POTENSI BEBERAPA BAKTERI PENGHAMBAT PERTUMBUHAN Xanthomonas oryzae pv. oryzae PENYEBAB PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI PADA TANAMAN PADI
ZURAIDAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Potensi Beberapa Bakteri Penghambat Pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae Penyebab Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2011
Zuraidah NIM G351090141
ABSTRACT ZURAIDAH. The Potency of Some Bacteria to Inhibit The Growth of Xanthomonas oryzae pv. oryzae Causing Rice Bacterial Leaf Blight. Under direction of NISA RACHMANIA MUBARIK and YADI SURYADI. Bacterial leaf blight (BLB) disease caused by plant pathogenic bacteria Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) could lead to death of rice plants. Control of plant pathogenic bacteria can be performed using biological control agents. The aim of this research was to study the inhibitory ability of eight isolates of biocontrol bacteria against Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) under greenhouse conditions. Isolates of biological agents used in the study were obtained from IPB Culture Collection (IPBCC), Department of Biology, IPB and microbial gene bank collection of Indonesian Center for Agriculture Biotechnology and Genetic Resources (BB Biogen), consisting of Pseudomonas aeruginosa C32a and C32b, P. fluorescens ATCC 13525 Pf , Serratia marcescens E31, Bacillus sp. I.5, B. cereus I.21 and II.14, and B. firmus E65 isolates. The methods used in the research i.e. hypersensitivity test, antagonistic test of biocontrol bacteria to Xoo, and in vivo application of biological agents in the greenhouse condition. Hypersensitivity test on tobacco plants using C32a and C32b inoculums showed characteristics of slightly leaf yellowing but did not cause necrosis. Injection using Xoo inoculum showed necrosis on tobacco leaves. Antagonist isolates i.e. C32a, C32b, Pf, I.21, and I.5 showed inhibitory activity against Xoo, whereas others isolates did not show inhibitory activity. In greenhouse experiments IR 64 rice plants were sprayed with biological control agents (107cfu/ml) at 7 days, 14 days, 28 days, and 42 days after planting. The results showed that C32a isolate could suppress better the lesion length of BLB than that of chemical control (copper sulphate). Growth measurement of rice plants were assessed on plant height, number of tillers, panicle number and grain weight. Rice plants spraying treatment with isolates E65, E31, C32a, C32b, I.21, Pf, and I.5 showed no difference with control of sterile distilled water. Spraying with each suspension isolate of I.21, E31, C32a, Pf, and C32b indicated no different in the panicle number, in addition rice production was higher in C32a, Pf, C32b, and I.21 treatments. Spraying with C32a isolates produced the highest grain production compared with that of other isolates.
Keywords: rice, biocontrol, Xanthomonas oryzae pv. oryzae, bacterial leaf blight.
RINGKASAN ZURAIDAH. Potensi Beberapa Bakteri Penghambat Pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae Penyebab Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi. Dibimbing oleh NISA RACHMANIA MUBARIK dan YADI SURYADI. Penyakit hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh bakteri patogen tanaman Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) dapat menyebabkan kematian pada tanaman padi. Serangan penyakit terjadi pada fase bibit, tanaman muda, dan tanaman tua. Kerusakan terberat terjadi apabila penyakit menyerang tanaman muda yang peka sehingga menimbulkan gejala kresek dan hawar daun. Masyarakat saat ini cenderung lebih memilih pangan yang bebas pestisida dan bahan kimia lainnya. Kesadaran akan lingkungan yang sehat dan perkembangan di bidang bioteknologi telah mendorong berkembangnya penelitian tentang penggunaan mikroorganisme. Pengendalian bakteri patogen pada tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan agen biokontrol. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mempelajari kemampuan penghambatan delapan isolat bakteri terhadap bakteri patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) yang merupakan penyebab penyakit HDB pada tanaman padi di rumah kaca. Isolat yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari koleksi IPB Culture Collection (IPBCC), Departemen Biologi, IPB dan bank gen mikrob Pusat Bioteknologi Pertanian dan Sumber Daya Genetik (BB Biogen), terdiri atas: Pseudomonas aeruginosa C32a dan C32b, P. fluorescens ATCC 13525 Pf, Serratia marcescens E31, Bacillus sp. I.5, B. cereus I.21 dan II.14, dan B. firmus E65. Penelitian terdiri atas 3 tahapan yaitu 1) uji reaksi hipersensitif, 2) uji bakteri antagonis terhadap Xoo, dan 3) aplikasi in vivo agen biokontrol di rumah kaca. Uji reaksi hipersensitif pada tanaman tembakau dilakukan dengan cara injeksi masing-masing inokulum pada bagian belakang helaian daun tembakau yang sehat. Respon tanaman diamati selama 48 jam. Pengujian antagonis terhadap Xoo menggunakan metode double layer untuk menyeleksi isolat yang berpotensi sebagai agen biokontrol. Perlakuan kontrol dengan akuades steril (tanpa agen biokontrol) dan kontrol pembanding kimia dengan bakterisida yang mengandung bahan aktif tembaga sulfat. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Diameter zona hambat yang terbentuk kemudian diamati dan dihitung indeks aktivitas antimikrob. Aplikasi in vivo agen biokontrol di rumah kaca menggunakan padi IR64. Penyemprotan inokulum pada saat padi berumur 7 hari, 14 hari, 28 hari, dan 42 hari setelah tanam. Inokulasi patogen Xoo dengan cara pengguntingan daun (leaf clipping method) pada saat tanaman mencapai 45 hari setelah tanam. Perlakuan kontrol dengan penyemprotan akuades steril (tanpa agen biokontrol), kontrol pembanding kimia disemprot dengan tembaga sulfat, dan kontrol sakit hanya diinokulasi Xoo tanpa agen biokontrol. Pengamatan terhadap gejala penyakit HDB dilakukan dengan pengukuran panjang lesio (lesion length) dan penghitungan luasan area di bawah kurva perkembangan penyakit (AUDPC). Selain itu dilakukan pengamatan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan padi yang muncul, jumlah malai, berat basah, dan berat kering padi.
Uji reaksi hipersensitif pada tanaman tembakau menggunakan inokulum C32a dan C32b menunjukkan daun sedikit menguning tetapi tidak menyebabkan nekrosis. Inokulum lainnya tidak menunjukkan perubahan pada daun tembakau dan tidak terjadi nekrosis. Injeksi menggunakan inokulum Xoo menunjukkan nekrosis pada daun tembakau. Uji antagonis secara in vitro menunjukkan isolat C32a, C32b, Pf, I.21, dan I.5 memiliki aktivitas penghambatan terhadap Xoo, sedangkan isolat lainnya tidak menunjukkan aktivitas penghambatan. Isolat C32a dan C32b dapat menghambat pertumbuhan Xoo lebih baik dari pada perlakuan kontrol pembanding kimia dengan tembaga sulfat. Aplikasi di rumah kaca pada tanaman padi IR 64 yang telah disemprot dengan agen biokontrol menunjukkan bahwa penggunaan isolat C32a mampu menekan panjang lesio HDB lebih baik dari pada kontrol pembanding kimia dengan tembaga sulfat. Pengukuran intensitas perkembangan penyakit HDB dengan penghitungan AUDPC menunjukkan penyemprotan dengan suspensi C32a dapat menurunkan nilai AUDPC hingga 49,10 cm.hari. Sedangkan isolat E31 menunjukkan intensitas penyakit yang lebih tinggi dari pada kontrol sakit dengan Xoo. Pengukuran pertumbuhan tanaman padi setelah mendapat perlakuan juga diamati. Tinggi tanaman padi menunjukkan penyemprotan suspensi isolat E65, E31, C32a, C32b, I.21, Pf, dan I.5 tidak berbeda dengan perlakuan akuades steril. Perlakuan dengan isolat E65 menunjukkan kecenderungan tinggi tanaman padi hampir sama dengan tinggi pada perlakuan akuades steril. Jumlah anakan juga tidak berbeda dengan perlakuan akuades steril. Namun hasil pengamatan dari 2 sampai 9 mst perlakuan isolat E31 dan I.21memiliki jumlah anakan yang lebih banyak dari pada perlakuan akuades steril. Jumlah malai padi yang diproduksi pada tanaman yang disemprot dengan isolat I.21, C32a, Pf, C32b, dan E31 memiliki jumlah malai yang tidak berbeda dengan jumlah malai pada perlakuan akuades steril. Produksi padi baik bobot gabah basah dan bobot gabah kering pada perlakuan C32a, Pf, C32b, dan I.21 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan akuades steril. Hal ini menunjukkan bahwa penyemprotan dengan bakteri biokontrol tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap bobot gabah. Berdasarkan hasil penelitian ini, mengindikasikan bahwa perlakuan penyemprotan secara preventif pada saat tanaman berumur 7, 14, 28, dan 42 hari setelah tanam lebih efektif karena mikrob yang bersifat antagonis akan lebih efektif menekan pertumbuhan Xoo. Aplikasi dengan isolat-isolat biokontrol tidak mengganggu pertumbuhan tanaman padi, bahkan pengaruh aplikasi tersebut cenderung meningkatkan bobot gabah. Penelitian ini menunjukkan potensi pemanfaatan aplikasi isolat C32a, Pf, C32b, dan I.21 cukup baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae secara in vivo pada tanaman padi. Kata kunci: padi, biokontrol, Xanthomonas oryzae pv. oryzae, hawar daun bakteri.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
POTENSI BEBERAPA BAKTERI PENGHAMBAT PERTUMBUHAN Xanthomonas oryzae pv. oryzae PENYEBAB PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI PADA TANAMAN PADI
ZURAIDAH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
Judul Tesis
: Potensi Beberapa Bakteri Penghambat Pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae Penyebab Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi
Nama
: Zuraidah
NIM
: G351090141
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si.
Ir. Yadi Suryadi, M.Sc.
Ketua
Anggota
Diketahui
Ketua Mayor
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Mikrobiologi
Dr. Ir. Gayuh Rahayu
Tanggal Ujian: 16 Desember 2011
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2010 ini ialah berjudul Potensi Beberapa Bakteri Penghambat Pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae Penyebab Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si dan Ir. Yadi Suryadi, M.Sc selaku pembimbing. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si sebagai penguji ujian tesis atas saran dan masukan yang diberikan. Serta ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si sebagai Ketua Departemen Biologi, FMIPA atas saran dan masukan yang diberikan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Rektor IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, serta Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Agama Republik Indonesia yang telah mengizinkan penulis untuk melanjutkan studi S2 di IPB Bogor. Ucapan terima kasih disampaikan pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan Beasiswa Pendidikan Pacsasarjana (BPPS). Di samping itu, terima kasih disampaikan kepada pimpinan Balai Besar Bioteknologi dan Sumber daya Genetik Pertanian (BB Biogen) Bogor yang telah memberikan izin menggunakan fasilitas, serta kepada laboran BB Biogen yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian. Penghargaan penulis sampaikan kepada staf dan laboran di laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA IPB yang telah membimbing dan membantu selama penelitian. Penelitian ini didanai dari proyek penelitian Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) kepada Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si tahun 2011. Ucapan terima kasih juga penulis disampaikan kepada Bayo Alhusaeri Siregar, M.Si dan Eka Astuty, serta mikrotropisian 2009 dalam membantu pelaksanaan penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada suami dan anakanak tercinta Mirza Muhammad, ST, MT, Fawwaz Zakka Mirza, Faizza Zayya Mirza, kepada ayah dan ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Desember 2011
Zuraidah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 1 April 1977 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ibrahim Husein dan Zaitun Yusuf. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Biologi, Fakultas MIPA UNSYIAH Banda Aceh, lulus tahun 2001. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada Program Studi Mikrobiologi IPB diperoleh pada tahun 2009. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Beasiswa BPPS Dikti. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di program studi Biologi, Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh sejak tahun 2006. Selama mengikuti program S2, penulis pernah mengikuti Seminar Nasional Biologi di UPI Bandung pada bulan Juli 2011 sebagai pemakalah lisan dengan judul “Potensi Bakteri Pengendali Xanthomonas oryzae pv. oryzae Penyebab Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi”. Karya ilmiah yang disajikan merupakan bagian dari penelitian S2 penulis.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................... Tujuan Penelitian ................................................................................. Hipotesis Penelitian ............................................................................. Manfaat Penelitian ...............................................................................
1 2 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Penyakit Hawar Daun Bakteri di Indonesia ............... Karakteristik Penyakit Hawar Daun Bakteri........................................ Mekanisme Xanthomonas oryzae pv. oryzae dalam Menginfeksi Tanaman .............................................................................................. Pergeseran Patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae ........................ Pencarian Sumber Ketahanan Tanaman Padi terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri ............................................................................ Pengendalian Hawar Daun Bakteri secara Kultur Teknis ................. Pengendalian Hawar Daun Bakteri secara Hayati .............................. Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Pseudomonas sp ........... Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Bacillus sp. .................... Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Serratia marcescens ............................................................................
5 5 6 7 8 9 10 12 13 14
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. Bahan ................................................................................................... Peremajaan Mikrob ............................................................................. Uji Reaksi Hipersensitif Isolat Uji serta Isolat Patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae terhadap Tanaman Tembakau ............................................................................................. Seleksi Isolat Uji yang Berpotensi Menghambat Pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae ........................................................ Uji In Vivo Aplikasi Isolat Uji terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada Tanaman Padi di Rumah Kaca .......................................
17 17 17
18 18 19
HASIL Karakteristik Pertumbuhan Mikrob .................................................... Reaksi Hipersensitif Isolat Uji serta Isolat Patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae terhadap Tanaman Tembakau ............................... Potensi Isolat Uji dalam Menghambat Pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae ........................................................ Aplikasi Isolat Uji terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada Tanaman Padi di Rumah Kaca ................................................... Panjang Lesio Hawar Daun Bakteri .......................................... Tinggi Tanaman ....................................................................... Jumlah Anakan ........................................................................ Jumlah Malai ............................................................................ Produksi Gabah .........................................................................
23 24 24 26 26 29 30 33 33
PEMBAHASAN ...........................................................................................
37
SIMPULAN .................................................................................................
49
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
51
LAMPIRAN ................................................................................................
59
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Isolat Pseudomonas aeruginosa .............................................................. 2 Pengujian reaksi hipersensitif pada daun tembakau setelah 48 jam inokulasi bakteri ....................................................................................... 3 Pengujian antagonis isolat uji terhadap Xoo dibandingkan dengan kontrol ...................................................................................................... 4 Gejala HDB pada ujung daun menguning 3 hari setelah inokulasi Xoo ............................................................................................................ 5 Gejala HDB pada ujung daun menguning 18 hari setelah inokulasi Xoo ........................................................................................................... 6 Panjang lesio HDB pada daun padi setelah inokulasi Xoo ..................... 7 Intensitas serangan HDB pada tanaman padi dan nilai AUDPC (cm.hari) ................................................................................................... 8 Tinggi tanaman padi yang diberi perlakuan isolat biokontrol ................ 9 Jumlah anakan padi yang diberi perlakuan dengan isolat biokontrol ................................................................................................ 10 Jumlah malai padi yang terserang Xoo dan diberi perlakuan dengan isolat biokontrol dan panen 9 minggu setelah tanam .............................. 11 Bobot gabah padi yang terserang Xoo dan diberi perlakuan dengan isolat biokontrol dan panen 9 minggu setelah tanam .............................. 12 Regresi panjang lesio HDB terhadap produksi padi pada saat panen .................................................................................................
23 24 25 26 27 28 29 31 32 33 33 34
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Karakteristik isolat-isolat yang digunakan dalam penelitian ini .............. 2 Komposisi bahan dalam beberapa media .................................................. 3 Pengaruh perlakuan isolat-isolat uji terhadap panjang lesio HDB dan nilai AUDPC ............................................................................................. 4 Pengaruh perlakuan isolat-isolat uji terhadap tinggi tanaman padi .............................................................................................................. 5 Pengaruh perlakuan isolat-isolat uji terhadap jumlah anakan tanaman padi ............................................................................................... 6 Pengaruh perlakuan isolat-isolat uji terhadap bobot gabah padi .............
