PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 3 2009
Identifikasi Patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae, Penyebab Penyakit Hawar Daun Bakteri di Sentra Produksi Padi di Jawa Sudir, Suprihanto, dan Triny S. Kadir Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jl. Raya 9 Sukamandi, Subang, Jawa Barat
ABSTRACT. Identification of Xanthomonas oryzae pv. Oryzae Phatotypes the Causing Organism of Rice Bacterial Leaf Blight in Rice Production Centers of Java. Rice bacterial leaf blight is an endemic disease in the rice producing area in the tropis. One hundred and thirty two bacterial isolates of Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo), the causal organism of rice bacterial leaf blight (BLB) were collected from farmers rice fields. This study was aimed to study the diversity of pathotypes of Xoo. The study was conducted during the dry season (DS) of 2007 using survey method and sampling of rice infected by BLB. Xoo pathotype identification was done by inoculating the isolates of Xoo on differential varieties in the screen field by the leaf cutting methods, using the 48 hrs old cultures as inoculants in wet season (WS) 2007/2008. Disease severity was evaluated on 15 days after the inoculation. Disease severity of <11%, was considered as resistant (R) and over 11% was considered as susceptible (S). A total of 132 isolates were identified, of which 31 isolates (23.5%) were identified as pathtype III; 21 isolates (15.9%) were pathotype IV, and 80 isolates (60.6%) were patotipe VIII. Pathotype structures of Xoo indicated that in West Java there were 47 isolates, of which 11 isolates (23.4%) were identified as pathotype III, 13 isolates (27.7) as pathotype IV, and 23 isolates (48.9%) as pathotype VIII. In Central Java there were 34 isolates, of which 6 isolates (17.7%) as pathotype III, 8 isolates (23.5%) as pathotype IV, and 20 isolates (58.8%) as pathotype VIII. In DIY there were 10 isolates, consisted 5 isolates (50%) pathotype III and 5 isolates (50%) pathotype VIII, and no pathotype IV was found. In East Java there were 41 isolates, consisted of 9 isolates (22%) as pathotype III, 32 isolates (78%) as pathotype VIII, and no pathotype IV was found. Except for DIY there was indication that pathotype VIII was common in places of low and medium elevation, while pathotype III and IV were typically found in places with low elevation. This information would be of impotant in relation with the development of rice varieties resistance to specific strain (pathotype) of Xoo. Keywords: Xanthomonas oryzae pv. oryzae, pathotype ABSTRAK. Penelitian untuk mengetahui kelompok patotipe bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) di daerah sentra produksi padi di Jawa dilaksanakan dengan metode survei dan pengambilan sampel tanaman padi sakit HDB pada MK 2007. Sebanyak 132 isolate X. oryzae pv. oryzae lokal telah diisolasi dari beberapa daerah sentra produksi padi di Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur. Pengujian patotipe dilaksanakan dengan menginokulasikan isolate Xoo berumur 48 jam pada 5 varietas diferensial di screen filed KP Sukamandi pada MH 2007/2008. Inokulasi dilakukan dengan metode gunting pada pertanaman padi stadia anakan maksimum. Pengamatan keparahan penyakit dilakukan dengan mengukur gejala penyakit yang muncul pada 2 minggu setelah inokulasi. Keparahan < 11% digolongkan tahan ( R ) dan >11% tergolong peka (S). Hasil penelitian menunjukkan bahwa diperoleh sebanyak 132 isolat bakteri yang terdiri dari 31 isolat (23,5%) tergolong patotipe III, 21 isolat (15,9%) patotipe IV, dan 80 isolat (60,6%) VIII. Di Jawa Barat diperoleh 47 isolat yang terdiri dari 11 isolat (23,4%) tergolong patotipe III, 13 isolat (27,7) patotipe IV, dan 23 isolat (48,9%) patotipe
VIII. Di Jawa tengah diperoleh 34 isolat, 6 isolat (17,7%) patotipe III, 8 isolat (23,5%) patotipe IV, dan 20 isolat (58,8%) patotipe VIII. Di DIY diperoleh 10 isolat, 5 isolat (50%) patotipe III dan 5 isolat (50%) patotipe VIII. Di Jawa Timur diperoleh 41 isolat, 9 isolat (22%) patotipe III, 32 isolat (78%) patotipe VIII. Di DIY dan Jawa Timur tidak ditemukan patotipe IV. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa, umumnya patotipe VIII merupakan patotipe bakteri Xoo yang dominan di semua lokasi kecuali DIY, sedangkan patoipe III dan IV umumnya banyak dijumpai di dataran rendah. Informasi komposisi dan dominasi patotipe Xoo sangat penting kaitannya dengan program pengendalian dan pengembangan varietas tahan penyakit HDB. Kata kunci: Xanthomonas oryzae pv. oryzae, patotipe
enyakit hawar daun bakteri (HDB) merupakan salah satu penyakit padi sangat penting yang tersebar di berbagai ekosistem padi di negaranegara penghasil padi, termasuk di Indonesia (Ou, 1985). Penyakit disebabkan oleh bakteri gram negatif Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo), menghasilkan gejala hawar (blight) yang merusak klorofil pada daun. Akibat kerusakan klorofil ini, kemampuan tanaman untuk melakukan fotosintesis menjadi sangat berkurang (Mew et al. 1982). Gejala ini jelas terlihat saat tanaman mencapai stadium berbunga, namun dapat juga sebelumnya (Ou, 1985). Bila serangan terjadi pada awal pertanaman, tanaman menjadi layu dan mati, gejala ini disebut kresek. Bila serangan terjadi saat berbunga, proses pengisian gabah menjadi terganggu, menyebabkan gabah tidak terisi penuh atau bahkan hampa dan dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 70 persen (Mew et al. 1982; Suparyono dan Sudir 1992; Narasimhan and Kareem 1994). Selama ini, pengendalian penyakit hawar daun bakteri dilakukan melalui modifikasi kultur teknis, khususnya pengaturan dosis pupuk N dan melalui penanaman varietas tahan. Hasil pengendalian melalui pengurangan dosis pupuk N sangat terbatas dan sering bersifat lokal, sehingga dihadapkan pada kesulitan teknis yang realatif tinggi (Mew et al. 1993). Sementara, taktik penggunaan varietas tahan efektif dan sangat membantu petani-petani padi yang umumnya memiliki kondisi ekonomi sangat lemah tetapi dibatasi oleh waktu karena ketahanan tidak bisa berlangsung lama. Hal ini disebabkan karena sifat patogen yang dapat membentuk patotipe baru yang lebih virulen (Qi and Mew. 1989; Ogawa 1993).
