i
PENINGKATAN MUTU BENIH PADI MELALUI PELLETING MENGGUNAKAN BAKTERI PROBIOTIK UNTUK MENEKAN Xanthomonas oryzae pv. oryzae
ANAK AGUNG KESWARI KRISNANDIKA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peningkatan Mutu Benih Padi Melalui Pelleting Menggunakan Bakteri Probiotik untuk Menekan Xanthomonas oryzae pv. oryzae adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016
A. A. Keswari K NIM A251130031
RINGKASAN ANAK AGUNG KESWARI KRISNANDIKA. Peningkatan Mutu Benih Padi Melalui Pelleting Menggunakan Bakteri Probiotik untuk Menekan Xanthomonas oryzae pv. Oryzae. Dibimbing oleh ENY WIDAJATI, WAWAN HERMAWAN dan GIYANTO. Bakteri probiotik yang berasal dari dalam jaringan tanaman padi (endofit 467 dan endofit 748), rhizosfer (Ralstonia pickettii TT47) serta berasal dari tanah (aktinomiset 6) diketahui mampu mengendalikan patogen. Kemampuan bakteri bertahan dalam bentuk pelet dan menekan patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae serta mempertahankan viabilitas benih padi terinfeksi belum diketahui, sehingga diuji pada penelitian ini. Uji in vitro menunjukkan isolat yang memiliki kemampuan antagonis terhadap X. oryzae pv. oryzae adalah R. pickettii TT47, endofit 467 dan aktinomiset 6. Isolat yang kompatibel yaitu endofit 467 dan aktinomiset 6. Isolat-isolat tersebut kemudian ditambahkan ke dalam formula pelet untuk diuji daya simpannya. Formula pelet (talek + CMC 1.5% + gliserol 1%) terbukti mampu mempertahankan daya simpan bakteri probiotik R. pickettii TT47, endofit 467, aktinomiset 6 dan endofit 467 + aktinomiset 6 selama tiga minggu penyimpanan. Selanjutnya, formula tersebut diaplikasikan pada benih padi yang telah diinfeksi patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Populasi patogen dan viabilitas benih dihitung tiap 2 minggu. Formula pelet (talek + CMC 1.5% + gliserol 1%) dengan penambahan aktinomiset 6 tunggal maupun kombinasi dengan endofit 467 pada benih padi Ciherang yang terinfeksi, merupakan formula terbaik dalam menekan populasi X. oryzae pv. oryzae selama 6 minggu penyimpanan. Persentase daya berkecambah dan kecepatan tumbuh tertinggi pada benih padi terinfeksi selama 6 minggu penyimpanan dihasilkan oleh perlakuan pelet dengan penambahan R. pickettii TT47 yaitu 86.67% dan 17.17% etmal-1 dan nyata lebih tinggi dibanding dengan benih terinfeksi X. oryzae pv. oryzae yang tidak diberi perlakuan pelet (62.67% dan 11.02% etmal-1). Aplikasi bakteri probiotik R. pickettii TT47, aktinomiset 6 atau aktinomiset 6 + endofit 467 dalam bentuk pelet terbukti efektif menurunkan populasi patogen X. oryzae pv. oryzae dan mempertahankan viabilitas benih padi terinfeksi selama 6 minggu penyimpanan. Kata kunci: aktinomiset 6, endofit 467, R. pickettii TT47, pelet benih
v
SUMMARY ANAK AGUNG KESWARI KRISNANDIKA. Rice Seed Quality Enhancement by Pelleting using Probiotic Bacteria to Suppress Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Supervised by ENY WIDAJATI, WAWAN HERMAWAN and GIYANTO. Probiotic bacteria included endophytic bacteria (strain 467 and 748), rhizosphere bacteria (Ralstonia pickettii TT47) and soil bacteria (Actinomycetes 6) has been reported as biocontrol agents for the disease. Since the bacteria's ability to survive in pellets form, suppressing X. oryzae pv. oryzae and maintaining viability of rice seeds infected with X. oryzae pv. oryzae has not been known thoroughly, this research was carried out to evaluate it. In vitro test revealed that isolates R. pickettii TT47, endophytic 467 and actinomycetes 6 showed antagonistic activities against X. oryzae pv. oryzae. Among them, only endophytic 467 and actinomycetes 6 that showed compatibility. Those isolate then adding into pellets formulation to know their shelf life. Pellets formulation proved capability to maintain the shelf life of isolate R. pickettii TT47, endophytic 467, actinomycetes 6 and actinomycetes 6 + endophytic 467 for three weeks of storage. Subsequently, the formula was applied to the rice seeds that have been infected by the pathogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Populations of pathogens in seeds were counted every 2 weeks. Pellets formulation (talc + CMC 1.5% + glycerol 1%) with adding actinomycetes 6 in single or in combination with endophytic 467 on Ciherang infected rice seeds is the best formulation to suppress the population of X. oryzae pv. oryzae as long as 6 weeks of storage. The highest germination percentage and growth rate in infected rice seeds during 6 weeks of storage was produced by pellets treatment with the addition of R. pickettii TT47 i.e. 86.67% and 17.17% etmal-1, respectively and significantly higher than non-pelleted rice seed infected (62.67% and 11.02% etmal -1). In conclusion, the application of probiotic bacteria R. pickettii TT47, actinomycetes 6 and actinomycetes 6 + endophytic 467 in pellet formulation effective to decrease X. oryzae pv. oryzae and maintain viability of infected rice seed during 6 weeks storage. Keywords: actinomycetes 6, endophytic 467, R. pickettii TT47, seed pellet
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vii
PENINGKATAN MUTU BENIH PADI MELALUI PELLETING MENGGUNAKAN BAKTERI PROBIOTIK UNTUK MENEKAN Xanthomonas oryzae pv. oryzae
ANAK AGUNG KESWARI KRISNANDIKA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Sugiyanta, MSi
ix
Judul
Nama NIM
: Peningkatan Mutu Benih Padi Menggunakan Bakteri Probiotik Xanthomonas oryzae pv. oryzae : Anak Agung Keswari Krisnandika : A251130031
Melalui untuk
Pelleting Menekan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Eny Widajati, MS Ketua
Dr Ir Wawan Hermawan, MS Anggota
Dr Ir Giyanto, MSi Anggota Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal ujian: 19 Januari 2016
Tanggal lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Peningkatan Mutu Benih Padi Melalui Pelleting Menggunakan Bakteri Probiotik untuk Menekan Xanthomonas oryzae pv. Oryzae ini dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Eny Widajati MS, Dr Ir Wawan Hermawan MS dan Dr Ir Giyanto MSi selaku pembimbing, serta Dr Ir Sugiyanta MSi sebagai penguji luar komisi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) yang telah penulis terima selama ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Balai Besar Tanaman Padi Sukamandi atas isolat patogen X. oryzae pv. oryzae patotipe IV yang digunakan pada penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2016 A. A. Keswari K.
xi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Pelet Benih Bakteri Probiotik Xanthomonas oryzae pv. oryzae 3 METODE Waktu dan Tempat Sumber Benih Metode Percobaan Percobaan 1. Uji Antagonis Bakteri Probiotik terhadap Patogen X. oryzae pv. oryzae Percobaan 2. Uji Kompatibilitas Bakteri Probiotik Percobaan 3. Uji Daya Simpan Bakteri Probiotik dalam Formula Pelet Percobaan 4. Uji Formula Pelet pada Benih Padi terinfeksi X. oryzae pv. oryzae 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
vi vi 1 1 2 3 3 4 5 7 7 7 7 8 8 8 9 12 21 21 21 22 27
DAFTAR TABEL 1 Kompatibilitas antar bakteri probiotik ditandai dengan pembentukan zona bening di sekitar kertas saring steril pada media NA 2 Pengaruh komposisi formulasi pelet terhadap viabilitas bakteri probiotik selama 4 minggu simpan 3 Pengaruh perlakuan benih terhadap populasi patogen X. oryzae pv. oryzae pada benih padi 4 Pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah benih padi selama 6 minggu penyimpanan 5 Pengaruh perlakuan pelet terhadap berat kering kecambah normal 6 Pengaruh perlakuan benih terhadap kecepatan tumbuh benih padi selama 6 minggu penyimpanan 7 Pengaruh faktor tunggal periode simpan dan perlakuan terhadap tolok ukur vigor serta viabilitas benih
13 14 15 16 17 18 18
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir kegiatan penelitian 2 Uji antagonis antar bakteri probiotik terhadap X. oryzae pv. oryzae (koloni berwana kuning pekat) ditandai dengan pembentukan zona bening di sekitar kertas saring pada media YDCA
7
12
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae merupakan patogen utama penyebab penyakit pada padi, mulai dari fase bibit atau umum disebut kresek hingga menjelang panen yang dikenal dengan Hawar Daun Bakteri (HDB). Pada tahun 2009-2013, sekitar 94 246 ha lahan pertanaman padi di Indonesia terserang HDB dengan 27.6 ha diantaranya puso (Ditlitanpang 2014). Penyebaran patogen X. oryzae pv. oryzae luas dan cepat terutama karena terbawa melalui benih. Inokulum patogen yang terbawa melalui benih dapat berkembang seiring dengan perkembangan tanaman dan menyebabkan penyakit pada tanaman sehat lainnya melalui udara, gesekan fisik maupun air. Patogen tersebut sulit dikendalikan karena bersifat soilborne (bertahan dalam tanah), seedborne (terbawa benih) dan dapat bertahan pada sisa-sisa tanaman serta memiliki kisaran inang yang luas. Pengendalian X. oryzae pv. oryzae umumnya melalui penyemprotan tanaman menggunakan bakterisida sintetik. Namun, teknik ini dinilai kurang ramah lingkungan dan dapat menyebabkan resistensi patogen. Oleh sebab itu, pengendalian X. oryzae pv. oryzae secara biologi menggunakan bakteri probiotik mulai dikembangkan khususnya pada tingkat benih. Bakteri probiotik mampu menghasilkan antibiotik dalam jumlah yang cukup untuk menekan perkembangan patogen sehingga meminimalisir terjadinya resistensi patogen (Nawangsih 2006). Pemberian inokulan pada benih sebelum tanam perlu dilakukan untuk memastikan ketersediaan mikroorganisme yang diinginkan dan mengurangi kemungkinan kolonisasi flora tanah indogenous ketika benih berkecambah (Ruiza et al. 2011). Bakteri probiotik adalah mikroba hidup yang memiliki manfaat bagi inangnya melalui asosiasi dengan inang atau mikroba sekitar, meningkatkan penggunaan makanan atau nilai nutrisi, resistensi penyakit atau dengan memperbaiki kualitas lingkungan (Verschuere et al. 2000). Bakteri kelompok Bacillus, Pseudomonas dan Streptomyces diketahui mampu menghasilkan antibiotik maupun metabolit sekunder lainnya untuk menekan X. oryzae pv. oryzae seperti difficidin, bacilysin, iturin, siredofor dan hidrogen sianida, serta hormon pertumbuhan seperti indole acetic acid/IAA (Miliute dan Buzaite 2011; Beric et al. 2012; Lukkani dan Reddy 2014; Harikrishnan et al. 2014; Wu et al. 2015). Pemanfaatan Bacillus subtilis dalam matriconditioning benih padi terinfeksi terbukti mampu menurunkan populasi X. oryzae pv. oryzae serta meningkatkan pertumbuhan bibit padi (Agustiansyah et al. 2010). Masalah yang dihadapi dalam pemanfaatan bakteri probiotik adalah sulitnya menyediakan bakteri yang viabel dalam jumlah banyak di lapangan. Upaya alternatif yang dapat dilakukan yaitu dengan aplikasi bakteri langsung pada benih dalam bentuk formula kering (pelet). Pelet yang baik mampu melindungi benih dan bakteri dari kondisi ekstrim (sub optimal ruang hidup, nutrisi, tekanan potensial, pH, suhu, predator) ketika di penyimpanan, transportasi dan ditabur ke lapangan sehingga viabilitas benih dan bakteri dapat dipertahankan (van Overbeek et al. 1995; Copeland dan Mc Donald 1995; van Veen et al. 1997). Pelet dapat mempermudah penanaman benih menggunakan mesin tanam, sehingga meminimalisir masuknya patogen X. oryzae pv. oryzae akibat luka pada akar saat pindah tanam. Pelet terdiri atas bahan pembawa, perekat dan inokulan. Bahan pembawa dan perekat terbaik dalam mempertahankan viabilitas benih padi telah diteliti oleh Palupi et al. (2012) yaitu Carboxy Methyl Cellulose (CMC) 1.5% + talek 1%. Penelitian sebelumnya menunjukkan formula talek dapat mempertahankan
