzae yang memiliki virulensi berbeda (tinggi, sedang, dan rendah) yang berasal dari koleksi Kelti Hama
dan Penyakit Balitpa. Suspensi bakteri umur 48 jam dengan kepekatan 106 cfu/ml, diinokulasikan pada varietas diferensial berumur 40 hari setelah sebar dengan metode gunting. Ujung-ujung daun padi yang sudah dipotong sepanjang 10 cm dicelupkan ke dalam suspensi bakteri. Agar bakteri tidak dihadapkan pada suhu yang terlalu terik, inokulasi dilakukan menjelang sore, antara pukul 14.00-17.30. Setelah timbul gejala penyakit, diambil sampel daun yang sakit untuk reisolasi bakteri Xoo di laboratorium dengan metode pengenceran. Sebanyak 10 g daun tertular HDB yang telah dipotong kecil (1 mm) dimasukkan ke dalam erlenmeyer berisi 90 ml air steril. Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil, kemudian digoyang dengan shaker (alat pengocok) selama 15 menit. Sebelum mengendap, suspensi yang diperoleh diambil 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer lain yang berisi 90 ml air steril, sehingga diperoleh konsentrasi 10-2, kemudian dikocok. Seterusnya, dengan cara yang sama, diperoleh konsentrasi 10-5, 10-6, dan 10-7. Dari tiap-tiap pengenceran diambil 1 ml, kemudian ditanam pada petridish berisi media PSA. Hasil reisolasi bakteri Xoo kemudian diinokulasikan pada varietas diferensial yang sama pada periode tanam berikutnya. Seterusnya dilakukan cara yang sama sampai empat periode tanam (dua periode tanam pada MK 2004 dan dua periode tanam pada MH 2004/2005). Pengamatan terhadap penyakit segera dilakukan setelah timbul gejala (3-7 hari), bakteri diisolasi untuk kemudian direinokulasi pada varietas diferensial yang sama pada periode tanam berikutnya. Tingkat virulensi diamati dengan mengukur panjang gejala pada 2, 4, dan 6 minggu setelah inokulasi (MSI). Data dikonversi dengan membandingkan antara panjang gejala dengan panjang daun dikalikan 100%. Untuk mengelompokkan tingkat virulensi digunakan angka penilaian pada pengamatan terakhir (6 MSI). Data disajikan dalam bentuk rata-rata. Pengaruh perlakuan dianalisis dengan metode sidik ragam (ANOVA). Perbedaan antarperlakuan diuji dengan metode least significant difference (LSD) pada taraf nyata 5%.
Tabel 1. Reaksi varietas padi diferensial dengan latar belakang genetik berbeda terhadap patogen X. oryzae pv. oryzae (Xoo). Varietas
Gen ketahanan
Kinmaze Kogyoku Wase Aikoku Tetep Java 14
Tidak ada Xa-1, Xa-kg Xa-3 (Xa-w) Xa-1, Xa-2 Xa-1, Xa-2, dan Xa-kg
Kelompok patotipe
Reaksi ketahanan terhadap bakteri Xoo R T T T T
R R T T T
R R R T T
R R R R R
R T T R T
T T R T T
R R R T R
R R R R T
I
II
II
IV
V
VI
VII
VIII
T = tahan, keparahan penyakit < 11% R = rentan, keparahan penyakit > 11% Sumber: Suparyono et al. 2003.