60 61 63 64 65 66
PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit hawar daun bakteri (HDB) disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) merupakan salah satu penyakit yang dapat menurunkan kuantitas serta kualitas produksi tanaman padi (Goto 1998). HDB dapat mengurangi hasil panen dengan tingkat bervariasi, tergantung pada stadium pertumbuhan tanaman yang terinfeksi, tingkat kerentanan kultivar padi, dan kondisi lingkungan (Abdullah 2002). Penyakit ini tersebar hampir di seluruh daerah pertanaman padi di Indonesia baik di dataran rendah maupun dataran tinggi baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Penyakit ini pada musim hujan biasanya berkembang lebih pesat dibandingkan musim kemarau. Kerugian hasil yang disebabkan oleh HDB dapat mencapai 60%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bila tingkat keparahan sebesar 20% sebulan sebelum panen, penyakit ini sudah mulai menurunkan hasil (Deptan 2011). Penyakit HDB berkembang menjadi penyakit serius sejak digunakan varietas unggul IR64. Kerusakan yang ditimbulkan terus meningkat sebagai akibat meluasnya pertanaman varietas unggul IR64 yang tahan terhadap wereng batang coklat tetapi sangat rentan terhadap HDB, sehingga butuh penanganan khusus terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini (Ratna 2000). Berbagai usaha penanggulangan penyakit ini telah banyak dilakukan, antara lain dengan menggunakan bahan kimia sintetik seperti asam benzoat dan nitrit, ataupun aplikasi pestisida berbahan dasar senyawa antibiotik (Asman 1996). Penggunaan senyawa kimia sebagai pupuk dan pestisida serta antibiotik dalam penanganan penyakit tanaman dapat menyebabkan resistensi terhadap bakteri, menimbulkan residu, dan pencemaran lingkungan. Alternatif
biokontrol
seperti
aplikasi
mikrob
pengendali
hayati
menghasilkan zat antimikrob tanpa mencemari lingkungan. Bakteri mampu menghasilkan senyawa metabolit yang memiliki efek bakterisidal atau bakteriostatik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Genus bakteri yang umum digunakan dan menghasilkan zat antimikrob berupa bakteriosin ialah Bacillus sp. (Bizani & Brandelli 2002; He et al. 2005). Agen biokontrol yang
2
sudah digunakan antara lain Pseudomonas flourescens dan Bacillus subtilis. Formulasi
campuran
mengendalikan
kedua
penyakit
bakteri
pustul
tersebut
bakteri
telah
kedelai
diaplikasikan
yang
disebabkan
untuk oleh
Xanthomonas campestris pv. glycines (Dirmawati 2005). Sejumlah spesies bakteri dari genus Bacillus dan Pseudomonas yang tergolong plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) selain memacu pertumbuhan tanaman juga dapat meningkatkan ketahanan terhadap penyakit karena memproduksi antibiotik (Wahyudi et al. 2009), dapat memproduksi asam sianida, siderofor (Santhini et al. 2005), enzim ekstraseluler yaitu kitinase, selulase, dan protease yang melisis sel patogen (Jaiganesh et al. 2007; Mubarik et al. 2010). Suryadi et al. (2011) melaporkan beberapa isolat bakteri memiliki potensi menekan penyakit blas atau hawar pelepah (sheath blight) yang disebabkan oleh cendawan patogen Pyricularia grisea pada aplikasi di rumah kaca, seperti B. cereus I.21, B. firmus E65, B. cereus II.14, B. cereus C29d, Bacillus sp. I.5, dan Serratia marcescens E31. Isolat-isolat tersebut menunjukkan kecenderungan lebih baik menekan blas dari pada fungisida yang mengandung bahan aktif mancozeb. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penggunaan bakteri ramah lingkungan yang terdiri atas bakteri yang dapat menghambat penyakit patogen padi dan menghasilkan hormon pemacu pertumbuhan tanaman padi serta memproduksi enzim ekstraseluler akan lebih efektif dari pada senyawa kimia pembasmi patogen yang dapat merusak lingkungan.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan penghambatan delapan isolat bakteri terhadap bakteri patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae yang merupakan penyebab penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi di rumah kaca.
3
Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian ini yaitu: 1.
Isolat-isolat uji tidak menunjukkan respon hipersensitif terhadap tanaman tembakau dibandingkan bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae yang bersifat patogen terhadap tanaman.
2.
Isolat-isolat uji menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap bakteri patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae.
3.
Isolat-isolat uji menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap penyakit hawar daun bakteri ditinjau dari panjang lesio pada daun padi.
Manfaat Penelitian Informasi yang didapatkan dari penelitian ini diharapkan dapat mendukung pemanfaatan lebih lanjut bakteri-bakteri uji yang bersifat biokontrol sehingga efektif untuk mengendalikan pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada tanaman padi di lapangan.
4
5
TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Penyakit Hawar Daun Bakteri di Indonesia Hawar daun bakteri pertama kali dilaporkan di Jepang tahun 1884, dari Jepang menyebar secara luas di Asia seperi di Srilangka, Filipina, dan Pakistan (Yamasaki et al. 2006). Salah satu penyakit padi terpenting di banyak negara penghasil beras termasuk Indonesia. Di Indonesia, HDB pertama kali disebabkan oleh organisme Xanthomonas sp. (Zhang 2006). Namun hasil penelitian Goto (1998) menunjukkan bahwa patogen penyebab HDB di Indonesia sama seperti yang menyerang tanaman padi di Jepang, sehingga namanya diganti menjadi Xanthomonas oryzae. Pada tahun 1976, nama patogen ini menjadi Xanthomonas campestris pv. oryzae dan sejak tahun 1992 diganti menjadi Xanthomonas oryzae pv. oryzae.
Karakteristik Penyakit Hawar Daun Bakteri Penyakit hawar daun bakteri disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo). Bakteri ini berbentuk batang dengan koloni berwarna kuning. Memiliki virulensi yang bervariasi tergantung kemampuannya untuk menginfeksi varietas padi yang mempunyai gen resistensi berbeda. Penyakit ini tidak hanya menyerang pada fase bibit, tetapi juga menyerang tanaman dewasa. Gejala yang ditimbulkan akibat serangan Xoo adalah infeksi sistemik dan nekrosis (Ratna 2000). Yamasaki et al. (2006) menyatakan ada dua tipe gejala, yaitu kresek dan hawar daun. Hawar daun (blight) ialah gejala yang timbul pada fase generatif, ditandai dengan munculnya garis pada ujung tepi daun. Garis tersebut semakin memanjang dan melebar, sehingga menyebabkan warna menjadi kuning sampai putih dan dapat menutup ujung daun. Akibatnya tanaman yang terinfeksi berat akan menghasilkan gabah hampa sehingga produksi rendah. Pengendalian penyakit HDB pada tanaman padi masih sulit dilakukan, karena Xoo mempunyai daerah pencar yang luas serta mempunyai kemampuan untuk beradaptasi pada tumbuhan inang alternatif, seperti pada beberapa jenis gulma. Xoo dapat bertahan di dalam tanah selama satu sampai tiga bulan
6
tergantung pada kelembaban dan keasaman tanah, serta pada sisa-sisa jerami dan biji yang terinfeksi (Yamasaki et al. 2006). Karakter iklim tropis menyebabkan semakin banyak galur patogen yang ditemukan di wilayah tropis. Di Indonesia hingga saat ini telah ditemukan sekitar 12 galur Xoo dengan tingkat virulensi yang berbeda. Galur IV dan VIII mendominasi serangan HDB pada tanaman padi di Indonesia (Suparyono et al. 2003). Isolat galur VIII tersebar paling luas dan mendominasi di lapangan, sedangkan galur IV kurang meluas, tetapi mempunyai virulensi tertinggi dan umumnya semua varietas padi peka terhadap kelompok isolat ini. Perkembangan penyakit sangat tergantung pada cuaca dan ketahanan tanaman (Goto 1998). Keragaman komposisi galur Xoo dipengaruhi oleh stadium tumbuh tanaman padi. Dominasi kelompok galur yang ditemukan pada stadium anakan, berbunga, dan pemasakan berbeda. Fenomena ketahanan tanaman dewasa, mutasi, dan karakter heterogenisitas alamiah populasi mikroorganisme diperkirakan sebagai faktor yang mempengaruhi komposisi galur dengan stadium tumbuh tanaman padi (Suparyono et al. 2003).
Mekanisme Xanthomonas oryzae pv. oryzae dalam Menginfeksi Tanaman Bakteri Xoo menginfeksi tanaman melalui hidatoda atau luka. Penyebaran penyakit melalui kontak fisik antara daun yang terinfeksi dengan daun yang sehat, melalui aliran irigasi dari satu lahan ke lahan lainnya. Selain itu lingkungan yang lembab dan jarak tanam yang terlalu rapat juga mempermudah penularan penyakit ini (Khaeruni 2001). Bakteri masuk ke dalam jaringan tanaman, lalu memperbanyak diri di dalam epidermis yang menghubungkan dengan pembuluh pengangkut, kemudian tersebar ke jaringan lainnya dan menimbulkan gejala. Infeksi yang terjadi pada pembibitan menyebabkan bibit menjadi kering. Bakteri menginfeksi masuk melalui sistem vaskular tanaman padi pada saat pindah tanam atau pada saat dicabut dari tempat pembibitan sehingga akarnya rusak, atau terjadi infeksi pada saat daun rusak (Suparyono et al. 2003). Penyakit dapat terjadi pada semua stadia tanaman. Namun pada umumnya terjadi saat tanaman mulai mencapai anakan maksimum sampai fase berbunga.
7
Gejala penyakit disebut kresek pada stadia bibit, sedang gejala stadia tanaman yang lebih lanjut disebut hawar. Gejala diawali dengan bercak kelabu umumnya di bagian pinggir daun. Bercak berkembang terus pada varietas yang rentan dan akhirnya membentuk hawar. Ketika kondisi menjadi parah, tanaman terlihat kering seperti terbakar (Suparyono et al. 2003).
Pergeseran Patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) membentuk galur-galur baru di lapangan sejalan dengan perkembangan penggunaan varietas padi. Perbedaan virulensi antara Xoo yang dikumpulkan dari berbagai daerah merupakan dinamika interaksi antara inang dan patogen yang dapat dibedakan menjadi varietas diferensial dan kelompok di pihak patogen (Goto 1998). Xanthomonas oryzae pv. oryzae dikatakan sebagai spesies kompleks. Hal ini didasari oleh penyebaran yang luas, keragaman genetik, filogenetik, dan molekuler dari galur-galur yang menyerang tanaman (Tsuyuma et al. 1996). Galur III mempunyai daerah sebaran yang paling luas, meliputi Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Jawa, dan Bali. Perbedaan virulensi dari isolat Xoo dipengaruhi oleh gen virulensi yang dimilikinya. Bila terdapat gen virulensi patogen Xoo yang kompatibel dengan gen ketahanan inang (padi), maka patogen tersebut mampu menyerang inang. Berdasarkan pola virulensinya terhadap varietas uji (galur isogenik), isolat yang termasuk dalam kelompok galur IV diduga sekurang-kurangnya memiliki 8 gen virulen, yaitu v-1, v-2, v-3, v-8, v-10, v-11, v-12, dan v-14. Isolat yang termasuk ke dalam kelompok galur III hanya memiliki 7 gen virulen, yaitu v-1, v-4, v-8, v-10, v-11, v-12, dan v-14 (Yamasaki et al. 2006). Tsuyuma et al. (1996) melaporkan bahwa interaksi antagonis antara dua galur tipe liar bakteri hawar daun yaitu Xoo dari Filipina dan Korea, ternyata galur liar Filipina dapat menghambat galur liar Korea bila galur ini dicampur dalam
satu
inokulasi.
Selanjutnya
mutan
nonpatogenik
galur
Filipina
mengendalikan antagonistik pada bakteri lain. Ternyata galur tipe liar Filipina dan mutan nonpatogenik dapat menghambat pertumbuhan galur Korea setelah dua hari diinfeksi
dan
lebih
dahulu
menyebabkan
symptoms
penyakit.
Ketika
8
penggabungan dengan mutan nonpatogenik, 10-18 macam Xoo tipe liar tidak menyebabkan penyakit. Sebaliknya tiga dari galur nonpatogenik dapat menghambat tipe liar dan mutan galur Filipina. Pertambahan kelompok galur Xoo maka pengendalian penyakit HDB menjadi semakin sulit. Oleh karena itu, pergeseran galur Xoo perlu terus dipantau untuk mengetahui kelompok galur Xoo yang akan digunakan dalam program pemuliaan padi dan untuk dijadikan acuan dalam menentukan varietas padi yang akan direkomendasikan untuk suatu wilayah (Suparyono et al. 2003).
Pencarian Sumber Ketahanan Tanaman Padi terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri Varietas tahan merupakan komponen utama pengendalian HDB secara terpadu karena sangat ekonomis, efektif, dan tidak merusak lingkungan. Tetapi keefektifan varietas yang tahan ini dipengaruhi oleh interaksi antara gen pembawa sifat tahan yang dimilikinya dan gen virulensi pada populasi Xoo yang terdapat di suatu wilayah (Yamasaki et al. 2006). Galur Xoo berbeda dari suatu daerah dengan daerah lain, dan dari suatu negara dengan negara lain. Varietas padi yang tahan terhadap galur Xoo asal Filipina belum dapat dipastikan akan bereaksi tahan terhadap galur asal Indonesia atau negara lain, sehingga perlu adanya pengujian ulang. Varietas dengan gen ketahanan xa-5 bereaksi tahan terhadap semua galur asal Filipina, sedangkan varietas dengan gen ketahanan xa-4 seperti yang dimiliki IR64 hanya tahan terhadap galur I asal Filipina (Yamasaki et al.
2006). Oleh karena itu gen
ketahanan yang masih efektif di suatu wilayah perlu diidentifikasi dengan seksama. Penggunaan bakteri isogenik yang nonpatogen melalui mutagenesis menggunakan transposon merupakan salah satu cara untuk mendapatkan varietas yang tahan terhadap HDB. Transposon akan menyisip ke dalam genom dan terutama sekuen DNA yang berperan dalam regulasi suatu proses fisiologi tertentu seperti sifat virulen, sehingga menyebabkan perubahan ekspresi gen. Selanjutnya akan dihasilkan mutan Xoo yang tidak menginduksi reaksi hipersensitif sehingga kehilangan atau berkurang sifat virulennya. Pemanfaatan mutan bakteri yang
9
berkurang sifat virulennya mampu mengurangi kerugian produksi padi akibat penyakit HDB. Mutan yang dihasilkan secara genetik sama dengan tipe liarnya disebut isogenik. Mutan isogenik yang nonpatogenik diharapkan mampu menekan pertumbuhan tipe liarnya dengan cara kompetisi. Penggunaan mutan isogenik tersebut lebih menguntungkan karena mutan akan berperilaku sama dengan tipe liarnya dalam merespon perubahan lingkungan sehingga memiliki kesintasan yang sama di alam (Nakayachi 1995). Menurut Sugio et al. (2005) bahwa mutasi gen hrpF pada bakteri Xoo tidak menghilangkan patogenitasnya tetapi dapat mengurangi kemampuan bakteri untuk tumbuh pada padi dan juga mengurangi kemampuannya dalam menyebabkan gejala HDB. Hal ini disebabkan keterlibatan gen-gen lain yang menentukan sifat virulen Xoo. Beberapa gen yang diketahui berperan dalam menentukan virulensi Xoo antara lain gumG, xps, aroE, rpfF, pgi, purH, dan eglXoB, sehingga mutasi pada gen hrp Xoo tidak dapat secara langsung menghilangkan seluruh sifat patogenitasnya pada tanaman padi (Hu et al. 2007).
Pengendalian Hawar Daun Bakteri secara Kultur Teknis Intensitas serangan HDB tidak hanya dipengaruhi oleh ketahanan varietas dan virulensi patogen, tetapi juga dipengaruhi oleh teknik bercocok tanam yang diterapkan oleh petani. Sama halnya dengan penyakit-penyakit padi lainnya, penyakit HDB mempunyai hubungan yang jelas dengan pemupukan, khususnya pemupukan nitrogen. Pemberian pupuk N dengan dosis tertentu untuk meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan produktivitas. Sebaliknya pemupukan N dengan dosis yang tinggi akan meningkatkan kerusakan pada varietas dengan ketahanan, walaupun pada varietas yang resisten dampaknya relatif kecil. Oleh karena itu, pemupukan N yang berlebihan sebaiknya dihindarkan. Selain pemupukan sesuai dosis anjuran, pergiliran varietas dan tanaman, sanitasi dan eradikasi pada tanaman yang terserang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit HDB pada suatu daerah tertentu (Tsuyuma et al. 1996).