2 viabilitas bakteri Pseudomonas flourescens RRb-11 hingga 90 hari (30.1 x 107 cfu g-1) serta dapat digunakan sebagai seed treatment yang efektif mereduksi keparahan penyakit HDB hingga 83.87% dibandingkan kontrol (Jambhulkhar dan Sharma 2014). Penelitian ini menggunakan bakteri probiotik yang berasal dari dalam jaringan tanaman/endofit (467 dan 748), tanah (aktinomiset 6) dan rhizosfer (Ralstonia pickettii TT47). Aktinomiset 6 diisolasi dari tanah sawah dan diketahui memiliki kemampuan antagonis terhadap X. oryzae pv. oryzae serta dapat diinokulasikan ke benih padi dalam bentuk formula kering (Amalia 2014). Sementara bakteri endofit dan R. pickettii TT47 akan diuji kemampuannya dalam menekan X. oryzae pv. oryzae pada penelitian ini. Pelet diharapkan mampu menekan pathogen pada benih selama di penyimpanan serta melindungi dan membawa bakteri probiotik sedini mungkin ke lapangan sehingga aktinomiset dan R. pickettii dapat mengkolonisasi tanah serta rhizosfer perakaran dengan cepat, sementara bakteri endofit masuk dan mengkolonisasi jaringan tanaman. Kombinasi bakteri-bakteri ini tentunya dapat memberikan perlindungan lebih optimum kepada tanaman dari luar dan dalam tanaman. Informasi mengenai kemampuan pelet dalam membawa bakteri probiotik dan pengaruhnya terhadap viabilitas benih padi yang terinfeksi X. oryzae pv. oryzae juga belum tersedia. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pelet dengan penambahan bakteri probiotik dalam menekan patogen X. oryzae pv. oryzae serta mempertahankan viabilitas benih padi terinfeksi di penyimpanan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menguji bakteri probiotik yang antagonis terhadap patogen X. oryzae pv. oryzae 2. Menguji bakteri probiotik yang saling kompatibel 3. Mendapatkan formula pelet yang mampu mempertahankan viabilitas bakteri probiotik dan mutu benih serta menekan infeksi X. oryzae pv. oryzae.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA Pelet Benih Pelet benih didefinisikan unit-unit berbentuk bulat yang dibuat untuk meningkatkan presisi tanam, dimana ukuran dan bentuk asli benihnya tidak terlihat lagi (ISTA 2014). Tujuan dari pelet adalah untuk merubah bentuk, berat dan ukuran benih menjadi lebih spesifik sehingga memudahkan penanaman mengunakan mesin tanam (Ilyas 2012). Berat benih yang dipelet umumnya meningkat 50-200% (Gregg dan Billups 2010). Pelet terdiri atas inokulan, bahan pembawa inokulan dan perekat. Penelitian mengenai bahan pembawa dan perekat terbaik untuk benih padi telah dilaporkan oleh Palupi et al. (2012), dimana pelapisan menggunakan talek 1% + CMC 1.5% tidak menghambat perkecambahan dan memiliki daya berkecambah benih (89%) yang tidak berbeda nyata dengan tanpa pelapisan (80.50%). Formula tersebut juga merupakan formula terbaik dibandingkan formula lainnya (alginat, arabic gum, gypsum dan gambut) untuk semua tolok ukur vigor benih padi yaitu indeks vigor (55.50%), keserempakan tumbuh (79.50%) dan kecepatan tumbuh (16.46%KN etmal-1). Faktor lingkungan seperti suhu pengeringan, suhu penyimpanan dan kadar air juga mempengaruhi kemampuan formula pelet dalam mempertahankan viabilitas benih dan bakteri. Pada benih Vigna radiata misalnya, pelapisan menggunakan substrat talek ber-pH 7 (1 kg talek + perekat 1 g CMC + 2.5 L air) + 400 mL suspensi bakteri Pseudomonas aeruginosa (3.1 x 109 cfu mL-1) mampu mempertahankan viabilitas bakteri hingga 120 hari penyimpanan (Ali et al. 2001). Pada pH yang sama, P. flourescens UTPF6 dengan formulasi bubuk bakteri (terbuat dari suspensi bakteri + Na alginat + talek) yang dikemas dalam botol kaca dan disimpan pada suhu 4 0C dengan kandungan air 15%, mampu mempertahankan viabilitas bakteri hingga 90 hari penyimpanan (Sadi dan Masoud 2012). Dengan pH dan suhu yang sama, penyimpanan P. flourescens pada kantong polyethylene dengan kandungan air 35% menggunakan media talek dan wood flour mampu mempertahankan viabilitas bakteri hingga 5 bulan penyimpanan (2 x 10 8 cfu mL-1 di awal penyimpanan dan 5 x 105 cfu mL-1 di bulan ke 5 penyimpanan) (Sallam et al. 2013). Kloepper dan Schroth (1981) melaporkan formulasi pelet menggunakan campuran talek dengan 20% xanthan gum mampu mempertahankan populasi PGPR tanpa mengalami decline pada benih kentang. Formula tersebut dapat mempertahankan populasi PGPR sebesar 8.2 x 107 cfu mL-1 selama dua bulan penyimpanan pada 4 0C. Adapun formulasi tersebut: 5 mL XG + 5 mL PGPR (109 cfu mL-1) diaduk selama 20 menit, kemudian ditambah talek (< 5x formula awal), lalu disimpan selama 3-4 hari (sampai kering) pada 12 0C, 0.5 kg formula (dust) untuk 46 kg benih. Suslow dan Schroth (1982) menggunakan cellulose methyl ether (0.5% MC w v-1 aquades) pada formula pelet sugar beet dengan rhizobakteri B4 (109 cfu mL-1). Formula ini efektif untuk mempertahankan bakteri dan tidak mempengaruhi perkecambahan. Bakteri mampu pulih setelah pengeringan selama 24 jam pada 250 C dengan populasi 1010-1012 cfu. Penyimpanan hingga 1 tahun pada suhu ambient dapat mempertahankan bakteri hingga 105 cfu benih-1. Peningkatan bobot akar terjadi sebesar 8.6 t ha-1 dan total sukrosa menjadi 26.8 cwt ha-1, rata-rata 13% lebih tinggi dibandingkan benih yang tidak dipelet.
4 Vidhyasekaran dan Muthamilan (1995) melaporkan formulasi: 10 g CMC + 1 kg talek/vermikulit diaduk dan diukur pH, apabila pH < 7 maka ditambahkan kalsium karbonat hingga pH larutan menjadi 7. Larutan lalu diautoklaf. Setelah dingin, ditambahkan 400 mL bakteri (9 x 108 cfu mL-1) + 4 g kg-1 benih, lalu dikeringanginkan selama 2 jam. Formulasi yang diaplikasikan pada benih Chickpea ini mampu mempertahankan koloni P. flourescens (107 cfu g-1) selama 240 hari penyimpanan. Bakteri Probiotik Bakteri probiotik merupakan mikroba hidup yang memiliki manfaat bagi inangnya melalui asosiasi dengan inang atau mikroba sekitar, meningkatkan penggunaan makanan atau nilai nutrisi, resistensi penyakit atau dengan memperbaiki kualitas lingkungan (Verschuere et al. 2000). Bakteri ini mampu menghasilkan antibiotik dalam jumlah yang cukup untuk menekan perkembangan patogen sehingga meminimalisir terjadinya resistensi patogen (Nawangsih 2006). Bakteri dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan lingkungan hidupnya, yaitu 1) bakteri yang hidup bebas. Bakteri ini berinteraksi dengan tanaman apabila kondisi menguntungkan; 2) rhizosfer dan filosfer, bakteri terlokalisasi pada zona tertentu seperti tanah hingga perakaran atau di permukaan epidermis daun tanaman; 3) bakteri endofit, bakteri yang mampu mengkolonisasi jaringan dan organ tanaman dengan penetrasi melalui celah interseluler (Maksimov et al. 2011). Bakteri endofit merupakan bakteri saprofit yang hidup dan berasosiasi dengan jaringan tanaman yang sehat tanpa menimbulkan gejala penyakit (Backman dan Sikora 2008). Mikroorganisme endofit memberikan manfaat ke tanaman inang dengan meningkatkan aktivitas fisiologi dari tanaman atau aktivitas lainnya dan mungkin menyediakan sumber dari komponen aktif, agen biokontrol atau promotor pertumbuhan tanaman (Hastuti et al. 2012). Penelitian Mattos et al. (2008) menggunakan Burkholderia kururiensis strain KP23T (108 sel mL-1) yang diinokulasikan pada planlet padi varietas Guarani menunjukkan adanya perbedaan nyata pada aktivitas auxin-inducible reporter DR5-GUS planlet yang diberi perlakuan inokulasi bakteri dan tidak, pada 24 jam setelah inokulasi. Hal ini mungkin diakibatkan ekspresi DR5-GUS yang berhubungan dengan kemampuan B. kururiensis memproduksi auksin dan sekresi dalam jaringan tanaman. Penelitian ini juga menunjukkan dugaan mekanisme bakteri endofit masuk ke dalam tanaman. Tahap awal yaitu masuknya bakteri ke sel-sel epidermis dari permukaan akar, dimana rambut akar merupakan zona kolonisasi terbesar munculnya bakteri. Tahap kedua ditandai oleh proliferasi bakteri melalui jaringan basal rambut akar, di mana kerusakan dangkal yang mudah terdeteksi menunjukkan sebuah proses aktif mungkin diakibatkan oleh enzim pendegradasi dinding sel, yang memungkinkani infeksi kortikal akibat dispersi apoplastic oleh bakteri. Tahap ketiga adalah invasi interseluler jaringan internal oleh bakteri yang kemudian masuk ke dalam sistem vaskular akar, di mana bakteri mungkin akan ditranslokasikan ke batang bawah di xilem. Lokalisasi utama B. kururiensis dalam pembuluh xilem menunjukkan bahwa bakteri menyebar sistematis ke tunas melalui jaringan pembuluh. Kemampuan bakteri endofit dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dilaporkan oleh Kumar et al. (2012) dimana perlakuan benih menggunakan Bacillus subtilis strain MBI 600 (2.2 × 109 cfu mL-1) menghasilkan perkecambahan tertinggi di antara perlakuan benih lainnya yaitu (95.6%), sementara kontrol 88%, begitu pula dengan panjang tunas (40.7 : 33.8 cm) dan panjang akar (12.2 : 7.9 cm). Merugu et al. (2012) menginokulasikan Rhodobacter capsulatus pada benih padi Erramallelu menghasilkan peningkatan persentase nitrogen pada perakaran kecambah, tinggi tanaman dan berat kering tanaman dibandingkan tanpa perlakuan benih. Perlakuan benih menggunakan bakteri Rb. capsulatus dengan penambahan
5 nitrogen menghasilkan panjang dan berat kering yang lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan nitrogen. Aktinomiset termasuk bakteri Gram positif berfilamen, bersifat saprofitik, mampu menjelajah jaringan tanaman dan menghasilkan spora bertahan yang dapat bertahan lama di tanah. Bakteri ini dapat memproduksi metabolit antibiotik dan senyawa antimikroba sehingga dapat membatasi serangan organisme patogen (Patil et al. 2010). Pemanfaatan bakteri ini sebagai bio-protektan dilaporkan oleh Zarandi et al. (2009), padi (varietas Kazemi) yang diinokulasi (spray) dengan Magnaporthe oryzae (penyebab penyakit rice blast) 4 x 105 konidia mL-1 saat fase tiga daun menghasilkan gejala spesifik blast pada daun sebesar 8%. Sementara tanaman yang diberi perlakuan M. oryzae + Streptomyces sindeneusis isolat 263 pada konsentrasi 3.125 mg mL-1 hanya sebesar 0.5%. R. pickettii TT47 merupakan salah satu bakteri probiotik yang koloninya berukuran 1.5 mm, berbentuk sirkular dengan pinggiran rata, agak cembung, berwarna kuning dengan permukaan yang licin. Bakteri Gram negatif ini memiliki sel berbentuk batang berukuran 1.0 x 4.0 μm, tidak memiliki endospora serta mampu menghasilkan siderofor, enzim kitinase dan melarutkan fosfat (Rustam 2012). Rustam (2012) melaporkan penggunaan R. pickettii TT47 sebagai agen biokontrol penyakit hawar pelepah yang disebabkan oleh cendawan Rhizoctonia solani dan mampu menekan penyakit hingga 79.6%. Bakteri ini diduga mampu mendegradasi dinding sel cendawan. Park et al. (2002) melaporkan penggunaan R. pickettii PKO1 sebagai bioremidioator yaitu untuk mendegradasi Trichloroethylene (TCE). Peranan bakteri probiotik dalam memacu pertumbuhan tanaman mungkin terkait dengan substansi yang dihasilkan atau kemampuan bakteri tersebut. Mbai et al. (2013) menunjukkan