101
SUDIR DAN SUPRIHANTO: PERUBAHAN VIRULENSI STRAIN XANTHOMONAS ORYZAE PV. ORYZAE PADA PADI
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis sidik ragam data percobaan MK 2004 menunjukkan bahwa varietas padi diferensial dan tingkat virulensi bakteri X. oryzae pv. oryzae (Xoo) berpengaruh nyata terhadap keparahan penyakit HDB (Tabel 2). Hasil inokulasi pada pertanaman tahap pertama menunjukkan bahwa pada 2 MSI, tingkat keparahan penyakit tertinggi (3,9%) dijumpai pada varietas Kogyoku, diikuti oleh Kinmaze, sedangkan terendah (0,8%) pada varietas Java 14. Pada 4 MSI tingkat keparahan HDB berkisar antara 2,6-16,9%, tertinggi pada Kinmaze dan terendah pada Java 14. Pada 6 MSI tingkat keparahan HDB pada varietas diferensial berkisar antara 6,9-79,3%, terendah pada Java 14 dan tertinggi pada Kinmaze. Sampai 6 MSI (sekitar 2 minggu sebelum panen), varietas Kinmaze, Kogyoku, Wase Aikoku, dan Tetep tergolong rentan terhadap isolat Xoo, sedangkan Java 14 tergolong tahan (Tabel 3). Berdasarkan tingkat keparahan HDB pada varietas diferensial diketahui bahwa patogen Xoo
yang diuji pada pertanaman tahap pertama MK 2004 tergolong strain VIII. Reisolasi bakteri Xoo dilakukan dari gejala yang muncul pada pertanaman tahap pertama. Hasil reisolasi kemudian direinokulasi pada varietas yang sama pada periode tanam berikutnya. Pada pertanaman tahap kedua tingkat keparahan HDB lebih rendah dibandingkan dengan pertanaman tahap pertama. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi iklim yang terlalu kering pada pertanaman kedua (kemarau II), sehingga kurang mendukung perkembangan penyakit. Pada 6 MSI, tingkat keparahan HDB berkisar antara 0,3-53,2%, tertinggi pada varietas Kinmaze dan terendah pada Java 14 (Tabel 3). Kinmaze adalah varietas yang tidak memiliki gen tahan, sedangkan Java 14 memiliki tiga gen tahan terhadap Xoo (Suparyono 1984; Suparyono et al. 1982b). Seperti halnya pada pertanaman tahap pertama, patogen Xoo yang diuji pada pertanaman tahap kedua sampai 6 MSI juga termasuk strain VIII.
Tabel 2. Analisis varians pengaruh varietas padi diferensial dan tingkat virulensi bakteri X. oryzae pv. oryzae (Xoo) terhadap keparahan penyakit hawar daun bakteri pada pertanaman I dan II. Sukamandi, MK 2004. Tingkat signifikansi Sumber ragam
Ulangan Varietas diferensial Galat 1 Virulensi Xoo Varietas * virulensi Galat II Total R2 Koefisien variasi
Derajat bebas
Pertanaman I
2 4 8 2 8 20 44
Pertanaman II
HDB1
HDB2
HDB3
HDB1
HDB2
HDB3
tn tn ** tn 0,83 22,46
tn ** ** * 0,88 22,86
tn ** ** * 0,99 6,58
tn ** * tn 0,90 29,27
* ** * tn 0,80 29,90
* ** * * 0,89 27,22
tn = tidak berbeda nyata, * = berbeda nyata, * * = berbeda sangat nyata pada taraf 0,05 LSD. HDBl, HDB2, dan HDB3 = berturut-turut keparahan hawar daun bakteri pada 2, 4, dan 6 minggu setelah inokulasi (MSI).
Tabel 3. Rata-rata keparahan penyakit HDB pada lima varietas padi diferensial pada 2, 4, dan 6 MSI pertanaman I dan II. Sukamandi, MK 2004. Keparahan HDB (%) pertanaman I
Keparahan HDB (%) pertanaman II
Varietas diferensial HDB1
HDB2
HDB3
HDB1
HDB2
HDB3
Kinmaze Kogyoku Wase Aikoku Tetep Java 14
3,9 a 3,9 a 2,3 b 1,4 bc 0,8 c
16,9 10,4 8,9 7,9 2,6
79,3 73,5 76,6 72,1 6,9
13,1 1,3 2,3 2,0 0,0
29,0 14,0 9,9 9,4 0,2
53,2 29,9 20,0 22,6 0,3
LSD0,05
1,5
4,8
a b b b c
a bc ab c d
4,1
HDB1, HDB2, dan HDB3 = berturut-turut keparahan hawar daun bakteri pada 2, 4, dan 6 MSI.