10
Pengendalian Hawar Daun Bakteri secara Hayati Kondisi lingkungan yang cocok untuk perkembangan penyakit dapat mendorong penyakit berkembang lebih pesat. Arwiyanto et al. (2007) melaporkan bahwa petani belum melakukan pengelolaan penyakit secara benar misalnya masih menggunakan bibit padi yang terinfeksi penyakit hawar daun bakteri, membiarkan sisa-sisa tanaman sakit, dan tidak melakukan pemupukan sehingga dapat memacu perkembangan penyakit HDB. Pengendalian penyakit tanaman di Indonesia selama ini lebih banyak mengandalkan penggunaan pestisida, namun akibat efek samping yang ditimbulkan maka penggunaannya mulai dikurangi karena residu yang ditinggalkan dapat bersifat racun dan karsinogenik. Pengendalian bakteri patogen lebih efektif bila dilakukan secara terpadu dengan mengkombinasikan berbagai teknik pengendalian, meliputi varietas tahan atau toleran, teknik budidaya (pergiliran tanaman, bahan organik, pemupukan), pengendalian menggunakan agen biokontrol, pestisida nabati dan membatasi penyebaran bakteri patogen termasuk pengaturan karantina (Arwiyanto et al. 2007). Menurut Pal dan Gardener (2006) biokontrol telah digunakan dalam berbagai bidang biologi, terutama entomologi dan patologi tanaman. Bidang entomologi menggunakan predator serangga hidup, nematoda entomopatogen, atau mikrob patogen untuk menekan populasi hama serangga. Dalam patologi tanaman penggunaan berjangka mikrob antagonis untuk menekan penyakit serta penggunaan patogen inang spesifik untuk mengendalikan populasi patogen lainnya. Organisme yang menekan hama atau patogen disebut sebagai agen biokontrol. Agen biokontrol umumnya menghasilkan antibiotik dalam jumlah relatif kecil sehingga kosentrasi di alam relatif rendah, walaupun senyawa tersebut mempunyai spektrum yang luas namun tidak memberikan tekanan yang terlalu kuat terhadap patogen sehingga tidak menimbulkan resistensi (Nawangsih 2006). Pengembangan agen biokontrol sebagai komponen pengendalian penyakit HDB pada tanaman padi secara terpadu yang ramah lingkungan perlu dikembangkan dan diharapkan menjadi alternatif pengendalian yang penting dalam era pertanian yang berkelanjutan. Keuntungan biokontrol antara lain lebih
11
aman, tidak terakumulasi dalam rantai makanan, adanya proses reproduksi sehingga dapat mengurangi pemakaian yang berulang-ulang dan dapat digunakan secara bersama-sama dengan pengendalian yang telah ada. Penggunaan agen biokontrol dalam skala luas di lapangan memerlukan beberapa kriteria antara lain formulasi agen biokontrol mudah diaplikasi di lapangan, pembiakan massal dan bahan formulasi yang murah dan mudah didapatkan, serta agen biokontrol mampu bertahan pada waktu yang relatif lama dalam bahan formulasinya di suhu ruang (Dirmawati 2005). Sebagian besar pekerjaan di bidang biokontrol masih dalam taraf percobaan dan kajian kelayakan ekonomi, seperti halnya biokontrol penyakit HDB masih dalam taraf pengujian di laboratorium dan rumah kaca. Hasil penelitian Khaeruni (2001) menunjukkan bahwa terdapat sejumlah bakteri filosfer yang diisolasi dari daun padi berpotensi sebagai agen biokontrol penyakit HDB pada skala rumah kaca. Demikian pula Machmud dan Farida (1995) melaporkan bahwa bakteri filosfer Pseudomonas fluorescens dan Bacillus sp. yang diisolasi dari daun dan batang tanaman padi berpotensi sebagai agen biokontrol penyakit HDB pada padi secara in vitro. Kemampuan bakteri tanah bertahan hidup diduga sangat tergantung pada keberadaan tanaman inang. Bakteri patogen yang spesifik pada tanaman inang terdapat pada lahan tertentu. Hal tersebut berkaitan dengan faktor lingkungan, baik faktor abiotik, seperti suhu, tipe tanah, dan curah hujan maupun faktor biotik, sebagai contoh keberadaan nematoda dapat memperparah serangan penyakit HDB pada tanaman padi (Agustiansyah 2009). Tanaman merespon berbagai stimulus lingkungan, termasuk gravitasi, cahaya, suhu, stres fisik, air, dan ketersediaan hara. Tanaman juga menanggapi berbagai rangsangan kimia yang diproduksi oleh tanah dan tanaman yang berasosiasi dengan mikrob. Rangsangan tersebut dapat menginduksi pertahanan tanaman melalui perubahan biokimia yang meningkatkan perlawanan terhadap infeksi berbagai patogen. Induksi pertahanan inang dapat bersifat lokal atau sistemik di alam tergantung pada jenis, sumber, dan jumlah rangsangan. Terdapat beberapa jalur induksi resistensi yang dirangsang oleh agen biokontrol. Jalur pertama disebut ketahanan sistemik yang diterima atau systemic acquired resistance (SAR) yang diperantarai
12
oleh asam salisilat (SA) yaitu senyawa yang sering diproduksi oleh mikrob yang menginfeksi dan biasanya mengarah ke ekspresi protein terkait patogenesis (PR). Protein PR ini termasuk beberapa enzim yang beragam yang bertindak secara langsung untuk melisiskan sel yang menyerang, memperkuat batas-batas dinding sel untuk melawan infeksi, atau menginduksi kematian sel lokal. Jalur lainnya ialah resistensi sistemik terinduksi atau induced systemic resistance (ISR), diperantarai oleh asam jasmonat (JA) atau etilen yang dihasilkan oleh beberapa rhizobacteria nonpatogen (Pal & Gardener 2006).
Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Pseudomonas sp. Bakteri Pseudomonas sp. mampu mendegradasi sejumlah besar senyawa organik, berinteraksi dengan tanaman dan berasosiasi dalam rizosfer yang bersifat menguntungkan di bidang pertanian dan sebagian lainnya dapat sebagai agen biokontrol (West 2005). Bakteri ini banyak menguntungkan bagi tanaman secara langsung, yaitu melalui pemacuan pertumbuhan dan peningkatan kesehatan tanaman, atau secara tidak langsung melalui penghambatan, kompetisi dengan patogen atau parasit (Loccoz & Defago 2004). Bakteri Pseudomonas sp. sebagai agen pemacu pertumbuhan tanaman menghasilkan fitohormon dalam jumlah besar khususnya indole acetic acid (IAA) untuk merangsang pertumbuhan yaitu giberelin, sitokinin, dan etilen serta melarutkan fosfat, kalium atau nutrien lain sehingga tersedia bagi tanaman (Astuti 2008). Pada beberapa galur Pseudomonas sp. dapat membantu tanaman menghadapi cekaman lingkungan seperti kekurangan air dan nutrien serta pencemaran senyawa toksin (Shen 1997). Selain sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, Pseudomonas sp. juga mempunyai kemampuan sebagai agen biokontrol terhadap serangan fungi patogen tanaman. Mekanisme dalam menekan pertumbuhan fungi patogen tanaman antara lain karena bakteri ini mampu menghasilkan senyawa siderofor, β-1,3 glukanase, kitinase, antibiosis, dan sianida (Chermin & Chet 2002). Senyawa antimikrob juga dapat dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas sp. seperti bakteriosin, fenazin, pioluteorin, pirolniftril, 2,4 diasetil floroglusinol, dan fusarisidin (Beatty & Susan 2002; Dwivedi & Johri 2003). Senyawa fenazin yang
13
diproduksi
oleh
Pseudomonas
fluorescens
2-79
mampu
menghambat
Gaeumannomyces graminis var. tritici ketika diperlakukan pada benih gandum (Weller 1988). Velusamy et al. (2006) melaporkan 2,4 diasetil floroglusinol yang diproduksi oleh Pseudomonas sp. dapat menghambat pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae yang menyebabkan penyakit HDB pada tanaman padi. Hasil penelitian lainnya melaporkan bahwa agen biokontrol seperti Pseudomonas fluorescens mampu menghasilkan asam sianida (HCN) yang mampu menekan penyakit Black root pada tembakau (Zhang 2006). Sedangkan menurut Loccoz & Defago (2004) agen biokontrol mampu bertindak sebagai parasit bagi patogen secara langsung dengan cara mensekresikan enzim ekstraseluler (kitinase, protease, selulase) yang dapat melisis atau mendegradasi dinding sel patogen sehingga perkembangan patogen menjadi terhambat. Pseudomonas fluorescens memproduksi pigmen fluoresen berwarna kuning hijau berfungsi sebagai siderofor (Weller 1988), juga menghasilkan 2,4-diasetilfloroglusinol (Raaijmakers et al. 1999) yang mampu mengendalikan berbagai penyakit tular tanah.
Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Bacillus sp. Bakteri Bacillus sp. mampu membentuk endospora pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan sehingga dapat bertahan hidup. Kemampuannya dalam membentuk endospora menjadikan Bacillus sp. banyak digunakan dalam industri secara komersil karena dapat bertahan lama dan beradaptasi dengan formula dan bahan-bahan kimia yang diaplikasikan dalam tanah pertanian (Bai et al. 2003). Bakteri ini tergolong dalam bakteri aerob dan anaerob fakultatif (Holt et al. 1994). Bakteri Bacillus sp. mempunyai kemampuan sebagai biokontrol penyakit tanaman dengan memproduksi antibiotik yang disekresikan saat kultur memasuki fase
stasioner dan
memproduksi
antibiotik
metabolit
sekunder
seperti
enzim kitinase, mycobacilin, basitrasin, dan zwittermicin (Madigan et al. 2000). Bakteriosin merupakan senyawa antimikrob polipeptida yang disintesis di ribosom dan biasanya hanya menghambat galur-galur bakteri yang berkerabat dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin tersebut (Jack et al. 1995). Isramilda (2007) menyatakan bahwa isolat Bacillus sp. galur LTS 40 dapat menghasilkan
14
metabolit aktif yaitu bakteriosin. Secara in vitro bakteriosin dapat diproduksi kemudian dipekatkan dengan berbagai metode pengendapan sebagaimana metode pengendapan protein. Berbagai pelarut organik seperti aseton, metanol dan etanol dapat digunakan untuk mengendapkan bakteriosin. Beberapa jenis bakteriosin yang dihasilkan oleh Bacillus ialah subtilin (B. subtilis), megacin (B. megaterium), ericin (B. subtilis), licherin (B. licherniformis), coagulin (B. coagulans), cerein (B. cereus), dan thuricin (B. thuringiensis) (Jack et al.1995). Senyawa antibiotik zwittermicin A yang diproduksi oleh B. cereus dilaporkan oleh Weller (1988) mampu menghambat pertumbuhan koloni Phytophthora medicaginic. Bakteri B. subtilis dan B. cereus positif menghasilkan senyawa siderofor, sehingga bakteri ini mampu berkompetisi dengan bakteri patogen dalam menggunakan Fe3+ yang kosentrasinya sangat terbatas dalam tanah. Pengambilan Fe3+ oleh bakteri tidak mengganggu kebutuhan tanaman karena tanaman hanya membutuhkan dalam jumlah sedikit dibandingkan dengan mikroorganisme (Nawangsih 2006). B. cereus galur UW85 mampu menghasilkan zwittermicin dan kanosamine. Kemampuan menghasilkan beberapa antibiotik mampu menekan beragam mikrob pesaing sebagai patogen tanaman (Pal & Gardener 2006).
Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Serratia marcescens Beberapa galur S. marcescens dapat menghasilkan pigmen prodigiosin yang berwarna merah gelap hingga merah muda, tergantung pada usia koloni bakteri tersebut (Madigan et al. 2000). Bakteri ini termasuk Gram negatif yang dapat tumbuh pada kondisi nutrisi sederhana dan mudah mengkolonisasi pada filosfer tanaman (Carbonell et al. 2003). Bakteri ini memproduksi enzim kitinase, lipase, kloroperoksidase, dan protein ekstraseluler. Antibiotik
yang
umumnya
digunakan untuk mengobati infeksi Serratia yaitu β-laktam, aminoglikosida, dan fluoroquinol (Hejazi & Falkiner 1997). Penggunaan bakteri epifit Serratia marcescens galur Kgh1, Pseudomonas fluorescens galur E10, dan Pantoea agglomerans galur Abp2 mampu mengurangi gejala penyakit hawar api atau fire blight yang disebabkan oleh Erwinia amylovora pada tanaman pir di Iran sebesar 23-50,2%. Aplikasi S. marcescens
15
galur Kgh1 di lapangan sangat baik dalam menekan penyakit hawar api tersebut (Gerami et al. 2011). Serratia
marcescens
galur
90-166
sebagai
rhizobakteria
mampu
menginduksi resistensi sistemik (ISR) terhadap fungi patogen, bakteri, dan virus. Hal ini disebabkan S. marcescens galur 90-166 dapat memproduksi asam salisilat (SA) dengan menggunakan plasmid salicylateresponsif pUTK21. Bakteri ini mampu menekan penyakit yang diakibatkan oleh fungi patogen Colletotrichum orbiculare pada tanaman mentimun. Selain itu S. marcescens galur 90-166 menghasilkan salisilat hidroksilase yang dapat menekan penyakit yang disebabkan oleh Pseudomonas syringae pv. tabaci pada tembakau tipe liar Xanthi-nc dan tembakau transgenik NahG-10. Kenaikan kosentrasi besi secara in vitro ternyata dapat mengurangi produksi SA, dan meningkatnya kosentrasi besi di dalam tanaman mentimun yang diserap melalui akar ternyata mengurangi induksi ISR terhadap C. orbiculare (Press et al. 1997).
16
17
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2010 sampai dengan Juni 2011 di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, IPB dan di laboratorium serta rumah kaca Balai Besar Bioteknologi dan Sumber daya Genetik Pertanian (BB Biogen), Bogor.
Bahan Bahan yang digunakan ialah: padi IR64, tanaman tembakau, isolat bakteri Pseudomonas aeruginosa C32a dan C32b, Serratia marcescens E31, B. firmus E65, dan isolat patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) dari koleksi bank gen mikrob BB Biogen. Isolat bakteri P. fluorescens ATCC 13525 Pf, Bacillus sp. I.5, dan Bacillus cereus I.21 dan II.14 dari koleksi IPB Culture Collection (IPBCC) Departemen Biologi, FMIPA, IPB, (Lampiran 1). Media yang digunakan ialah: King’S B agar, nutrient agar (NA), dan wakimoto agar (WA) (Lampiran 2).
Peremajaan Mikrob Isolat bakteri Pseudomonas aeruginosa C32a dan C32b dan P. fluorescens Pf diperbanyak dengan memindahkan kultur pada medium agar-agar King’S B dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24-48 jam. Isolat tersebut diremajakan dan diperiksa kemurniannya dengan menggunakan metode kuadran. Biakan yang telah murni ditumbuhkan pada medium agar-agar miring King’S B dan disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 200C. Hal yang sama juga dilakukan pada isolat bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae Xoo yang diperbanyak pada medium WA serta isolat bakteri Serratia marcescens E31, Bacillus sp. I.5, Bacillus cereus I.21 dan II.14, dan B. firmus E65 yang masing-masing diperbanyak dengan memindahkan kultur pada medium NA.