isolat M31 (bakteri endofit CO3) dan M32 (Pseudomonas fluorescens Mc07/d3) yang diisolasi dari benih padi Mwea Basmati 370, kemudian diaplikasikan pada tanah dengan konsentrasi 1 × 105 lebih baik dibandingkan 1 × 1010. Isolat tersebut juga secara signifikan lebih tinggi dibandingkan kontrol negatif pada tolok ukur tinggi tanaman (42.025, 34.275, 24.525 cm) dan berat kering tanaman (1.567, 1.4967, 0.363 g). Kedua isolat tersebut sama-sama Gram negatif, mampu melarutkan fosfat, fiksasi nitrogen dan memproduksi auksin. Kannan et al. (2014) mengaplikasikan isolat bakteri endofit CSR-M-16 (108 cfu (OD595 = 0.3) yang diisolasi dari mangga (Mangifera indica) aksesi ML-2 dan GPL-3 yang ditumbuhkan pada tanah salin pada benih padi yang ditanam dalam kondisi salin juga (pH 9.35 dan EC 4.2 dS/m). Isolat CSR-M-16 menunjukkan kemampuan yang signifikan dalam meningkatkan perkecambahan benih 93.33% dibanding kontrol 6.67%, vigor benih (4675.83 : 80.22), panjang akar (13.6 : 3.7 cm), panjang tunas (36.5 : 8.31 cm), berat kering akar (0.38 : 0.14 g) dan berat kering tunas (1.75 : 0.12 g). Isolat tersebut juga menunjukkan kemampuan menghasilkan IAA tertinggi (74 μg mL-1), memproduksi siredofor, hidrogen sianida dan mampu melarutkan fosfat. Penelitian yang dilakukan oleh Etesami et al. (2014) terhadap 150 isolat bakteri endofit dan rhizosfer yang berasal dari perakaran Brassica napus L. dikombinasikan dan diinokulasi pada planlet padi kultivar Khazar, 20 hari kemudian bakteri endofit yang terdapat dalam perakaran planlet diisolasi kembali dan diidentifikasi. Hasil menunjukkan hubungan yang signifikan antara tingkat kolonisasi tujuh isolat bakteri endofit + kontrol dengan IAA yang diproduksi isolat, panjang akar, bobot basah akar serta bobot kering tunas dalam kondisi in vitro. Tingkat kolonisasi bakteri berkisar antara 4.11-6.67 log10 cfu g-1 berat basah dengan IAA yang dihasilkan 11.71-18.84 μg mL-1.
6 Xanthomonas oryzae pv. oryzae X. oryzae pv. oryzae merupakan bakteri Gram negatif, tidak membentuk spora, aerobik, sel berbentuk batang lurus dengan panjang 0.7-2.9 μm dan lebar 0.40.7 μm, bergerak menggunakan satu bulu cambuk polar. Koloni bakteri X. oryzae pv. oryzae yang tumbuh pada media agar biasanya berwarna kuning, mengkilap, bulat, cembung, mukoid, dan sebagian besar tumbuh dengan lambat. Warna kuning dikarenakan bakteri memproduksi pigmen xanthomonadin (Nino-Liu et al. 2006). X. oryzae pv. oryzae adalah patogen vaskular yang dapat langsung masuk ke pembuluh melalui luka yang dihasilkan selama tanam atau dengan hujan angin. X. oryzae pv. oryzae dapat terbawa cairan gutasi dan masuk melalui hidatoda (pori air). Setelah X. oryzae pv. oryzae memasuki epithem (ruang bawah pori air), bakteri berkembang biak lalu bergerak melalui pembuluh vaskular dan masuk ke dalam pembuluh xilem. X. oryzae pv. oryzae kemudian berkembang biak kembali dan menyebar ke seluruh sistem vaskular (Leach dan Corral 2013). Pada benih padi, X. oryzae pv. oryzae dapat dengan mudah menginfeksi glume, namun gejala baru tampak pada cabang panikel. Pada kondisi penyimpanan alami (temperatur 25 35 0C) bakteri dapat terdeteksi hingga 2 bulan (Kauffman dan Reddy 1975). Patogen X. oryzae pv. oryzae dapat menyerang pertanaman padi mulai dari fase bibit (kresek) hingga menjelang panen (hawar) dengan cara mengaktifkan transkripsi gen Xa-13. Gen tersebut kemudian mengkode protein di membran plasma. Protein Xa-13 bekerjasama dengan protein COPT1 dan COPT5 untuk menghilangkan copper dari pembuluh xilem, kemudian X. oryzae pv. oryzae berduplikasi dan menyebar menyebabkan penyakit (Yuan et al. 2010). Serangan tertinggi patogen X. oryzae pv. oryzae cenderung terjadi di daerah Jawa Barat terutama pada bulan Februari (Ditlitanpang 2014). Selain itu, di Inonesia, varietas padi yang ditanam umumnya rentan terhadap X. oryzae pv. oryzae, seperti Ciherang yang hanya memiliki ketahanan terhadap patotipe III dan rentan (keparahan penyakit 25-50%) terhadap patotipe IV dan VIII (Susanto dan Sudir 2012). Penurunan hasil hingga 70% dapat terjadi ketika varietas rentan ditanam pada kondisi lingkungan yang menguntungkan patogen X. oryzae pv. oryzae (IRRI 2014). Fase kresek merupakan fase terparah karena dapat menyebabkan kematian tanaman akibat keringnya daun tanaman (Jambhulkar dan Sharma 2014). Patogen X. oryzae pv. oryzae sulit dikendalikan karena cepat dalam membentuk strain baru dengan tingkat virulensi yang beragam (Puslitbangtan 2014) serta mampu terbawa, bertahan dan ditularkan melalui benih (Kadir et al. 2009). Suryadi et al. (2013) menunjukkan formulasi kering bakteri (400 mL suspensi bakteri + 1000 g talek + 15 g CaCO3 + 10 g CMC) mampu mempertahankan viabilitas bakteri Bacillus cereus II.14 + B. firmus E65 + P. aeruginosa C3 2b + S. marescens E31 selama 2 bulan (1.0 x 107) dan mampu secara signifikan menekan keparahan penyakit HDB (37.62% dibanding kontrol 65.99%) pada padi Inpari 13.
7
3 METODE Waktu dan Tempat Percobaan dilaksanakan pada Agustus 2014 hingga Oktober 2015 di Laboratorium Fisiologi dan Kesehatan Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura serta Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Sumber Benih Benih yang digunakan adalah benih padi komersial varietas Ciherang yang diproduksi oleh PT. Sang Hyang Seri, Indonesia, telah disimpan selama dua tahun (suhu 160 C) dengan kadar air 13% dan daya berkecambah 82%. Metode Percobaan Percobaan terdiri atas empat bagian: 1) uji antagonis isolat bakteri probiotik terhadap patogen X. oryzae pv. oryzae; 2) uji kompatibilitas antar bakteri probiotik; 3) uji daya simpan bakteri probiotik dalam formula pelet; 4) pengaruh perlakuan pelet dengan penambahan bakteri probiotik pada benih padi. Adapun diagram alir kegiatan penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian
8 Pembuatan Suspensi Bakteri Probiotik dan X. oryzae pv. oryzae Isolat bakteri probiotik maupun patogen dikulturkan kembali pada Nutrient Agar/NA (endofit 467, endofit 748, R. pickettii TT47), water yeast extract/WYE (aktinomiset 6) atau Yeast Dekstrose Carbon Agar/YDCA (X. oryzae pv. oryzae). Setelah berumur 48 jam, satu ose koloni tunggal endofit, R. pickettii atau X. oryzae pv. oryzae yang muncul diinokulasikan ke dalam 10 mL media cair Nutrient Broth. Inkubasi dilakukan dalam shaker (100 rpm) selama 48 jam. Koloni tunggal aktinomiset 6 yang diperoleh pada kultur media padat WYE, dimasukkan ke dalam air destilata, lalu divortex. Suspensi tersebut digunakan untuk menginokulasi beras yang telah dicuci dan disterilisasi (autoklaf). Setelah inkubasi selama 7 hari pada suhu ruang, 1 g beras yang telah terselimuti spora aktinomiset 6 dimasukkan ke dalam air destilata hingga mencapai volume 10 mL kemudian divortex sehingga bakteri dan spora yang menempel pada permukaan beras dapat lepas (suspensi aktinomiset siap digunakan) (Amalia 2014). Percobaan 1. Uji Antagonis Isolat Bakteri Probiotik terhadap Patogen X. oryzae pv. oryzae Kemampuan bakteri probiotik dalam menghasilkan zat metabolit yang mampu menghambat X. oryzae pv. oryzae diuji pada percobaan ini. Suspensi X. oryzae pv. oryzae (107-108 cfu mL-1) sebanyak 100 μL diambil menggunakan pipet mikro kemudian disebar dengan segitiga penyebar di atas media agar YDCA. Kertas saring steril berdiameter 0.5 cm diletakkan di atas media padat YDCA. Suspensi bakteri probiotik (108-109 cfu mL-1) sebanyak 10 μL, diteteskan di atas kertas saring tersebut (Amalia 2014). Inkubasi 3-5 hari pada suhu ruang. Pengamatan terhadap ada tidaknya zona bening di sekitar kertas saring dilakukan setiap hari. Zona bening di sekitar kertas saring menunjukkan bakteri probiotik menghasilkan metabolit yang menghambat perkembangan X. oryzae pv. oryzae. Percobaan dilakukan duplo. Percobaan 2. Uji Kompatibilitas Bakteri Probiotik Aplikasi beberapa bakteri dalam satu formula hanya bisa dilakukan jika bakteri-bakteri tersebut tidak saling menghambat perkembangan satu dengan yang lain (kompatibel). Kompatibilitas antar bakteri probiotik dapat diuji menggunakan metode biakan ganda (Putra dan Giyanto 2014) melalui ada tidaknya zona bening yang terbentuk di sekitar kertas saring. Suspensi bakteri probiotik 1 (100 μL, 108-109 cfu mL-1) disebar di atas media padat NA, kemudian kertas saring steril berdiameter 0.5 cm diletakkan di atas media tersebut. Kertas saring steril tersebut lalu ditetesi 10 μL (108-109 cfu mL-1) suspensi bakteri probiotik 2. Apabila terbentuk zona bening di sekitar kertas saring steril, berarti bakteri 2 menghambat perkembangan bakteri 1 (tidak kompatibel). Untuk mengetahui apakah bakteri 1 antagonis terhadap bakteri 2, dilakukan metode yang sama. Bakteri yang menunjukkan sifat kompatibel kemudian diaplikasikan secara bersama pada percobaan 3. Percobaan diulang sebanyak dua kali. Percobaan 3. Uji Daya Simpan Bakteri Probiotik dalam Formula Pelet Suspensi bakteri probiotik (108-109 cfu mL-1) dalam bentuk tunggal (endofit 467, aktinomiset 6, R. pickettii TT47) maupun kombinasi (endofit 467 + aktinomiset 6) diinokulasikan ke dalam formula pelet. Tiga komposisi formula pelet
9 yang digunakan yaitu talek, talek + dekstrose (2%) dan talek + gliserol (1%). Suspensi bakteri (108-109 cfu mL-1) sebanyak 2 mL dibutuhkan untuk menginokulasi 5 g talek. Pengamatan terhadap populasi bakteri dalam satu gram bahan pembawa dilakukan setiap minggunya selama 4 minggu. Formula yang mampu mempertahankan viabilitas bakteri paling stabil digunakan dalam percobaan 4. Populasi bakteri dihitung dengan metode pengenceran berseri. Pengenceran Berseri Satu gram sampel dimasukkan dalam tabung lalu ditambahkan air steril hingga 10 mL (pengenceran 100). Setelah divortex, sebanyak 1 mL suspensi bakteri yang sudah homogen tersebut diambil menggunakan mikro pipet, lalu dimasukkan ke dalam tabung yang telah berisi 9 mL air steril (10-1). Pengenceran terus dilakukan hingga mencapai 10-7. Suspensi dari tabung pengenceran ke-5 disebar pada media padat (NA/WYE/YDCA) sebanyak 0.1 mL, begitu juga dengan tabung pengenceran ke-6 dan 7. Penyebaran suspensi pada media padat dari masingmasing tabung dilakukan duplo. Inkubasi dilakukan selama 24-48 jam pada suhu ruang. Koloni-koloni yang terbentuk kemudian dihitung. Rancangan Percobaan Percobaan 3. dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) petak tersarang. Petak utama adalah periode simpan dengan anak petak formula pelet. Periode simpan terdiri atas lima taraf (0, 1, 2, 3, 4 minggu), sementara anak petak terdiri atas tiga taraf (talek, talek + dekstrose 2%, talek + gliserol 1%). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak dua kali, sehingga diperoleh 30 satuan percobaan. Berikut merupakan model linier rancangan yang digunakan dalam percobaan ini: Yijk = μ + τi + (ατ)ik + βj + (τβ)ij + αk + εijk Dimana: Yijk = nilai pengamatan pada penyimpanan ke-i, formula pelet taraf ke- j, ulangan ke-k μ = nilai rataan umum τi = pengaruh utama periode simpan (ατ)ij = kelompok tersarang dalam periode simpan Βj = pengaruh fomula pelet ke- j (τβ)ik = pengaruh interaksi periode simpan ke-i, formula pelet ke-j dan ulangan ke-k αk = pengaruh kelompok ke-k εijk = pengaruh acak pada periode simpan ke-I, formula pelet ke-j dan ulangan ke-k.