102
3,0
a b b b b
8,7
a bc c c d
10,2
a b b b c
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 2 2006
Tingkat virulensi bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) berpengaruh nyata terhadap keparahan penyakit HDB. Tingkat keparahan tertinggi penyakit HDB pada pertanaman tahap pertama pada 6 MSI dijumpai pada pertanaman yang diinokulasi dengan Xoo virulensi tinggi dan terendah pada virulensi rendah. Tingkat keparahan penyakit pada pertanaman tahap pertama pada 6 MSI adalah 68,9%; 62,0%; dan 52,3%, berturutturut pada Xoo virulensi tinggi, sedang, dan rendah. Pada pertanaman tahap kedua, keparahan tertinggi pada 6 MSI dijumpai pada Xoo virulensi tinggi dan terendah pada virulensi rendah. Tingkat keparahan HDB pada 6 MSI pada Xoo virulensi tinggi, sedang, dan rendah berturut-turut adalah 30,5%; 26,1%; dan 18,5% (Tabel 4). Berdasarkan tingkat keparahan penyakit pada 6 MSI diketahui bahwa virulensi ketiga tingkat virulensi bakteri Xoo yang diuji dari pertanaman tahap pertama ke tahap kedua mengalami penurunan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi iklim pada pertanaman kedua (kemarau II) terlalu kering sehingga kurang mendukung perkembangan penyakit. Interaksi antara varietas diferensial dengan tingkat virulensi Xoo awal berpengaruh nyata terhadap keparahan HDB pada 6 MSI, baik pada pertanaman tahap
pertama maupun kedua MK 2004. Hal ini menunjukkan keparahan penyakit selain dipengaruhi oleh varietas diferensial juga bergantung pada tingkat virulensi patogen Xoo. Hasil inokulasi pertama menunjukkan adanya perubahan virulensi dari tinggi (strain IV) dan rendah (strain llI) menjadi sedang (strain VllI). Hal ini diduga disebabkan oleh keadaan lingkungan yang kurang cocok untuk kelompok isolat virulensi tinggi sehingga virulensinya menurun. Sebaliknya terjadi untuk isolat kelompok viruensi rendah yang berubah menjadi virulensi sedang. Bakteri Xoo strain III, IV, dan VIII ditemukan di sentra produksi padi di Jawa (Suparyono et al. 2004). Reisolasi Xanthomonas oryzae pv. oryzae dilakukan dari gejala yang muncul pada pertanaman tahap pertama. Hasil reisolasi kemudian direinokulasi pada varietas yang sama pada pertanaman berikutnya. Hasil reinokulasi menunjukkan bahwa pada pengamatan 6 MSI, semua varietas uji bereaksi rentan terhadap semua isolat yang diuji (Tabel 5). Meski keparahan HDB pada pertanaman tahap kedua menunjukkan penurunan dibanding pertanaman tahap pertama, tetapi tidak terjadi perubahan kelompok strain. Semua strain yang muncul pada pertanaman tahap kedua adalah kelompok VIII.
Tabel 4. Tingkat keparahan hawar daun bakteri patogen Xoo dengan tingkat virulensi berbeda pada 2, 4, dan 6 MSI pada pertanaman I dan II. Sukamandi, MK 2004. Keparahan HDB (%) pertanaman I
Keparahan HDB (%) pertanaman II
Virulensi awal Xoo HDB1
HDB2
HDB3
HDB1
HDB2
HDB3
Tinggi Sedang Rendah
2,8 b 4,2 a 0,5 c
10,6 b 18,2 a 4,0 c
68,9 a 62,0 b 52,3 c
3,8 ab 4,4 a 2,1 b
16,1 a 14,7 a 7,7 b
30,5 a 26,1 ab 18,5 b
LSD0,05
1,0
3,2
4,3
2,0
5,7
8,3
HDB1, HDB2, dan HDB3 = berturut-turut keparahan hawar daun bakteri pada 2, 4, dan 6 MSI.
Tabel 5. Tingkat keparahan hawar daun bakteri pada lima varietas padi diferensial yang diinokulasi dengan patogen Xoo virulensi awal pada 6 MSI. Sukamandi, MK 2004. Varietas diferensial
Kinmaze Kogyoku Wase Aikoku Tetep Java 14 FLSD0,05
Keparahan HDB (%) pertanaman I Tinggi
Sedang
87,7 82,1 85,1 80,0 9,8
79,6 72,6 76,7 73,2 6,8 7,0
Rendah 70,6 65,8 68,0 63,2 4,1
Keparahan HDB (%) pertanaman II Tinggi 50,9 44,3 20,6 35,8 0,7
Sedang 55,6 31,6 26,6 16,3 0,2
Rendah 53,2 11,1 12,8 15,6 0,1
8,9
MSI = minggu setelah inokulasi FLSD = membandingkan interaksi antara varietas dengan virulensi Xoo.