18
Uji Reaksi Hipersensitif Isolat Uji serta Isolat Patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae terhadap Tanaman Tembakau Uji reaksi hipersensitif dilakukan pada daun tembakau (Nicotiana tobacum) (Zou et al. 2006). Masing-masing isolat C32a, C32b, dan Pf diperbanyak pada medium King’S B cair. Xoo diperbanyak pada medium WA cair, serta E31, I.5, I.21, II.14, dan E65 diperbanyak pada medium NA cair diinkubasi selama 24 jam pada rotary shaker hingga populasinya mencapai 107cfu/ml. Masing-masing inokulum diinjeksi sebanyak 1 ml menggunakan syringe steril berukuran 1 ml tanpa jarum pada bagian belakang helaian daun tembakau yang sehat. Sebagai kontrol negatif digunakan akuades steril. Daun tembakau diberi label sesuai isolat yang diinjeksi. Respon tanaman diamati dalam jangka waktu 24-48 jam. Pengamatan pada daun tembakau terjadi nekrosis atau tidak. Isolat-isolat yang tidak menimbulkan reaksi hipersensitif kemudian dipilih untuk diuji daya hambatnya terhadap Xoo.
Seleksi Isolat Uji yang Berpotensi Menghambat Pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae Uji ini menggunakan metode double layer (Lisboa et al. 2006). Uji daya hambat bakteri-bakteri uji terhadap Xoo secara in vitro dilakukan untuk menyeleksi isolat yang berpotensi sebagai agen biokontrol. Sebanyak 800 μL (107cfu/ml) kultur cair bakteri patogen diinokulasi ke dalam 80 ml WA semipadat lalu dituang pada permukaan cawan WA padat masing-masing sebanyak 10 ml. Setelah permukaan media WA double layer memadat, potongan kertas saring Whatman No.2 (diameter 0,7 cm) yang telah direndam dalam larutan yang mengandung bakteri yang berumur 24 jam, kertas cakram dikeringanginkan kemudian diletakkan di tengah cawan petri yang berisi biakan bakteri Xoo. Biakan diinkubasi selama 24 jam kemudian diamati zona hambat di sekeliling cakram. Perlakuan kontrol terdiri atas, kontrol negatif dengan akuades steril dan kontrol pembanding kimia bakterisida yang mengandung bahan aktif tembaga sulfat (CuSO4) 50% dengan merek dagang Nordox (Norwegia). Setiap perlakuan dilakukan tiga ulangan. Diameter zona hambat yang terbentuk kemudian diamati
19
setelah inkubasi 24 jam pada suhu ruang. Indeks aktivitas antimikrob dihitung dengan cara (Patra et al. 2009): Indeks aktivitas antimikrob = Nilai penghambatan perlakuan X 100% Nilai penghambatan kontrol
Uji In Vivo Aplikasi Isolat Uji terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada Tanaman Padi di Rumah Kaca Bibit padi IR64 yang akan disemai dipersiapkan terlebih dahulu dengan cara dicuci dengan alkohol 95% selama kurang lebih 1 menit kemudian dicuci dengan akuades steril selama tiga menit sebanyak tiga kali. Kemudian dipilih benih yang tenggelam. Setelah dicuci, benih dibungkus dengan kain kasa dan diletakkan di bawah aliran air kran hingga berkecambah selama lebih kurang empat hari, kemudian ditanam di bak plastik berukuran 15х30 cm2 berisi tanah steril lembab ± 5 Kg yang telah dicampur pupuk NPK (1:1:1). Benih padi berumur 18 hari dipindahkan ke dalam pot-pot berdiameter 30 cm, dan setiap pot ditanam 3 rumpun padi. Koloni Xoo yang telah diperbanyak pada medium agar-agar miring selama 24 jam diambil sebanyak 2 ose kemudian ditumbuhkan dalam medium WA cair selama 48 jam dan diukur kerapatannya sampai 107 cfu/ml. Hal yang sama juga dilakukan pada isolat bakteri C32a, C32b, Pf, E31, I.5, I.21, II.14, dan E65 sesuai medium pertumbuhannya. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 11 perlakuan dan 3 ulangan, total unit percobaan adalah 33 satuan percobaan, yaitu: 1. Kontrol positif dilakukan penyemprotan senyawa kimia tembaga sulfat 2. Kontrol negatif dilakukan penyemprotan air steril 3. Kontrol sakit dilakukan penyemprotan Xoo 4. Perlakuan dengan penyemprotan inokulum II.14 5. Perlakuan dengan penyemprotan inokulum I.5 6. Perlakuan dengan penyemprotan inokulum Pf 7. Perlakuan dengan penyemprotan inokulum C32a 8. Perlakuan dengan penyemprotan inokulum C32b 9. Perlakuan dengan penyemprotan inokulum I.21
20
10. Perlakuan dengan penyemprotan inokulum E.31 11. Perlakuan dengan penyemprotan inokulum E.65 Penyemprotan 30 ml filtrat suspensi bakteri dilakukan sebelum inokulasi patogen Xoo (preventif), yaitu umur 7 hari, 14 hari, 28 hari, dan 42 hari setelah tanam. Sebanyak sepuluh daun padi yang telah berkembang penuh atau daun bendera dalam setiap rumpun padi di setiap pot, masing-masing diinokulasi patogen Xoo dengan cara pengguntingan daun (leaf clipping method) pada saat tanaman mencapai 45 hari setelah tanam. Perlakuan kontrol pembanding menggunakan penyemprotan senyawa kimia atau bakterisida yang mengandung tembaga sulfat sebanyak 2 g/L dan kontrol negatif disemprot dengan akuades steril, serta kontrol sakit diinokulasi dengan Xoo. Pengamatan terhadap gejala penyakit HDB dilakukan pada setiap pot dengan selang waktu tiga hari selama sebulan setelah inokulasi melalui pengukuran panjang lesio (lesion length) HDB. Selanjutnya dilakukan penghitungan area under disease progress curve (AUDPC). Luasan area di bawah kurva perkembangan penyakit ini ditentukan untuk mengetahui hubungan antara intensitas penyakit terhadap respon waktu (Shaner & Finney 1977): n
AUDPC = ∑ (yi + yi + 1) (ti + 1 –ti) 2 i=1 Keterangan: n = jumlah pengamatan ti = waktu pengamatan Yi = intensitas penyakit HDB Pengamatan juga dilakukan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan padi yang muncul, jumlah malai, bobot basah, dan bobot kering gabah tanaman padi pada akhir pengamatan. Tinggi tanaman padi ± 17 cm dari permukaan tanah pada saat pindah tanam ke dalam pot-pot besar. Jumlah anakan padi pada saat pindah tanam sebanyak 4 anakan pada masing-masing pot. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 11 perlakuan dan 3 ulangan. Data hasil percobaan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam pada taraf kepercayaan 95% (ANOVA), jika menunjukkan pengaruh nyata maka selanjutnya dilakukan uji perbandingan nilai tengah dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test
21
(Uji jarak berganda Duncan, DMRT) pada taraf 5% (α=0,05) dengan menggunakan program SPSS 16.0.
22
23
HASIL Karakteristik Pertumbuhan Mikrob Pertumbuhan P. aeruginosa C32a dan C32b lebih cepat dibandingkan P. fluorescens Pf. Biakan C32a dan C32b mampu tumbuh dalam waktu 24 jam dan mengubah warna media King’S B menjadi hijau kekuningan (Gambar 1).
C32a
C32a
C32b
Gambar 1 Isolat Pseudomonas aeruginosa. Isolat P. fluorescens tumbuh berpendar dalam waktu 48 jam pada medium agar King’S B. Serratia marcescens E31, Bacillus sp. I.5, Bacillus cereus I.21 dan II.14, dan B. firmus E65 ditumbuhkan pada media agar-agar miring NA, pertumbuhannya cepat dalam waktu 24 jam pada suhu ruang. Koloni isolat B. firmus memiliki bentuk tidak beraturan dan menyebar dengan tepian berombak serta elevasi timbul. Koloni isolat Bacillus sp., S. marcescens, P. aeruginosa, dan B. cereus dicirikan dengan bentuk bundar, tepian licin, serta elevasi cembung. Isolat patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae Xoo menunjukkan pertumbuhan koloni berwarna kekuningan berlendir dengan bentuk koloni bulat, halus, mengkilap.
24
Reaksi Hipersensitif Isolat Uji serta Isolat Patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae terhadap Tanaman Tembakau Pengujian reaksi hipersensitif pada daun tanaman tembakau setelah 48 jam diinjeksi inokulum C32a dan C32b menunjukkan ciri-ciri daun agak menguning tetapi tidak menyebabkan nekrosis (Gambar 2a). Hasil injeksi dengan inokulum dari isolat yang lainnya tidak menunjukkan perubahan pada daun tembakau dan tidak terjadi nekrosis (Gambar 2a, 2b, dan 2c), artinya bakteri biokontrol tidak patogenik terhadap tanaman tembakau sehingga tidak menyebabkan jaringan kolaps dan mati. Injeksi dengan menggunakan inokulum Xoo menunjukkan nekrosis munculnya bercak abu-abu gelap dan berubah menjadi kecoklatan pada daun tembakau (Gambar 2d). Injeksi perlakuan kontrol dengan akuades steril tidak terjadi nekrosis (Gambar 2a). Semua bakteri biokontrol tidak menimbulkan reaksi hipersensitif terhadap tanaman tembakau sehingga dapat dilanjutkan dengan pengujian daya hambat isolat-isolat tersebut terhadap Xoo, dan aplikasi pada tanaman padi secara in vivo di rumah kaca. Pf
Xoo
k
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2 Pengujian reaksi hipersensitif pada daun tembakau setelah 48 jam inokulasi bakteri. Keterangan: (a) dan (b) menggunakan semua isolat uji termasuk kontrol (k), (c) Pf, dan (d) Xoo. Potensi Isolat Uji dalam Menghambat Pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae Isolat yang berpotensi menghambat pertumbuhan Xoo ditunjukkan dengan pembentukan zona hambat. Pertumbuhan Xoo dapat dihambat oleh isolat C32a,
25
C32b, Pf, I.21, dan I.5 (Gambar 3). Perlakuan kontrol negatif menggunakan akuades steril, Xoo tumbuh hingga memenuhi
permukaan cawan berisi
media WA (Gambar 3). Sedangkan pada perlakuan kontrol pembanding kimia dengan tembaga sulfat menunjukkan zona hambat terhadap pertumbuhan Xoo (Gambar 3).
1 cm
1 cm
I.21
1.5 cm
I.5
2 cm
C32a
1 cm
2 cm
C32b
Pf
1 cm
Kontrol positif (Tembaga sulfat) Kontrol negatif (Akuades steril) Gambar 3 Pengujian antagonis isolat uji terhadap Xoo dibandingkan dengan kontrol. Hasil pengujian efektivitas antagonisme bakteri terhadap bakteri patogen Xoo secara in vitro memperlihatkan adanya penghambatan pertumbuhan Xoo dengan terbentuknya zona hambat (Tabel 1). Isolat C32a dan C32b dapat
26
menghambat pertumbuhan Xoo secara in vitro yang berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol pembanding kimia dengan tembaga sulfat. Tabel 1 Zona hambat dan indeks aktivitas antimikrob isolat uji terhadap Xoo. Perlakuan Isolat Nilai rata-rata Indeks zona hambat aktivitas (cm) mikrob (%) C32a 1,30 a 325 Pseudomonas aeruginosa C32b 1,00 ab 250 Pseudomonas aeruginosa Pf 0,80 bc 200 Pseudomonas fluorescens E.31 0,00 e 0 Serratia marcescens E.65 0,00 e 0 Bacillus firmus I.21 0,50 bc 125 Bacillus cereus II.14 0,00 e 0 Bacillus cereus I.5 0,30 c 75 Bacillus sp. Tembaga 0,40 c 100 sulfat (+) Akuades (-) 0,00 e 0 Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT)
Aplikasi Isolat Uji terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada Tanaman Padi di Rumah Kaca Panjang Lesio Hawar Daun Bakteri. Hasil uji in vivo gejala nekrosis pada daun padi yang telah diinokulasi Xoo mulai terlihat 2 hari setelah inokulasi (hsi) dengan gejala berupa daun layu seperti tersiram air panas (water soaking) dan berkembang menjadi gejala hawar sehingga daun berwarna kekuningan mulai 3 hsi (Gambar 4). Gejala penyakit tersebut memanjang di sepanjang tepi daun atau di seluruh helaian daun. Panjang lesio bertambah sepanjang waktu pengamatan hingga 18 hsi (Gambar 5).
Gambar 4 Gejala HDB pada ujung daun menguning 3 hari setelah inokulasi Xoo.
27
Panjang lesio HDB yang terbentuk 3 hsi dengan aplikasi bakteri tidak menunjukkan perbedaan dengan aplikasi menggunakan bakterisida yang mengandung tembaga sulfat dan Xoo. Penyemprotan dengan suspensi bakteri E31 menunjukkan panjang lesio yang sama dengan perlakuan kontrol sakit yang hanya diinokulasi dengan Xoo tanpa aplikasi biokontrol (Lampiran 3). 1
5 2
6 9
7 11
8
10 4
3
Gambar 5 Gejala HDB pada ujung daun menguning 18 hari setelah inokulasi Xoo. Keterangan perlakuan: (1) Akuades steril, (2) C32a, (3) Pf, (4) C32b, (5) I.21, (6) Tembaga sulfat, (7) I.5, (8) E65, (9) II.14, (10) E31, dan (11) Xoo. Panjang lesio HDB yang terbentuk 6 hsi dengan aplikasi bakteri C32a mulai menunjukkan perbedaan dibandingkan aplikasi menggunakan bakterisida yang mengandung tembaga sulfat dan Xoo (Gambar 6). Aplikasi bakteri C32a merupakan perlakuan terbaik dengan panjang lesio terendah, sedangkan isolat E31 menunjukkan panjang lesio yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan Xoo. Demikian juga pada 9 hsi dan 12 hsi menunjukkan hal yang sama. Namun pada 15 hsi aplikasi bakteri C32a, Pf, dan C32b menunjukkan tidak berbeda dengan perlakuan menggunakan tembaga sulfat (Gambar 6). Pengamatan pada 18 hsi dengan penyemprotan suspensi bakteri C32a merupakan perlakuan terbaik yang mampu menekan intensitas perkembangan penyakit HDB dengan panjang lesio terendah (Lampiran 3). Perlakuan penyemprotan isolat C32a berbeda nyata terhadap perlakuan bakterisida dengan menggunakan tembaga sulfat. Sedangkan perlakuan dengan isolat E31 menunjukkan panjang lesio tertinggi dibandingkan perlakuan menggunakan Xoo.
28 Panjang lesio 3 hsi
Panjang lesio 6 hsi 1.00
0.12
abc
a
0.10
bcd abcd
bcd
b
0.70
fg
0.40
0.04
cd
def
0.50
d
bc
cde
0.60
cd bcd
0.06
a
a
0.80
ab bcd
0.08
0.90
efg g
0.30 0.20
0.02
0.10
e
h
0.00
0.00
Panjang lesio 12 hsi
Panjang lesio 9 hsi 3.50
1.80 1.60
a
ab bc
1.40
3.00
cd
d
d
1.20
a
2.50
b
2.00
1.00 0.80
1.50
f
0.60
b
c
e
e
e
b
c
d
e
e
f
1.00
0.40 0.20
0.50
g
g 0.00
0.00
Panjang lesio 18 hsi
Panjang lesio 15 hsi 4.50
a
6.00
a b
4.00 5.00
3.50
4.00
b bc
3.00 2.00
ef
1.00 g 0.00
c
c
bc
cd ef
de f
b
c c
3.00 2.50
e
2.00
d e f
1.50 1.00 0.50
g
0.00
Gambar 6 Panjang lesio HDB pada daun padi setelah inokulasi Xoo. Keterangan: Sumbu X ialah perlakuan kontrol dan perlakuan isolat bakteri. Sumbu Y ialah panjang lesio HDB (cm).