Percobaan 4. Uji Formula Pelet pada Benih Padi Terinfeksi X. oryzae pv. oryzae Benih padi diinfeksi patogen X. oryzae pv. oryzae terlebih dahulu sebelum diberi perlakuan pelet. Infeksi dilakukan dengan merendam benih selama 24 jam dalam suspensi X. oryzae pv. oryzae berumur 48 jam dimana kerapatan bakteri X. oryzae pv. oryzae sekitar 108-109 cfu mL-1 (Agustiansyah et al. 2010). Benih kemudian dikeringanginkan pada suhu ruang selama 24 jam. Benih yang telah kering dipelet secara manual menggunakan formula pelet yang telah ditambahkan bakteri probiotik (108-109 cfu g-1). Pelet benih yang telah kering, dikemas dalam
10 plastik poliprofilen untuk disimpan pada suhu ruang selama 6 minggu. Bobot benih yang dipelet meningkat 10 kali lipat atau berkisar 900%. Rancangan Percobaan Percobaan ini juga menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) petak tersarang. Petak utama adalah periode simpan (0, 2, 4, 6 minggu). Anak petak yaitu perlakuan pelet (8 taraf): (1) Kontrol (benih sehat), (2) X (X. oryzae pv. oryzae), (3) benih direndam dalam air selama 24 jam pada suhu ruang, (4) K + pelet, (5) X + pelet + aktinomiset 6 + endofit 467, (6) X + pelet + aktinomiset 6, (7) X + pelet + endofit 467, (8) X + pelet + R. pickettii TT47. Perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga diperoleh 96 satuan percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap populasi X. oryzae pv. oryzae pada benih padi terinfeksi menggunakan metode pengenceran berseri. Viabilitas benih terbagi menjadi dua yaitu viabilitas potensial dan vigor. Tolok ukur viabilitas potensial yaitu daya berkecambah (DB), berat kering kecambah normal (BKKN) dan potensi tumbuh maksimum (PTM). Tolok ukur vigor meliputi: indeks vigor (IV) dan kecepatan tumbuh (KCT). Penghitungan kadar air benih dilakukan tiap periode simpan. Adapun rumus dari kadar air dan masing-masing tolok ukur viabilitas benih adalah sebagai berikut: Kadar Air (KA) Benih padi dari masing-masing ulangan dalam satu perlakuan digabung menjadi satu, dipisahkan benih dari peletnya. Benih lalu dihaluskan menggunakan blender hingga menjadi serbuk. Serbuk padi disaring kembali menggunakan ayakan hingga diperoleh butiran yang lebih halus. Sekitar 1-1.5 g benih yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam cawan untuk diukur kadar airnya menggunakan oven suhu 105 0C selama ±17 jam. KA dihitung dengan menggunakan rumus: KA =
M2 - M3 M2-M1
× 100%
Dimana: M1 : berat cawan (g) M2 : berat cawan dan benih sebelum dioven (g) M3 : berat cawan dan benih setelah dioven (g) Daya Berkecambah (DB) Daya berkecambahnmenggambarkan viabilitas potensial, dimana hasil diperoleh dari persentase kecambah normal (KN) pada pengamatan 1 (hari ke-5) dan pengamatan 2 (hari ke-14). Rumus yang digunakan: Σ KN hitungan I + Σ KN hitungan II DB = × 100% Σ BT Dimana: ΣKN = jumlah kecambah normal Σ BT = jumlah benih yang ditanam Berat Kering Kecambah Normal (BKKN) Berat kering kecambah (BKKN) adalah salah satu tolok ukur yang mengindikasikan viabilitas potensial (Vp) dengan menggambarkan laju pertumbuhan kecambah. Bagian benih yang masih menempel pada kecambah dihilangkan, kemudian kecambah normal berumur 14 hari dimasukkan dalam amplop dan dioven pada suhu 80 0C selama 24 jam (Copeland dan Mc Donald 1995). Selanjutnya, amplop + kecambah dimasukkan dalam desikator ± 30 menit, kecambah kering kemudian ditimbang dengan timbangan dua digit.
11 Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) Potensi tumbuh maksimum (PTM) mengindikasikan viabilitas total. Penghitungan PTM didasarkan pada benih yang tumbuh (berkecambah) sampai hari ke-14 setelah tanam. Rumus untuk menghitung PTM adalah: Σ KN + Σ KAb PTM = × 100% Σ BT Dimana: ΣKN = jumlah kecambah normal sampai akhir pengamatan ΣKAb = jumlah kecambah abnormal sampai akhir pengamatan Σ BT = jumlah benih yang ditanam
Kecepatan Tumbuh (KCT) Kecepatan tumbuh (KCT) merupakan tolok ukur yang mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh. Perhitungan KCT didasarkan pada akumulasi KCT harian dalam unit tolok ukur persentase per hari dengan rumus: KCT = Dimana: 1 etmal %KN
%KN ke-2 etmal
+…..+
%KN ke-n etmal
= 24 jam = persentase kecambah normal
Indeks Vigor (IV) Perhitungan didasari pada persentase kecambah normal (KN) di hitungan pertama untuk padi yaitu hari ke-5 pada uji daya berkecambah, dengan rumus: IV =
Σ KN hitungan I Σ BT
X 100%
Dimana: ΣKN = persentase kecambah normal Σ BT = jumlah benih yang ditanam Populasi X. oryzae pv. oryzae Populasi X. oryzae pv. oryzae tiap periode simpan dihitung dengan pengenceran berseri. Benih padi dilepas dari peletnya terlebih dahulu. Sebanyak 1 g benih dari masing-masing perlakuan, disterilisasi permukaannya menggunakan klorox 1%, kemudian dibilas menggunakan air steril tiga kali. Benih lalu dihaluskan menggunakan mortar, kemudian dimasukkan ke dalam tabung, lalu ditambahkan air steril hingga volume mencapai 10 mL (pengenceran ke 0), selanjutnya, tabungtabung diinkubasi ke dalam suhu 15 0C selama dua jam, kemudian tabung di-shaker sekitar 30 menit. Baru dilakukan pengenceran berseri. Analisis Data Data percobaan 3 dan 4 diolah menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dengan program SAS. Jika terdapat pengaruh nyata perlakuan, dilakukan uji DMRT, taraf kepercayaan 95%.
12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Antagonis Isolat Bakteri Probiotik terhadap Patogen X. oryzae pv. oryzae Aktivitas antagonisme isolat bakteri probiotik yang digunakan (endofit 467, endofit 748, aktinomiset 6 dan R. pickettii TT47) dapat diketahui menggunakan metode biakan ganda, yaitu dengan ada atau tidaknya zona bening yang terbentuk di sekitar kertas saring. Hasil percobaan menunjukkan R. pickettii TT47 menghasilkan zona bening di sekitar kertas saring yang terbesar, diikuti oleh aktinomiset 6 dan endofit 467 (Gambar 2). Zona bening dihasilkan ketika bakteri yang berada di kertas saring menghasilkan senyawa yang bersifat menekan/antagonis terhadap perkembangan X. oryzae pv. oryzae yang berada di media padat YDCA. Isolat endofit 748 tidak menunjukkan kemampuan menghasilkan senyawa antagonis karena tidak terbentuk zona bening disekitar kertas saring, namun koloni bakteri tersebut dapat dengan cepat mengelilingi kertas saring. Apabila isolat endofit 748 dapat kompatibel dengan isolat bakteri probiotik lain yang digunakan pada penelitian ini, diharapkan dapat membantu memperluas spektrum penekanan patogen X. oryzae pv. oryzae melalui kompetisi ruang dan nutrisi.
Gambar 2 Uji antagonis antar bakteri probiotik terhadap X. oryzae pv. oryzae (koloni berwana kuning pekat) ditandai dengan pembentukan zona bening di sekitar kertas saring pada media YDCA Isolat bakteri digolongkan antagonis apabila mampu menunjukkan aktivitas antagonis terhadap patogen. Aktivitas antagonisme tersebut dapat digolongkan menjadi 3 yaitu: (a) langsung melalui Hyperparasitism/predasi, (b) Mixed-path antagonism : bakteri dapat memproduksi senyawa yang bersifat antagonis terhadap patogen seperti antibiotik, enzim lisis maupun metabolit sekunder, (c) tidak langsung : bakteri mampu berkompetisi dengan patogen dalam kolonisasi tempat hidup/ruang maupun dalam penyerapan nutrisi; beberapa jenis bakteri dapat menginduksi ketahanan sistemik tanaman sehingga tidak mudah terserang penyakit (Pal dan Gardener 2006). Interaksi antagonis antara bakteri Gram negatif dan Gram positif dipengaruhi oleh produksi toksin yang disebut bakteriosin (Dardick et al. 2003). R. pickettii TT47 diketahui mampu menghasilkan siderofor (Rustam 2012). Hal ini diduga terkait dengan kemampuan antagonis R. pickettii TT47 terhadap X. oryzae pv. oryzae. Siderofor dapat didefinisikan sebagai molekul peptidic kecil,
13 mengandung rantai samping dan grup fungsional, serta mampu menyediakan afinitas tinggi pada ligan yang berkoordinasi dengan ion besi (Crosa dan Walsh 2002). Siderofor disekresikan untuk melarutkan zat besi, membentuk ferricsiderophore komplek yang dapat bergerak dengan difusi dan dikembalikan ke permukaan sel (Andrews et al. 2003). Mikroorganisme dalam kondisi aerob membutuhkan zat besi untuk berbagai siklus dalam sel mulai dari energi untuk regenerasi, fotosintesis, respirasi, termasuk pengurangan oksigen untuk sintesis ATP, pengurangan prekursor ribotida DNA, untuk pembentukan heme, dan proteksi dari stress oksidatif (Neilands 1995, Andrews et al. 2003, Skaar 2010). Sifat Kompatibilitas Antar Bakteri Probiotik Uji kompatibilitas dilakukan agar antar bakteri probiotik yang akan diaplikasikan bersama tidak saling menghambat sehingga menurunkan kemampuan antagonis mereka terhadap patogen (Mishra et al. 2013). Kompatibilitas antar isolat bakteri probiotik yang digunakan dapat diketahui menggunakan metode biakan ganda yaitu ada tidaknya zona bening yang terbentuk di sekitar kertas saring. Zona bening yang terbentuk di sekitar kertas saring menunjukkan bakteri probiotik yang berada di kertas saring menghasilkan senyawa antagonis yang menekan perkembangan bakteri probiotik di media agar (tidak kompatibel). Tabel 1 menunjukkan bahwa aktinomiset 6 dan endofit 467 bersifat kompatibel, sehingga dapat diaplikasikan secara bersama. Isolat endofit 748 tidak antagonis terhadap X. oryzae pv. oryzae dan tidak kompatibel dengan tiga isolat bakteri probiotik lain yang diuji sehingga tidak digunakan kembali dalam penelitian berikutnya. Tabel 1 Kompatibilitas antar bakteri probiotik ditandai dengan pembentukan zona bening di sekitar kertas saring steril pada media NA Kertas saring Media NA Endofit Endofit Aktinomiset R. pickettii 467 748 6 TT47 Endofit 467 x + Endofit 748 + x + Aktinomiset 6 + x + R. pickettii TT47 + x Keterangan: + terbentuk zona bening; - tidak terbentuk zona bening; x tidak diuji kompatibilitas.