103
SUDIR DAN SUPRIHANTO: PERUBAHAN VIRULENSI STRAIN XANTHOMONAS ORYZAE PV. ORYZAE PADA PADI
Tabel 6. Analisis varians pengaruh varietas padi diferensial dan tingkat virulensi awal bakteri Xoo terhadap keparahan HDB pada pertanaman I dan II. Sukamandi, MH 2004/05. Tingkat signifikansi Sumber ragam
Ulangan Varietas diferensial Galat 1 Virulensi Xoo Varietas * virulensi Galat II Total R2 Koefisien variasi
Derajat bebas
Pertanaman I
2 4 8 2 8 20 46
Pertanaman II
HDB1
HDB2
HDB3
HDB1
HDB2
HDB3
tn tn ** ** 0,89 26,01
* ** ** ** 0,96 22,10
** ** ** ** 0,96 17,17
** ** ** tn 0,79 31,85
tn ** ** tn 0,89 19,20
ts ** ** * 0,96 12,98
HDB1, HDB2, dan HDB3 = berturut-turut keparahan hawar daun bakteri pada 2, 4, dan 6 minggu setelah inokulasi.
Tabel 7. Tingkat keparahan hawar daun bakteri pada lima varietas padi diferensial pada 2, 4, dan 6 MSI. Sukamandi, MH 2004/05. Varietas diferensial
Keparahan HDB (%) pertanaman I HDB1
Kinmaze Kogyoku Wase Aikoku Tetep Java 14 FLSD0,05
15,3 13,8 6,6 2,1 3,7 3,6
a a b c bc
Keparahan HDB (%) pertanaman II
HDB2
HDB3
HDB1
HDB2
HDB3
59,3 55,1 39,9 9,4 12,5
78,0 71,1 63,8 18,6 17,7
17,0 13,6 3,2 4,4 3,3
53,8 a 55,9 a 22,1 b 12,8 b 11,4 b
87,8 75,9 62,0 41,9 29,5
a a b c c
7,7
8,4
a ab b c c
6,7
a a b b b
12,0
a b c d e
7,6
HDB1, HDB2, dan HDB3 = berturut-turut keparahan hawar daun bakteri pada 2, 4, dan 6 minggu setelah inokulasi. FLSD = membandingkan interaksi antara varietas dengan tingkat virulensi bakteri Xoo.
Keparahan penyakit yang tertinggi dari ketiga strain Xoo terjadi pada varietas Kinmaze dan paling rendah pada Java 14. Hal ini terjadi karena varietas Kinmaze tidak memiliki gen ketahanan terhadap patogen Xoo, sedangkan Java 14 memiliki tiga gen tahan sehingga bereaksi lebih tahan (Suparyono et al. 1982b). Analisis sidik ragam data percobaan MH 2004/2005 menunjukkan, seperti halnya pada MK 2004, varietas padi dan tingkat virulensi bakteri Xoo berpengaruh nyata terhadap keparahan penyakit HDB baik pada pertanaman tahap pertama maupun kedua. Interaksi antara varietas dengan tingkat virulensi bakteri nyata terhadap keparahan penyakit pada pertanaman pertama pada 2, 4, dan 6 MSI dan pada pertanaman kedua pada 6 MSI (Tabel 6). Hasil inokulasi pada pertanaman tahap pertama MH 2004/2005 menunjukkan bahwa tingkat keparahan HDB pada 2, 4, dan 6 MSI berturut-turut 3,3-15,3%; 9,4-59,3%; dan 17,7-78,0%. Keparahan tertinggi pada varietas Kinmaze dan terendah pada Java 14. Pada pertanaman 104
tahap kedua MH 2004/2005, tingkat keparahan penyakit pada 2, 4, dan 6 MSI berkisar antara 3,2-17,0%; 11,455,9%; dan 29,5-87,8% (Tabel 7). Pada 2 MSI keparahan HDB tertinggi dijumpai pada varietas Kinmaze, diikuti Kogyuku, Wase Aikoku, dan Tetep, sedangkan terendah pada Java 14. Pada 4 MSI, keparahan HDB berkisar antara 11,4-55,9%, tertinggi pada Kogyoku dan terendah pada Java 14. Pada 6 MSI, keparahan terendah dijumpai pada varietas Java 14 dan tertinggi pada Kinmaze. Berdasarkan angka keparahan penyakit diketahui patogen Xoo yang diuji pada MH 2004/ 2005 tergolong strain IV. Dengan demikian, dari MK 2004 ke MH 2004/2005 terjadi perubahan virulensi bakteri Xoo dari sedang (strain VIII) menjadi tinggi (strain IV). Seperti halnya pada MK 2004, tingkat virulensi bakteri Xoo pada MH 2004/2005 juga berpengaruh nyata terhadap keparahan HDB. Keparahan tertinggi pada 6 MSI dijumpai pada pertanaman yang diinokulasi dengan Xoo virulensi tinggi dan terendah pada virulensi rendah, baik pada pertanaman pertama maupun kedua. Pada 6 MSI,