P
131
SUDIR ET AL.: PATOTIPE XANTHMONAS ORYZAE PV. ORYZAE PADA PADI
Sejak varietas modern pertama di Asia yang mengandung gen tahan terhadap hawar daun bakteri (IR20) diperoleh, pemuliaan padi tahan hawar daun bakteri menjadi salah satu program penting dalam perbaikan varietas. Berbagai varietas dan galur padi dengan berbagai tingkat ketahanan terhadap hawar daun bakteri telah dikembangkan. Namun kemudian diketahui bahwa varietas tahan hanya efektif terhadap patotipe tertentu di lokasi tertentu. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa patogen X. oryzae pv. oryzae dapat membentuk patotipe baru yang mampu mematahkan ketahanan suatu varietas terhadap penyakit ini. Berawal dari yang dialami varietas padi IR20 di Filipina, kemudian IR36 di Indonesia. Setelah dilepas pada tahun 1970, IR20 rentan terhadap patotipe Isabela, di Filipina (Ou 1985), sementara IR36, yang dilepas di Indonesia pada sekitar tahun 1979, rentan terhadap patotipe IV (Suparyono, 1984). Informasi ini mengisyaratkan bahwa bukan saja dominasi dan distribusi patotipe yang berbeda di berbagai daerah, namun juga bahwa dalam kurun waktu tertentu, dominasi patotipe di suatu daerah dapat berubah (Suparyono et al. 1982; Ogawa 1993). Hal ini menyebabkan suatu varietas padi yang semula tahan hawar daun bakteri dapat menjadi rentan (patah ketahanannya) disebabkan adanya perubahan patotipe. Periode waktu suatu varietas tahan menjadi rentan ditentukan oleh beberapa faktor, seperti komposisi dan dominasi patotipe, kecepatan perubahan patotipe, frekuensi penanaman, dan komposisi varietas dengan latar belakang genetis berbeda yang ditanam dalam waktu dan hamparan tertentu (Ogawa 1993; Suparyono et al. 2003). Penanaman varietas tahan yang terus menerus akan mendorong dan mempercepat timbulnya patotipe baru sebagai akibat tekanan seleksi yang sangat kuat yang menyebabkan patahnya ketahanan varietas (Ogawa 1993; Semangun 1995). Hifni (1995) melaporkan bahwa pada periode tahun delapan puluhan patotipe bakteri Xoo didominasi oleh patotipe III, pada awal tahun sembilan puluhan dominasi bergeser ke patotpe IV. Suparyono et al. (2004) dan Triny (2004) melaporkan bahwa pada awal tahun dua ribuan di beberapa daerah sentra produksi padi di Jawa dominasi patotipe Xoo adalah patotipe VIII. Pemantauan tentang informasi dominasi dan komposisi patotipe di suatu ekosistem padi (spatial dan temporal) sangat diperlukan sebagai dasar penentuan penanaman varietas tahan di suatu wilayah dan perakitan varietas tahan. Data yang diperoleh dapat dipakai sebagai bahan pemetaan patotipe bakteri penyebab penyakit hawar daun bakteri (Ogawa 1993) . Peta yang diperoleh dapat digunakan sebagai dasar penentuan penanaman suatu varietas di suatu wilayah berdasarkan kesesuaian sifat tahan varietas terhadap patotipe yang ada. 132
BAHAN DAN METODE Pengambilan sampel daun sakit. Penelitian dilakukan pada MK 2007 dan MH 2007/2008. Pengambilan sampel daun sakit hawar daun bakteri dilakukan pada pertanaman padi di daerah-daerah sentra produksi padi di Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur. Lokasi yang dipilih adalah daerah-daerah yang mewakili dataran rendah dan sedang. Sampel diambil dengan metode acak sistematik. Sampel daun sakit dimasukkan dalam amplop kertas, kemudian dicatat tentang data lokasi, varietas padi, stadia tanaman, dan waktu pengambilan. Sebagai data tambahan diamati keparahan