Daya Simpan Bakteri Probiotik dalam Formula Pelet Komposisi formula pelet secara nyata mempengaruhi viabilitas bakteri probiotik selama 4 minggu penyimpanan. Populasi endofit 467, aktinomiset 6 dan kombinasinya tidak mengalami penurunan yang nyata hingga 4 minggu penyimpanan. Penurunan populasi R. pickettii TT47 nyata terjadi di minggu keempat (Tabel 2). Formula pelet dengan penambahan gliserol 1% dapat lebih stabil mempertahankan populasi semua bakteri probiotik yang diuji sampai tiga minggu. Berdasarkan hasil penelitian ini, formula pelet yang digunakan pada percobaan berikutnya adalah talek + CMC 1.5% + gliserol 1%.
14 Tabel 2 Pengaruh interaksi formula pelet dan periode simpan terhadap populasi bakteri probiotik Periode simpan (minggu) Komposisi Bakteri formula pelet 0 1 2 3 4 Kontrol Endofit 467 Dekstrose 2% Gliserol 1% Kontrol R. pickettii Dekstrose 2% TT47 Gliserol 1% Kontrol Aktinomiset Dekstrose 2% 6 Gliserol 1% Aktinomiset Kontrol 6 + endofit Dekstrose 2% 467 Gliserol 1%
log populasi bakteri (cfu g-1 pelet) 9.03fg 9.02fg 9.14d-g 8.70h 9.15def 9.49bc 9.15def 9.34bcd 8.93g 9.30cde 9.52b 9.89a 9.77a 9.13efg 9.46bc 9.95b 8.37e 9.68c 1.00h 1.00h 10.30a 10.34a 10.05b 6.37g 1.00h 10.48a 9.96b 9.43d 7.16f 1.00h 8.89def 8.86def 8.70f 8.72f 8.76f 8.72f 9.05cd 8.84ef 9.29ab 9.05cd 9.03cde 9.15bc 9.12bc 9.44a 9.31ab 9.63abc 10.07ab 9.39abc 9.52abc 8.29d 9.13bcd 9.33abc 9.47abc 9.60abc 9.06bcd 9.32bc 9.00cd 9.04cd 10.33a 9.15bcd
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada semua kolom dan baris pada bakteri yang sama, tidak berbeda nyata pada DMRT taraf α = 5%. Data yang digunakan hasil transformasi log (x + 10).
Populasi bakteri endofit 467, R. pickettii TT47 dan aktinomiset 6 mengalami penurunan yang nyata pada periode simpan 3 minggu. Populasi bakteri endofit 467 pada periode simpan 3 minggu menurun secara nyata pada semua komposisi pelet, namun pada perlakuan pelet dengan penambahan gliserol, penurunan yang terjadi tidak sebanyak perlakuan lainnya. Sementara pada R. pickettii TT47, perlakuan gliserol masih lebih baik dalam mempertahankan populasi bakteri dibanding perlakuan lainnya. Populasi aktinomiset 6 dan kombinasinya dengan endofit 467 belum mengalami penurunan yang nyata pada perlakuan penambahan gliserol maupun dekstrose, namun sudah turun pada perlakuan kontrol yaitu tanpa penambahan karbon di minggu ke-4 penyimpanan. Hasil percobaan menunjukkan penambahan gliserol atau dekstrose pada bakteri endofit 467, R. pickettii TT47 dan aktinomiset 6 dapat meningkatkan kemampuan bakteri untuk disimpan, namun gliserol menunjukkan potensi yang lebih baik karena lebih stabil dalam mempertahakan populasi bakteri. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan bakteri dalam menggunakan sumber karbon yang tersedia. Teng (2011) menyimpulkan karbon berperan sebagai sumber energi, rehidratyng agents dan osmoprotektan bagi bakteri. Karbon mencegah keringnya sel bakteri saat disimpan yang dapat memicu perubahan lipid dan menyebabkan kemunduran sel bakteri dengan cara menggantikan air di struktur membran yang kering. Todar (2012) menyatakan gliserol merupakan turunan lipid, dimana fosfolipid menyusun sekitar 40% dinding sel bakteri. Keberadaan lipid seperti gliserol dapat membantu menguatkan dinding sel bakteri sehingga tidak mudah mengalami kerusakan. Haggag dan Soud (2012) menyatakan penambahan gliserol 0.01% sebagai sumber karbon mampu mempertahankan Pseudomonas flourescens pf-5 hingga 3 bulan, serta produksi phenazine-1-carboxylate dan siredofor terbaik dibandingkan sumber karbon lainnya seperti glukosa, fruktosa dan selulosa. Kemampuan bakteri untuk disimpan selain dipengaruhi oleh ketersediaan nutrisi seperti karbon, protein maupun unsur mikro lainnya juga dipengaruhi oleh jenis bakteri yang digunakan. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
15 pelet dengan penambahan inokulan bakteri menurut Jansen et al. (1994) serta Elzein et al. (2008) yaitu kemampuan pelet dalam membawa inokulan, kompatibilitasnya dengan inokulan, ukuran granul, tipe dan bentuk inokulum serta kandungan air. Isolat R. pickettii TT47 menunjukkan kemampuan terbaik dalam menekan perkembangan X. oryzae pv. oryzae secara in vitro namun bakteri ini kurang dapat bertahan dalam formula pelet yang kering. Populasi R. pickettii dalam formula talek kering hanya dapat dipertahankan selama 3 minggu. Hal ini dikarenakan R. pickettii TT47 merupakan bakteri Gram negatif yang tidak dapat membentuk spora, tidak seperti endofit 467 dan aktinomiset 6 yang termasuk bakteri Gram positif serta dapat membentuk spora. Spora merupakan struktur bertahan bakteri terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya penyimpanan dengan kadar air yang rendah. Kadar air maksimum yang aman untuk peyimpanan benih padi adalah 13% (BSN 2003). Pada penelitian ini kadar air benih yang dipelet maupun tidak dipelet berkisar antara 10.3 - 10.5%. Pengaruh Formula Pelet pada Benih Padi Terinfeksi X. oryzae pv. oryzae Berdasarkan hasil percobaan sebelumnya, komposisi formula pelet yang digunakan pada percobaan ini adalah talek + CMC 1.5% + gliserol 1% + bakteri probiotik (108-109 cfu mL-1). Perlakuan pelet menggunakan bakteri probiotik pada benih padi terinfeksi secara nyata menurunkan populasi X. oryzae pv. oryzae dalam benih terutama pada penyimpanan minggu ke-6 dibandingkan dengan benih terinfeksi yang tidak diberi perlakuan pelet (Tabel 3). Pada awal penyimpanan, penekanan terbaik ditunjukkan oleh perlakuan pelet menggunakan R. pickettii TT47 dan endofit 467. Populasi patogen X. oryzae pv. oryzae pada benih terinfeksi yang diberi perlakuan pelet dengan bakteri tersebut nyata lebih rendah dibandingkan benih terinfeksi yang tidak diberi perlakuan pelet (X). Pada minggu ke 6, pelet menggunakan aktinomiset 6 dan kombinasi aktinomiset 6 + endofit 467 menunjukkan kemampuan penekanan X. oryzae pv. oryzae terbaik, ditunjukkan dari populasi patogen X. oryzae pv. oryzae yang nyata lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Benih terinfeksi yang tidak diberi perlakuan pelet terus mengalami peningkatan populasi patogen selama penyimpanan. Tabel 3 Pengaruh interaksi perlakuan benih dan periode simpan terhadap populasi X. oryzae pv. oryzae pada benih padi Periode simpan (minggu) Perlakuan 0 2 4 6 -1 log populasi (cfu g ) X + pelet + aktinomiset 6 + endofit 467 4.65bc 4.63bc 4.68bc 1.00e X + pelet + aktinomiset 6 4.52bc 4.85bc 4.68bc 1.00e X + pelet + endofit 467 4.15c 4.51bc 4.56bc 2.52d Benih sehat [K] 1.00e 1.00e 1.00e 1.00e Benih direndam air 1.00e 1.00e 1.00e 1.00e K + pelet 1.00e 1.00e 1.00e 1.00e X + pelet + R. pickettii TT47 4.53c 4.34c 4.48c 4.18c X. oryzae pv. oryzae [X] 5.72ab 6.02a 6.19a 6.67a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada semua kolom dan baris tidak berbeda nyata pada DMRT taraf α = 5%; Data yang digunakan adalah hasil transformasi log (x + 10).
Formula pelet (talek + CMC 1.5% + gliserol 1%) terbukti dapat mempertahankan kemampuan antagonis bakteri probiotik terhadap patogen X. oryzae pv. oryzae terlihat dari penekanan patogen X. oryzae pv. oryzae pada benih padi terinfeksi yang diberi perlakuan pelet dengan penambahan bakteri probiotik. Penelitian terkait menunjukkan berbagai zat yang mampu diproduksi bakteri probiotik untuk menekan perkembangan X. oryzae pv. oryzae seperti
16 bottromycin A2 dan dunaimycin D3S yang dihasilkan Streptomyces bottropensis (Park et al. 2011); 2.4-diacetylphloroglucinol (DAPG) oleh Pseudomonas fluorescens PDY7 (Velusamy et al. 2013); kitinase, fosfatase dan siredofor dari Streptomyces sp. (AB131-1 dan LBR02) (Hastuti et al. 2012); produksi siderofor, enzim fosfatase, enzim peroksidase dan hidrogen sianida oleh P. diminuta A6 (Agustiansyah et al. 2013). Antibiotik merupakan molekul bermasa rendah (<1500kDa) hasil dari metabolisme sekunder, umumnya diproduksi selama idiophase (Sanchez et al. 2010). Antibiotik dapat menghambat sintesis dinding sel, protein maupun asam nukleat patogen serta mengacaukan metabolisme dan membran sel patogen (Dzidic et al. 2008). Perlakuan pelet benih menggunakan bakteri probiotik aktinomiset 6, R. pickettii TT47, serta endofit 467 + aktinomiset 6 juga mampu mempertahankan viabilitas benih padi terinfeksi X. oryzae pv. oryzae lebih baik dibanding tanpa perlakuan pelet, berdasarkan tolok ukur daya berkecambah (DB) (Tabel 4), berat kering kecambah normal (BKKN) (Tabel 5) dan kecepatan tumbuh (KCT) (Tabel 6). Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putra dan Giyanto (2014), dimana aplikasi Bacillus galur B12 dan aktinomiset pada benih padi dapat menekan populasi X. oryzae pv. oryzae pada bibit padi serta meningkatkan pertumbuhan bibit. Tabel 4 Pengaruh interaksi perlakuan benih dan periode simpan terhadap daya berkecambah benih padi Periode simpan (minggu) Perlakuan 0 2 4 6 daya berkecambah (%) X + pelet + aktinomiset 6 + endofit 467 92.00a 84.00abc 82.67abc 82.67abc X + pelet + aktinomiset 6 90.67a 86.67abc 84.00abc 84.00abc X + pelet + endofit 467 90.67a 64.00de 76.00bcd 73.33dec Benih sehat [K] 92.00a 82.67abc 84.00abc 94.67a Benih direndam air 89.33ab 85.33abc 86.67abc 94.67a K + pelet 93.33a 85.33abc 89.33ab 90.67a X + pelet + R. pickettii TT47 90.67a 84.00abc 89.33ab 86.67abc X. oryzae pv. oryzae [X] 89.33ab 86.67abc 80.00abc 62.67e Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada semua kolom dan baris tidak berbeda nyata pada DMRT taraf α = 5%; Pelet terdiri atas talek + CMC 1.5% + gliserol 1%. X: X. oryzae pv. oryzae.