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 2 2006
keparahan tertinggi pada pertanaman tahap kedua dijumpai pada Xoo virulensi tinggi dan terendah pada virulensi rendah (Tabel 8). Tingkat keparahan penyakit pada pertanaman tahap pertama pada 6 MSI adalah 57,1%; 54,6%; dan 37,8%, berturut-turut pada Xoo virulensi sedang, tinggi, dan rendah, sedangkan pada pertanaman tahap kedua adalah 64,7%; 63,1%; dan 50,5%. Ketiga tingkat virulensi bakteri Xoo yang diuji dari pertanaman tahap pertama ke tahap kedua mengalami peningkatan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi musim hujan pada pertanaman kedua lebih mendukung perkembangan HDB. Interaksi antara varietas diferensial dengan tingkat virulensi Xoo berpengaruh nyata terhadap keparahan HDB pada 6 MSI, baik pada pertanaman tahap pertama maupun kedua MH 2004/2005. Hal ini menunjukkan bahwa keparahan penyakit selain dipengaruhi oleh varietas diferensial juga bergantung pada virulensi patogen Xoo. Hasil inokulasi pertama menunjukkan perubahan virulensi, yaitu dari sedang (strain VIII) dan rendah (strain III) ke tinggi (strain IV). Hal ini terkait dengan keadaan lingkungan yang cocok sehingga mengubah virulensi sedang dan rendah menjadi tinggi. Pada 6 MSI semua varietas diferensial bereaksi rentan terhadap semua tingkat virulensi bakteri yang diuji
(Tabel 9). Keparahan HDB yang terjadi pada pertanaman tahap kedua menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan dengan pertanaman tahap pertama, kecuali pada Wase Aikoku, namun tidak terjadi perubahan kelompok strain. Semua strain pada pertanaman tahap kedua termasuk ke dalam kelompok IV. Keparahan tertinggi penyakit dari ketiga strain Xoo terjadi pada varietas Kinmaze dan terendah pada Java 14. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada akhir stadia pertanaman padi MK 2004, baik periode tanam pertama maupun kedua, bakteri Xoo virulensi sedang tidak mengalami perubahan, virulensi tinggi (strain IV) berubah menjadi sedang (strain VIII), dan virulensi rendah (strain Ill) menjadi sedang. Pada MH 2004/2005, baik pada pertanaman periode pertama maupun kedua, semua strain bakteri Xoo berubah menjadi virulensi tinggi (strain IV). Suparyono et al. (2003) melaporkan bahwa dominasi strain Xoo III dari MK 2001 ke MH 2001/2002 menurun dari 42,7% menjadi 9%, sedangkan strain IV meningkat dari 15,3% menjadi 29%, dan strain VIII meningkat dari 42,0 menjadi 62%. Perubahan ini ditentukan oleh beberapa faktor, di antaranya kecepatan perubahan strain, frekuensi penanaman, dan komposisi varietas dengan latar belakang gen berbeda yang ditanam pada waktu dan hamparan tertentu (Ogawa 1993). Suzuki et
Tabel 8. Tingkat keparahan hawar daun bakteri yang dihasilkan oleh patogen Xoo virulensi yang berbeda pada 2, 4, dan 6 MSI. Sukamandi, MH 2004/2005. Keparahan HDB (%) pertanaman tahap I
Keparahan HDB (%) pertanaman tahap II
Virulensi awal Xoo
Tinggi Sedang Rendah LSD0,05
HDB1
HDB2
HDB3
HDB1
HDB2
HDB3
11,8 a 9,4 a 3,7 b
42,1 a 39,9 a 23,6 b
57,1 a 54,6 a 37,8 b
11,8 a 10,7 a 2,4 b
37,6 a 36,3 a 19,7 b
63,2 a 64,7 a 50,5 b
2,9
5,9
5,9
5,2
9,3
5,9
HDB1, HDB2, dan HDB3 = berturut-turut keparahan hawar daun bakteri pada 2, 4, dan 6 minggu setelah inokulasi.