penyakitnya, input teknologi yang digunakan, dan pola tanam yang dilakukan petani setempat. Sampel kemudian dibawa ke laboratorium Penyakit BB Padi untuk dilakukan isolasi bakteri X. oryzae pv. oryzae. Isolasi bakteri Xoo. Isolasi bakteri dari daun, dilaksanakan dengan metode pencucian daun. Daundaun padi dipotong kecil-kecil (1 mm) kemudian dicuci dengan air destilasi steril . Air cucian ditampung dalam gelas Erlenmayer, diencerkan sampai pengenceran 10-6, kemudian diambil kira-kira 1 cc dan ditanam dalam cawan Petri yang berisi medium Potato Sukrose Agar (PSA). Inkubasi dilaksanakan di laboratorium pada suhu kamar. Koloni tunggal, khas bakteri Xoo dipindah ke medium PSA miring, untuk kemudian diinokulasikan pada varietas diferensial untuk identifikasi patotipe. Pengujian patotipe. Pengujian patotipe bakteri Xoo dilakukan di rumah kaca BB Padi. Lima varietas diferensial yang memiliki latar belakang genetik ketahanan terhadap X. oryzae pv. oryzae berbeda (Tabel 1) ditanam sebagai tanaman penguji patotipe isolat bakteri Xoo. Tiap varietas ditanam pada pot berukuran diameter 40 cm, tinggi 30 cm, masing-masing varietas ditanam sebanyak 3 pot. Setelah dikecambahkan, masing-masing varietas diferensial ditanam langsung pada pot. Pertanaman dipelihara menurut standar pemeliharaan tanaman padi. Inokulasi dan pengamatan penyakit. Isolat-isolat yang diuji, diinokulasikan pada tanaman padi diferensial dengan metode gunting pada saat pertanaman menjelang stadium primordia. Ujung-ujung daun padi yang sudah dipotong sepanjang 10 cm dicelupkan ke dalam suspensi bakteri umur 48 jam dengan kepekatan 108 cfu. Agar obyek penelitian tidak dihadapkan pada suhu yang terlalu tinggi, inokulasi dilakukan menjelang sore hari, sekitar pk 15.00-17.30. Pengamatan keparahan penyakit dilakukan dengan cara mengukur panjang gejala pada 15, 30, 45 dan 60 hari sesudah inokulasi (HSI). Keparahan penyakit adalah rasio antara panjang gejala dengan panjang daun. Reaksi ketahanan varietas dikelompokkan berdasarkan keparahan penyakit hasil
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 3 2009
Tabel 1. Pengelompokan patotipe Xoo menggunakan varietas diferensial asal Jepang. Genotipe
Gen tahan
Kinmase Kogyoku Tetep Wase Aikoku Java 14 Kelompok patotipe
Tidak ada Xa-1, Xa-kg Xa-1, Xa-2 Xa-3 (Xa-w) Xa-1, Xa-2, and Xa-kg
Reaksi ketahanan terhadap bakteri Xoo S R R R R I
S S R R R II
S S S R R III
S S S S S IV
S R R S R V
R R S R R VI
S S S R S VII
S S S S R VIII
S S R S R IX
S R S S R X
S S R S S XI
R R R S R XII
R = Resistant (tahan), keparahan penyakit < 11%, S = Susceptible (rentan), keparahan penyakit > 11%. Sumber: Suparyono et al. 2003.
pengamatan terakhir. Keparahan penyakit kurang dari 11% tergolong tahan (resistant=R), keparahan lebih dari 11% tergolong rentan (susceptible=S) (Suparyono et al. 2003). Pengelompokan patotipe dilaksanakan berdasar pada nilai interaksi antara varietas diferensial dengan isolat (Tabel 1). Manajemen Data. Data keparahan penyakit pada masing-masing varietas diferensial untuk masing-masing isolat disajikan dalam bentuk rata-rata, yang dinyatakan dalam satuan persen. Reaksi masing-masing varietas diferensial diklasifikasikan ke dalam tahan, jika keparahan <11% dan rentan jika keparahan >11%. Pengelompokan patotipe dilakukan berdasar interaksi antara isolat dan varietas diferensial yang dihitung dari nilai keparahan pada masing-masing varietas.