29
Pengukuran intensitas perkembangan penyakit HDB ini secara kumulatif dilakukan dengan penghitungan AUDPC. Penyemprotan dengan suspensi bakteri C32a menunjukkan nilai AUDPC terendah hingga 49.10 cm.hari (Gambar 7). Berdasarkan hasil pengukuran intensitas serangan penyakit, perlakuan dengan isolat C32a membentuk grafik linear serangan HDB dengan nilai terendah (Gambar 7). Perlakuan dengan isolat Pf dan tembaga sulfat menunjukkan garis linear yang hampir berhimpit karena memiliki nilai yang hampir sama yang menunjukkan kedua perlakuan ini tidak berbeda nyata (Lampiran 3). Sedangkan isolat E31 menunjukkan garis yang tidak linear dan memiliki nilai serangan penyakit yang lebih tinggi dari pada kontrol sakit dengan Xoo. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi isolat E31 kurang efektif untuk menekan perkembangan gejala penyakit HDB. Intensitas serangan HDB
14 12 10 8 6 4 2 0 6
9
12
Waktu Pengamatan (Hari)
15
18
AUDPC 69.19 101.80 91.34 92.42 64.71 49.10 70.63 80.92 110.88 97.65
Tembaga sulfat Xoo II.14 I.5 Pf C32a C32b I.21 E.31 E.65
Gambar 7 Intensitas serangan HDB pada tanaman padi dan nilai AUDPC (cm.hari). Tinggi Tanaman. Tinggi tanaman padi 1 minggu setelah tanam (mst) menunjukkan perlakuan penyemprotan dengan suspensi tembaga sulfat, E65, C32a, dan E31 tidak berbeda dengan perlakuan akuades steril (Gambar 8). Namun perlakuan dengan penyemprotan suspensi I.5, C32b, Pf, I.21 dan II.14 menunjukkan perbedaan dengan perlakuan akuades steril (Lampiran 4). Pengamatan tinggi tanaman pada 2 dan 3 mst menunjukkan perlakuan penyemprotan dengan suspensi E65, E31, I.21, C32b, C32a, dan Pf tidak berbeda dengan perlakuan akuades steril. Perlakuan E65, E31, C32a, I.21, Pf, C32b, dan I.5 menunjukkan tinggi tanaman yang cenderung sama dengan perlakuan yang disemprot akuades steril
30
pada 4 mst hingga 6 mst. Tinggi tanaman padi 7 mst menunjukkan perlakuan penyemprotan dengan suspensi isolat E65, E31, C32a, I.5, C32b, Pf, dan I.21 tidak berbeda dengan perlakuan akuades steril. Pengamatan tinggi tanaman padi pada 8 dan 9 mst menunjukkan perlakuan penyemprotan dengan suspensi E65, E31, C32a, C32b, I.21, Pf, dan I.5 juga tidak berbeda dengan perlakuan akuades steril. Namun secara keseluruhan pengamatan dari 1 mst hingga 9 mst menunjukkan bahwa perlakuan dengan E65 memiliki kecenderungan meningkatkan tinggi tanaman padi hampir sama dengan tinggi tanaman padi pada perlakuan menggunakan akuades steril. Sedangkan dari pengamatan 3 mst hingga 9 mst menunjukkan bahwa perlakuan dengan penyemprotan tembaga sulfat (kontrol pembanding kimia) dan suspensi II.14 memiliki kecenderungan tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol akuades steril. Jumlah Anakan. Saat 1 mst jumlah anakan padi seluruh perlakuan dengan isolat bakteri menunjukkan tidak berbeda dibandingkan perlakuan akuades steril (Gambar 9). Jumlah anakan yang muncul dengan perlakuan II.14 cenderung lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan isolat-isolat lainnya (Lampiran 5). Jumlah anakan padi 2 mst pada perlakuan isolat E31, C32a, dan I.21 menunjukkan jumlah anakan cenderung lebih banyak dari pada perlakuan akuades steril. Penyemprotan dengan suspensi E31 menunjukkan jumlah anakan cenderung lebih banyak dari pada perlakuan dengan akuades steril. Suspensi isolat I.21, E31, C32a, C32b, Pf, E65, II.14, I.5 dan tembaga sulfat yang disemprotkan pada tanaman padi pada 3 mst menunjukkan jumlah anakan tidak berbeda dengan perlakuan akuades steril. Namun penyemprotan dengan suspensi I.21 menunjukkan jumlah anakan sebanyak 10,11 lebih banyak dari pada jumlah anakan dengan perlakuan akuades steril yaitu 7,89 (Lampiran 5). Jumlah anakan padi 4, 5, dan 6 mst pada perlakuan isolat I.21, E31, C32a, Pf, C32b, E65, II.14, I.5 dan tembaga sulfat tidak berbeda dengan perlakuan akuades steril. Sedangkan pada pengamatan 7,8, dan 9 mst perlakuan I.21, E.31, C32a, Pf, C32b, E65, II.14, tembaga sulfat, dan I.5 tidak beda dengan perlakuan akuades steril. Namun dari 7 mst hingga 8 mst hanya perlakuan isolat I.21 yang menunjukkan jumlah anakan cenderung lebih banyak dari pada perlakuan akuades steril. Berbeda halnya pada 9 mst, perlakuan menggunakan isolat E31
31
menunjukkan jumlah anakan lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan isolatisolat lainnya. Tinggi tanaman padi 0 mst 35 30 25 20 15 10 5 0
20 15 10 5 0
60 50
d
40
cd
abcd abcd abc bcd abcd
ab
ab
30 20 10 0
Tinggi tanaman padi 4 mst 80
a bcd d
60
cd
abc abc abc abc abc
ab d
ab ab
40 20 0
70 60 50 40 30 20 10 0
80 70 60 50 40 30 20 10 0
a bcd d
a
bc
80
a
60
bc
c
b
ab ab ab ab ab
a
a
100 80
40
20
20
0
0
100
80 60
a
Tinggi tanaman padi 8 mst ab abc abc ab abc abc cd bc d
cd
d
ab ab
a
a
Tinggi tanaman padi 7 mst a abc ab abc abc bc abc
a
60
40
100
a
cd
abc abc abc abc abc
Tinggi tanaman padi 5 mst ab ab ab ab ab bc c
Tinggi tanaman padi 6 mst 100
Tinggi tanaman padi 1 mst abc ab bcd bcd bcd ab cd d
Tinggi tanaman padi 3 mst
Tinggi tanaman padi 2 mst a bcd
a
a
80
a
cd d
Tinggi tanaman padi 9 mst a ab ab ab bc abc abc
a
60 40
40 20 0
20 0
Gambar 8 Tinggi tanaman padi yang diberi perlakuan dengan isolat biokontrol. Keterangan: Sumbu X ialah perlakuan kontrol dan perlakuan isolat. Sumbu Y ialah tinggi tanaman padi (cm).
32 Jumlah anakan padi 0 mst 5.0
7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0
14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0
16.0 14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0
16.0 14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0
c
Jumlah anakan padi 2 mst ab a abc bc bc abc bc abc
ab
Jumlah anakan padi 4 mst a ab ab ab b ab b
ab
b
b
Jumlah anakan padi 6 mst a ab b ab ab ab b
a
abc
14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0
Jumlah anakan padi 1 mst a ab ab ab ab ab ab ab ab b b
abc c
Jumlah anakan padi 3 mst a abc abc bc abc c c
ab abc
Jumlah anakan padi 5 mst
a ab
a ab
Jumlah anakan padi 8 mst a ab abc c abc abc abc abc abc bc c
16.0 14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0
16.0 14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0
16.0 14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0
ab
b
abc bc
abc
bc
b
b
b
ab ab ab
a
a ab
Jumlah anakan padi 7 mst a a abc ab abc abc abc c bc
c
Jumlah anakan padi 9 mst a ab abc abc abc abc abc c
Gambar 9 Jumlah anakan padi yang diberi perlakuan dengan isolat biokontrol. Keterangan: Sumbu X ialah perlakuan kontrol dan perlakuan isolat. Sumbu Y ialah jumlah anakan padi.
33
Jumlah Malai. Pengamatan jumlah malai padi dilakukan saat 9 mst. Perlakuan penyemprotan dengan isolat I.21, C32a, Pf, C32b, dan E31 pada tanaman padi yang terserang Xoo menunjukkan jumlah malai tidak berbeda dengan jumlah malai pada perlakuan dengan akuades steril (Gambar 10). Sedangkan perlakuan dengan isolat II.14, tembaga sulfat, E65, dan I.5 menunjukkan jumlah malai yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan akuades steril. Jumlah Malai
12 10
a
8
bc bc
6
bc
a
a
a
a
ab c
bc
4 2 0 Akuades Tembaga Steril sulfat
Xoo
II.14
I.5
Pf
C32a
C32b
I.21
E.31
E.65
Perlakuan
Gambar 10 Jumlah malai padi yang terserang Xoo dan diberi perlakuan dengan isolat biokontrol dan panen 9 minggu setelah tanam. Produksi Gabah. Produksi padi yang terserang Xoo cenderung lebih tinggi pada perlakuan dengan penyemprotan bakteri biokontrol C32a, Pf, C32b, dan I.21 dari pada dengan akuades steril. Penyemprotan dengan isolat C32a menghasilkan produksi gabah paling tinggi dibandingkan perlakuan yang lain yaitu sebesar 16,44 g untuk bobot basah dan 14,86 g untuk bobot kering gabah (Lampiran 6). Sedangkan perlakuan dengan isolat I.5, II.14, E31, E65, dan tembaga sulfat menunjukkan hasil gabah yang lebih rendah dari pada perlakuan dengan akuades steril. Bobot gabah (g)
20 b 15 10 5
d de
de
de
e
de e
de
d
a
a
b
bc
bc
c
c de d
d
dede
0 Akuades Tembaga Xoo Steril sulfat
II.14
I.5
Pf
C32a
C32b
I.21
E.31
E.65
Perlakuan
Gambar 11 Bobot gabah padi yang terserang Xoo dan diberi perlakuan dengan isolat biokontrol panen panen 9 minggu setelah tanam. Keterangan: (■) Bobot Basah, ( ■) Bobot Kering.
34
Aplikasi dengan isolat-isolat biokontrol tidak mengganggu pertumbuhan tanaman padi ditinjau dari tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai, serta bobot gabah hingga 9 mst, walaupun tanaman padi sudah terserang Xoo. Namun demikian untuk mengetahui apakah panjang lesio yang diakibatkan oleh Xoo berkorelasi terhadap produksi padi pada saat panen maka dilakukan analisis regresi (Gambar 12).
Jumlah Malai
a) 10 8 6 4 2 0
y = ‐0,9503x + 13,666 R² = 0,4957
0
2
4
6
8
10
Panjang lesio HDB (cm)
Bobot gabah basah (g)
b) y = ‐3,109x + 32,848 R² = 0,8721
20 15 10 5 0 0
2
4
6
8
10
8
10
Panjang lesio HDB (cm)
Bobot gabah kering (g)
c) 20
y = ‐2,9171x + 30,05 R² = 0,8955
15 10 5 0 0
2
4
6
Panjang lesio HDB (cm)
Gambar 12 Regresi panjang lesio HDB terhadap produksi padi pada saat panen. Keterangan grafik: (a) panjang lesio HDB terhadap jumlah malai padi, (b) panjang lesio HDB terhadap bobot gabah basah, dan (c) panjang lesio HDB terhadap bobot gabah kering.
35
Hasil analisis regresi dengan korelasi sedang memiliki kisaran nilai 0,40 ≤ 0,59, korelasi kuat dengan nilai 0,6 ≤ 0,79, dan korelasi sangat kuat dengan nilai 0,80 ≤ 1 (Sugiyono 2006). Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa panjang lesio HDB pada tanaman padi terhadap jumlah malai berkorelasi sedang dengan nilai sebesar 0,4957 (Gambar 12a). Namun panjang lesio HDB menunjukkan korelasi yang kuat terhadap bobot gabah basah yang dihasilkan, hal ini terlihat pada nilai korelasi yang mencapai 0,8721 (Gambar 12b). Dan panjang lesio HDB juga menunjukkan korelasi yang kuat terhadap bobot gabah kering yang dihasilkan (Gambar 12c).
36
37
PEMBAHASAN Biakan P. aeruginosa C32a dan C32b mampu tumbuh dalam waktu 24 jam dan mengubah warna media King’s B menjadi hijau kekuningan karena isolat tersebut mampu mengeluarkan berbagai pigmen piosianin (biru-hijau), pioverdin (kuning-hijau), dan piorubin (merah-coklat) (King et al.1998). Bakteri ini termasuk Gram negatif, aerob, berbentuk batang, dengan motalitas unipolar. Sedangkan P. fluorescens ialah bakteri Gram negatif dan berbentuk batang. Media King’s B ialah media yang memiliki kandungan Fe sangat rendah sehingga sesuai untuk pembentukan siderofor oleh P. fluorescens. Serratia marcescens termasuk bakteri Gram negatif dan bersifat anaerob fakultatif. Isolat B. cereus II.14 merupakan bakteri Gram positif penghasil endospora, berbentuk sel batang, penataan berantai dan bersifat aerobik (Tay et al. 2008). Endospora dari jenis bakteri ini tahan terhadap panas dan kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan serta mampu membentuk kecambah dalam larutan yang mengandung NaOH dan HCl (Vecchi & Dargo 2006). Koloni bakteri patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) berbentuk bulat, berwarna kuning, berlendir, permukaan timbul, dengan tepian rata, bersifat Gram negatif. Bakteri ini tumbuh baik pada media WA menghasilkan koloni yang lebih besar dan lendir lebih banyak, dibandingkan ketika bakteri ditumbuhkan pada media NA. Menurut Yamasaki et al. (2006) isolat Xoo berukuran 0,50-0,80 µm x 1,30-2,30 µm, berbentuk batang pendek dengan kedua ujungnya membulat, menghasilkan pigmen yang tidak larut dalam air. Xoo memiliki kapsul, tidak berspora, dan bergerak dengan satu bulu cambuk (flagellum monotris). Uji reaksi hipersensitif biasanya menggunakan tanaman tembakau karena merupakan tanaman model yang telah diketahui secara lengkap sekuen gennya termasuk gen yang menyandikan resistensi tanaman, serta ruang di antara pembuluh daun lebar, dan permukaan daun tidak mengandung lignin sehingga mudah untuk menginfiltrasikan suspensi isolat. Selain itu tanaman tembakau mudah dibudidayakan dan dipelihara (Widyawati 2008). Pengujian hipersensitif pada daun tembakau ditandai dengan terjadi nekrosis atau tidak pada daun tembakau yang diinjeksi isolat uji dan isolat patogen.