Tabel 9. Tingkat keparahan hawar daun bakteri pada lima varietas padi diferensial yang diinokulasi dengan patogen Xoo virulensi awal berbeda pertanaman I dan II pada 6 MSI. Sukamandi, MH 2004/2005. Keparahan HDB (%) pertanaman I
Keparahan HDB (%) pertanaman II
Varietas diferensial
Kinmaze Kogyoku Wase Aikoku Tetep Java 14 FLSD0,05
Tinggi
Sedang
90,2 87,1 64,5 23,0 20,9
83,0 83,6 68,6 18,1 19,7 16,2
Rendah 60,8 42,6 58,5 14,8 12,6
Tinggi 92,0 82,5 60,6 47,3 33,4
Sedang 96,9 88,2 71,2 38,0 29,3
Rendah 74,5 57,0 54,2 40,5 25,9
18,0
MSI = minggu setelah inokulasi FLSD = membandingkan interaksi antara varietas dengan virulensi Xoo.
105
SUDIR DAN SUPRIHANTO: PERUBAHAN VIRULENSI STRAIN XANTHOMONAS ORYZAE PV. ORYZAE PADA PADI
Tabel 10. Tingkat keparahan hawar daun bakteri pada lima varietas padi diferensial pada 6 MSI patogen Xoo virulensi berbeda. Sukamandi, MK 2004 dan MH 2004/2005. Keparahan hawar daun bakteri (%) Varietas diferensial
MK 2004 Pertanaman I
Kinmaze Kogyoku Wase Aikoku Tetep Java 14 Strain
MH 2004/2005 Pertanaman II
Pertanaman I
Pertanaman II
Tg
Sd
Rd
Tg
Sd
Rd
Tg
Sd
Rd
Tg
Sd
Rd
87,7 82,1 85,1 80,0 9,8
79,6 72,6 76,7 73,2 6,8
70,6 65,8 68,0 63,2 4,0
50,9 44,3 20,6 35,8 0,7
55,6 31,6 26,6 16,3 0,2
53,2 11,1 12,8 15,6 0,1
90,2 87,1 64,5 23,0 20,9
83,1 83,6 68,6 18,1 19,7
60,8 42,6 58,5 14,8 12,6
92,0 82,5 60,6 74,3 33,4
96,9 88,2 71,2 38,0 29,3
74,5 57,0 54,2 40,5 25,9
VIII
VIII
VIII
VIII
VIII
VIII
IV
IV
IV
IV
IV
IV
Tg = virulensi awal tinggi (strain IV), Sd = virulensi awal sedang (strain VIII), Rd = virulensi awal rendah (strain III)
al. (1992) melaporkan bahwa seleksi yang terjadi secara alami menyebabkan perubahan karakter pada organisme seperti yang terjadi pada inokulum tungro. Pada satu periode pertumbuhan tanaman padi dapat terjadi dua siklus inokulasi tungro. Dengan demikian besar kemungkinan terjadi perubahan virulensi dalam satu musim tanam apabila terjadi tekanan inokulasi. Tingkat keparahan HDB pada MH 2004/2005 lebih tinggi dibanding MK 2004. Varietas Java 14 yang pada tanam pertama dan kedua MK 2004 tergolong tahan, pada MH 2004 menjadi rentan dengan tingkat keparahan 12,6-33,4% (Tabel 10). Hal ini menunjukkan bahwa varietas Java 14 yang semula tahan berubah menjadi rentan setelah diinokulasi tiga kali secara beruntun. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada musim hujan, virulensi bakteri Xoo meningkat dibanding musim kemarau. Hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pada musim hujan, kelembaban relatif lebih tinggi dan sangat mendukung perkembangan patogen Xoo dibanding musim kemarau, sehingga virulensi bakteri Xoo meningkat. Bakteri Xoo berkembang dengan baik pada kondisi kelembaban di atas 90% dan suhu 25-30°C (Ou 1985).