HASIL DAN PEMBAHASAN Survei dan pengambilan sampel tanaman sakit hawar daun bakteri (HDB) dilakukan di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Di wilayah Propinsi Jawa Barat pengambilan sampel tanaman sakit HDB dilakukan di wilayah Kabupaten Subang dan Karawang mewakili daerah dataran rendah, Kuningan dan Bogor mewakili daerah dataran sedang. Di Propinsi Jawa Tengah dilakukan di wilayah Kabupaten Brebes, Batang, Pemalang, Sragen, Klaten, Purworejo dan Kebumen mewakili daerah dataran rendah, Karang Anyar, Temanggung, Banyumas, dan Purbalingga mewakili dataran sedang. Di wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan di wilayah Kabupaten Sleman untuk dataran sedang, Bantul dan Kulonprogo untuk daerah dataran rendah. Di wilayah Propinsi Jawa Timur survei dan pengambilan sampel tanaman sakit HDB dilakukan di wilayah Kabupaten Ngawi, Madiun, Nganjuk, Kediri, dan Jombang untuk dataran rendah, Blitar dan Malang untuk dataran sedang. Dari tahuntahun sebelumnya, diketahui bahwa di daerah-daerah tersebut HDB selalu berkembang baik. Hasil pengamatan
di lapangan, menunjukkan bahwa keparahan HDB di lokasi-lokasi terpilih umumnya rendah. Hal ini disebabkan karena pertanaman yang diamati adalah pertanaman musim kemarau. Iklim kemarau sangat tidak menguntungkan untuk perkembangan penyakit HDB. Dari kegiatan isolasi Xoo dari sampel-sampel daun padi sakit HDB diperoleh sebanyak 132 isolat. Berdasar reaksinya terhadap 5 varietas diferensial masing-masing isolat sangat jelas, ke 132 isolat dapat dipisahkan ke dalam kelompok patotipe yang diharapkan. Berdasar keparahan penyakit yang ditimbulkan, ke 132 isolat terdiri dari 3 kelompok patotipe, yaitu kelompok III, IV, dan VIII (Tabel 2). Kelompok III adalah isolat-isolat bakteri yang virulen tinggi terhadap Kinmase, Kogyoku, dan Tetep tetapi virulensinya rendah terhadap Wase Aikoku dan Java 14. Kelompok IV adalah isolat-isolat yang virulensinya tinggi terhadap semua varietas diferensial, sedang patotipe VIII adalah isolat-isolat yang memiliki virulensi tinggi terhadap varietas diferensial Kinmase, Kogyoku, Tetep, dan Wase Aikoku, tetapi virulensinya rendah terhadap Java 14. Dari sejumlah 132 isolat bakteri Xoo tersebut, sebanyak 31 (23,5%) isolat termasuk ke dalam kelompok III, 21 (15,9%) kelompok IV, dan 80 (60,6%) kelompok VIII (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa secara umum penyakit hawar daun bakteri (HDB) pada pertanaman padi di daerah sentra padi di Jawa disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae patotipe III, IV, dan VIII. Struktur patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae di daerah sentra produksi padi di Jawa umumnya didominasi oleh patotipe VIII. Patotipe VIII patogen Xoo, tersebar di seluruh Jawa, baik untuk daerah-daerah dataran rendah maupun daerah dataran sedang. Sementara patotipe III dan IV, merupakan patotipe khas dataran rendah, karena patotipe itu kurang berkembang di daerah sedang. Data ini diperoleh dari kegiatan penelitian musim kemarau dengan kondisi lingkungan yang sebenarnya kurang menguntungkan untuk perkembangan hawar daun bakteri. Pada saat
133
SUDIR ET AL.: PATOTIPE XANTHMONAS ORYZAE PV. ORYZAE PADA PADI
Tabel 2. Patotipe 110 isolat bakteri X. oryzae pv. oryzae (Xoo) berdasarkan virulensinya pada lima varietas diferensial asal Jepang. Tingkat keparahan pada varietas diferensial (%) No Isolat
Asal
Varietas
Patotipe Kinmase
001 002 003 004 005 006 007 008 009 010 011 012 013 014 015 016 017 018 019 020 021 022 024 025 026 027 028 029 030 031 032 033 034 035 036 037 038 041 042 043 046 047 048 049 050 051 053 054 055 056 057 058 059 060 061 062 063 064
134
Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Karawang Karawang Karawang Karawang Karawang Karawang Karawang Karawang Karawang Karawang Karawang Karawang Karawang Karawang Karawang Karawang Bantul Kuningan Kuningan Temanggung Brebes Batang Batang Batang Batang Purbolinggo Purbolinggo Purbolinggo Banyumas Banyumas Banyumas Purworejo Purworejo Kebumen Kebumen Kebumen Karanganyar
Cigeulis Cibogo Cimelati Batang Piaman Tukad unda Ciherang Ciherang IR42 Ciherang Ciherang Cigeulis Ketan Lokal Ciherang Ketan Lokal Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Muncul Ciherang Ciherang Ciherang Muncul Ciherang Muncul Muncul Ciherang Muncul Ciherang Hibrida IR64 Mekongga Situ Patenggang Ciherang Ciherang Ketan IR64 IR64 IR64 IR64 Ketan Hibrida IR64 Galur Galur IR64 IR64 IR64 Galur IR64 Ciherang