38
Menurut Zhu et al. (2000) isolat yang menghasilkan reaksi hipersensitif (HR) positif akan muncul gejala nekrotik, berarti bersifat patogenik sehingga tidak dapat dijadikan sebagai biokontrol. Nekrosis ialah munculnya bercak gelap dan berubah menjadi kuning kecoklatan yang menandakan terjadi kematian jaringan tanaman akibat terinfeksi patogen setelah inokulasi selama 48 jam. Tingkat keparahan penyakit bertambah seiring pemanjangan waktu pengamatan. Injeksi dengan menggunakan inokulum Xoo menyebabkan nekrosis. Sedangkan injeksi dengan isolat uji tidak menunjukkan nekrosis, demikian juga dengan akuades steril sebagai kontrol negatif menunjukkan reaksi yang sama. Reaksi hipersensitif merupakan proses kematian sel yang cepat dan terlokalisasi. Proses kematian sel karena terjadinya agregasi sitoplasma, penghentian
aliran
sitoplasma,
hilangnya
permeabilitas
membran
sel,
meningkatnya respirasi, akumulasi dan oksidasi senyawa fenol dan pembentukan fitoaleksin. Reaksi ini muncul pada tanaman yang terinfeksi saat pengenalan patogen yang merupakan usaha untuk menghambat pertumbuhan patogen (Widyawati 2008). Respon hipersensitif dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap terinduksi, periode laten, dan kematian sel atau jaringan. Tahap induksi terjadi 1,5-3 jam setelah daun diinjeksi dengan suspensi bakteri. Pada tahap ini bakteri mengalami multiplikasi yang dilanjutkan dengan kontak sel dan pengenalan sel bakteri dengan sel tanaman. Tahap laten 7-10 jam setelah injeksi, pada tahap ini terjadi peningkatan laju respirasi, peningkatan permeabilitas membran sel tanaman dan kerusakan organel-organel sel. Pada tahap ini daun belum menunjukkan gejala nekrotik. Kematian sel merupakan tahap akhir yang terjadi 12-24 jam setelah injeksi. Pada tahap ini terjadi reaksi antara senyawa fenol yang terdapat dalam vakuola dengan subtansi yang ada di dalam sitoplasma dan terbentuk senyawa sitolitik. Pada akhirnya akan menimbulkan gejala nekrosis. Induksi hipersensitif dan patogenitas dipengaruhi oleh gen hrp yang umumnya ditemukan pada bakteri Gram negatif patogen tanaman, termasuk kelompok Xanthomonas sp. (Zhu et al. 2000). Hasil pengujian in vitro menunjukkan pertumbuhan Xoo dapat dihambat oleh isolat C32a, C32b, Pf, I.21, dan I.5 sehingga membentuk zona hambat. Zona
39
hambat yang terbentuk karena setiap mikrob menghasilkan antimikrob pada media tumbuh. Pembentukan senyawa antimikrob disebabkan berkurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel (Zou et al. 2006). Pada pengujian in vitro isolat I.21 dan I.5 menghasilkan zona hambat terkecil dibandingkan tiga isolat lainnya, hal ini dimungkinkan bahwa antimikrob kedua isolat ini kurang efektif dalam menghambat pertumbuhan
Xoo. Sedangkan
zona
hambat
terbesar
terhadap Xoo terdapat pada isolat C32a, C32b, dan Pf. Menurut Arwiyanto et al. (2007) biakan P. aeruginosa mampu memproduksi endotoksin dan produk ekstraseluler yang mendukung invasi lokal dan penyebaran mikroorganisme. Toksin dan produk ekstraseluler ini mencakup protease ekstraseluler, sitotoksin, hemolisin, dan piosianin. Berdasarkan hasil penelitian Hassanein et al. (2009) Pseudomonas sp. memiliki kemampuan untuk memproduksi metabolit sekunder yang berbeda-beda seperti siderofor pengkelat besi (Fe), amonia, dan sianida. Menurut Verschuere et al. (2000) penghambatan pertumbuhan tidak selalu berkaitan dengan produksi senyawa antimikrob seperti antibiotik, tetapi juga karena dihasilkan senyawa metabolit sekunder atau terjadi perubahan pH. Mekanisme kerja antimikrob dalam menghambat pertumbuhan bakteri antara lain menghambat pembentukan dinding sel target, menghambat pembentukan asam nukleat atau protein, serta membentuk pori-pori pada membran sel target sehingga permeabilitas sel terganggu (Tay et al. 2008). Pada awal penanaman padi digunakan pupuk NPK (1:1:1) sebanyak 1,5 g dalam 5 Kg tanah, sebagai pemberian awal untuk memenuhi kebutuhan unsur N sebelum akar mencapai pertumbuhan dan perkembangan maksimum. Unsur N berfungsi sebagai sumber tenaga untuk pertumbuhan tanaman, pembentukan anakan, bahan klorofil untuk proses asimilasi yang akhirnya memproduksi pati untuk pertumbuhan dan pembentukan gabah. Unsur P bagi tanaman untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih, membantu asimilasi dan pernafasan, dan mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah, serta merupakan unsur untuk menyusun inti sel tumbuhan diperlukan ketika tanaman membentuk jaringan baru. Sedangkan unsur K sebagai komponen yang berperan dalam reaksi enzim dalam tanaman, untuk memperbaiki rendemen gabah (Padmini 1997).
40
Daun padi IR64 yang diinokulasi dengan bakteri Xoo menunjukkan gejala HDB pada 3 hsi, timbulnya gejala seperti tersiram air panas pada luka daun padi. Pada bagian ujung daun yang digunting berubah menjadi hijau kusam kemudian muncul garis kuning sampai kecoklatan yang memanjang sepanjang berkas pembuluh. Menurut Yamasaki et al. (2006) keberhasilan infeksi bakteri patogen pada tanaman tergantung pada kontak antara bakteri dengan inang, pergerakan bakteri, dan perbanyakan bakteri di dalam jaringan tanaman inang. Bakteri menginfeksi masuk melalui sistem vaskular tanaman padi pada saat pindah tanam atau pada saat dicabut dari tempat pembibitan sehingga akarnya rusak, atau sewaktu terjadi
kerusakan
daun. Apabila
sel
bakteri
masuk
menginfeksi tanaman padi melalui akar dan pangkal batang, tanaman akan menunjukkan gejala kresek. Kresek ialah gejala yang terjadi pada tanaman berumur kurang dari 30 hari, terjadi pada saat persemaian atau baru pindah tanam. Sedangkan hawar merupakan gejala yang paling umum dijumpai pada tanaman padi yang telah mencapai fase tumbuh anakan sampai fase pemasakan. Gejala diawali dengan timbulnya bercak abu-abu kekuningan pada tepi daun. Gejala akan meluas sampai seluruh daun menjadi kering (Goto 1998). Sumber infeksi HDB dapat berasal dari jerami yang telah terinfeksi, tunggul jerami, sisa tanaman yang terinfeksi, benih, dan gulma inang. Secara alami penyakit HDB dapat ditularkan dengan bantuan angin, gesekan antara daun yang terinfeksi HDB dengan daun yang sehat, percikan air hujan, dan aliran irigasi dari satu lahan ke lahan yang lainnya. Bakteri Xoo dapat menginfeksi melalui luka yang diakibatkan oleh serangga, atau pada saat bibit padi akan ditanam biasanya bagian ujung daun digunting (Velusamy et al. 2006). Bakteri Xoo mampu menginfeksi tanaman padi melalui luka akibat pengguntingan kemudian bergerak dan bermultiplikasi menuju xilem. Akumulasi di dalam jaringan pembuluh menyebabkan terhambatnya pengangkutan air dan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman, sehingga tanaman menjadi kering dan mati (Roos & Hattingh 1987). Lubang-lubang alami pada daun seperti hidatoda juga dapat menjadi jalan masuknya Xoo ke dalam tanaman padi (Mew et al. 1984). Namun infeksi patogen melalui luka lebih mudah dibandingkan melalui hidatoda (Gnanamanickam et al. 1999). Zhu et al. (2000) melaporkan bahwa pada
41
padi varietas IR36, bakteri mampu berakumulasi pada bagian pangkal trikoma yang patah, bakteri masuk melalui luka sehingga jaringan disekitarnya menjadi kecoklatan dan mati kemungkinan karena nekrosis. Gejala lesio terbentuk oleh tekanan fisik yang diakibatkan oleh infeksi massa bakteri patogen pada ruang antar sel. Pada 3 hsi Xoo belum memperlihatkan pengaruh dari aplikasi bakteri biokontrol terhadap gejala HDB. Setelah 3 hsi Xoo, menunjukkan bahwa isolat Pseudomonas aeruginosa C32a memiliki potensi lebih baik dibandingkan tembaga sulfat sebagai pembanding kimia dalam menghambat pertumbuhan Xoo. Hal ini dimungkinkan karena efisiensi dan konsistensi pengendalian hayati sangat tergantung pada aktivitas, densitas dan lokalisasi agen biokontrol pada bagian tanaman (Duijff et al. 1997). Kolonisasi tanaman secara internal oleh bakteri merupakan aspek penting bagi efeksi agen biokontrol, kemampuan sel-sel bakteri memasuki jaringan tanaman sekaligus
berkompetisi
dengan
bakteri
lain
yang berasosiasi dengan tanaman (Quadt-Hallman et al. 1977). Lama kolonisasi daun padi oleh bakteri diduga merupakan salah satu aspek yang berperan dalam menentukan aktivitas antagonis melindungi daerah stomata pada daun padi. Selain itu bakteri P. aeruginosa mampu memproduksi piosianin, fenazin, dan asam salisilat derivat piohelin yang dapat menginduksi ketahanan sistemik induced systemic resistance (ISR) pada tanaman padi. Aplikasi piosianin pada bibit padi hidroponik dapat meningkatkan H2O2 pada permukaan akar dan pada permukaan daun (Vleesschauwer et al. 2006). Hidrogen peroksida dapat menghambat patogen secara langsung atau membentuk radikal bebas yang memiliki efek antimikrob (Silva et al. 2004). Piosianin dapat menghambat penyakit blas dan hawar pelepah pada tanaman padi (Vleesschauwer et al. 2006). Yuan dan Wang (2011) melaporkan bahwa tembaga merupakan mikroeleman penting bagi tanaman dan pestisida. Bordeaux berupa campuran CuSO4 dan kapur terhidrasi mampu mengendalikan penyakit hawar daun bakteri yang disebabkan oleh Xoo. Gen Xa13 yang dimiliki oleh Xoo dan kerja sinergis dengan dua protein yang dikodekan oleh gen COPT1 dan gen COPT5 ternyata dapat menghilangkan tembaga di dalam pembuluh xilem sehingga Xoo dapat bermultiplikasi, menyebar di sekitar sel dan menyebabkan penyakit.
42
Berdasarkan hasil pengukuran panjang lesio dari 3 hsi sampai 18 hsi, mengindikasikan bahwa perlakuan preventif pada saat tanaman padi berumur 7, 14, 28 dan 42 hari setelah tanam lebih efektif, karena aplikasi bakteri biokontrol yang bersifat antagonis akan lebih
efektif menekan
pertumbuhan Xoo.
Menurut Utkhede (2005) agen biokontrol umumnya lebih efektif bila diaplikasikan sebagai perlakuan preventif sebelum penyakit berkembang. Intensitas serangan HDB pada tanaman padi berdasarkan nilai AUDPC (kumulatif nilai panjang lesio HDB) menunjukkan bahwa isolat Serratia marcescens E31 kurang efektif menekan perkembangan gejala penyakit HDB. Dengan kata lain terjadi perbedaan perkembangan gejala penyakit lebih banyak disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan tanaman yang semakin meningkat memasuki periode generatif yang cenderung lebih rentan terhadap infeksi patogen. Someya et al. (2005) melaporkan bahwa perlakuan preventif lebih efektif, namun aplikasi lanjutan juga perlu dilakukan untuk memperoleh penekanan penyakit yang dapat bertahan lama, namun keefektifan agen biokontrol di lapangan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Selain itu, Suryadi et al. (2011) melaporkan bahwa isolat E31 berpotensi menghambat pertumbuhan cendawan patogen Pyricularia grisea karena diduga menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang bersifat antifungi. Didukung oleh penelitian Jaiganesh et al. (2007) bahwa S. marcescens mampu memproduksi enzim kitinolitik yang dapat mendegradasi dinding sel cendawan dan menginduksi reaksi pertahanan tanaman dari antifungi tertentu. Namun pada penelitian ini E31 kurang efektif menekan penyakit HDB yang disebabkan oleh X. oryzae pv. oryzae yang merupakan bakteri patogen tanaman. Jadi isolat E31 sangat efektif menghambat penyakit yang disebabkan oleh fungi tertentu tetapi kurang efektif menghambat penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen. Gejala lesio berkembang lebih cepat pada suhu tinggi dibandingkan pada suhu rendah. Devadath (1988) melaporkan suhu yang sesuai untuk pertumbuhan Xoo berkisar antara 24,3-34 0C. Sedangkan suhu pada waktu siang hari mencapai 310C, dan suhu malam hari sekitar 26 0C sehingga dapat meningkatkan panjang lesio HDB. Penularan HDB melalui percikan air, hujan, angin dan gesekan antar daun dapat memperparah tingkat penyakit bila terjadi peningkatan suhu rata-rata.
43
Aplikasi dengan bakteri biokontrol terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa setiap perlakuan tidak terdapat perbedaan tinggi tanaman bila dibandingkan dengan
perlakuan menggunakan akuades steril. Namun dari
pengamatan 1 sampai 9 minggu setelah tanam, perlakuan menggunakan isolat Bacillus firmus E65 menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan isolat lainnya, tetapi berada di bawah nilai akuades steril. Hal ini menunjukkan bahwa setiap perlakuan isolat ternyata masih mampu bertahan dengan menghasilkan tinggi tanaman yang hampir sama dengan perlakuan kontrol yaitu penyemprotan dengan akuades steril walaupun setiap perlakuan sudah diinokulasi dengan Xoo. Hasil penelitian Syachroni (2011) ternyata isolat E65 mampu menghasilkan indole acetic acid (IAA). Menurut Watanabe et al. (1987) IAA merupakan hormon pertumbuhan kelompok auksin yang berguna untuk merangsang meningkatkan pertumbuhan tanaman. Auksin berguna untuk meningkatkan pertumbuhan sel batang, menghambat proses pengguguran daun, dan merangsang pembentukan buah. Sedangkan jumlah anakan padi dari pengamatan 1 hingga 9 minggu setelah tanam menunjukkan hasil bahwa setiap perlakuan isolat tidak ada perbedaan jumlah anakan dengan perlakuan akuades steril. Perlakuan akuades steril lebih banyak menghasilkan jumlah anakan padi, diduga akibat pasokan oksigen untuk respirasi akar meningkat sehingga perkembangan perakaran ke lapisan tanah lebih dalam dan akibatnya tanaman lebih kokoh serta pembentukan anakan lebih banyak. Akan tetapi dari pengamatan 2 sampai 9 minggu setelah tanam perlakuan isolat S. marcescens E31 dan B. cereus I.21 memiliki jumlah anakan cenderung lebih banyak dibandingkan perlakuan isolat lainnya. Hal ini diduga bahwa isolat E31 dapat menghasilkan IAA yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Syachroni 2011). Jumlah malai yang terbentuk menunjukkan isolat Bacillus cereus I.21, Pseudomonas aeruginosa C32a, P. fluorescens Pf, P. aeruginosa C32b, dan S. marcescens E31 tidak terdapat perbedaan dengan perlakuan akuades steril. Namun jumlah malai pada perlakuan isolat I.21 cenderung lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan akuades steril. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun tanaman padi sudah diinokulasi dengan Xoo namun aplikasi
44
menggunakan isolat biokontrol ternyata menghasilkan jumlah malai yang hampir sama dengan perlakuan kontrol sehat pada akuades steril tanpa diinokulasi Xoo. Interaksi bakteri Bacillus sp., Pseudomonas sp., dan Serratia sp., dengan tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan melindungi tanaman dari berbagai fitopatogen dan hama. Efek langsung dari bakteri terhadap peningkatan
pertumbuhan
tanaman
yaitu
dengan
pemberian nutrisi,
mikroelemen, hormon untuk tanaman. Bakteri melakukan kolonisasi pada permukaan jaringan tanaman dan menyediakan senyawa yang menguntungkan untuk tanaman. Pseudomonas fluorescens menghasilkan pigmen kuning hijau dan aktivitas siderofor berupa pioverdin atau pseudobaktin yang dapat menginduksi ketahanan sistemik tanaman inang (Blanco & Bakker 2007). Menurut Reddy et al. (1979) serangan bakteri patogen akan menyebabkan peningkatan jumlah gabah hampa dan terjadi penurunan bobot gabah. Kerusakan yang diakibatkan oleh penyakit HDB secara kuantitatif menyebabkan turunnya hasil panen dan rendahnya bobot 1000 biji, sedangkan kerusakan kualitatif ditunjukkan oleh tidak sempurnanya pengisian gabah dan gabah mudah pecah pada saat digiling. Namun produksi padi menunjukkan bobot gabah basah dan bobot gabah kering pada perlakuan C32a, Pf, C32b, dan I.21 berbeda nyata terhadap perlakuan akuades steril. Hal ini menunjukkan bahwa penyemprotan dengan bakteri-bakteri tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap bobot gabah. Bakteri-bakteri yang digunakan sebagai biokontrol ini merupakan bakteri potensial yang dapat memacu pertumbuhan tanaman padi. Bacillus sp. menghasilkan IAA yang tinggi dan pelarut fosfat yang baik sehingga dapat meningkatkan ketersediaan fosfat dalam tanah yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman sebagai sumber nutrisi (Nishijima et al. 2005). Pseudomonas sp. juga merupakan bakteri penghasil IAA dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Shanthini et al. 2005). Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa panjang lesio HDB pada tanaman padi terhadap jumlah malai, bobot gabah basah, dan bobot gabah kering padi menunjukkan korelasi positif. Panjang lesio HDB pada tanaman padi terhadap jumlah malai padi menunjukkan korelasi sedang dengan nilai sebesar 0,4957. Hal ini menjelaskan bahwa hanya 49,50% keterlibatan panjang lesio HDB yang