KESIMPULAN
Pada musim hujan terjadi perubahan strain Xoo ke arah yang lebih virulen. Pada pertanaman pertama MK 2004, kelompok virulensi tinggi (strain IV) dan rendah (strain III) berubah menjadi virulensi sedang (strain VllI). Pertanaman kedua tidak mengalami perubahan virulensi, semua isolat bakteri Xoo yang diuji yang berasal dari pertanaman pertama tetap tergolong virulensi sedang (strain VllI). 106
Pada MH 2004/2005, pada pertanaman pertama terjadi perubahan dari virulensi sedang (strain VllI) yang berasal dari pertanaman kedua MK 2004 menjadi virulensi tinggi (strain IV). Pada pertanaman kedua tidak terjadi perubahan virulensi (strain IV). Perubahan ketahanan varietas terhadap Xoo dapat terjadi setelah inokulasi Xoo tiga kali secara beruntun, seperti yang ditunjukkan oleh varietas Java 14, tingkat ketahanannya berubah dari tahan menjadi rentan dengan tingkat keparahan penyakit 12,6-33,4%.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Suparyono dan Dr. I Nyoman Widiarta yang telah menelaah tulisan ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Sdr. Suwarji dan Umin Sumarlin atas bantuan pelaksanaan penelitian di lapang.
DAFTAR PUSTAKA Mew, T .W., Vera Cruz, and R.C. Rayes. 1982. Interaction of Xanthomonas campestris oryzae and resistance of rice cultivar. Phytopathology 72(7):786-789. Mew, T.W. 1989. An overview of the world bacterial leaf blight situation. In: Bacterial blight of rice. p.7-12. IRRI. Manila Philippines.
Ogawa, T. 1993. Methods and strategy for monitoring race distribution and identification of resistance genes to bacterial leaf blight (Xanthomonas campestris pv. oryzae) in rice. JARQ 27:71-80. Ou, S.H.1985. Rice diseases (2nd ed) CMI Kew. 380 pp.
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 2 2006 Qi, Z. and T.W .Mew. 1989. Types of resistance in rice to bacterial blight. In: Bacterial blight of rice. p.125-134. IRRI. Manila Philippines.
Suparyono. 1984. Distribusi patotipe Xanthomonas campestris pv. oryzae penyebab penyakit hawar daun padi di Jawa Barat. FPS UGM. Thesis S2. 37p.
Suparyono, A.S. Suriamihardja, and T. Tjubar yat. 1982a. Rice bacterial patotype group which attacks the IR36 group of variety. llmu Pertanian 3(5).
Suparyono, Sudir, dan Suprihanto. 2004. Pathotype profile of Xanthomonas oryzae pv. oryzae Isolates from the rice ecosystem in Java. Indonesian Journal of Agricultural Science 5(2) 2004: 63069.
Suparyono. 1982. Pathotype shifting of Xanthomonas campestris pv.oryzae, the cause of bacterial leaf blight in West Java. Indonesian J. of Crop Science.
Suparyono, H.R. Hifni, and O. Horino. 1982b. The bacterial pathotype group which attacks the IR20 group of variety. Agric. Sci. 3(5):195-202.
Suparyono, Sudir, dan Suprihanto. 2003. Komposisi patotipe patogen hawar daun bakteri pada tanaman padi stadium tumbuh berbeda. J. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 22(1):45-50.
Suzuki, Y., I.K.R. Widrawan. I.G.N Raga, Yasis, and Soeroto. 1992. Field epidemiology and forcasting technology of rice tungro disease vectored by green leafhopper. JARQ 26:98-104.
107