31,5 39,3 28,8 31,1 28,8 32,52 46,32 53,45 48,24 56,86 61,70 64,07 40,71 32,45 15,83 18,77 18,32 16,46 18,91 16,36 19,15 46,76 19,57 17,94 43,91 54,90 32,80 46,71 47,90 44,59 44,09 45,25 40,62 63,28 59,59 65,69 66,50 63,23 57,90 57,50 41,14 41,35 43,07 38,20 40,65 38,49 40,77 39,42 39,66 47,26 32,00 27,98 55,75 45,16 31,54 42,15 42,90 52,92
S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S
Kogyoku 31,1 39,3 39,7 30,9 32,2 39,69 51,71 47,66 69,26 67,59 58,21 68,32 30,99 33,82 22,48 14,66 18,41 16,21 14,07 17,39 12,99 57,86 18,42 16,94 39,37 49,19 26,16 15,64 35,97 51,88 21,38 20,50 38,74 60,14 62,69 52,05 50,26 60,82 51,50 64,18 68,09 37,78 47,77 40,48 48,49 48,35 52,41 59,08 53,48 47,57 29,58 32,22 54,91 50,35 37,71 56,92 54,11 60,43
S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S
Tetep 30,4 47,2 31,1 34,8 27,1 33,66 54,12 66,90 64,84 65,53 59,57 61,73 39,32 39,88 14,14 19,28 16,52 18,85 13,81 15,87 17,36 48,14 19,16 20,68 35,15 46,43 18,19 21,99 43,43 49,58 16,22 18,92 27,61 60,78 60,74 55,97 55,23 36,74 39,93 36,29 47,08 40,31 36,28 36,60 35,96 35,59 38,13 36,14 38,49 52,74 40,55 30,87 44,91 43,19 40,51 35,66 36,78 46,57
S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S
Wase Aikoku 17,0 S 11,9 S 15,8 S 15,8 S 16,7 S 14,02 S 37,90 S 36,55 S 21,96 S 31,40 S 43,74 S 44,90 S 17,97 S 17,50 S 10,91 R 12,12 S 6,67 R 11,56 S 10,16 R 12,40 S 13,92 S 15,29 S 13,16 S 9,83 R 25,22 S 10,91 R 9,11 R 8,86 R 12,81 S 6,79 R 4,77 R 4,35 R 9,76 R 18,14 S 21,12 S 12,34 S 18,12 S 23,04 S 13,46 S 13,88 S 16,39 S 23,69 S 16,24 S 18,03 S 15,29 S 11,11 S 17,23 S 19,31 S 16,71 S 17,54 S 9,76 R 11,31 S 18,41 S 17,82 S 13,65 S 14,71 S 21,25 S 24,52 S
Java 14 12,6 S 11,0 S 11,8 S 8,5 R 9,1 R 10,57 R 30,59 S 33,70 S 25,35 S 37,70 S 34,70 S 32,99 S 6,74 R 8,03 R 5,09 R 3,13 R 3,62 R 4,35 R 7,11 R 4,82 R 5,51 R 13,17 S 4,64 R 6,30 R 10,10 R 9,75 R 7,40 R 6,47 R 10,65 R 8,38 R 6,46 R 6,98 R 7,89 R 17,20 S 12,17 S 10,67 R 8,30 R 11,02 R 11,93 S 14,35 S 12,26 S 9,27 R 9,80 R 7,48 R 8,89 R 7,28 R 9,62 R 14,17 S 10,88 R 17,61 S 9,04 R 8,17 R 8,57 R 11,14 S 7,57 R 11,68 S 11,09 S 10,85 R
IV IV IV VIII VIII VIII IV IV IV IV IV IV VIII VIII III VIII III VIII III VIII VIII IV VIII III VIII III III III VIII III III III III IV IV VIII VIII VIII IV IV IV VIII VIII VIII VIII VIII VIII IV VIII IV III VIII VIII IV VIII IV IV VIII
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 3 2009
Tabel 2. Lanjutan. Tingkat keparahan pada varietas diferensial (%) No Isolat
065 066 067 068 069 070 071 072 073 074 075 076 077 078 079 080 081 082 083 084 085 086 087 088 089 090 091 092 093 094 095 096 097 098 099 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123
Asal
Karanganyar Karanganyar Karanganyar Karanganyar Sragen Sragen Sragen Sragen Sragen Klaten Klaten Bantul Bantul Bantul Bantul Bantul Bantul Sleman Sleman Sleman Ngawi Ngawi Ngawi Madiun Madiun Madiun Madiun Madiun Madiun Nganjuk Nganjuk Jombang Jombang Jombang Kediri Kediri Kediri Kediri Kediri Blitar Blitar Blitar Blitar Blitar Blitar Malang Malang Malang Malang Malang Malang Malang Malang Malang Malang Malang Malang Malang Malang
Varietas
Ketan Ciherang Ciherang Ciherang IR64 IR64 Cibogo Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Sintanur Sintanur Ciherang Ciherang Ciherang Sintanur Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Cibogo Cibogo Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Pandanwangi Pandanwangi IR64 IR64 IR64 Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang IR64 IR64 IR64 IR64 Pandanwangi Membramo IR64 IR64 IR64 Way Apoburu Way Apoburu IR64 IR64 Way Apoburu
Patotipe Kinmase
Kogyoku
Tetep
41,65 40,60 51,69 29,03 33,09 50,77 53,15 40,95 16,21 49,53 49,50 30,72 34,22 50,98 39,13 37,27 24,57 48,88 53,76 42,43 49,41 57,21 48,36 50,56 27,44 23,28 51,25 45,69 48,41 48,57 47,38 47,50 38,91 38,05 48,36 48,36 50,45 53,27 54,03 51,07 50,94 48,96 45,99 50,72 42,57 46,18 42,72 52,32 47,19 41,67 48,34 50,91 40,10 32,23 45,87 52,52 46,90 49,18 53,85
36,03 49,94 67,52 49,18 22,07 45,55 60,55 55,57 26,50 54,23 40,54 36,97 41,99 48,23 37,41 50,82 20,20 45,17 57,65 43,68 51,05 51,96 54,48 45,93 40,31 26,27 45,83 50,09 41,05 44,89 48,01 49,64 26,64 34,88 46,87 51,02 45,32 51,19 43,01 51,41 49,19 50,15 43,17 51,21 47,75 51,09 53,19 48,50 53,61 38,68 49,59 48,69 44,91 33,68 48,89 48,85 48,82 28,02 53,23