45
memiliki kecenderungan mempengaruhi jumlah malai, kemungkinan ada variabel bebas lainnya yang mampu mempengaruhi jumlah malai bukan hanya panjang lesio HDB (Sugiyono 2006). Sedangkan panjang lesio HDB terhadap bobot gabah basah menunjukkan korelasi sangat kuat dengan nilai sebesar 0,8721. Hal ini menjelaskan bahwa 87,21% panjang lesio HDB memiliki kecenderungan sangat kuat mempengaruhi bobot gabah basah, sehingga semakin panjang lesio HDB yang terbentuk maka semakin rendah bobot gabah basah, dan akan mempengaruhi jumlah panen yang dihasilkan. Sama halnya juga terjadi pada bobot gabah kering dengan nilai korelasi sangat kuat sebesar 0,8955, sehingga menjelaskan bahwa 89,55% keterlibatan panjang lesio HDB terhadap bobot gabah kering. Maka semakin tinggi panjang lesio yang terbentuk karena HDB sehingga memiliki kecenderungan bobot gabah kering yang dihasilkan semakin rendah. Ternyata dari hasil analisis regresi panjang lesio kurang mempengaruhi jumlah malai yang terbentuk, namun memiliki kecenderungan dapat mempengaruhi bobot gabah basah dan bobot gabah kering pada saat panen. Agen biokontrol dapat menghambat perkembangan penyakit maupun populasi patogen melalui beberapa cara, yaitu produksi senyawa antibiosis, persaingan ruang atau nutrisi, kompetisi pemanfaatan unsur Fe melalui produksi siderofor, induksi mekanisme resistensi, inaktivasi faktor perkecambahan patogen, degradasi faktor patogenitas misalnya toksin, parasitisme yang melibatkan produksi enzim ekstraseluler pendegradasi dinding sel misalnya β-1,3 glukanase (Keel & Defago 1997). Kemampuan bakteri biokontrol dalam menekan penyakit yang disebabkan oleh fungsi 2,4-diasetilfloroglusinol yang diproduksi oleh Pseudomonas sp. dapat menghambat pertumbuhan Xoo yang menyebabkan penyakit HDB (Velusamy et al. 2006). P. aeruginosa menghasilkan antibiotik fenazin memiliki spektrum luas terhadap bakteri dan cendawan. Senyawa fenazin terlibat dalam transformasi oksidasi-reduksi sehingga terjadinya akumulasi radikal superoksida yang bersifat racun pada sel target, senyawa ini juga dapat menginduksi resistensi sistemik (Price et al. 2006). Menurut Neilands dan Nakamura (1991) siderofor pioverdin atau pseudobaktin yang diproduksi oleh Pseudomonas fluorescens WCS347, P. fluorescens ATCC13525, dan P. fluorescens 17400 termasuk
46
senyawa kromoforpeptida. Kromoforpeptida siderofor ialah struktur seperti membran yang mengandung pigmen dan mengikat mineral besi. Kromoforpeptida siderofor yang dihasilkan oleh Pseudomonas spp. merupakan gabungan katekolat dan hidroksamat yaitu Tris N-metiltioformohidroksamat yang dapat mengikat dua molekul Fe3+. Sedangkan senyawa Tris N-metiltioformohidroksamat dapat membunuh bakteri dan cendawan (Weisbeek & Gerrits 2000). Biakan B. cereus menghasilkan asam salisilat, asam jasmonat, dan etilen. Senyawa tersebut juga dapat menginduksi resistensi sistemik (Niu et al. 2011). Namun mekanisme tersebut bukan menjadi satu-satunya mekanisme penghambatan yang dilakukan oleh bakteri dalam menekan penyakit yang disebabkan oleh patogen. Diperlukan mekanisme terpadu yang diduga dapat menekan kejadian penyakit sehingga agen biokontrol mampu bertindak secara langsung terhadap patogen dengan cara mensekresikan enzim ektraseluler kitinase, protease, dan selulase yang dapat melisis atau mendegradasi dinding sel patogen sehingga perkembangan patogen terhambat (Pal & Gardener 2006). Mekanisme lain seperti dihasilkannya senyawa siderofor oleh Pseudomonas sp. ikut berperan dalam menghambat pertumbuhan patogen (Fernando et al. 2006). Siderofor ialah senyawa dengan berat molekul rendah yang memiliki kemampuan mengkelat unsur besi dan memiliki afinitas tinggi terhadap Fe3+. Sehingga terjadi kompetisi antara bakteri dengan bakteri patogen dalam mengkelat besi yang keberadaannya di tanah sangat terbatas. Kondisi tersebut membuat bakteri patogen tidak tumbuh optimal karena tidak mendapatkan zat besi yang dibutuhkan. Pengambilan Fe3+ oleh bakteri tidak mempengaruhi kebutuhan tanaman akan besi yang sangat sedikit dibandingkan dengan mikroorganisme. Menurut Weisbeek dan Gerrits (2000) pengikatan ion besi dijembatani oleh senyawa katekolat, hidroksamat, atau gabungan antara hidroksamat dan asam hidroksi aspartik. Kekurangan ion besi mengurangi pertumbuhan bakteri sedangkan kelebihan zat besi akan meracuni sel bakteri. Sistem pengkelatan ion besi diatur oleh kosentrasi ion besi. Pembentukan senyawa zat besi meningkat jika bakteri ditumbuhkan pada medium dengan kandungan ion Fe3+ terbatas. Pengaturan ion besi yang dibutuhkan bakteri dikendalikan oleh gen Fur yang terdapat dalam sitoplasma.
47
Mekanisme tidak langsung juga kemungkinan dapat terjadi dalam menekan kejadian penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. yang menghasilkan IAA dapat memacu pertumbuhan tanaman. Mekanisme tidak langsung lainnya melalui induce systemic resistance (ISR). Mekanisme ISR terjadi sebagai akibat perubahan fisiologis tanaman yang kemudian menstimulasi terbentuknya senyawa kimia yang dapat menguatkan sistem pertahanan tanaman terhadap serangan patogen. Sistem pertahanan yang terjadi dapat berupa modifikasi struktural dinding sel atau perubahan reaksi biokimia pada tanaman inang. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan adanya induksi ketahanan sistemik oleh bakteri yaitu adanya sumbangan lipopolisakarida oleh bakteri, produksi siderofor oleh bakteri, dan produksi asam salisilat (Rammamoorthy et al. 2001). Penelitian yang dilakukan ini menunjukkan sebuah potensi pengembangan aplikasi isolat-isolat bakteri yang berfungsi sebagai agen biokontrol dapat menghambat pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae serta dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman padi dan produksi padi.
48
49
SIMPULAN Isolat Pseudomonas aeruginosa C32a dan C32b, P. fluorescens Pf, Bacillus cereus I.21, dan Bacillus sp. I.5 memiliki potensi yang baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen tanaman padi X. oryzae pv. oryzae secara in vitro. Aplikasi di rumah kaca hanya isolat P. aeruginosa C32a dan C32b, P. fluorescens ATCC 13525, dan Bacillus cereus I.21 memiliki kecenderungan menghasilkan bobot gabah padi IR64 yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan menggunakan akuades steril dan pestisida kimia yang mengandung bahan aktif tembaga sulfat.
50
51
DAFTAR PUSTAKA Abdullah B. 2002. Wild species Oryza spp. : a prospective source of bacterial blight resistance for rice breeding. J Penel Pertan Tan Pangan 21:1-5. Agustiansyah. 2009. Perlakuan benih untuk perbaikan mutu fisiologi dan patologis benih padi serta efisiensi pemupukan fosfat [tesis]. Bogor: Mayor Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor. Arwiyanto T, Maryudani YMS, Azizah NN. 2007. Sifat-sifat fenotik Pseudomonas fluorescens, agensia pengendali hayati penyakit lincat pada Tembakau Temanggung. J Biodiversitas 8:147-151. Asman A. 1996. Penyakit layu pada tanaman nilam dan cara pengendaliannya. Di dalam: Integrated Control on Main Disease of Industrial Crops. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan; Bogor, 13-14 Mar 1996. Bogor: Research Institute for Spice and Medicinal Crops, Bogor. hlm 284-290. Astuti RI. 2008. Analisis karakter Pseudomonas sebagai agen pemacu tumbuh pertumbuhan tanaman dan biokontrol fungi patogen [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Bai Y, Zhou X, Smith DL. 2003. Enhanced soybean plant growth resulting from co inoculation of Bacillus strains with Bradyrhizobium japonicum. Crop Sci 43:1774-1781. Beatty PH, Susan EJ. 2002. Paenibacillus polymyxa produce fusaricidin-type antifungal antibiotic active againts Leptospaeria maculans, the causative agent of blackleg disease of canola. Can J Microbiol 48:159-169. Bizani D, Brandelli A. 2002. Characterization of bacteriocin produced by a newly isolated Bacillus sp. Strain A. J Appl Microbiol 93:512-519. Blanco JM, Bakker PAHM. 2007. Interaction between plant and beneficial Pseudomonas spp: exploiting bacterial traits for crop protection. Springer Sci Rev 92:367-389. Carbonell GV, Amorim CRN, Furumura MT, Darini ALC, Foseca BAL, Yano T. 2003. Biological activity of Serratia marcescens cytotoxin. Braz J Med Biol Res 36:351-359. Chermin L, Chet I. 2002. Microbial enzymes in the Biocontrol of Plant Pathogens and Pests. Di dalam: Burn RG, Dick RP, editor. New York: Maecel Dekker, Inc. Enzymes in the Environment. hlm 171-226.
52
[Deptan] Departemen Pertanian. 2011. Penyakit padi karena bakteri [terhubung berkala].htpp://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php/in/penyakit-padikarena-bakteri/204-penyakit-hawar-daun-bakteri-blb-in[20 November 2011]. Devadath S. 1988. Chemical control on bacterial blight of rice. International workshop on bacterial blight of rice. IRRI. hlm 20-21. Dirmawati SR. 2005. Penurunan intensitas penyakit pustule bakteri kedelai melalui strategi cara tanam tumpangsari dan penggunaan agensia hayati. J Agrijati 1:7-10. Duijff BJ, Gianinazzi P, Lemanceau P. 1997. Involvement of the outermembrane lipopolysacharides in the endophytic root colonization of tomato roots by biocontrol Pseudomonas fluorescens strain WCS417r. J Phyto 135:325-334. Dwivedi D, Johri BN. 2003. Antifungals from Fourescens pseudomonads: biosynthesis and regulation. Curr Sci 85:1693-1703. Fernando WGD, Nakkeran S, Zhang Y. 2006. Biosynthesis of antibiotic by PGPR and its relation in biocontrol of plant disease. Di dalam: Siddqui ZA, Editor. PGPR: Biocontrol and Biofertilizer. Zeeland: Springer. hlm 23-35. Gerami E, Hassanzadeh N, Abdollahi H, Hajmansoor S. 2011. Biological control of fire blight disease Erwinia amylovora under field condition of Karaj, Iran. J Phyto 101:60-68. Gnanamanickam SS, Priyadarisini VB, Narayanan NN, Vasudevan P, Kavitha S. 1999. An overview of bacterial blight disease of rice and strategies for its management. Curr Sci 77:1435-1443. Goto M. 1998. Kresek and pale yellow leaf systemic symptoms of bacterial leaf blight of rice caused by Xanthomonas oryzae. PI Dis Rep 48:858-861. Hassanein WA, Awny NM, El-Mougith AA, Salah El-Dien SH. 2009. The antagonistic activities of some metabolites produced by Pseudomonas aeruginosa Sha8. J Appl Sci Res 5:404-414. He L, Weiliang C, Yang L. 2005. Production and partial characterization of bacteriocin like peptides by Bacillus licheniformis ZJU12. J Microbiol Res 161:321-326. Hejazi A, Falkiner FR. 1997. Serratia marcescens. J Med Microbiol 46:903-912. Holt JG, Kreig NR, Sneath PHA, Staley JT, Williams ST. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Lipponicott W, Wilkins, editor. Ed ke-9. Philadelphia. hlm 63-67.
53
Hu J, Qian W, He C. 2007. The Xanthomonas oryzae pv. oryzae eglXoB endoglucanase gene is required for virulence to rice. FEMS Microbiol Lett 269:273-279. Isramilda. 2007. Karakterisasi zat antimikrob penghambat pertumbuhan Vibrio harveyi dan Escherichia coli dari Bacillus sp. asal tambak udang [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Jack RW, Tagg JR, Ray B. 1995. Bacteriosin of Gram-positive bacteria. Microb Rev 59:171-200. Jaiganesh V, Eswaran A, Balabaskar P, Kannan C. 2007. Antagonistic activity of Serratia marcescens against Pyricularia oryzae. Not Bot Hort Agrobot Cluj 35:48-54. Keel C, Defago G. 1997. Suppression of root diseases by Pseudomonas fluorescens CHA0: importance of the bacterial secondary metabolite 2,4diacetylphloroglucinol. Mol Plant Microbe Interact 5:4-13. Khaeruni AR. 2001. Masalah penyakit HDB pada padi dan pemecahannya. J Penel Pertan Tan Pangan 25:108-109. King EO, Ward MK, Raney DE. 1998. Two simple media for the demonstration of pyocyanin and fluorescein. J Lab Clin Med 44:301-7. Lisboa MP, Bonatto D, Bizani D, Henriques JAP, Brandelli A. 2006. Characterization of a bakteriosin-like substance produced by Bacillus amyloliquefaciens islolated from the Brazilian Atlantic forest. Int Microbiol 9:111-118. Loccoz YM, Defago G. 2004. Life as a biocontrol Pseudomonads. Di dalam: Ramos JL, editor. Pseudomonas. Volume ke-1. New York: Plenum Publishers. hlm 44-50. Machmud M, Farida. 1995. Isolasi dan identifikasi bakteri antagonis terhadap hawar daun padi. Di dalam: Risalah Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah PFI. Yogyakarta. hlm 295-296. Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2000. Brock Biology of Microorganisms. New Jersey: Prentice-Hall. International Edition. hlm 255-260. Mew TW, Mew C, Huang JS. 1984. Scanning electron microscopy of virulent and avirulent strains of Xanthomonas campestris pv. oryzae on rice leaves. J Phyto 74:635-641.
54
Mubarik NR, Mahagiani I, Putri AA, Santoso S, Rusmana I. 2010. Chitinolytic bacteria isolated from chili rhizosphere: chitinase characterization and application as biocontrol for whitefly (Bemisia tabaci Genn.). Am J Agric Biol Sci 5:430-535. Nakayachi O. 1995. Transposon mutagenesis of Xanthomonas oryzae pv. oryzae and partial characterization of isolated mutans expressing reduced virulence. Bull RIAR Ishikawa Agr Coll 4:75-85. Nawangsih AA. 2006. Seleksi dan karakterisasi bakteri biokontrol untuk mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tomat [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Neilands JB, Nakamura K. 1991. Detection, Determination, Isolation, Characterization, and Regulation of Microbial Iron Chelator. Di dalam: Winkelman G, editor. Handbook of Microbial Iron Chelates. CRC Press. Boca Raton. New York. hlm 1-14. Nishijima T, Toyota K, Mochizuki M. 2005. Predominant culturable Bacillus sp. in Japanese arable soils and their potential as biocontrol agents. Microb Environ 20:61-68. Niu DD, Liu HX, Jiang CH, Wang YP, Wang QY, Jin HL, Guo JH. 2011. The plant growth promoting rhizobacterium Bacillus cereus AR156 induces systemic resistance in Arabidopsis thaliana by simultaneously activating salicylate and jasmonate/ethylene dependent signaling pathways. J Phyto 5:533-542 Nurdebyandaru N. 2008. Pemanfaatan bakteri kitinolitik asal perakaran tanaman cabai sebagai biokontrol kutu daun Aphis gossypii Glover [skripsi]. Bogor: Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Padmini OS. 1997. Pengaruh nitrogen dan Bradyrhizobium japonicum terhadap pertumbuhan kedelai (Glycine max L.) [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pal KK, Gardener BM. 2006. Biological control of plant pathogens. APSnet J The Plant Health Instructor 02:1-25. Patra et al. 2009. Antimicrobial activity of organic solvent extracts of three marine macroalgae from Chilika Lake, Orissa, India. Malay J Microbiol 5:128-131. Press CM, Wilson M, Tuzun S, Kloepper JW. 1997. Salicylic acid produced by Serratia marcescens 90-166 is not the primary determinant of induced systemic resistance in cucumber or tobacco. Am J Phyto 6:761-768.