Daya berkecambah benih terinfeksi X. oryzae pv. oryzae yang diberi perlakuan pelet menggunakan bakteri probiotik R. pickettii TT47, aktinomiset 6 atau aktinomiset 6 + endofit 467 tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol (benih yang tidak diinfeksi) hingga 6 minggu penyimpanan. Sebaliknya, benih terinfeksi X. oryzae pv. oryzae yang tidak diberi perlakuan pelet dan benih terinfeksi yang diberi perlakuan pelet menggunakan endofit 467 sudah mengalami penurunan DB yang nyata pada minggu ke-6 penyimpanan. Berat kering kecambah normal benih terinfeksi X. oryzae pv. oryzae maupun benih yang tidak terinfeksi X. oryzae pv. oryzae dengan atau tanpa perlakuan pelet belum menunjukkan perbedaan yang nyata hingga minggu ke-4 penyimpanan. Penurunan BKKN baru terjadi pada minggu ke-6 penyimpanan. Penurunan yang nyata tersebut terjadi pada perlakuan benih terinfeksi X. oryzae pv. oryzae. Hal ini menunjukkan perlakuan pelet menggunakan bakteri probiotik mampu mempertahankan viabilitas benih terinfeksi.
17 Tabel 5 Pengaruh interaksi perlakuan pelet dan periode simpan terhadap berat kering kecambah normal padi Periode simpan (minggu) Perlakuan 0 2 4 6 BKKN (g) X + pelet + aktinomiset 6 + endofit 467 0.14hi 0.26bcd 0.17efg 0.20efg X + pelet + aktinomiset 6 0.14hi 0.27bc 0.19e-h 0.11ij X + pelet + endofit 467 0.15ghi 0.33a 0.15ghi 0.07jk Benih sehat [K] 0.18e-h 0.22def 0.16fgh 0.20efg Benih direndam air 0.14hi 0.23cde 0.17e-h 0.17fgh K + pelet 0.17e-h 0.29ab 0.20efg 0.18e-h X + pelet + R. pickettii TT47 0.17fgh 0.34a 0.19e-h 0.16h-i X. oryzae pv. oryzae [X] 0.17e-h 0.20efg 0.18e-h 0.05k BKK (g) X + pelet + aktinomiset 6 + endofit 467 0.0083e-h 0.0120bc 0.0090d-g 0.0093def X + pelet + aktinomiset 6 0.0077fgh 0.0130a-b 0.0100de 0.0097def X + pelet + endofit 467 0.0083e-h 0.0143a 0.0080e-h 0.0063h Benih sehat [K] 0.0080h-g 0.0097def 0.0083e-h 0.0097def Benih direndam air 0.0070gh 0.0100de 0.0077fgh 0.0100de K + pelet 0.0087d-g 0.0137ab 0.0100de 0.0107cd X + pelet + R. pickettii TT47 0.0080e-h 0.0140a 0.0090d-g 0.0077fgh X. oryzae pv. oryzae [X] 0.0077fgh 0.0090d-g 0.0083e-h 0.0080e-h Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada semua kolom dan baris tidak berbeda nyata pada DMRT taraf α = 5%; Pelet terdiri atas talek + CMC 1.5% + gliserol 1%. X: X. oryzae pv. oryzae.
Sejak awal penyimpanan, KCT benih terinfeksi X. oryzae pv. oryzae nyata lebih rendah dibanding benih yang tidak diinfeksi. Benih terinfeksi yang diberi perlakuan pelet mengalami penurunan KCT namun tidak berbeda nyata dengan benih tidak terinfeksi sampai minggu ke 2. Perlakuan pelet menggunakan bakteri probiotik R. pickettii TT47 mampu mempertahankan KCT benih paling baik di antara perlakuan benih terinfeksi lainnya selama 6 minggu penyimpanan yaitu sebesar 17.17% KN etmal-1. Pemeletan benih padi terinfeksi X. oryzae pv. oryzae dengan bakteri probiotik R. pickettii TT47, aktinomiset 6 dan endofit 467 + aktinomiset 6 memiliki IV nyata lebih tinggi dibanding tanpa pelet (Tabel 7). Perlakuan pelet dengan bakteri endofit 467 saja belum mampu mempertahankan vigor benih terinfeksi X. oryzae pv. oryzae di penyimpanan, terlihat dari KCT dan IV yang tidak berbeda nyata dengan benih terinfeksi X. oryzae pv. oryzae yang tidak diberi perlakuan pelet.
18 Tabel 6 Pengaruh interaksi perlakuan benih dan periode simpan terhadap kecepatan tumbuh benih padi Periode simpan (minggu) Perlakuan 0 2 4 6 -1 KCT (% etmal ) X + pelet + aktinomiset 6 + endofit 467 16.01fgh 16.81e-h 16.01fgh 16.04fgh X + pelet + aktinomiset 6 15.76gh 17.07c-h 15.13h 15.73gh X + pelet + endofit 467 15.11h 12.06i 15.11h 11.44i Benih sehat [K] 18.84a-g 16.92d-h 18.84a-g 19.15a-f Benih direndam air 19.28a-e 20.10a-c 19.28ab 20.88a K + pelet 20.35ab 20.46ab 20.35ab 20.03a-d X + pelet + R. pickettii TT47 17.04c-h 17.60b-h 17.04c-h 17.17c-h X. oryzae pv. oryzae [X] 15.24h 16.84e-h 15.24h 11.02i Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada semua kolom dan baris tidak berbeda nyata pada DMRT taraf α = 5%; Pelet terdiri atas talek + CMC 1.5% + gliserol 1%. X: X. oryzae pv. oryzae.
Pada akhir penyimpanan (6 minggu) benih terinfeksi X. oryzae pv. oryzae sudah mengalami penurunan DB (62.67%), KCT (11.02% etmal-1) dan BKKN (0.05 g) namun belum mengalami penurunan PTM. Hal ini menunjukkan infeksi X. oryzae pv. oryzae pada benih padi mampu menghambat perkecambahan namun belum mematikan benih selama penyimpanan 6 minggu. Tabel 7 Pengaruh faktor tunggal periode simpan dan perlakuan terhadap tolok ukur vigor serta viabilitas benih Faktor tunggal IV (%) PTM (%) PS (minggu) 0 65.33a 94.67a 2 59.83ab 88.67b 4 57.83ab 87.83b 6 53.67b 88.67b Perlakuan X + pelet + aktinomiset 6 + endofit 467 56.33c 88.67a X + pelet + aktinomiset 6 53.00c 90.00a X + pelet + endofit 467 40.67d 81.67b Benih sehat [K] 68.33b 93.00a Benih direndam air 76.33a 93.33a K + pelet 79.00a 91.67a X + pelet + R. pickettii TT47 57.00c 92.00a X. oryzae pv. oryzae [X] 42.67d 89.33a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada semua kolom dan baris tidak berbeda nyata pada DMRT taraf α = 5%; Pelet terdiri atas talek + CMC 1.5% + gliserol 1%. X: X. oryzae pv. oryzae.
Viabilitas benih padi terinfeksi X. oryzae pv. oryzae masih dapat dipertahankan dengan baik selama 6 minggu penyimpanan, dengan perlakuan pelet menggunakan R. pickettii TT47, aktinomiset 6 serta aktinomiset 6 + endofit 467. Hal ini mungkin dikarenakan pelet dengan penambahan bakteri tersebut mampu menekan perkembangan patogen pada benih padi terinfeksi dan menghasilkan hormon yang membantu mempercepat regulasi perkecambahan benih. Glick et al. (2012) menyatakan mekanisme bakteri dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara tidak langsung adalah dengan mengurangi atau mencegah efek yang merusak dari satu atau lebih patogen melalui produksi senyawa antagonis
19 (antibiotik, enzim lisis, siderofor, ethylene) maupun menginduksi resistensi sistemik tanaman (ISR). Chung et al. (2015) menunjukkan aplikasi Bacillus strain YC7007 (107 cfu mL-1) pada benih padi yang baru berkecambah meningkatkan ISR dan pertumbuhan tanaman sampe ke booting stage. Bakteri secara langsung mampu menyediakan nutrisi tambahan seperti N, P dan Fe serta mengatur level fitohormon (sitokinin, giberelin, IAA) yang dapat menunjang perkecambahan, pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Glick 2012). Bakteri probiotik seperti aktinomiset, Bacillus sp. dan R. pickettii dilaporkan mampu menghasilkan hormon pertumbuhan seperti Indole Acetic Acid (IAA) dan giberelin (Velusamy et al. 2013; Lestari et al. 2014). Giberelin menginduksi sintesis enzim α-amilase yang berperan dalam perombakan pati untuk digunakan sebagai energi dalam perkecambahan benih (Palmiano dan Juliano 1972). Hormon IAA dibutuhkan tanaman setelah berkecambah untuk perpanjangan sel (Miransari dan Smith 2014). Subash et al. (2015) menyatakan aplikasi 2 mg L-1 GA3 dan IAA pada benih Sesamum indicum TVM-1 mampu meningkatkan perkecambahan, panjang akar dan tunas dibandingkan kontrol. Chithrashree et al. (2011) membuktikan seed treatment menggunakan talek + CMC (0.2%) + Bacillus sp. mampu secara nyata meningkatkan perkecambahan (82%) dan vigor indeks (1309) benih padi terinfeksi X. oryzae pv. oryzae dibanding kontrol (71% dan 850). Mutu benih terbagi atas 4 kelompok yaitu mutu genetik, fisik, fisiologis dan kesehatan benih. Mutu fisiologis merujuk pada kemampuan benih berkecambah, meliputi viabilitas benih (Ilyas 2012). Viabilitas benih menunjukkan daya hidup benih, aktif secara metabolis dan memiliki enzim yang dapat mengkatalisis reaksi metabolis yang diperlukan untuk perkecambahan dan pertumbuhan kecambah (Ilyas 2012). Parameter viabilitas benih yaitu viabilitas potensial dan vigor. Viabilitas potensial merupakan kemampuan benih untuk tumbuh dan berproduksi normal dalam keadaan optimum sementara vigor dalam keadaan sub optimum (Widajati et al. 2013). Pada penelitian ini, perlakuan pelet dengan penambahan inokulan bakteri probiotik aktinomiset 6, R. pickettii TT47, endofit 467 atau kombinasi endofit 467 + aktinomiset 6 tidak hanya dapat mempertahankan mutu fisik benih, namun juga kesehatan (menekan perkembangan patogen terbawa benih X. oryzae pv. oryzae) dan mutu fisiologis benih padi terinfeksi X. oryzae pv. oryzae (viabilitas benih terinfeksi selama 6 minggu penyimpanan). Pembahasan Umum Pengendalian patogen terbawa benih X. oryzae pv. oryzae menggunakan agen antagonis seperti bakteri probiotik merupakan alternatif yang menjanjikan dan ramah lingkungan. Bakteri probiotik dapat diaplikasikan langsung pada benih melalui teknik pelet untuk memudahkan penyimpanan dan distribusi dalam skala luas. Pengembangan formula pelet yang diharapkan adalah dapat membawa serta mempertahankan viabilitas bakteri probiotik dan mutu benih menjadi fokus penelitian ini. Penelitian ini menunjukkan formula pelet dengan penambahan bakteri probiotik R. pickettii TT47, aktinomiset 6, endofit 467 maupun kombinasi aktinomiset 6 dengan endofit 467 dapat mempertahankan viabilitas benih padi terinfeksi X. oryzae pv. oryzae hingga 6 minggu penyimpanan. Namun, formula pelet yang paling baik dalam menekan X. oryzae pv. oryzae pada benih padi terinfeksi adalah formula pelet dengan penambahan bakteri probiotik aktinomiset 6 dalam bentuk tunggal maupun kombinasi dengan endofit 467. Formula pelet ini terbukti efektif menekan perkembangan patogen X. oryzae pv. oryzae pada minggu ke-6 penyimpanan. Hal ini diduga karena aktinomiset dan endofit merupakan bakteri Gram positif yang menghasilkan spora toleran kering