39,56 39,74 45,21 38,82 38,38 32,19 38,89 30,51 22,56 39,97 36,98 44,77 40,55 31,24 40,43 36,66 25,38 43,67 43,22 39,30 33,78 45,36 44,21 36,47 25,77 23,54 45,97 42,98 37,28 44,42 51,23 51,81 27,10 39,84 51,74 51,11 53,40 50,14 43,64 52,41 49,47 47,85 41,17 49,98 48,28 46,29 30,59 46,25 44,47 28,93 52,87 46,01 33,65 27,20 47,42 50,39 33,86 34,04 51,61
S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S
S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S
Wase Aikoku S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S
9,51 R 17,40 S 17,85 S 11,62 S 15,16 S 15,46 S 19,57 S 14,23 S 9,68 R 12,26 S 10,64 R 9,80 R 9,46 R 10,81 R 8,84 R 12,67 S 10,19 R 12,39 S 15,63 S 11,62 S 10,95 R 16,97 S 11,52 S 13,46 S 18,27 S 13,06 S 8,88 R 20,84 S 18,62 S 12,67 S 10,23 R 10,84 R 14,33 S 15,90 S 10,82 R 11,53 S 9,42 R 15,55 S 17,46 S 9,81 R 10,19 S 12,79 S 22,69 S 15,60 S 14,75 S 13,80 S 13,53 S 13,81 S 9,17 R 14,95 S 11,93 S 9,57 R 11,77 S 13,06 S 14,71 S 17,20 S 11,11 S 11,35 S 14,61 S
Java 14 6,53 R 9,95 R 15,64 S 11,72 S 8,08 R 7,47 R 6,80 R 6,95 R 6,46 R 6,59 R 7,19 R 6,46 R 7,30 R 8,10 R 5,84 R 7,95 R 7,43 R 7,75 R 9,18 R 5,61 R 8,52 R 10,10 R 8,13 R 7,76 R 6,83 R 8,06 R 5,68 R 10,50 R 10,52 R 6,66 R 7,20 R 10,86 R 7,16 R 10,42 R 8,38 R 8,26 R 5,57 R 5,40 R 8,96 R 6,67 R 6,80 R 6,78 R 8,29 R 5,92 R 6,81 R 5,66 R 10,92 R 5,12 R 4,98 R 10,30 R 4,66 R 5,86 R 9,11 R 9,95 R 5,49 R 6,13 R 6,13 R 9,22 R 5,30 R
III VIII IV IV VIII VIII VIII VIII III VIII III III III III III VIII III VIII VIII VIII III VIII VIII VIII VIII VIII III VIII VIII VIII III III VIII VIII III VIII III VIII VIII III VIII VIII VIII VIII VIII VIII VIII VIII III VIII VIII III VIII VIII VIII VIII VIII VIII VIII
135
SUDIR ET AL.: PATOTIPE XANTHMONAS ORYZAE PV. ORYZAE PADA PADI
Tabel 2. Lanjutan. Tingkat keparahan pada varietas diferensial (%) No Isolat
124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 138 140 141
Asal
Malang Malang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Bogor Bogor Bogor Pemalang Klaten Klaten Klaten
Varietas
Membramo Membramo Membramo Lokal Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang IR64 Ciherang Cibogo Ciherang Membramo Ciherang IR64
Patotipe Kinmase
Kogyoku
Tetep
51,14 30,38 35,49 42,35 27,89 27,39 39,74 30,06 38,74 33,77 33,33 26,09 30,93 23,55 34,12
45,31 21,02 34,09 46,23 31,56 32,30 37,78 40,11 39,52 43,33 35,49 33,43 30,85 26,30 26,61
49,65 26,76 28,50 37,27 31,46 36,59 39,25 38,47 46,04 33,12 29,80 39,08 25,66 24,79 24,88
S S S S S S S S S S S S S S S
pengambilan sampel dilakukan keparahan penyakit HDB yang dijumpai tergolong ringan sampai sedang (5-20%). Kemungkinan profil ini akan berbeda bila data diperoleh dari kondisi yang menguntungkan untuk perkembangan HDB, misalnya pada musim hujan. Distribusi patotipe di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur tersaji pada Tabel 3. Di Jawa Barat, diperoleh sebanyak 47 isolat bakteri Xoo terdiri dari 11 isolat (23,4%) patotipe III, 13 isolat (27,7) patotipe IV, dan 23 isolat (48,9%) patotipe VIII. Di daerah dataran rendah (Karawang dan Subang) berturut-turut 23,4; 25,5; 42,5% adalah patotipe III, IV, dan VIII. Sedangkan di dataran sedang (Kuningan dan Bogor) menunjukkan 2,1% patotipe IV dan 6,4% patotipe VIII. Di Jawa Tengah, diperoleh sebanyak 34 isolat bakteri Xoo yang terdiri dari 6 isolat (17,7%) patotipe III, 8 isolat (23,5%) patotipe IV, dan 20 isolat (58,8%) patotipe VIII. Di dataran rendah (Brebes, Pemalang, Batang, Kebumen, Purworejo, dan Sragen) 11,8; 8,8; dan 44,1 berturut-turut III, IV, dan VIII. Di dataran sedang (Karanganyar, Banyumas, Purbalingga, dan Temanggung) berturutturut 5,9; 14,7; dan 14,7 patotipe III, IV, dan VIII. Di DIY diperoleh sebanyak 10 isolat terdiri dari 5 isolat (50%) patotipe III dan 5 isolat (50%) patotipe VIII, tidak ditemukan patotipe IV. Di dataran rendah (Bantul dan Kulonprogo) 50% patotipe III, 20% patotipe VIII dan tidak ditemukan patotipe IV. Di dataran sedang (Sleman) 30% patotipe VIII tidak ditemukan patotipe III dan IV. Sedangkan di Jawa Timur diperoleh sebanyak 41 isolat bakteri Xoo terdiri dari 9 isolat (22%) patotipe III, dan 32 isolat (78%) patotipe VIII, tidak ditemukan patotipe IV. Didataran rendah (Ngawi, Madiun, Kediri, Nganjuk, dan Jombang) 14,6 dan 31,7 berturut-turut