55
Price WA, Dietrich LEP, Newman DK. 2006. Rethinking secondary metabolism: physiological roles for phenazine antibiotics. Nature Chem Biol 2:71-78. Quadt-Hallman A, Hallman J, Kloepper JW. 1997. Bacterial endophytes in cotton: location and interaction with other plant associated bacteria. J Microbiol 43:254-259. Raaijmakers JM, Bonsal RF, Weller DM. 1999. Effect of population density of Pseudomonas fluorescens on production of 2,4-diacetylphloroglucinol in the rhizosphere of wheat. J Phyto 89:470-475. Rammamoorthy V, Raguchander T, Samiyappan R. 2001. Induction of defence related protein in tomato roots treated with Pseudomonas fluorescens Pfl and Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici. Plant Soil 239:55-68. Ratna AR. 2000. Kelompok bakteri Xanthomonas campestris pv. oryzae berdasarkan patogenitasnya pada varietas padi. J Penel Pertan Tan Pangan 6:74-76. Reddy APK, Kenzie M, DI Rose, Rao AV. 1979. Relationships of bacterial blight severity to grain yield to rice. J Phytol 69:967-969. Roos IMM, Hattingh MJ. 1987. Systemic invasion of plum leaves and shoots by P. syringae pv. syringae introduced into petioles. J Phyto 77:1253-1257. Santhini E, Pradeepa D, Angayarkanni T, Kamalakannan A. 2005. Identification of biochemical markers for the selection of effective strains of Pseudomonas fluorescens against Phythium spp. Di dalam: Gnanamanickam SS, Balasubramaniam R, Anand N, editors. Procedings of the Asian Conference on Emerging Trends in Plant-Microbes Interactions. Chennai: Center for 295-Advanced Studies in Botany University of Madras. hlm 295-303. Shaner G, Finney RE. 1977. The effect of nitrogen fertilization on the expression of slow-mildewing resistance in knox wheat. J Phyto 67:1051-1056. Shen D. 1997. Microbial diversity and application of microbial product for agricultural purposes in china. Agric Ecosyst Environ 62:237-245. Silva HAS et al. 2004. Rhizobacterial induction of systemic resistance in tomato plant: non specific protection and increase in enzyme activities. Bio Control 29:288-295. Someya NK, Tsuchiya, Akutsu K. 2005. Negative interaction between antagonistic microbes phytopathogens and epiphytic microbes in biological control of plant pathogens. Di dalam: Gnanamanickam SS, Balasumbramaniam R, Anand N, editors. Procedings of the Asian Conference on Emerging Trends in Plant-Microbes Interactions. Chennai: Univ. Madras Chennai. hlm 25-29.
56
Sugio A, Yang B, White FF. 2005. Characterization of the hrpF pathogenicity peninsula of Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Mol Plant Microbe Interact 18:546-554. Sugiyono. 2006. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suparyono, Sudir, Suprihanto. 2003. Phathotype profile of Xanthomonas oryzae pv. oryzae isolate from the rice ecosystem in Java. Indonesia J Agri Sci 5:63-69. Suryadi Y, Susilowati DN, Mubarik NR, Putri KE. 2011. Antagonistic activity of indigenous Indonesian bacteria as the suppressing agent of rice fungal pathogen. J Int Environ Appl Sci, siap terbit. Syachroni FA. 2011. Efektivitas formulasi konsorsium bakteri sebagai pengendali penyakit hawar pelepah daun tanaman padi [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Tay L, Goh KT, Tan SE. 2008. An outbreak of Bacillus cereus Food Poisoning. Singapore J Medic 23:214-217. Tsuyuma S, Takikawa Y, Furutani N, Tanaka K, Kanamori H, Kondoh Y, Nagai H. 1996. Factors involved in the pathogenicity of Xanthomonas campestris pv citri. J Mol Asp Phatogen Resist 11:105-114. Utkhede R. 2005. Molecular approaches for diagnosis and biological control of diseases of green house crops. Di dalam: Gnanamanickam SS, Balasumbramaniam R, Anand N, editor. Procedings of the Asian Conference on Emerging Trends in Plant-Microbes Interactions. Chennai: Univ. Madras Chennai. hlm 11-18. Vecchi ED, Dargo L. 2006. Lactobacillus sporogenes or Bacillus coagulans: misdentification or mislabelling? J Probiotic Prebio 3:3-10. Velusamy P, Immanuel JE, Gnanamanickam SS, Thomashow L. 2006. Biological control of bacterial blight by plant associated bacteria producing 2,4diacetylphloroglucinol. Can J Microbiol 52:56-65. Verschuere L, Geert R, Patrick S, Willy V. 2000. Probiotic bacteria as biological control agents in aquaculture. J Microbiol Mol Biol 64:665-671. Vleesschauwer DD, Cornelis P, Hofte M. 2006. Redox active pyocyanin secreted by Pseudomonas aeruginosa 7NSK2 tringgers systemic resistance to Magnoporthe grisea but enhances Rhizoctonia solani susceptibility in rice. J Phyto 12:406-419.
57
Wahyudi AT, Astuti RI, Mubarik NR, Faulina SA. 2009. Detection and cloning of a gene involved in zwitermicin a biosynthesis from plant growth promoting rhizobacterium Bacillus sp. CR64. J Biotechnol 15:9-14. Watanabe I, So R, Ladha JK, Katayama FY, Kuraishi H. 1987. A new nitrogen fixing species of Pseudomonad: Pseudomonas diazotrophichus, nov. isolate from rice. Can J Microbiol 33:670-678. Weisbeek PJ, Gerrits H. 2000. Iron and biocontrol. Di dalam: Stacey G, Keen NT, editor. Vol 4. The American Phytopathological Society. St. Paul. Minnesota. hlm 102-139. Weller DM. 1988. Biological control of soilborne plant pathogens in the rhizosphere with bacteria. Ann Rev Phyto 26:379-407. West TP. 2005. Effect of carbon source on pyrimidine formation in Pseudomonas flourescens ATCC 13525. J Microbiol 160:337-342. Widyawati A. 2008. Bacillus sp. asal rhizosfer kedelai yang berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan biokontrol fungi patogen akar [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Yamasaki RAD, Murata N, Suwa T. 2006. Studies on the culture of Xanthomonas oryzae. J Bacteriol 42:946-949. Yuan M, Wang S. 2011. The role of copper in rice Xanthomonas oryzae interaction. J Mol Plant Pathol 101:207-211. Zhang LF. 2006. Eludication of the hrp cluster of Xanthomonas oryzae pv. oryzicola that control the hiversensitive respone in nonhost tobacco and pathogenicity in susceptible host rice. Appl Environ Microbiol 72:62126224. Zhu W, Magbanua MM, White FF. 2000. Identification of two novel hrpassociated genes in the hrp gene cluster of Xanthomonas oryzae pv. oryzae. J Bacteriol 182:1844-1853. Zou L et al. 2006. Elucidation of the hrp clusters of Xanthomonas oryzae pv. oryzicola that control the hypersensitive response in nonhost tobacco and pathogenicity in susceptible host rice. Appl Environ Microbiol 72:62126224.
59
LAMPIRAN
II.14
E.31
E.65
Xoo
I.21
5
6
7
8
9
Sukamandi, Jabar
Sukabumi, Jabar
Sukabumi, Jabar
Tanaman cabe Bogor, Jabar
Tanaman padi
Tanaman padi
Tanaman padi
Tanaman cabe Bogor, Jabar
Tanaman cabe Bogor, Jabar
IPBCC
Sidoarjo, Jatim
Sidoarjo, Jatim
2007
2010
2004
2004
2007
2010
2007
2007
*
*
+
+
+
*
*
+
IAA *
+
*
*
+
+
+
*
*
+
*
*
+
+
+
*
*
Enzim Kitinase PGPR * *
Sumber: Mubarik et al. (2010), Nurbedyandaru (2008), Suryadi et al. (2011), Syachroni (2011).
*Tidak diukur
I.5
4
13525
Pf ATCC IPBCC
3
Lumpur
C32b
2
Lumpur
C32a
1
No
Lampiran 1 Karakteristik isolat-isolat yang digunakan dalam penelitian ini Isolat Asal isolat Tempat isolasi Tahun bakteri isolasi Produksi isolat
+
_
_
_
_
+
+
+
*
*
+
+
_
*
*
+
_
*
+
_
+
_
*
+
Kemampuan Antagonis Xanthomonas Pyricularia Rhizoctonia oryzae oryzae solani + * +
+
*
+
+
+
_
*
+
Pyricularia grisea +
56
60
61
Lampiran 2 Komposisi bahan dalam beberapa media
Media King’S B agar
Media wakimoto agar (WA)
Komposisi
Komposisi
Jumlah
Jumlah
Peptone
20,00 g
Ca(NO3)2.4H2O
0,50 g
K2HPO4
1,50 g
Na2HPO4.2H2O
2,00 g
Agar-agar
1,50 g
Peptone
5,00 g
MgSO4 7H2O
1,50 g
Sukrosa
20,00 g
Gliserol
5,00 ml
Kentang
300,00 g
Agar bacto
1,50 g
FeSO4.7H2O
Akuades
1000 ml
Agar-agar
17,00 g
Akuades
1000 ml
.
0,50 g
Media nutrient agar (NA) Komposisi
Jumlah
Media nutrient broth (NB)
NB Difco
8,00 g
Komposisi
Jumlah
Agar-agar
20,00 g
NB Difco
8,00 g
Akuades
1000 ml
Akuades
1000 ml
Tembaga sulfat
Xoo
II.14
I.5
Pf
C32a
C32b
I.21
E.31
E.65
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
0,06 bcd
0,08 ab
0,08 abc
0,05 bcd
0,05 cd
0,06 bcd
0,07 abcd
0,05 bcd
0,09 a
0,04 d
0,00 e
3 hsi
0,48 cd
0,76 a
0,50 bc
0,32 efg
0,22 g
0,31 fg
0,60 b
0,42 cde
0,76 a
0,38 def
0,00 h
6 hsi
1,15 cd
1,41 a
1,04 d
0,72 e
0,46 f
0,63 e
1,23 bc
1,00 d
1,38 ab
0,65 e
0,00 g
9 hsi
1,93 b
3,05 a
1,65 c
1,24 d
0,77 f
1,03 e
1,95 b
1,70 c
1,86 b
0,99 e
0,00 g
12 hsi
Panjang lesio (cm)
3,05 b
4,69 a
2,27 cd
1,74 de
1,07 f
1,43 ef
2,62 bc
2,39 c
2,59 bc
1,33 ef
0,00 g
15 hsi
3,59 b
3,89 a
2,90 c
2,24 d
1,37 f
1,82 e
3,16 c
3,11 c
3,56 b
1,84 e
0,00 g
18 hsi
hsi = hari setelah inokulasi Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT)
Air steril
Perlakuan
1
No.
Lampiran 3 Pengaruh perlakuan isolat-isolat uji terhadap panjang lesio HDB dan nilai AUDPC
97,65
110,88
80,92
70,63
49,10
64,71
92,42
91,34
101,88
69,19
0
AUDPC
56
63
Tembaga sulfat
Xoo
II.14
I.5
Pf
C32a
C32b
I.21
E.31
E.65
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
19,78 d
19,78 d
27,78 ab
29,44 a
1 mst
34,33 bcd
31,33 cd
30,00 d
35,22 bcd
43,89 a
2 mst
25,56 abc 37,56 abcd
11,22 cd
10,00 d
14,33 ab
26,89 abc
25,44 abc
22,44 cd
40,44 ab
41,67 ab
39,22 abc
16,33 ab 23,89 bcd 38,11 abcd
14,67 ab
16,33 ab 23,44 bcd 37,33 abcd
10,33 d 24,22 bcd
13,78 bc
8,67 d
11,00 cd
17,44 a
0 mst
53,00 ab
52,67 ab
50,00 abc
48,89 abc
48,89 abc
48,89 abc
47,89 abc
41,44 cd
38,67 d
44,22 bcd
55,67 a
3 mst
63,89 a
62,11 ab
58,89 abc
57,78 abc
59,11 abc
57,89 abc
57,67 abc
50,11 cd
47,78 d
53,78 bcd
65,56 a
4 mst
68,78 a
66,67 a
63,00 ab
62,89 ab
62,67 ab
63,00 ab
62,56 ab
57,22 bc
51,56 c
57,22 bc
71,11 a
5 mst
Tinggi tanaman padi (cm)
mst = minggu setelah tanam Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT)
Air steril
Perlakuan
1
No
Lampiran 4 Pengaruh perlakuan isolat-isolat uji terhadap pertambahan tinggi tanaman padi
73,00 a
72,11 a
67,33 ab
67,56 ab
68,78 ab
66,89 ab
66,67 ab
62,00 b
53,89 c
60,22 bc
73,78 a
6 mst
76,56 a
74,78 a
70,00 abc
70,67 abc
73,11 ab
70,33 abc
70,78 abc
66,00 bc
56,89 d
62,56 cd
76,44 a
7 mst
79,44 a
77,44 ab
73,22 abc
73,56 abc
75,56 ab
72,89 abc
73,22 abc
69,11 bc
59,56 d
65,89 cd
81,11 a
8 mst
56
84,11 a
83,44 a
77,89 ab
78,56 ab
78,44 ab
76,00 abc
76,00 abc
73,33 bc
62,56 d
68,33 cd
84,22 a
9 mst
64
Tembaga sulfat
Xoo
II.14
I.5
Pf
C32a
C32b
I.21
E.31
E.65
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
0 mst
4,22 b
4,78 ab
4,89 ab
4,56 ab
4,89 ab
4,44 b
4,89 ab
5,44 a
4,89 ab
5,11 ab
5,00 ab
1 mst
6,11 abc
7,56 a
7,11 ab
6,78 abc
7,22 a
6,00 abc
5,56 bc
6,22 abc
5,56 bc
5,56 bc
5,44 c
2 mst
7,89 abc
9,89 ab
10,11 a
8,22 abc
8,67 abc
8,11 abc
6,67 c
7,44 bc
6,56 c
6,67 c
7,89 abc
3 mst
8,22 ab
10,33 a
10,33 a
8,78 ab
9,22 ab
9,11 ab
7,33 b
7,78 ab
7,00 b
7,22 b
8,22 ab
4 mst
8,67 ab
10,56 a
10,67 a
8,89 ab
9,78 ab
9,44 ab
7,33 b
8,00 ab
7,00 b
7,33 b
8,33 ab
5 mst
Jumlah anakan
9,00 ab
10,78 a
10,89 a
9,33 ab
9,78 ab
9,78 ab
8,00 b
8,56 ab
7,22 b
7,89 b
8,78 ab
6 mst
mst = minggu setelah tanam Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT)
Air steril
Perlakuan
1
No.
Lampiran 5 Pengaruh perlakuan isolat-isolat uji terhadap jumlah anakan tanaman padi
9,33 abc
10,89 a
11,00 a
9,67 abc
10,11 ab
10,00 abc
8,00 bc
8,78 abc
7,33 c
8,11 bc
9,11 abc
7 mst
9,44 abc
11,00 ab
11,22 a
9,89 abc
10,22 abc
10,11 abc
8,22 c
8,78 abc
7,67 c
8,33 bc
9,56 abc
8 mst
9,44 abc
11,33 a
11,22 ab
10,00 abc
10,33 abc
10,33 abc
8,33 c
8,89 abc
7,67 c
8,44 bc
9,78 abc
9 mst
56
65
66
Lampiran 6 Pengaruh perlakuan isolat-isolat uji terhadap bobot gabah padi No.
Perlakuan
Bobot basah (g) 7,83 d
Bobot kering (g)
2 Tembaga sulfat
5,84 de
5,02 de
3 Xoo
4,38 e
3,21 e
4 II.14
6,72 de
5,52 de
5 I.5
7,50 d
6,29 d
6 Pf
13,39 b
11,52 b
7 C32a
16,44 a
14,86 a
8 C32b
12,61 bc
10,77 bc
9 I.21
10,61 c
9,09 c
10 E.31
6,61 de
5,60 d
11 E.65
6,33 de
5,27 de
1 Air steril
5,52 de