20 dan panas (Emmert dan Handelsman 1999) sehingga mampu bertahan dalam formula pelet dengan lebih baik dibandingkan R. pickettii TT47 yang tidak memiliki sruktur bertahan. Kemampuan antagonis beberapa spesies bakteri golongan aktinomiset dan endofit telah dilaporkan sebelumnya oleh Koberl et al. (2013), dimana Streptomyces peucetius, S. scabiei, S. subrutilus memiliki kemampuan antagonis terhadap Verticillium dahlia, Rhizoctonia solani, Fusarium culmorum, Ralstonia solanacearum dan Meloidogyne incognita. Yuliar (2014) menyatakan bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman Avicenia alba, A.marina dan Bruguiera ghymnorhiza terbukti antagonis terhadap R. solani (7 strain), F. oxysporum (5 strain) dan antagonis terhadap X. oryzae pv. oryzae (2 strain). El-shakh et al. (2015) menunjukkan 5 isolat Bacillus endofit yang diisolasi dari benih padi mampu menghambat perkembangan X. oryzae pv. oryzae secara in vitro dan di greenhouse, bakteri ini juga mampu menghasilkan IAA dan siderofor. Kombinasi endofit dan aktinomiset dalam formula pelet juga tidak menurunkan kemampuan pelet dalam menekan patogen dan mempertahankan viabilitas benih padi terinfeksi X. oryzae pv. oryzae. Raupach dan Kloepper (1998) menyatakan kombinasi agen hayati yang memiliki mekanisme berbeda lebih menguntungkan bagi tanaman dibandingkan aplikasi tunggal mengingat kondisi di lapangan yang lebih ekstrim. Xu dan Jegger (2013) membuktikan aplikasi tunggal agen biokontrol yang memiliki mekanisme berbeda lebih efektif dibandingkan kombinasi agen bikontrol dengan mekanisme yang sama. Nagendran et al. (2013) menyimpulkan bakteri endofit tepat diaplikasikan bersama dengan aktinomiset karena memiliki lingkungan hidup yang berbeda di lapangan sehingga tidak terjadi kompetisi ruang/nutrisi antar bakteri yang digunakan. selain itu, endofit diharapkan dapat masuk dan mengkolonisasi jaringan tanaman dengan cepat agar mampu menekan patogen yang berada di sekitar jaringan vaskular tanaman seperti patogen X. oryzae pv. oryzae. Hasil penelitian menunjukkan bakteri Gram positif seperti aktinomiset 6 + endofit 467 dapat bertahan dalam formula pelet dan tidak menekan perkembangan salah satu bakteri. Kombinasi bakteri ini dalam formula pelet efektif menekan perkembangan patogen X. oryzae pv. oryzae pada benih serta mempertahankan viabilitas benih. Sehingga, aplikasi formula pelet dengan penambahan bakteri probiotik aktinomiset 6 + endofit 467 pada benih padi dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengendalikan patogen terbawa benih X. oryzae pv. oryzae.
21
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Bakteri probiotik R. pickettii TT47, endofit 467 dan aktinomiset 6 terbukti antagonis terhadap patogen X. oryzae pv. oryzae. Isolat yang kompatibel adalah endofit 467 dan aktinomiset 6. Formulasi pelet terbaik terdiri dari: talek + CMC 1.5% + gliserol 1%. Formulasi ini mampu mempertahankan populasi bakteri probiotik endofit 467, aktinomiset 6 dan endofit 467 + aktinomiset 6 selama 4 minggu simpan serta populasi R. pickettii TT47 selama 3 minggu simpan. Perlakuan pelet dengan penambahan bakteri probiotik R. pickettii TT47, aktinomiset 6 atau aktinomiset 6 + endofit 467 efektif menekan patogen X. oryzae pv. oryzae dan mempertahankan mutu benih padi terinfeksi selama 6 minggu penyimpanan. Perlakuan pelet menggunakan bakteri probiotik aktinomiset 6 serta kombinasi aktinomiset 6 dan endofit 467 terbukti paling efektif dalam menekan patogen X. oryzae pv. oryzae serta mempertahankan viabilitas benih terinfeksi berdasarkan tolok ukur DB, BKKN, IV dan KCT. Saran Perlakuan pelet dengan bakteri probiotik R pickettii TT47 lebih efektif digunakan untuk penekanan patogen pada benih yang langsung akan ditanam. Perlakuan pelet untuk benih yang akan disimpan atau didistribusikan, lebih disarankan menggunakan bakteri probiotik aktinomiset 6 tunggal maupun kombinasi dengan endofit 467. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut terkait modifikasi suhu penyimpanan, bentuk inokulan maupun optimasi bahan pembawa untuk memperpanjang daya simpan bakteri serta kemampuan pelet di lapangan.
22
DAFTAR PUSTAKA Agustiansyah, Ilyas S, Sudarsono, Machmud M. 2010. Pengaruh perlakuan benih secara hayati pada benih padi terinfeksi Xanthomonas oryzae pv. oryzae terhadap mutu benih dan pertumbuhan bibit. J Agron Indonesia. 38:185-191. Agustiansyah, Ilyas S, Sudarsono, Machmud M. 2013. Karakterisasi rizobakteri yang berpotensi mengendalikan bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan meningkatkan pertumbuhan tanaman padi. J HPT Tropika. (13)1:42-51. Ali NI, SiddiQui IA, Shaukat SS dan Zaki MJ. 2001. Survival of Pseudomonas aeruginosa in various carriers for the inhibition of root rot-root knot disease complex of mungbean. Phytopath Mediterr. 40:108–112. Amalia, A. F. 2014. Formulasi aktinomiset menggunakan beberapa jenis tanah sebagai agens hayati penyakit kresek (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) pada padi. Skripsi. Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Andrews SC, Robinson AK and Rodríguez-Quiñones F. 2003. Bacterial iron homeostasis. FEMS Microbiol Rev. 27:215-237. Backman PA, Sikora RA. 2008. Endophytes: An Emerging Tool for Biological Control. Biological Control (July):1-8. DOI: 10.1016/j.biocontrol.2008.03. 009 Beric T, Kojic M, Stankovic S, Topisirovic L, Degrassi G, Myers M, Venturi V, Fira D. 2012. Antimicrobial activity of Bacillus sp. natural isolates and their potential use in the biocontrol of phytopathogenic bacteria. Food Technol Biotechnol. 50(1):25-31. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2003. Benih padi kelas dasar (BD). BSN [internet]. [diunduh 23 November 2015]. Tersedia pada: http://sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_ main/sni/detail_sni/5774. Chithrashree AC. Udayashankar, Nayaka SC, Reddy MS, Srinivas C. 2011. Plant growth-promoting rhizobacteria mediate induced systemic resistance in rice against bacterial leaf blight caused by Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Bio Control. 59:114–122. DOI: 10.1016/j.biocontrol.2011.06.010. Copeland LO, McDonald MB.1995. Seed Science and Technology. Chapman and Hall, NY. Crosa JH, Walsh CT. 2002. Genetics and assembly line enzymology of siderophore biosynthesis in bacteria. Microbiol Mol Biol Rev. 66:223-249. Dardick C, da Silva FG, Shen Y, Ronald P. 20013. Antagonistic interactions between strains of Xanthomonas oryzae pv. oryzae. APS 93(6):705-711. [Ditlitanpang] Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 2014. Data opt padi. http://tanamanpangan.pertanian.go.id/ditlintp/statis-17-dataoptpadi.html [diakses 2 Maret 2014]. Dzidic S, Suskovic J, Kos B. 2008. Antibiotic resistance mechanisms in bacteria: biochemical and genetic aspects. Food Technol Biotechnol. 46(1):11–21. El-shakh ASA, Kakar KU, Wang X, Almoneafy AA, Ojaghian MR, Li B, Anjum SI, Xie GL. 2015. Controlling bacterial leaf blight of rice and enhancing the plant growth with Endophytic and Rhizobacterial Bacillus strains. Toxicol environt chem. :1-36. DOI:10.1080/02772248.2015.1066176. Elzein A, Kroschel J, Cadisch G. 2008. Efficacy of Pesta granular formulation of Striga-mycoherbicide Fusarium oxysporum f. sp. strigae Foxy 2 after 5-year of storage. J Plant Dis Protect. 115(6):259–262. Emmert EAB, Handelsman J. 1999. Biocontrol of plant disease: a (Gram-) positive perspective. FEMS Microbiol Lett 171:1-9
23 Etesami HH, Hosseini M, Alikhani HA. 2014. In planta selection of plant growth promoting endophytic bacteria for rice (Oryza sativa L.). J of Soil Sci and plant Nutrition 14(2):491-503. Glick BR. 2012. Plant growth-promoting bacteria: mechanisms and applications. Scientifica :1-15. http://dx.doi.org/10.6064/2012/963401. Gregg BR, Billups GL. 2010. Seed conditioning. Science Publishers, Enfield, USA. Haggag WM, Soud MAE. 2012. Production and Optimization of Pseudomonas fluorescens biomass and metabolites for biocontrol of strawberry grey mould. Am J Plant Sci. 3:836-845. DOI: 10.4236/ajps.2012.37101. Harikrishnan H, Shanmugaiah V, Balasubramanian N. 2014. Optimization for production of Indole acetic acid (IAA) by plant growth promoting Streptomyces sp VSMGT1014 isolated from rice rhizosphere. Int J Curr Microbiol App Sci. 3(8):158-171. Hastuti RD, Lestari Y, Suwanto A, Saraswati R. 2012. Endophytic Streptomyces spp. as biocontrol agents of rice bacterial leaf blight pathogen. Hayati J Biosci. 19(4):155-162. Ilyas S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor (ID): IPB Pr. [IRRI] International Rice Research Institute. 2014. Bacterial blight. http://www. knowledgebank.irri.org/decision-tools/rice-doctor/rice-doctor-factsheets/ item/ bacterial-blight [diakses 2 Maret 2014]. [ISTA] International Seed Testing Association. 2014. International Rules for Seed Testing. Bassersdorf (SL): ISTA. Jambhulkar PP, Sharma P. 2014. Development of bioformulation and delivery system of Pseudomonas fluorescens against bacterial leaf blight of rice (Xanthomonas oryzae pv. oryzae). JEB 35(September):843-849. Jansen JP, Schiffers BC, Mathot P, Brakel J. 1994. Use of bacteria protections in pelleting for preinoculation of bean seeds (Phaseolus vulgaris L.). Seed Sci & Technol. 22:329-336. Kadir TS, Suryadi Y, Machmud M. 2009. Penyakit bakteri padi dan cara pengendaliannya. Litbang Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian [internet]. [diunduh 2014 Maret 2]. Tersedia pada: www.litbang.pertanian.go.id%2Fspecial%2Fpadi%2Fbbpadi009itp_19.Pdf &ei=1SGVKSeGdKTuASTqYKACg&usg=AFQjCNHMDj0QH62cxvyO4 RnkJ23qSUTjIQ&sig2=ytTsjKkcWQPfVU2eCAh58w. Kannan R, Damodaran T, Pandey BK, Umamaheswari S, Bai RB, Jha SK, Mishra VK, Sharma DK, Sah V. 2014. Isolation and characterization of endophytic plant growth-promoting bacteria (PGPB) associated to the sodicity tolerant polyembryonic mango (Mangifera indica L.) root stock and growth vigour in rice under saline sodic environment. Afr J Microbiol Res. 8(7):628-636. DOI: 10.5897/AJMR2013.6552. Kauffman HE, Reddy APK. 1975. Seed transmission studies of Xanthomonas oryzae in rice. Phytopathology 65:663-666. Kloepper JW, Schroth MN. 1981. Development of a powder formulation of rhizobacteria for inoculation of potato seed pieces. Phytopathology 71(6):590-592. Koberl M, Ramadan EM, Adam M, Cardinale M, Hallman J, Heuer H, Smalla K, Berg G. 2013. Bacillus and Streptomyces were selected as broad-spectrum antagonists against soilborne pathogens from arid areas in Egypt. FEMS Microbiol Lett. :1-11. DOI: 10.1111/1574-6968.12089 Kumar KV, Yellareddygari SKR, Reddy MS, Kloepper JW, Lawrence KS, Zhou XG, Sudini H, Groth DE, Raju SK, miller ME. 2012. Efficacy of Bacillus subtilis MBI 600 against sheath blight caused by Rhizoctonia solani and on growth and yield of rice. Rice Sci. 19(1):55-63.