136
S S S S S S S S S S S S S S S
Wase Aikoku S S S S S S S S S S S S S S S
11,41 S 12,06 S 13,46 S 13,74 S 14,11 S 12,91 S 12,99 S 18,07 S 11,80 S 11,97 S 12,76 S 12,50 S 12,59 S 10,30 R 8,40 R
Java 14 5,71 R 5,11 R 7,27 R 9,87 R 8,20 R 9,13 R 11,05 S 8,95 R 9,96 R 10,56 R 9,17 R 8,80 R 4,31 R 5,32 R 5,93 R
VIII VIII VIII VIII VIII VIII IV VIII VIII VIII VIII VIII VIII III III
patotipe III dan VIII, sedangkan di dataran sedang (Malang dan Blitar) 7,3% patotipe III dan 46,3% patotipe VIII. Suparyono (1984) melaporkan bahwa komposisi patotipe Xoo di Jawa Barat pada tahun 1980-an adalah patotipe I (3,07%), III (9,23%), IV (3,07%), VI (60,0%), dan VIII (3,07). Walaupun secara kuantitatif berbeda, tetapi nyata terlihat bahwa patotipe VIII merupakan patotipe yang dominan di semua lokasi kecuali di DIY. Di DIY komposisi patotipe berimbang antara patotipe III dan VIII, tidak ditemukan patotipe IV. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan Suparyono et al. (2004) bahwa patotipe VIII merupakan patotipe Xoo yang dominan di Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa sejak tahun 2004 sampai 2007 dominasi patotipe Xoo di Jawa belum mengalami perubahan. Keragaman komposisi patotipe bakteri Xoo dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah stadium tumbuh tanaman dan komposisi varietas padi yang ditanam (Suparyono et al. 2003). Keragaman varietas padi yang ditanam sangat berpengaruh terhadap perkembangan patotipe. Pada saat penelitian ini dilakukan ditemukan sekitar 10 varietas padi yang ditanam antara lain Ciherang, IR64, Membramo, Muncul, Cibogo, lokal, dan lain-lain. Varietas Ciherang secara umum mendominasi di semua lokasi (47,7%) diikuti IR64 (19,7%), varietas lokal (6,8%), dan varietas lainya di bawah 4%. Suparyono et al.(1982) melaporkan bahwa pada tahun sebelum 1980, varietas yang dominan ditanam petani di Jawa Barat adalah IR36 dan ini menyebabkan kelompok patotipe yang dominan saat itu adalah kelompok III, yaitu kelompok bakteri yang virulen tinggi terhadap sifat tahan monogenik seperti yang dimiliki oleh IR36.
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 3 2009
Tabel 3. Komposisi patotipe bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) di beberapa daerah penghasil padi di Jawa, MT 2007. Patotipe Bakteri Xoo Propinsi/kabupaten
Jumlah III
IV
VIII
Jawa Barat Dataran rendah Subang Karawang Dataran Sedang Kuningan Bogor
11
13
23
47
3 8
9 3
15 5
27 16
-
1 -
3
1 3
Jawa Tengah Dataran rendah Brebes Pemalang Batang Kebumen Purworejo Klaten Sragen Dataran Sedang Karanganyar Banyumas Purbalingga Temanggung
6
8
20
34
3 1
2 1 -
1 1 4 1 1 3 4
1 1 4 3 2 6 5
1 1 -
2 1 1 1
2 1 2 -
5 3 3 1
Yogyakarta Dataran rendah Bantul Kulonprogo Dataran Sedang Sleman
5
-
5
10
5 -
-
1 1
6 1
-
-
3
3
Jawa Timur Dataran rendah Ngawi Madiun Nganjuk Kediri Jombang Dataran Sedang Blitar Malang
9
-
32
41
1 1 1 2 1
-
2 5 1 3 2
3 6 2 5 3
1 2
-
5 14
6 16
31 (23,5%)
21 (15,9%)
80 (60,6%)
132
Jumlah
Oryzae (Xoo) patotipe III 23,5%, patotipe IV 15,9%, dan 60,6% patotipe VIII. Di Jawa Barat, diperoleh sebanyak 47 isolat bakteri Xoo terdiri dari 11 isolat (23,4%) patotipe III, 13 isolat (27,7) patotipe IV, dan 23 isolat (48,9%) patotipe VIII. Di Jawa Tengah, diperoleh sebanyak 34 isolat bakteri Xoo yang terdiri dari 6 isolat (17,7%) patotipe III, 8 isolat (23,5%) patotipe IV, dan 20 isolat (58,8%) patotipe VIII. Di DIY diperoleh sebanyak 10 isolat terdiri dari 5 isolat (50%) patotipe III dan 5 isolat (50%) patotipe VIII, tidak ditemukan patotipe IV. Sedangkan di Jawa Timur diperoleh sebanyak 41 isolat bakteri Xoo terdiri dari 9 isolat (22%) patotipe III, dan 32 isolat (78%) patotipe VIII, tidak ditemukan patotipe IV. Informasi komposisi dan dominasi patotipe penyebab penyakit HDB di suatu wilayah merupakan aspek yang sangat penting terutama dalam kaitannya dengan program pengendalian dan pengembangan varietas tahan penyakit HDB. Kesesuaian penanaman varietas dengan keadaan patotipe pathogen yang ada berdampak terhadap peningkatan efektifitas pengendalian penyakit HDB, sehingga serangan penyakit HDB dapat ditekan, umur ketahanan varietas terhadap penyakit HDB dapat diperpanjang, kehilangan hasil dapat ditekan, pendapatan petani dapat ditingkatkan.