24 Leach JE, Corral R. 2013. Recovery Plan for Xanthomonas oryzae Causing Bacterial Blight and Bacterial Leaf Streak of Rice. ARS [internet]. [diunduh 23 November 2015]. Tersedia pada: http://www.ars.usda.gov/SP2User Files/Place/00000000/opmp/Rice%20Bacterial%20Blight%20and%20Strea k%20Recovery%20Plan%20Final.pdf. Lestari Y, Yusepi TT, Pratyasto AP, Mubarik NR, Hamim. 2014. In vitro capability of rice endophytic Streptomyces spp. in producing indole acetic acid and fixing nitrogen. Adv Environ Biol. 8(13):728-735. Lukkani NJ, Reddy ECS. 2014. Evaluation of plant growth promoting attributes and biocontrol potential of native fluorescent Pseudomonas spp. against Aspergillus niger causing collar rot of ground nut. IJPAES 4(4):256-262. Maksimov IV, Abizgil’dina RR, Pusenkova LI. 2011. Plant Growth Promoting Rhizobacteria as alternative to chemical crop protectors from pathogens (review). Appl Biochem Micro 47(4):333-345. DOI: 10.1134/ S0003683811040090. Mattos KA, Padua VL, Romeiro A, Hallack LF, Neves BC, Ulisses TM, Barros CF, Todeschini AR, Previato JO, Mendonça-previato L. 2008. Endophytic colonization of rice (Oryza sativa L.) by the diazotrophic bacterium Burkholderia kururiensis and its ability to enhance plant growth. An Acad Bras Cienc. 80(3):477-493. Mbai FN, Magiri EN, Matiru VN, Ng’ang’a J, Nyambati VC. 2013. Isolation and characterisation of bacterial root endophytes with potential to enhance plant growth from kenyan basmati rice. AIJCR 3(4):26-40. Merugu R, Rudra MP, Girisham S, Reddy SM. 2012. Effect of bioinoculation of rhodobacter capsulatus KU002 on two rice varieties of India. IJACPT 3(1):373-375. Miliute I, Buzaite O. 2011. IAA production and other plant growth promoting traits of endophytic bacteria from apple tree. Biologija 57(2):98–102. Miransari M, Smith DL. 2014. Plant hormones and seed germination. Environ exp bot. 99:110-121. DOI: 10.1016/j.envexpbot.2013.11.005. Mishra DS, Kumar A, Prajapati CR, Singh AK, Sharma SD. 2013. Identification of compatible bacteria and fungal isolate and their effectiveness against plant disease. J Environ Bio 34:183-189. Nagendran K, Karthikeyan G, Peeran MF, Raveendran M, Prabakan K, Raguchander T. 2013. Management of bacterial leaf blight disease in rice with endophytic bacteria. World Appl Sci J 28(12):2229-2241. DOI: 10.5829/idosi.wasj.2013.28.12.2009. Nawangsih AA. 2006. Seleksi dan karakterisasi bakteri biokontrol untuk mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tomat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Neilands JB. 1995. Siderophores: Structure and Function of Microbial Iron Transport Compounds. J Biol Chem. 270:26723-26726. DOI: 10.1074/jbc.270.45.26723. Nino-Liu DO, Ronald PC, Bogdanove AJ. 2006. Xanthomonas oryzae pathovars: model pathogens of a model crop. Mol Plant Pathol 7(5):303-324. DOI: 10.1111/J.1364-3703.2006.00344.X Pal KK, Gardener BM. 2006. Biological Control of Plant Pathogens. The Plant Health Instructor:1-25. DOI: 10.1094/PHI-A-2006-1117-02. Palmiano EP, Juliano BO. 1972. Biochemical changes in the rice grain during germination. Plant Physiol. 49:751-756. Palupi T, Ilyas S, Machmud M, Widajati E. 2012. Pengaruh formula coating terhadap viabilitas dan vigor serta daya simpan benih padi (Oryza sativa L.). J Agron Indonesia. 40(1):21–28.
25 Park J, Kukor JJ, Abriola LM. 2002. Characterization of the adaptive response to trichloroethylene-mediated stresses in Ralstonia pickettii PKO1. AEM 68(11):5231-5240. Park SB, Lee IA, Suh JW, Kim JG, Lee CH. 2011. Screening and identification of antimicrobial compounds from Streptomyces bottropensis suppressing rice bacterial blight. J Microbiol Biotechnol. 21(12):1236–1242. DOI: 10.4014/jmb.1106.06047. Patil HJ, Srivastava AK, Kumar S, Chaudhari BL, Aroa DK. 2010. Selective isolation, evaluation and characterization of antagonistic actinomycetes against Rhizoctonia solani. World J Microbiol Biotechnol 26:2163–2170. Putra C, Giyanto. 2014. Kompatibilitas Bacillus spp. dan aktinomiset sebagai agens hayati Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan pemacu pertumbuhan padi. J Fitopatol Indones. 10(5):160-169. DOI: 10.14692/jfi.10.5.160. [Puslitbangtan] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2014. Laporan Akuntabilitas Kinerja Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Tahun 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Raupach GS, Kloepper JW. 1998. Mixtures of plant growth-promoting rhizobacteria enhance biological control of multiple cucumber pathogens. Phytopathol 88(11):1158-1164. Ruiza D, Agaras B, de Werrab P, Wall LG, Valverde C. 2011. Characterization and screening of plant probiotic traits of bacteria isolated from rice seeds cultivated in Argentina. J Microb. 49(6):902-912. DOI: 10.1007/s12275011-1073-6. Rustam. 2012. Potensi bakteri penghasil senyawa bioaktif anticendawan untuk pengendalian penyakit hawar pelepah padi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sadi MS, Masoud A. 2012. Effect of pH on stability, sunflower growth promotion and biocontrol potential of a talc-based formulation of Pseudomonas fluorescens UTPF61. Aust J Crop Sci. 6(3):463-469. Sallam NA, Riad SN, Mohamed MS, El-eslam AS. 2013. Formulations of Bacillus spp. and Pseudomonas fluorescens for biocontrol of cantaloupe root rot caused by Fusarium solani. J Plant Prot Res. 53(3):295-300. Sanchez S, Chavez A, Forero A, Garcia-Huante Y, Romero A, Sanchez M, Rocha D, Sanchez B, Avalos M, Guzman-Trampe S, Rodriguez-Sanoja R, Langley E, Ruiz B. 2010. Carbon source regulation of antibiotic production. J Antibiot 63:442-459. Skaar EP. 2010. The battle for iron between bacterial pathogens and their vertebrate hosts. PLoS Pathog 6(8):1-4. DOI: 10.1371/journal.ppat.1000949. Subash M, Rafath H, Lalitha J. 2015. Influence of GA3 and IAA and their frequency of application on seed germination and seedling quality characters. Int Lett Nat Sci. 30:44-48. DOI: 10.18052/www.scipress.com/ILNS.30.44. Suryadi Y, Susilowati DN, Kadir TS, Zaffan ZR, Hikmawati N, Mubarik NR. 2013. Bioformulation of antagonistic bacterial consortium for controlling blast, sheath blight and bacterial blight diseases on rice. Asian J Plant Pathol :117. Susanto U, Sudir. 2012. Ketahanan genotipe padi terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae patotipe III, IV, dan VIII. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 31(2):108-116. Suslow TV, Schroth MN. 1982. Rhizobacteria of sugar beets: effects of seed application and root colonization on yield. Phytopathologi 72(2):199-206. Teng FM. 2011. The effect of formulative materials on the viability and efficacy of formulated beneficial microbes [thesis]. Malaysia (MY): University Tunku Abdul Rahman.
26 Todar K. 2012. Structure and function of bacterial cells. Online Textbook of Bacteriology [internet]. [diunduh 23 November 2015]. Tersedia pada: http://textbookof bacteriology.net//structure_7.html. van Overbeek LS, Eberl L, Givskov M, Molin S, van Elsas JD. 1995. Survival of, and induced stress resistance in, carbon-starved Pseudomonas fluorescens cells residing in soil. Appl Environ Microbiol. 61(12):4202-4208. van Veen JA, van Overbeek LS, van Elsas JD. 1997. Fate and activity of microorganisms introduced into soil. Microbiol Mol Biol Rev. 61(2):121135. Velusamy P, Immanuel JE, Gnanamanickam SS. 2013. Rhizosphere bacteria for biocontrol of bacterial blight and growth promotion of rice. Rice Science 20(5):356-362. DOI: 0.1016/S1672-6308(13)60143-2. Verschuere L, Rombaut G, Sorgeloos P, Verstraete W. 2000. Probiotic bacteria as biological control agents in aquaculture. Microbiol Mol Biol Rev. 64(4):655671. Vidhyasekaran P, Muthamilan M. 1995. Development of formulations of Pseudomonas fluorescens for control of chickpea wilt. Plant Disease 79(8):782-786. Widajati E, Murniati E, Palupi ER, Kartika T, Suhartanto MR dan Qadir A. 2013. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor (ID): IPB Pr. Wu L, Wu H, Chen L, Yu X, Borriss R, Gao X. 2015. Difficidin and bacilysin from Bacillus amyloliquefaciens FZB42 have antibacterial activity against Xanthomonas oryzae rice pathogens. Scientific Reports 5(12975):1-9. Xu XM, Jeger MJ. 2013. Combined use of two biocontrol agents with different biocontrol mechanisms most likely results in less than expected efficacy in controlling foliar pathogens under fluctuating conditions: a modeling study. Phytopathol. 103(2):108-116. http://dx.doi.org/10.1094/PHYTO-07-120167-R. Yuan M, Chu Z, Li X, Xu C, Wang S. 2010. The bacterial pathogen Xanthomonas oryzae overcomes rice defenses by regulating host copper redistribution. Plant Cell 22:3164-3167. Yuliar. 2015. The effect of suppression of endophytic mangrove bacteria on leaf blight of rice caused by Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Global J Biol Agric Health Sci. 3(1):1-7. Zarandi ME, Bonjar GHS, Dehkaei FP, Moosavi SAA, Farokhi PR, Aghighi S. 2009. Biological control of rice blast (Magnaporthe oryzae) by use of Streptomyces sindeneusis isolate 263 in greenhouse. Am J Applied Sci 6(1):194-199.
27
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Denpasar pada tanggal 30 Juli 1990 sebagai anak kedua dari pasangan I Gusti Ketut Bagus Aryawan dan Anak Agung Ayu Mirah Adi. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, lulus pada tahun 2012. Kesempatan untuk melanjutkan ke program master pada program studi Ilmu dan Teknologi Benih pada Program Pascasarjana IPB diperoleh tahun 2013. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Direktorat Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Artikel berjudul Pengaruh Pelet Mengandung Bakteri Probiotik terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Viabilitas Benih Padi akan diterbitkan pada Jurnal Fitopatologi Indonesia pada tahun 2016. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S-2 penulis.