UCAPAN TERIMA KASIH Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Sdr. Suwarji dan Sdr. Umin Sumarlin atas kerja dan tanggung jawab dalam melaksanakan penelitian ini. Biaya dan fasilitas penelitian adalah aset Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Litbang Pertanian. Untuk itu, kepada segenap jajaran Badan Litbang Pertanian, khususnya BB Padi, disampaikan terima kasih yang tulus atas dukungannya, baik dana, fasilitas, maupun kesempatan yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA KESIMPULAN DAN SARAN Secara umum kecuali di DIY, struktur patotipe Xanthomonas oryzae pv. Oryzae di daerah sentra produksi padi di Jawa umumnya didominasi oleh patotipe VIII. Patotipe VIII patogen Xoo, tersebar di seluruh Jawa, baik dataran rendah maupun daerah dataran sedang. Sementara patotipe III dan IV, merupakan patotipe khas untuk daerah-daerah tertentu. Penyakit hawar daun bakteri (HDB) pada pertanaman padi di daerah sentra padi di Jawa berturutturut disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv.
Hifni, H. R. 1995. Variasi pathogen hawar daun bakteri di Indonesia. Dalam Kinerja Penelitian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. Mew, T.W., Vera Cruz, and R.C. Rayes. 1982. Interaction of Xanthomonas campestris oryzae and resistance of rice cultivar. Phytopathology 72 (7): 786-789. Mew, T.W., A.M. Alvarez, J.E. Leach and J. Swings. 1993. Focus on Bacterial leaf blight of rice. Plant Disease 77: 5-12. Narasimhan, V. and A.A. Kareem. 1994. Simulation of the effect of bacterial leaf blight infection on yield reduction in rice. Analysis of damage mechanisms by pest and diseases and their effects on rice yield. In p 44-59 SARP Research Proceedings.
137
SUDIR ET AL.: PATOTIPE XANTHMONAS ORYZAE PV. ORYZAE PADA PADI
Ogawa, T. 1993. Methods and strategy for monitoring race distribution and identification of resistance genes to bacterial leaf blight (Xanthomonas campestris pv. oryzae) in rice. JARQ 27:71-80. Ou, S.H. 1985. Rice diseases (2nd ed) CMI Kew.380 pp. Qi, Z. and T.W. Mew. 1989. Types of resistance in rice to bacterial blight. In p 125-134. Bacterial blight of rice. IRRI. Manila Philippines. Semangun, H. 1995. Konsep dan azas dasar pengelolaan penyakit tumbuhan terpadu. Pros. Kongres XII dan Seminar nasional PFI, Yogyakarta, 6-8 Sept. 1995 Supar yono, A. S. Suriamihardja, and T. Tjubar yat. 1982. Rice bacterial patotype group which attacks the IR36 group of variety. Ilmu Pertanian 3(5).
138
Suparyono. 1984. Pathotype shifting of Xanthomoas campestris pv.oryzae, the cause of bacterial leaf blight in West Java. Indonesian J. of Crop Science. Suparyono dan Sudir, 1992. Perkembangan penyakit bakteri hawar daun pada stadia tumbuh yang berbeda dan pengaruhnya terhadap hasil padi. Media Penelitian Sukamandi. 12: 6-9. Suparyono, Sudir, dan Suprihanto. 2003. Komposisi patotipe patogen hawar daun bakteri pada tanaman padi stadium tumbuh berbeda. Jurnal Penelitian Pertanian. 22(1) : 45-50. Supar yono, Sudir, dan Suprihanto. 2004. Pathotype profile of Xanthomoas campestris pv.oryzae,isolates from the rice ecosystem in Java. Indonesian Jurnal of agricultural Science, Vol. 5(2): 63-69. Triny S. Kadir, 2004. Pemantauan reaksi galur isogenik IRBB-IRRI terhadap Xanthomonas campestris pv.oryzae di berbagai daerah endemis Hawar daun bakteri. Laporan Hasil Penelitian Tahun 2004. Balai Penelitian Tanaman Padi. 11 hlm.